Assalamu'alaikum sharing to reminder our self. Ambil Baiknya, Buang Buruknya
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
Renungan Kehidupan
Pada saat segala sesuatunya memburuk, sebenarnya yang memburuk adalah situasinya, bukan kita. Kita masih bisa berusaha. Dan sering kali justru pada saat situasi benar-benar buruk lah, karakter kita yg sebenarnya terbentuk. Masalah sebenarnya bukan situasi itu, masalah sebenarnya adalah apakah kita membiarkan masa depan kita menjadi lebih terpuruk atau bangkit dan memperbaikinya?
Berapa kali kita terlalu mempermasalahkan hal hal sepele dalam hidup kita? Berapa kali hal itu membuat kita bertengkar dengan orang orang yang kita sayangi?
Hidup itu tidak sempurna, begitu juga kita. Kenapa harus meminta orang lain menjadi sempurna jika kita sendiri tidak sempurna? Kenapa tidak membiarkan saja hal hal kecil untuk dibicarakan asal jangan merusak hubungan dan kebaikan yang sudah kita rajut sedemikian lama?
Berapa kebahagiaan lagi yang harus kita buang hanya karena hal yang sebenarnya tidak terlalu masalah, tetapi kita permasalahkan?
Buku Untuk Dibaca. All about love, life, dan hope by Erick Namara
Note: maaf by me | Semarang, 20 Juni 2020
3 notes
·
View notes
Text
Noted!
Ujian kehadiran
Pernah suatu waktu, kehadiran seseorang menjadi ujian sedemikian berat untukmu. Kau dihadapkan oleh hal-hal rumit yang diperantarai oleh keberadaannya. Segala sesuatunya tiba-tiba harus menyita pikiranmu. Juga melibatkan perasaanmu.
Kau ingin agar ia segera pergi atau kau yang berlari sejauh-jauhnya namun, kau tak berdaya memikirkan bagaimana rasanya jika jarak yang kau buat sendiri pada akhirnya malah melukaimu habis-habisan.
Sejujurnya kau pun kelelahan namun tak kunjung sanggup mengambil sikap. Tegas, sebagaimana yang kauharapkan dan memang seharusnya. Kau seolah-olah tak pernah menemukan cara untuk menghabisi seluruh ketakutanmu akan kemungkinan menyakitkan nantinya. Tak pelak lagi; kau tengah merawat banyak asumsi hingga langkahmu berhenti, tak lagi begerak ke mana pun.
Jauh sebelum berkenalan apalagi bertemu dengan seseorang itu, sedikit pun kau tak pernah mengira jika nanti akan terjebak oleh keresahan panjang yang entah bagaimana ujungnya. Kau menyangka, semua akan baik-baik saja. Ia datang, memasuki hidupmu dan kau betul-betul keliru menghadapinya.
Ternyata, ia memang dihadirkan untuk mengujimu habis-habisan. Seketika membuat perjalanan hidupmu menjadi begitu berat dan menantang. Kau harus memenangkan pertarungan dengan dirimu sendiri. Sulit sekali, bukan?
43 notes
·
View notes
Text
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
❄️Mutiara Ramadhan❄️
Istiqomah Dalam Ketaatan Setelah Bulan Ramadhan
Oleh : Komunitas Mahasiswi Peduli Negeri
Telah kita lewati bersama sebuah masa yang penuh kemuliaan, suatu waktu dimana kita melihat banyak sekali orang-orang melakukan ketaatan, dan hari dimana orang-orang mengisinya dengan peribadatan. Dialah bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, yang hari-harinya penuh kemuliaan, dan malam-malamnya bertebar keutamaan.
Di bulan Ramadhan, orang-orang yang beriman bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan berlomba-lomba menuju pintu-pintu kebaikan. Sesungguhnya seorang mukmin merasa senang melihat orang-orang melaksanakan ketaatan dan berlomba-lomba di dalam beribadah, menegakkakn kebajikan di bulan yang agung tersebut.
Yang perlu diperhatikan seorang muslim adalah bahwasanya ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berlomba-lomba dan bersungguh-sungguh dalam ketaatan serta sesuatu yang Allah ridhai tidak hanya terhenti di bulan Ramadhan saja atau ketaatan tersebut tidak terbatas di waktu-waktu tertentu saja. Walaupun bulan Ramadhan telah usai, namun ibadah kepada Allah tidak mengenal berhenti. Walaupun hari-hari yang penuh keberkahan telah berlalu, amalan kebajikan tidak mengenal masa waktu.
Idul Fitri ini bukan hanya perkara kesenangan, menghambur-hamburkan uang, baju baru, hidangan mewah. Tapi yang lebih penting adalah menjadikan diri kita benar benar dalam kemenangan yakni menjaga ketaatan kepada Allah hingga akhir usia nanti.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabb-mu hingga ajal menjemputmu.” (al-Hijr: 99).
0 notes
Text
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
Hati Yang Peka
Terkadang kita sangat peka dgn hal-hal yg berhubungan dgn perasaan sampai sampai kebawa berlarut larut, tanpa sadar kita tidak peka dgn dosa yg banyak di lakukan.
Setiap manusia pasti pernah melakukan dosa. Hanya saja, bagaimana kepekaan hamba dalam merespon dosa trgantung dari kadar taqwanya dan pada akhirnya inilah yg mempengaruhi nilai dan derajat hamba di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Hidup adalah sejauh mana kita dapat mengambil ibrah. Allah mengajari kita untuk tidak menyesali kejadian kejadian yg sudah trjadi. Karna semuanya sudah merupakan kehendak Allah.
Sesungguhnya manusia adalah makhluk yg lemah dan sangat butuh pada pertolongan Allah dalam setiap urusan-Nya. Manusia tidak mengetahui manakah yg baik dan yg buruk pada kejadian di masa yg akan datang, oleh karena itu hikmah Allah kepada hamba-Nya, Dia mensyariatkan doa supaya seorang hamba dapat bertawasul kepada Rabbnya untuk di hilangkan kesulitan dan di perolehnya kebaikan. Kita hidup di dunia ini bukan untuk menjadi Tuhan bagi orang lain. Namun tugas kita adalah mempersiapkan diri kelak kan jadi terdakwa maka perberat amal, persedikit penggugat dan perbanyak kebaikan (Ust. Salim A Fillah).
#renungankehidupan#hatiyangpeka#amalkebaikan#selfreminder#doa#lailatulqadar#muslimah#inspiration#ramadan2020
3 notes
·
View notes
Photo
Kapan Lagi Mengenal Diri Sendiri?
Salah satu hikmah dari Ramadan kali ini adalah kita bisa menjadi lebih fokus pada diri sendiri.
Inilah kesempatan terbaik untuk menemukan jati diri. Di saat sebelum pandemi, kita sibuk dengan membandingkan. Di saat sebelumnya, kita sibuk membentuk topeng atau penyamaran.
Karena tanpa disadari kita hanya menuruti keinginan nafsu akan eksistensi, tanpa peduli apa yang terjadi pada hati sendiri.
Ketika lingkungan menjadi tenang dari pendapat orang, maka ini saat yang tepat untuk menemukan apa yang kita butuhkan. Ini saat yang tepat untuk merencanakan masa depan.
Mulailah perenungan diri terhadap apa yang telah dijalani selama ini. Mengevaluasi apa yang sebelum-sebelumnya sudah dilakui. Untuk bertujuan terus memperbaiki diri.
Ini adalah tentang diri kita sendiri. Bukan tentang teman, keluarga, kerabat, hingga pasangan. Karena kita sendirilah yang akan menentukan tujuan akhir kehidupan.
Kapan lagi kita mendapatkan kesempatan berharga seperti ini. Sebab, bisa jadi ini adalah saat-saat yang tak akan terulang lagi. Sebab, ini adalah salah cara untuk mencapai predikat takwa kepada Illahi Rabbi.
“Seseorang tidak akan mendapat predikat ketakwaan sampai dia melakukan muhasabah kepada dirinya lebih ketat dibanding seorang teman yang bermuhasabah terhadap temannya.” (Hasan Al-Bashri)
156 notes
·
View notes
Text
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
❄️Mutiara Ramadhan❄️
IMAN DAN AKHLAK
Oleh : Komunitas Mahasiswi Peduli Negeri
Tidak akan sempurna iman tanpa akhlak, dan tidak akan ada kesempurnaan akhlak tanpa iman
Akhlak dan Iman adalah bagian dasar atau pondasi dalam kehidupan manusia. Tidak akan muncul akhlak yang baik bila tanpa iman. Begitupun tidak akan sempurna keimanan jika tanpa akhlak yang baik. Untuk itu, akhlak dan keimanan tidak dapat dipisahkan sendiri-sendiri. Semuanya sangat bergantung dan saling mempengaruhi.
Iman adalah pondasi dalam diri seorang muslim. Adanya keimanan mempengaruhi bagaimana seorang muslim berperilaku, melaksanakan pekerjaan atau aktifitas, dan juga menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Abu Hurairah berkata;
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap para istrinya."
(HR. Tirmidzi: 1082, dihasankan Al-albany)
Abu Darda` berkata,
إنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Tidak sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak pada hari kiamat daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah murka terhadap seorang yang keji lagi jahat."
(HR. Tirmidzi: 1925 dishohihkan Al-Albany)
Antara iman dengan akhlak sangat erat dan kuat keterkaitannya.
📌 Dua sifat yang bertolak belakang antara orang mukmin dan orang fajir dalam akhlaknya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
َالْمُؤْمِنُ غِرٌّ كَرِيمٌ وَالْفَاجِرُ خِبٌّ لَئِيمٌ
"Seorang mukmin itu baik lagi dermawan (tidak kikir), dan orang Fajir adalah seorang yang jahat lagi bakhil."
(HR. Abu Daud: 4158 dihasankan Al-Albany)
Mahasiswi Peduli Negeri
Sabtu, 18 Mei 2020
#Ramadhan1441H#Ramadhanbulanketaqwaan#MahasiswiPeduliNegeri#Saatnyamengimplementasikankarak terRamadhan
0 notes
Text
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
Muhasabah Diri
MENGAPA HATI KITA TAK TERGUGAH OLEH AL-QURAN?
Oleh: KH Hafidz Abdurrahman
Al-Qur’an adalah firman Allah. Ketika al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallahu 'Alaihi Wassallam, ia bukan hanya untuk baginda, tetapi juga untuk para sahabat, kita, dan seluruh umat manusia. Al-Qur’an memang benar-benar diturunkan kepada manusia, untuk menjadi petunjuk (hudan), kabar gembira (busyra), obat (syifa’) dan sebagai bentuk kasih sayang (rahmat) Allah kepada kita.
Sayang, semuanya itu kadang tak membuat kita tersentuh, apalagi luluh, menggigil dan bersimpuh kepada-Nya. Allah Subhanu Wa Ta'ala berfirman :
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ، وَتِلْكَ الأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Andai saja Kami turunkan al-Qur’an ini kepada gunung, pasti engkau akan melihatnya (gunung itu) tunduk dan hancur lebur karena takut kepada Allah. Begitulah contoh-contoh itu Kami gunakan untuk manusia agar mereka berpikir.” [TQS. al-Hasyr : 21]
Gunung saja yang tidak diberi akal, seandainya al-Qur’an diturunkan kepadanya pasti tunduk dan hancur lebur. Mengapa manusia yang diberi akal, hati dan perasaan tidak mau tunduk, menggigil dan bersimpuh? Malaikat yang diberi akal dan perasaan pun iri kepada kita karena al-Qur’an tidak diturunkan kepada mereka. Wajar, jika sampai mereka mencuri-curi dengar bacaan al-Qur’an yang kita baca. Maka, pantas saja jika Allah sampai menyatakan begitu rupa tentang manusia yang akal, hati dan perasaannya tak tersentuh oleh al-Qur’an, yang disebut hatinya mengeras seperti batu, bahkan lebih keras ketimbang batu.
Pertanyaannya, apa yang sebenarnya menghalangi akal, hati dan perasaan manusia tersentuh dengan al-Qur’an?
Dalam kitabnya "Al-Fawaid", Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah memberikan jawaban. Ketika kita mendengarkan al-Qur’an dibaca, maka bukalah telinga, hati dan pikiran kita, lalu simaklah baik-baik setiap kata, kalimat dan ayat yang dibaca.
Hadirkanlah pikiran dan kesadaran kita, dan bayangkanlah bahwa Allah Subhanu Wa Ta'ala sedang berbicara dengan kita dan menyeru kita. Hadirkanlah Dzat yang Maha Berbicara itu di hadapan kita, niscaya kita akan khusyu’, dan tak berkutik. Begitulah yang dialami sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi Wassallam. Hingga ada di antara mereka ketika dibacakan al-Qur’an, minimal hatinya bergetar, menangis, bahkan ada yang pingsan.
Begitu juga ketika kita membacanya. Hadirkanlah hati, pikiran, kesadaran dan perasaan kita, bahwa yang kita baca bukanlah ucapan manusia, tetapi firman Allah SWT, kekasih abadi kita. Begitulah, para sahabat dahulu memandang al-Qur’an. Al-Qur’an, menurut al-Hasan, dipandang oleh mereka layaknya surat cinta yang datang dari Sang Kekasih, Allah ‘Azza wa Jalla. Maka wajar, jika mereka pun membacanya dengan penuh cinta, di kala duduk, berbaring dan berdiri.
Dengan membuka mata, telinga, hati, pikiran dan perasaan kita, kemudian semuanya difokuskan untuk menerima dan mencerna kandungan firman-Nya, pasti hati, pikiran dan perasaan kita pun akan hanyut dalam kedahsyatan kata, kalimat dan ayat-ayat-Nya. Begitulah al-Qur’an. Allah Subhanu Wa Ta'ala pun berfirman:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيْدٌ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar menjadi peringatan bagi orang yang mempunyai hati, atau menggunakan pendengarannya, sedangkan dia menyaksikannya.” [TQS. Qaf : 37]
Mempunyai mata dan telinga, akal, hati, pikiran dan perasaan tidak ada artinya dan tidak akan bisa menjadikan al-Qur’an sebagai peringatan, jika semuanya itu tidak hadir dan digunakan untuk mencerna, memahami dan menghayati isinya.
Karena itu, al-Qur’an diturunkan kepada kita untuk dibaca, didengarkan bacaannya, dihapal, dipahami, dihayati dan diamalkan isinya, serta ditegakkan hukum-hukumnya. Itulah hak-hak al-Qur’an yang harus kita tunaikan. Jika tidak, kita pun akan menjadi orang-orang yang diadukan oleh Rasul kepada Allah Subhanu Wa Ta'ala.
وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا
“Dan Rasul itu pun berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini ditinggalkan.'” [TQS. al-Furqan : 30]
Meninggalkan al-Qur’an, ketika al-Qur’an tidak pernah dibaca; ketika dibaca tetapi tidak dipahami maknanya; ketika dibaca dan dipahami maknanya, tetapi tidak diamalkan isinya, dan tidak ditegakkan hukum-hukumnya. Itulah, menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, makna “Ittakhadzu hadza al-Qur’an mahjura” (Mereka menjadikan al-Qur’an ini ditinggalkan).
Semoga kita tidak termasuk di antara mereka yang diadukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam kepada Allah Subhanu Wa Ta'ala.
Aamiin....
#Ramadhan1441H#Ramadhanbulanketaqwaan#islam#lailatulqadar#inspiration#muslim#ramadan2020#MahasiswiPeduliNegeri
0 notes
Photo
Peran Kita
Ramadan sudah berjalan beberapa hari, mungkin masih ada dari kita yang merasa sulit dan bersusah payah dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Pada kondisi seperti ini, hampir sebagian besar dari kita merasakan krisis eksistensi diri. Juga merasa rendah diri, karena tak ada yang bisa kita lakukan lagi.
Dalam pikiran kita bertanya-tanya, apa peran kita sebagai manusia tak berdaya? Wabah ini memuat kita menjadi tak bisa apa-apa. Kita bukan lagi siapa-siapa.
Di saat kawan-kawan kita yang lain masih bisa bersedekah di sana-sini, kita masih bimbang, bagaimana menghidupi diri. Karena baru saja dirumahkan oleh perusahaan yang menggaji kita selama ini.
Di saat yang lain bisa beribadah bersama keluarga, kita di sini masih sendiri. Menuntut ilmu di tempat perantuan. Tak bisa pulang, demi memutus rantai penyebaran.
Namun, jangan salah sangka. Nabi telah bersabda, bahwa peran kita sangatlah luar biasa.
“Sesungguhnya Allah SWT menolong umat ini melalui orang-orang lemahnya, yaitu dengan do'a-do'a mereka, dan sholat yang mereka tegakkan, dan keikhlasan mereka dalam amal ibadah.” (HR. An-Nasa'i)
Inilah peran kita, banyak-banyaklah beribadah dan berdo'a. Mungkin kita tak punya jabatan maupun harta. Tapi kita masih punya Allah Yang Maha Pencipta. Inilah peran kita, sebagai tokoh kunci dalam turunnya pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala.
Bisa jadi dengan do'a kita, yang menyebabkan orang lain masih bisa bekerja. Bisa jadi dengan do'a kita, yang menyebabkan orang-orang bisa sembuh dari penyakitnya. Bisa jadi dengan do'a kita, Ramadan kali ini menjadi Ramadan yang paling bahagia.
Maka, manfaatkan bulan Ramadan dengan sebaik-baiknya. Di saat kita tidak punya keahlian apa-apa, tapi kita masih bisa berdo'a. Kita masih bisa menolong umat Islam di dunia.
96 notes
·
View notes
Text
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
MATI: NASIHAT TERBAIK
Oleh : Arief B. Iskandar
Kematian adalah keniscayaan. Setiap manusia, apalagi seorang Muslim, tentu amat menyadari hal ini.
Allah Subhanu Wa Ta'ala pun telah berfirman (yang artinya):
Setiap yang berjiwa pasti bakal merasakan kematian. Sesungguhnya pada Hari Kiamat sajalah pahala kalian disempurnakan. Siapa saja yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (TQS Ali Imran [3]: 185).
Selain sebuah keniscayaan, kematian juga sebuah kepastian, dalam arti, tak bisa dimajukan ataupun dimundurkan.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman (yang artinya):
Jika ajal mereka telah datang maka mereka tidak akan bisa menundanya dan tidak pula bisa memajukannya sesaat pun (TQS an-Nahl [16]: 61).
Selain itu kematian juga merupakan salah satu rahasia Allah SWT. Tidak seorang manusia pun tahu kapan kematian akan datang menjemput dirinya.
Karena itu sudah selayaknya setiap Muslim tidak lalai dalam mempersiapkan diri menghadapi kematian sekaligus menghadapi kehidupan pasca kematian. Sebab, jika tidak demikian, penyesalan di akhir tak akan bisa dihindarkan.
Dalam hal ini, Allah Subhanu Wa Ta'ala pun mengingatkan kita melalui firman-Nya (yang artinya):
Hai orang-orang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Siapa saja yang berbuat demikian, mereka itulah orang-orang yang merugi. Belanjakanlah sebagian (harta) dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, “Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sampai waktu yang dekat hingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang salih?”
Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Allah Maha Mengenal apa yang kalian kerjakan (TQS al-Munafiqun [63]: 9-11).
(Demikianlah) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku bisa berbuat amal salih yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang dia ucapkan saja (TQS al-Mu’minun [23]: 99-100).
Kematian tentu merupakan akhir dari kehidupan manusia di dunia. Dengan demikian, dunia hanyalah tempat sementara bagi manusia dalam menjalani kehidupan sebelum ia berpindah ke kehidupan yang lain, yakni kehidupan di alam akhirat.
Karena itu Baginda Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi Wassalam mengingatkan kita, “Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau seperti orang yang berada dalam perjalanan.” (HR al-Bukhari dan at-Tirmidzi).
Ya, bagi seorang Muslim, di dunia ini hakikatnya ia seperti orang asing. Sebab, ‘tanah air’-nya yang hakiki adalah surga. Surgalah, insya Allah, tempat ia berpulang.
Manusia di dunia ini, dengan demikian, seperti seorang musafir yang meninggalkan negerinya untuk sementara, kemudian ia akan kembali. Karena itu ia tentu tidak akan berlama-lama di dunia dan tidak akan mengambil bagian dari kenikmatan dunia ini, kecuali sekadarnya saja untuk bekal kembali (ke akhirat) (Muhammad bin ‘Alan, Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadh ash-Shalihin, III/7).
Dalam ungkapan yang berbeda, Ibn Umar RA. juga mengingatkan kita, “Jika kamu ada di waktu sore, jangan menunggu pagi. Jika kamu ada di pagi hari, jangan menunggu hingga sore.Jadikanlah masa sehatmu (untuk beramal shalih) sebelum datang masa sakitmu) dan jadikanlah masa kehidupanmu (untuk beramal shalih) sebelum datang kematianmu.” (HR al-Bukhari).
Maknanya, bersegeralah selalu kita dalam melakukan amal shalih, jangan menunda-nundanya seolah-olah kita memiliki banyak waktu, padahal itu hanyalah angan-angan kita saja karena sesungguhnya waktu kita di dunia ini amatlah sedikit.
Mengapa kita sering merasa memiliki banyak waktu dan sering merasa kehidupan di dunia ini lama? Tidak lain karena kita jarang mengingat mati. Padahal banyak mengingat mati amatlah penting agar kita tidak terlalu panjang angan-angan.
Dalam hal ini Baginda Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wassalam
pun pernah bersabda, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan.” (HR at-Tirmidzi).
Ya, kematian akan menghentikan seluruh kenikmatan, bahkan menghentikan semua angan-angan kehidupan. Sebab, pada saat demikian, kehidupan dunia akan ditinggalkan. Semuanya—harta kekayaan yang selama ini diburu siang-malam, pangkat dan jabatan yang selama ini diperebutkan, serta istri dan anak-anak kesayangan yang selama ini dibangga-banggakan—hanya tinggal kenangan saat jasad sudah dibenamkan di kuburan. Yang tersisa hanyalah amal shalih yang pernah kita lakukan, atau dosa dan maksiat yang pernah kita jalankan.
Karena itu mari kita banyak mengingat kematian agar dengan itu kita banyak melakukan amal kebajikan dan menjauhi kemaksiatan.
Wa ma tawfiqi illa billah
#mahasiswipedulinegeri #belajarlebihbaik #mengingatkematian
MPN, 3 Mei 2020
0 notes
Text
youtube
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
Kematian Tak Menunggu Corona, Yuk Berubah!!! | MMC Millenials
Sobat, pernahkah kalian bayangkan kalau nama kalian masuk dalam list pasien positif covid-19? Atau orang di sekitar kalian juga terjangkit virus ini? Apa yang akan kalian lakukan disaat seperti itu, saat dimana peluang kematian sangat besar dan tepat di depan mata? Yuk simak jawabannya di video ini😊
0 notes
Text
Catatan Takdir.
بسم اللّه
Allah telah menentukan takdir semua makhluk dan tidak ada yang dapat merubah takdir selainNya. Allah tentukan kebaikan dan keburukan, kebahagiaan dan kesengsaraan, kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan.
Manusia tidak bisa melawannya, sekiranya Allah telah menentukan kemiskinan pada seseorang, maka tidak ada yang mengkayakannya, ketika Allah telah menentukan kepadanya kesengsaraan, maka tidak ada satupun yang dapat membahagiakannya. Kalaulah begitu, kemana manusia hendak lari.
Kemana manusia hendak berteduh dan bernaung dari takdir yang ia tidak memiliki daya dan upaya untuk merubahnya kecuali atas izinNya.
Kemana manusia hendak bersandar dari sesuatu urusan yang tidak di tangannya.
Manusia yang berakal tentu akan bernaung kepada Zat yang telah mentakdirkan segala sesuatu, dalam naungan-Nya ia akan merasakan ketenangan, dalam menyandarkan diri kepadaNya akan ia peroleh kebahagiaan, dalam kepasrahan diri kepadaNya akan sirna segala kecemasan dan kesedihan.
Bagaimana ia tidak bahagia, bukankah jejak-jejak kasih sayang Allah begitu tampak dalam takdir kehidupannya?
Bagaimana ia tidak tenang, bukankah semua takdir yang ia suka atau yang ia benci, merupakan sarana untuk menggapai ridho dan cintaNya?
Dari mana kesedihan masuk ke dalam dirinya atau rasa takut menyelimutinya, karena sebelumnya ia telah diajarkan tentang cara menghadapinya, bersabar ketika sengsara dan bersyukur ketika bahagia, sehingga sengsaranya tidak membawa kepada keputusasaan dan senangnya tidak membawanya kepada kesombongan dan kecongkakan.
Semoga Allah Ta'ala memudahkan langkah kaki kita untuk senantiasa istiqomah dalam ketakwaan dan kesabaran.
~separuhku~
246 notes
·
View notes