remigiushickok-blog
Sekedar Kata Yang Tersusun
12 posts
  Kumpulan daripada kutipan-kutipan menarik yang ditemukan dalam Buku /novel yang pernah saya baca, termasuk juga film-film yang kebetulan saya tonton. Dikumpulkan hanya untuk sarana mengingat bukan untuk hal yang macem-macem apalagi sampai dikomersilkan....
Don't wanna be here? Send us removal request.
remigiushickok-blog · 6 years ago
Text
Quote From: “47 Ronin” John Allyn
Seumur hidupnya Oishi sudah mendengar soal aturan-aturan resmi buddhis yang menentang kekerasan dan kekejaman, tapi pada praktiknya aturan-aturan itu selalu dikompromikan dengan akal sehat. Kadang-kadang seseorang harus membunuh untuk membela diri  melawan musuh, atau berkaitan dengan binatang, untuk mendapatkan makanan. Secara pribadi ia selalu  menentamg kekejaman di turnamen - turnamen saat  anjing-anjing ditombak atau dipanah dan ia tidak keberatan olahraga seperti itu dihapusjan. Tapi aturan baru dalam hukum pelestarian makhluk hidup buatan Shogun bergeser terlalu jauh. Sekarang binatang - binatang rupanya  punya hak lebih dibanding  manusia dan cara pikir yang jungkir balik seperti ini mengantarkan seluruh negeri ke ujung jurang kekacauan  ekonomi ( Hal 20)
Banyak juga orang yang sama menderitanya seperti para petani. Para pemburu, penjerat hewan, dan penyamak kulit kini tidak bisa lagi melakukan profesi mereka  dan kini membanjiri kota-kota kecil, mencari cara untuk menafkahi keluarga. Dengan kecewa mereka mendapati bahwa lapangan pekerjaan kini langka, harga-harga makanan tinggi, melonjak jauh dari kemampuan rakyat biasa  karena pasokan hasil tani sangat terbatas. Satu-satunya  komoditas yang tersedia dengan harga murah adalah  gadis muda yang bisa ditiduri karena meningkatnya jumlah anak-anak perempuan para petani yang dijual ke rumah-rumah bordil agar keluarga - keluarga mereka bisa melewati masa-masa sulit (Hal 21)
" Karena lebih  dari apa pun di dunia ini, ia menginginkan anak. Anak yang cantik dan manis sepertimu. Kau tahu, ia kehilangan anak -- anak lelakinya yang berumur empat tahun meninggal. Dan pendeta Buddha memberitahunya bahwa agar bisa punya anak lagi, ia harus menebus dosa- dosanya  di kehidupan  sebelumnya -- di kehidupan yang itu, kemungkinan besar ia dengan sengaja menghancurkan makhluk hidup. Kau sudah lihat kita tidak lagi menggunakan anjing-anjing dalam turnamen-turnamen -- itu karena Shogun kita lahir pada tahun anjing dan pembunuh anjing terancam hukuman mati sekarang." (Hal 23)
Lord Asano tidak pernah terbiasa melihat percampuran ramai berbagai kelas seperti di Edo. Mulai dari para bangsawan tertinggi istana sampai ke rakyat jelata, semuanya berkumpul di pusat perdagangan itu untuk membeli barang dari para pedagang yang makin makmur. Selain  itu ada juga kelompok - kelompok lain, termasuk beberapa ronin compang-camping, atau samurai tidak bertuan. Para petani yang kurang beruntung datang ke kota untuk mencari kerja dan ada  banyak yang seperti itu, terlalu gengsi untuk meminta roti . Sebaliknya ,  benar-benar bertolak belakang , ada para pengemis profesional yang berteriak-teriak keras meminta derma dengan gaya sok khas Edo yang mengingatkan Lord Asano pada pemuda  yang ceroboh  soal perapian tadi pagi. Pemuda itu mungkin sudah dipecat sekarang tapi kemungkinan besar dia tidak akan khawatir. Siapa pun dengan  sikap seperti itu akan dengan mudah turun ke jalan meminta  - minta atau berpura-pura  menjadi rahib dan mengemis dengan dalih lebih mulia. (Hal 40-41)
Di taman, di depan semua samurai Lord Tamura, tiga tikar ditebarkan di tanah,  dilapisi permadani putih. Menjelang senaj, langit mulai gelap dan lampion-lampion dinyalakan di setiap sudut panggung buatan itu. Lord Asano diarahkan untuk duduk sendiri di tikar tengah. Di Depannya ada bangku kecil, tatakan golok sepanjang dua puluh sentimeter. Lord Asano mengangkat benda itu, memperhatikannya dengan seksama, dan melihat bahwa itu benda pusaka keluarga Tamura. Ia tersenyum sekilas pada Lord Tamura, menunjukkan rasa terima kasihnya, lalu mendengarkan tanpa ekspresi saat si pengawas secara resmi membacakan detail-detail pelanggaran yang dilakukan, serta putusan hukuman. Anjing-anjing kembali melolong dikepalanya dan ia merasa, dan bukan mendengar, saat pembacaan itu selesai. Ia paham hal yang diharapkan darinya dan yakin bahwa ia sanggup menjalani hukuman itu dengan penuh rasa percaya diri. Setidaknya untuk urusan itu, tidak ada seorang pun berani berkata bahwa ia tidak tahu diri. Ia memegang golok itu dengan kedua tangan, lalu menggumankan doa singkat sambil memosisikan benda itu di sisi kiri perutnya. Ia menusukkan golok itu dalam-dalam dan menariknya membelah perut. Semua suara pun sirna saat salah satu asisten pengawas maju dan memenggal kepala Lord Asano dengan sabetan kuat pedang panjangnya. (Hal 59)
Percakapan mereka  disela kedatangan Yoshida  yang berambut putih.Wajah lelaki itu yang seperti Buddha kali ini berkerut cemas. Mereka menyampaikan peristiwa itu dan Yoshida  pun meringkuk di lantai, berusaha mengendalikan Isak tangis kesedihan-nya. Seumur  hidupnya sebagai samurai, ia tidak pernah mengenal momen sesedih itu. Oishi sendiri merasa perutnya tegang karena sedih dan frustasi, tapi ia menolak untuk meluapkan emosi. Ia ditugaskan memimpin, samurai - samurai lain menganggapnya teladan , dan ia harus mengendalikan diri agar pikirannya cukup jernih  untuk menghasilkan  keputusan - keputusan terbaik ( Hal 63)
Susana hening sejenak saat mereka sibuk dengan pikiran masing-masing . Untuk meredam kegetiran dan kesedihan-nya, Oishi sengaja mengalihkan pikirannya  ke masa lalu, mengenang instruksi - instruksi yang ia terima sebagai samurai muda. Pelajaran-pelajaran dulu diberikan di ruangan itu dan ia bisa mendengarkan peringatan - peringatan  Yamaga Soko tua  bahwa keadaan saat itu mulai lembek; pengamalan mutlak nilai - nilai Confucius mulai dianggap remeh oleh para pengkhotbah  "Confucianisme baru" yang mulai banyak tersebar di istana. Itulah  sebabnya Yamaga  diasingkan ke pedesaan -- karena  ia tidak bisa menyesuaikan diri  dengan keadaan -- tapi ia menemukan pendengar -pendengar setia  di antara para samurai Ako yang jauh tersingkir  dari kelembekan dan berbagai politik istana. Oishi bisa mendengar kebencian Yamaga  terhadap istana  Edo, seakan kata-kata itu baru saja diucapkan: "Yang terhormat dikorbankan demi yang anggun." Ternyata kata-kata itu meramalkan kematian Lord Asano. (Hal 64)
Memang tidak pada tempatnya jika ia mengkritik Shogun, apa pun keadaannya, tapi sungguh mengherankan melihat betapa tidak konsistennya sang pemimpin  dalam menerapkan ajaran-ajaran  Buddha . Benar, ajaran Buddha untuk tidak menggunakan  kekerasan dan kekejaman berada di titik pusat Hukum Pelestarian Makhluk Hidup, tapi apakah ajaran itu juga diterapkan untuk nyawa Lord Asano? Bagaimana dengan kesombongan yang menyangkut harta dan kekuasaan, kewajiban menahan diri dari kenikmatan - kenikmatan yang menjijikkan , keindahan hidup dengan menyendiri dan meditasi khusyuk? Tidak, Tsunayoshi hanya menerapkan ajaran-ajaran Buddhisne yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan pribadinya dan karena itu, kebijakan-kebijakan nya patut dipertanyakan oleh siapa pun yang cukup berani melakukannya  (Hal 65)
"Aku harus memastikan  kalian sadar bahwa meskipun itu pilihan menarik bagi pejuang -pejuang aktif seperti kalian, tindakan membalas dendam tetap saja melanggar hukum. Jadi perlu  diingat baik-baik bahwa kalaupun kita berhasil, kita akan dianggap bersalah  karena melanggar hukum. Tidak perlu kutambahkan  bahwa ganjarannya hukuman mati. Kalian harus paham betul sial itu. Melakukan seppuku dengan tangan kita sendiri atau di hukum mati oleh petugas eksekusi, hasil akhirnya sama: mati. Ini adalah kelompok kematian, tapi kematian yang terhormat!" (Hal 86)
" Demi keberhasilan kita," kata Oishi sambil menghabiskan sake dengan  sekali tenggak. Meski ia tidak menyampaikan pada siapa pun, surat terakhir Lord Asano membebani benaknya. Ia membaca surat itu semalam dan isinya makin  membakar amarahnya terhadap Kira. Ia bertanya - tanya apakah memang itu tujuan Lady Asano memberikan surat itu. Apa perempuan itu juga menginginkan balas dendam terlepas dari akibat -akibatnya? Oishi tahu ia tidak akan pernah mengecewakan perempuan itu, tapi ia juga tahu ia tidak akan bergerak sampai saatnya tepat, apapun tekanan yang ada. ( Hal 137)
"Kesulitan kita sekarang ini merupakan penebusan dosa - dosa kita pada masa lalu, atau Penataran sebagai persiapan untuk tingkatan yang lebih tinggi pada kehidupan selanjutnya. Itu ajaran guru - gurumu, kan?"  (Hal 151)
Oishi senang dan bangga mendengar jawaban putranya. Ternyata benar, tunas - tunas muda zaman sekarang mengambil kekuatan dari akar - akar tradisi yang sudah ada sejak seribu tahun lalu. Namun Oishi tidak ingin putranya  terburu - buru membuat keputusan dan mendesak Chikara untuk mempertimbangkan pilihannya matang - matang.
"Itu sudah kulakukan," Chikara meyakinkannya. " Aku  lelaki dewasa dan  harus ikut dengan para lelaki dewasa. Jalan lain adalah jalan pengecut.":(Hal 151. - 152)
Namun dengan mengabaikan dampak buruk kegiatannya terhadap nama baiknya, rencana Oishi sepertinya berhasil. Minggu demi minggu para mata - mata mengirim laporan ke Edo bahwa ia memboroskan uang seperti orang tolol dan tidak melakukan pertemuan  apapun dengan para  samurai. Mereka hanya sibuk minum - minum Kataoka dianggap sebagai pelawak sementara  shindo dan Koyama tidak akan pernah dianggap sebagai pejuang yang  tangguh dalam catatan siapa pun. Biasanya, laporan - laporan itu juga  menyertakan permintaan  tambahan biaya untuk mata - mata ekstra dan Chisaka yang gusar akhirnya terpaksa melakukan penghematan. Pasukan mata - mata akhirnya dikurangi sampsi tinggal Fujii dan seorang asisten,  ditambah di juru  masak yang masih  bertugas di Yamashina. Dua oran g ini  lumayan kewalahan  dan mereka seringnya sulit mengawasi dengan baik  karena kurang tidur serta trik -  trik Oishi untuk membuat mereka bingung. Kelompok Ako itu pulang lewat pintu - pintu  belakang, datang dan pergi secara terpisah, dan sebisa mungkin  mempersulit tugas para mata - mata. Fujii masih menggunakan topi keranjang sehingga tidak ada konfrontasi langsung, tapi sudah jelas bahwa sekarang Oishi-lah  yang mengendalikan situasi. Oishi tertawa karena akhirnya  berhasil mengalahkan  musuh yang mengancam ( Hal 157  - 158)
" Siapa yang tahu?" Jawab Chikara  enteng . " Di  dunia ini, satu langkah ke depan  gelap.". ( Hal 194)
Chikara ragu, lalu seperti lelaki sejati, ia berbohong, dan bilang ia pasti datang. Mereka berdua sama - sama tidak sadar Oishi dan Okaru yang datang  mencari mereka  kini berdiri diam - diam di pinggiran sungai  sebelah atas, tersenyum mendengar percakapan mereka. (Hal 195)
Mereka tidak buru - buru. Oishi tetap percaya  jalan memutar lebih baik dan sengaja menempuh perjalanan dengan santai. Pada malam hari mereka sering berkemah di pinggir jalan daripada mengambil resiko terlihat di pondok saat mata - mata tajam dan lidah - lidah tak bertulang bisa membahayakan mereka. Dengan berjalan pelan, mereka butuh sepuluh hari untuk sampsi ke Jalur Hakone ( Hal 221)
"Begini," ia melanjutkan, " beberapa orang menghabiskan  seumur hidup tanpa tahu  jalan mana yang benar. Mereka  terombang - ambing ke sana kemari tanpa tahu arah  mana yang mereka tuju. Seperti itulah takdir  orang -  orang biasa --- orang- orang yang tidak bisa  menentukan nasib mereka. Bagi kita yang terlahir sebagai samurai, kehidupan sangatlah berbeda. Kita tahu jalan kewajiban dan mengikutinya  tanpa ragu. ". ( Hal 247)
Kira bukanlah lawan yang mudah; ia  seorang jago pedang yang setiap sabetannya  penuh  perhitungan , namun tahun - tahun kehidupan nyamannya  di istana mulai menunjukkan dampak jelas dan  lama - lama  napasnya menjadi terengah-engah . Karena sadar ia sendirian  dan  bantuan tidak akan  datang tepat waktu, Kira terus bertarung. Kalau ia tidak tahu cara untuk hidup , ia setidaknya berniat menunjukkan bahwa ia tahu  cara untuk mati. Matanya terasa perih saat napasnya makin sesak  dan tiba - tiba, saat ia menghantamkan  pedang kuat - kuat,  ia terpeleset dan jatuh berlutut. Pedangnya tersangkut di tanah  dan ketika  ia berusaha menarik pedang itu dengan putus asa,  ia sadar riwayatnya sudah tamat. (Hal 266)
5 notes · View notes
remigiushickok-blog · 7 years ago
Text
Quote from: “Deru Gunung Gelora Cinta Usia Senja” Yasunari Kawabata
“Orang tidak menyadari telah hilangnya rasa kemurnian disini”,bunyi kalimatnya. “Kita tak lagi memiliki kecenderungan untuk mencintai. Seorang suami tak bisa menahan rasa sakit karena cintanya pada seorang istri, dan seorang istri tak bisa menahan rasa sakit karena mencintai seorang suami-mereka mesti mencari  pasangan yang lain, dan dari situlah mereka menemukan hati mereka lebih tabah bersetia.” (Hal 23-24) Shingo yakin perempuan yang berhasil memikat Shuichi adalah seorang berjiwa bisnis; mungkin sejenis pelacur. (Hal 33) Shingo terkesiap. Tak bisa ia memaafkan diri karena tak mengingat kenyataan itu.Ia baru saja mendengar suara deru gunung, dan mengapa dengan kejadian ini kenangan kejadian di masa lampau itu tak kembali? (Hal 37) Di dalam kereta api, benar bahwa ia berpikir tentang rencana mengirimkan kepalanya ke penatu. Tapi ia tak begitu cenderung untuk membayangkan  kepala yang di-laundry itu ketimbang terus membayangkan tubuh yang tertidur tenang. Tidur yang sangat menyenangkan, tanpa kepala, tak diragukan lagi, pikiran itu hanya bisa datang dari benak orang yang kelelahan. (Hal 46) “Apa tidak boleh?” Shingo bertanya-tanya apakah dengan bermimpi memakan makanan yang ditawarkan oleh seorang yang sudah mati maka si pemimpi sendiri akan segera mati. “aku tak ingat benar. Kupikir tidak, aku tak memakannya karena aku ingat benar mi itu sudah dingin.” Ia berpikir dirinya tentu telah terbangun sebelum sempat makan. (Hal 50) Bagi Shingo, Kikuko adalah selayak jendela terbuka di sebuah rumah suram. Sanak family Shingo sendiri telah berkembang kea rah yang tidak diharapkannya, dan jika mereka tak bisa hidup sebagaimana harapan mereka, maka pengaruh hubungan darah menjadi kelam dan menekan. Menantu perempuannya itulah yang kemudian mampu memberi pembebasan (Hal 60) “Saya tak paham dengan Shuichi: ia punya istri yang baik. Saya pun tak suka melihatnya bersama Kinu, tapi saya juga tak bisa cemburu dengan istrinya, tak peduli betapa dekat mereka tampaknya. Atau apakah memang pria cenderung jemu dengan waniat yang tak membuat wanita lain cemburu?” (Hal 151) “Mengecat rambut itu penipuan. Jika kita biarkan diri kita untuk mulai menipu, maka aku ragu apakah kita bisa berharap adanya keajaiban seperti yang dialami Kitamoto.” (Hal 161) “Kau tak bisa berpegang pada keajaiban untuk jangka waktu yang lama. Kitamoto mencabuti rambut putihnya dan  bertarung melawan laju usia, tapi hidup terus menjalankan rencanya sendiri. Kau tak akan hidup lebih lama hanya karena rambutmu kembali tumbuh menghitam. Bahkan justru sebaliknya. Mungkin ia telah menggunakan seluruh tenanganya untuk menumbuhkan rambut-rambut hitam itu, dan k arena usahanya itu hidupnya pun memendek. Tapi jangan berpikir bahwa perjuangan itu sia-sia belaka.” Ia mengangguk untuk menegaskan kesimpulan ini. Rambutnya disisir menyilangi bagian botak di kepalanya, seperti tali-tali kerai. (Hal 162) “Eiko juga bilang begitu pada Kinu. Tapi Zaman sekarang tak akan ada wanita yang menarik diri dari seorang pria hanya karena pria itu telah mempunyai istri yang cantik. Kinu bilang, jika ia diminta untuk melepas pria milik wanita lain, maka ia pun ingin supaya suaminya sendiri dikembalikan. ‘Ia terbunuh di medan perang. Bawalah ia hidup-hidup ke hadapanku’, ia bilang, ‘dan aku akan membebaskannya untuk melakukan apa pun. Ia bisa menjalin affair dengan wanita-wanita lain dan mengumpulkan gundik sebanyak yang ia mau’. Ia bertanya apakah saya tak menyetujuinya.’Setiap wanita yang kehilangan suaminya di medan perang harus setuju. Tidakkah kita telah mengirimkan mereka untuk pergi berperang? Dan apa yang mesti kita lakukan kini setelah mereka mati? Shuichi tak akan terbunuh hanya karena datang padaku. Aku akan mengembalikannya tanpa cacat.” (Hal 171-172) Tapi kemudian ia pikir itu bukan cara yang baik. Tampaknya Shuichi seperti  memanggil dengan suara seorang  yang patah hati dan diliputi kedukaan. Ini adalah suara seseorang yang tak lagi memiliki apapun yang tersisa dalam hidupnya. Ini seperti  erangan anak kecil memanggil ibunya dalam saat kesakitan dan kesedihan, atau takut mati. Dan terkesan pula suara itu datang dari kedalaman rasa berdosa. Shuichi memanggil Kikuko, membuat supaya wanita itu sayang padanya, dengan hati telanjang yang terkoyak parah. Mungkin, kemabukan itulah yang menggiringnya ke sana. Ia telah memanggil dengan suara yang mengiba akan kasih sayang, berpikir betapa suaranya tidak akan didengar. Dan seakan ia tengah melakukan penghormatan pada istrinya itu. (Hal 180) Pernikahan itu seperti rawa-rawa berbahaya; barang siapa menyeleweng maka kakinya akan makin terperosok. Cinta Kinu pada Shuichi, cinta Shingo pada Kikuko; akankah semua itu lenyap tanpa jejak di kedalaman rawa-rawa tempat Shuichi dan Kikuko menancapkan pernikahannya? (Hal 185) “Lelaki tua itu meninggalkan nota untuk anak perempuan mereka dan menantu dan juga para cucu. Di sini dituliskan.” Yasuko mulai membaca kembali. “Si tua yang malang, yang menempuh sisa hidup, tengah dilupakan oleh dunia? Tidak, kami telah memutuskan untuk tidak hidup terlalu panjang. Kami paham benar perasaan Viscount Takagi. Orang semestinya pergi menjauh selagi masih ada yang mencintai. Maka kami mesti pergi, sekarang, di saat keluarga masih mencintai kami, diberkati oleh teman-teman dan rekan kerja serta teman ketika masih sekolah dulu.’ Itu adalah pesan buat anak perempuannya beserta suami. Dan ini adalah pesan buat para cucu. ‘Hari kemerdekaan Jepang telah dekat, tapi jalan ke depan begitu gelap.Jika kalian pelajar-pelajar muda yang tahu kengerian perang sungguh mendambakan perdamaian, maka yang harus tetap dipertahankan sampai akhir adalah metode tanpa kekerasan dari Gandhi. Kami telah hidup terlalu panjang dan tak lagi memiliki kekuatan untuk maju dan mengejar apa pun yang kami anggap benar. Karena kami telah memasuki Tahun-Tahun Penuh Kebencian, maka hari-hari sesudah ini akan berkurang artinya. Kami berharap untuk meninggalkan kenangan sebagai kakek dan nenek yang baik. Kami tak tahu ke mana kami akan pergi. Namun mesti begitu kami berangkat juga.” (Hal 204-205) “Buddha yang lama telah pergi. Dan penggantinya belum hadir. Aku terlahir dalam sebuah mimpi. Apa yang bisa nyata dalam pikiranku? Aku punya kesempatan untuk menerima tubuh manusia ini, meski sukar untuk diterima.” (Hal 222) Mungkin cinta hilang di dalam semak, tapi selagi semak itu masih menumbuhkan bunga…. (Hal 227) Cemara itu sudah bukan lagi sekadar cemara biasa. Keduanya tersangkut dengan peristiwa aborsi itu. Mungkin Shingo akan selalu teringat tentang aborsi ini setiap kali melintasi Taman Ikegami, baik waktu berangkat maupun pulang kerja. (Hal 258) Ia tak tahu apakah Fusako telah mendorong Aihara kea rah kehancuran atau apakah Aihara-lah yang mendorong Fusako ke lembah kemalangan. Tak ragu lagi memang ada pribadi-pribadi yang sifat dasarnya akan menjerumuskan pasangan mereka kea rah nestapa dan kehancuran, dan ada pula pribadi-pribadi yang cenderung menajdi korban. (Hal 297) Kebahagiaan, pikir Shingo, mungkin hanya seperti sebuah benda yang mengapung sebentar  sebelum kemudian tenggelam. (Hal 325) Secara sangat kebetulan mereka naik kereta yang sama. Mereka berjumpa untuk pertama kali dan mungkin tak akan pernah bertemu kembali. Tiga puluh menit mereka bersama, sepanjang hidup mereka. Mereka berpisah tanpa saling sapa. Karena duduk berdampingan, mereka tidak saling tatap sehingga tak tahu kemiripan mereka satu sama lain. Mereka berpisah sebagai partisipan dari sebuah keajaiban yang tidak mereka sadari. (Hal 360)
0 notes
remigiushickok-blog · 8 years ago
Text
Quote from “Kenangan perempuan penghibur yang melankolis” Gabriel Garcia Marquez
Aku tidak pernah tidur dengan perempuan yang tidak kubayar, dan sedikit diantaranya yang tidak dalam profesi seperti itu akan kubujuk, dengan pertengkaran atau melalui paksaan, untuk mengambil uangnya, walaupun mungkin mereka akan melemparkannya ke dalam keranjang sampah. Sejak usia dua puluh tahun aku mulai mencatat pada sebuah daftar nama, usia, lokasi dan ringkasan kejadian dan gaya bercinta. Menginjak usia lima puluh ada 514 perempuan yang pernah setidaknya satu kali bersamaku. Aku berhenti melanjutkan daftar itu ketika tubuhku sudah tidak lagi mengijinkan untuk melakukan hubungan dengan frekuensi terlalu tinggi dan aku bisa meneruskan merekam jejak mereka tanpa kertas. Aku punya kode etik sendiri. Aku tidak pernah ambil bagian dalam pesta pora atau dalam pertemuan-pertemuan di depan umum, dan aku tidak berbagi rahasia-rahasia atau menceritakan suatu pengalaman atas tubuh dan jiwaku, karena sejak muda aku sudah memahami bahwa tidak ada satupun perbuatan yang tidak berbalas. ( hal 16-17) Masih ada empat jam menunggu. Ketika waktu berlalu, hatiku dipenuhi dengan busa-busa asam yang bercampur dengan nafasku. Aku membuat upaya yang sia-sia untuk membunuh waktu dengan menjalankan prosedur berpakaian. Tidak mengherankan, tentu saja, apabila Damiana pun menyebut caraku berpakaian dengan semua ritualnya seperti seorang uskup. Aku bercukur dengan pisau cukur setajam yang dipunyai tukang pangkas dan harus menunggu sampai air dari pancuran menjadi dingin, karena air ini telah dipanaskan di dalam pipa yang terkena sinar matahari, dan upaya sederhana untuk mengeringkan tubuhku dengan handuk pun membuatku kembali berpeluh sekujur tubuh. Aku berpakaian sesuai dengan peruntungan baik pada malam hari: setelah linen putih, kemeja bergaris biru dengan kerah yang dikakukan dengan kanji, sehelai dasi sutra Cina, sepatu boot yang diremajakan kembali dengan timah putih, dan arloji dari emas berkualitas baik, yang rantainya dikaitkan pada lubang kancing bagian kelepak bajuku. Kemudian aku melipat ujung celanan panjangku ke dalam sedemikian hingga tidak ada orang yang akan memperhatikan berapa insi sudah aku mengkerut. (hal 25) Delgadina, jantung hatiku, aku memohon dengan sangat, dipenuhi kerinduan. Delgadina. Dia memberiku rintihan memilukan, membebaskan  pahaku, mengalihkan punggungnya, dan bergelung seperti keoang di dalam rumahnya. Obat penenang Valerian pasti memiliki pengaruh yang sama efektifnya pada diriku seperti pada dirinya, karena tidak ada  yang terjadi, tidak padanya,  tidak pada siapapun. Tapi aku tidak peduli.  Kutanyai diriku sendiri apa guna membangunkannya ketika aku sendiri sedang merasa terhina dan sedih dan sedingin ikan  yang dilucuti. (hal 37) Aku bangun pada dini hari, tidak ingat sedang berada dimana. Gadis itu masih tidur dalam posisi janin, punggungnya menghadap padaku. Aku menyimpan bayangan samar-samar bahwa aku merasakan dirinya bangun di tengah gelap malam dan mendengar air mengalir di kamar mandi, tetapi mungkin saja itu cuman mimpi. Ini merupakan hal baru buatku. Aku termasuk bebal terhadpa seni bujuk rayu dan selalu memilih pengantin semalamku secara acak, lebih berdasarkan pilihan harga daripada daya tarik mereka, dan kami melakukan hubungan tanpa cinta, berpakaian setengah nyaris sepanjang waktu dan selalu dalam gelap sehingga kami dapat membayankan diri kami sendiri secara lebih baik daripada keadaan sebenarnya. Malam ini aku menemukan kesenangan khayali dari kegiatan merenungi tubuh seorang perempuan yang sedang tidur tanpa desakan sebuah keinginan atau halangan dari suatu kesederhanaan. (hal 38-39)
Ketika badai usai aku masih merasakan bahwa aku tidak sendirian di dalam rumah. Satu-satunya penjelasanku adalah tepat seperti saat kejadian nyata sudah dilupakan, demikian pula semua yang tidak pernah ada bisa tersimpan di dalam memori kita seakan-akan benar terjadi. Seperti saat aku memunculkan situasi darurat akibat hujan badai, aku tidak melihat diriku sendirian di dalam rumah melainkan selalu ditemani oleh Delgadina. Aku merasakan begitu dekat malam itu sehingga aku bisa merasakan tarikan nafasnya di tempat tidur dan denyutan kedua pipinya pada bantalku. Cuma dengan cara itulah aku bisa memahami betapa kita bisa telah melakukan begitu banyak hal dalam waktu yang sangat singkat. Aku ingat berdiri di kaki lemari perpustakaan dan aku ingat dia terbangun dalam baju bergambar bunga-bunga munggil mengambil buku-buku dari tanganku untuk diletakkan pada tempat yang aman. Aku melihatnya berlarian dari satu sudut rumah ke sudut lain melawan badai, basah kuyup oleh hujan dan air yang menggenang hingga pergelangan kakinya. Aku ingat betapa hari berikutnya dia menyiapkan sarapan yang tidak pernah ada dan mengatur meja ketika aku mengeringkan lantai dan memaksakan keteraturan pada kapal pecah ini. Aku tidak pernah bisa melupakan pandangannya yang muram ketika kami makan: Mengapa kau begitu tua ketika kita bertemu? Aku menjawabnya dengan sungguh-sungguh: Umur tidak ada hubungannya dengan seberapa tua dirimu tetapi seberapa tua yang kaurasakan. (Hal 76-77) Sejak saat itu aku menyimpan sosoknya dalam ingatanku dengan begitu nyata  sehingga aku bisa melakukan apa yang ingin kulakukan dengannya. Aku mengganti warna matanya sesuai dengan kondisi pikiranku: warna air ketika dia terjaga, warna sirup ketika dia tertawa, warna cahaya ketika dia gusar. Aku mendandaninya sesuai dengan usia dan  keadaan yang cocok dengan suasana hatiku: seseorang yang baru jatuh cinta pada usia dua puluh tahun, seorang pelacur di wisma pada usia empat puluh tahun, seorang santa pada usia seratus tahun. Kami mennyanyikan duet cinta Puccini, bolero Agustin Lara, tango Carlos Gardel, dan kami memastikan sekali lagi bahwa mereka yang tidak bernyanyi bahkan tidak bisa sekedar membayangkan kesenangan bernyanyi. Sekarang aku tahu bahwa itu bukan halusinasi tetapi satu lagi keajaiban dari cinta pertama dalam hidupku pada usia Sembilan puluh tahun. (hal 78) Sesuai instruksi pemilik, mulai saat itu aku akan datang melalui jalan belakang yang ada di sepanjang terowongan air sehingga tak seorangpun akan melihatku memasuki kebun buah. Supir itu memberiku peringatan: Berhati-hatilah, Pak, mereka akan membunuhmu di rumah itu. Aku membalas: Kalau untuk cinta tidak ada masalah. Halaman itu gelap, tetapi ada cahaya yang terlihat di jendela-jendela dan suara yang campur aduk di dalam enam kamar tidur. Dari dalam kamarku, suaranya dikeraskan pada level tertinggi, aku mendengar alunan suara hangat dari Don Pedro Vargas,  tenor dari Amerika,  menyanyikan sebuah bolero karya Miguel Matamoros. Aku merasa seolah-olah sedang menjemput kematian. Aku mendorong pintu itu, terengah-engah kehabisan nafas, dan melihat Delgadina di ranjang tepat seperti dalam memoriku: telanjang dan tidur dalam kedamaian kudus pada sisi letak jantungnya (hal 80) Ada sebuah lukisan di dinding sana, kataku padanya. Figurian yang ada di dalamnya, orang yang sangat kita cintai, penari wisma cabul terbaik yang pernah ada, dan begitu baik hati sehingga ia merasa kasihan kepada para iblis. Dia melukiskannya dengan pernis kapal di atas kanvas yang hangus dari pesawat yng hancur di Sierra Nevada de Santa Marta, dengan kuas yang dibuatnya dari rambut anjingnya. Perempuan yang dilukisnya adalah seorang suster yang diculiknya dari sebuah biara dan kemudian dinikahinya. Aku akan meninggalkannya di sini sehingga lukisan itu akan jadi pemandangan pertama yang kau lihat saat terbangun. (hal 81) Sebelum aku pergi saat fajar aku menggambar garis tangannya pada selembar kertas dan kuserahkan pada Diva Sahibi untuk dibacanya sehingga aku bisa mengenali jiwanya. Dia Berkata: Orang yang hanya mengatakan sesuatu yang telah dipikirkannya saja. Sempurna untuk pekerja kasar. Dia berhubungan dengan seseorang yang sudah meninggal dan yang diharapkannya dapat memberi pertolongan, ttetapi dia salah dalam hal ini: pertolongan yang dicarinya itu sudah ada dalam jangkauan tangannya. Dia tidak punya hubungan intim, tetapi dia akan meninggal dalam usia lanjut, dan menikah. Sekarang dia mempunyai lelaki gelap, tetapi bukan lelaki dalam kehidupan sejatinya. Dia bisa memiliki delapan orang anak tapi akan memutuskan tiga saja. Pada usia tiga puluh lima, jika dia melakukan sesuai kehendak hatinya dan bukan pikirannya, maka dia akan menghasilkan banyak uang, dan pada usia empat puluh tahun, dia akan menerima warisan. Dia akan banyak bepergian. Dia memiliki kehidupan ganda dan keberuntungan ganda dan dapat mempengaruhi takdirnya sendiri. Dia suka mencoba segala sesuatu, karena rasa ingin tahunya, tetapi dia akan menyesal apabila tidak mengikuti kata hatinya. (hal 82 – 83)
Rumah ini bangkit dari reruntuhannya dan aku berlayar di atas perahu cintaku bersama Delgadina dengan semangat dan kebahagiaan yang belum pernah kukenal selama ini pada kehidupanku yang lalu. Berkat dirinya aku berhadap-hadapan dengan pedalamanku untuk pertama kalinya selama Sembilan puluh tahun ini. Aku jadi mengetahui bahwa obsesiku akan keteraturan semua benda pada tempatnya, setiap subyek pada waktunya sendiri, setiap kata dengan gayanya yang benar,  bukanlah karena penghargaan yang layak dari sebuah pikiran yang teratur, bahkan sebaliknya: suatu sistem dari kepura-puraan yang kutemukan untuk menyembunyikan sifat asliku yang sebetulnya tidak beraturan. Aku mengetahui bahwa aku tidak menjadi disiplin semata – mata karena kebaikannya tetapi sebagai sebuah reaksi atas kesembronoanku, bahwa aku terlihat murah hati hanya untuk menutupi kepicikanku, bahwa aku menjadikan diriku sebagai orang bijak karena pikiran jahatku, bahwa aku berdamai untuk mengalah sebagai upaya untuk menekan amarahku, bahwa aku tepat waktu hanya untuk mengalihkan betapa aku hanya sedikit peduli dengan kebutuhan waktu orang lain. Aku mempelajari, secara singkat, bahwa cinta bukanlah suatu kondisi spirit melainkan pertanda dari zodiak. (hal 83-84) Dalam kurun waktu ini aku telah meninggalkan pada bantalnya sepasang anting-anting dari batu emerald yang sebelumnya dimiliki oleh ibuku. Dia mengenakannya pada pertemuan kami selanjutnya tetapi ternayta perhiasan itu tidak nampak bagus pada dirinya. Kemudian aku membelikan sepasang anting lain yang lebih cocok untuk warna kulitnya. Aku menjelaskan: Yang pertama kubeli tidak sesuai untuk tipemu dan potongan rambutmu. Yang ini akan kelihatan lebih baik. Dia tidak memakai anting-anting sama sekali pada dua pertemuan kami berikutnya, tetapi pada pertemuan ketiga dia mengenakan anting-anting yang kusarankan. Dengan cara ini aku mulai memahami bahwa dia tidak langsung patuh pada permintaanku tetapi menunggu sebuah kesempatan untuk menyenangkanku. Sejak saat ini aku merasa sudah terbiasa dengan kehidupan domestik semacam ini sehingga aku tidak lagi tidur bertelanjang melainkan dengan piama sutra Cina yang sudah tidak kugunakan lagi karena aku tidak punya seseorang yang kepadanya aku perlu melepaskan pakaianku. (hal 98) Satu-satunya masalahku Cuma kucing itu. Dia tidak mau makan dan tidak ramah dan menghabiskan dua hari di pojok kebiasaannya tanpa menegakkan kepalanya, dan dia mencakariku seperti binatang buas yang sedang terluka ketika aku mau memasukkannya ke dalam keranjang ranting agar Damiana dapat membawanya ke dokter hewan. Hanya itu yang bisa dilakukan untuk mengendalikannya dan dia membawanya ke sana,  dengan sikap protes dari kucing itu, dalam karung goni. Dalam waktu itu Damiana diberitahu oleh petugas penampungan bahwa kucing itu harus dibunuh dan mereka meminta otorisasi dari aku. Kenapa? Karena dia sudah terlalu tua, kata Damiana. Aku berpikir dengan gusar bahwa mereka juga bisa memanggangku hidup-hidup di dalam oven bersama dengan kucing itu sekalian. Aku merasa terperangkap di antara dua api: Aku belum belajar mencintai kucing itu, tapi akupun tidak sampai hati untuk memberi perintah membunuhnya hanya karena dia sudah tua. Di bagian mana dari manual dikatakan tentang hal itu? (hal 100) Aku selalu paham bahwa mati merana akibat cinta hanya sekedar ungkapan bebas penyair. Sore itu, kembali lagi ke rumah tanpa kucing dan tanpa gadis itu, aku telah membuktikan bahwa bukan saja mungkin tapi bahkan diriku sendiri, seorang tua tanpa siapapun di dekatnya, sedang mati perlahan-lahan karena cinta. Namun aku menyadari bahwa sebaliknya benar juga: Aku tidak akan menukarkan kenikmatan penderitaan ini untuk apapun di muka bumi. Aku sudah menghabiskan lima belas tahun berusaha menerjemahkan puisi Leopardi, dan baru pada kesempatan sore ini ku bisa mendalami maknanya: Ah, diriku, apabila ini cinta, lantas mengapa dia begitu menyiksa.( hal 108 -109) “Lakukan semaumu, tapi jangan sampai kehilangan anak itu,” Katanya. “Tidak ada kemalangan yang lebih menyengsarakan daripada mati sendirian.” (hal 127) Sebuah ruang kubikel di hotel itu harganya satu peso untuk cinta-cinta sesaat, tapi hanay sedikit dari kami yang tahu bahwa sebenarnya harganya sama saja untuk penggunaan sampai duapuluh empat jam. Castorina juga mengenalkanku pada  dunianya yang menyedihkan, di mana para perempuan mengundang tamu-tamu yang miskin ke acara makan pagi mereka yang meriah, meminjami mereka sabun, mengobati sakit gigi mereka, dan dalam kasus – kasus yang gawat sekali memberi mereka derma cinta. (hal 141)
0 notes
remigiushickok-blog · 8 years ago
Text
Quote From “Kenshin : Daimyo Legendaris dari Kasugayama“ Eiji Yoshikawa
Setelah diperbolehkan pergi oleh majikannya, Shimotsuke pun lega dan mengangkat kepala lantas berkata,  “Padahal saya belum melakukan sesuatu yang berarti, tapi sudah diberi sake. Saya anggap ini karena kesetiaan leluhur saya. Bagi saya, ini kehormatan yang berlebihan. Saya mohon Tuan memberikan cangkir itu agar kami berlima sesama klan dapat berbagi sake dari cangkir itu. Kelak bila kami pulang ke negeri kami, kawan-kawan dari klan kami yang lain juga dapat dibagi sake dari cangkir ini. Jika Tuan tidak keberatan, sudilah kiranya memberikan cangkir itu kepada kami.” (hal 21-22) Walaupun masih muda, masyarakat menganggap Kenshin sebagai sosok yang memahami Zen, tenang, memiliki otak tajam, menguasai taktik perang, dan pantas menjadi pemimpin prajurit yang tangguh. Namun dia bukanlah patung yang tidak terkejut mendengar kejadian seperti ini. (hal 29) Itu julukan Shingen. Bukan julukan yang dibuat oleh Kenshin. Semua orang memanggilnya Tuan Kaki Panjang di Koshu. Sepertinya julukan ini diberikan karena Shingen sangat lihai dalam berdiplomasi, sangat cepat bergerak, senantiasa membuktikan ketangkasan serta kecermatan bertindak meskipun dia berada di negeri pergunungan yang terpencil. (hal 30) “Jangan menganggap sepele. Menurut laporan, ketika sampai di kofu, rombongan mereka terdiri dari dua belas orang. Sedangkan yang diseret ke markas kemarin hanya sepuluh orang. Dua orang yang lolos pasti akan pulang dan melaporkan keadaan secara rinci kepada Kenshin. Lagi pula, puluhan mata-mata Koshu sudah ditangkap di Echigo. Kalau pun kubunuh mereka itu tak akan ada gunanya. Membunuh musuh sebelum berangkat perang akan membuat musuh bersemangat: Itu tidakan yang bodoh, tak layak dilakukan seorang panglima berakal sehat. Walaupun ada banyak contoh nyata seperti ketika pasukan Mongolia datang menyerbu, Tuan Tokimune membunuh utusan Mongolia, dan jauh sebelumnya, utusan yang kurang ajar dari korea juga dibunuh.” ( hal 102 -103) Pertemuan mereka hari ini adalah yang pertama sejak peristiwa itu. Kebetulan sekali mereka dapat bertemu lagi. Maka dalam senyuman mereka terbungkus kenangan dan kerinduan ironis yang tak terucapkan. (hal 125) Karena itu jaman peperangan mengasah manusia. Setiap orang harus mengasah diri tanpa disuruh. Kalau tidak, mereka takkan bisa hidup dalam jaman peperangan. Terinjak-injak dan tertinggal. Nyawa orang yang seharusnya disayangi pun tidak dihiraukan, atau lebih tepatnya tak sempat dihiraukan. Waktu meluncur terus. Apalagi nyawa orang yang tidak terlalu disayangi, tidak dipedulikan oleh siapa pun. Terutama saat ini, sekitar tahun keempat era Eiroku, nyali manusia jauh lebih besar daripada era Tensho, era Keicho dan seterusnya. Orang pada era itu lebih bernyali. Keberanian mereka yang polos terpampang jelas. ( hal 126-127) “Sebenarnya tempat ini terlarang bagi saya. Saya tidak berani berlama-lama. Dan, atas perhatian Tuan sejak tadi, saya mengucapkan rasa terima kasih. Kalau membuka baju zirah, saya pun seorang ayah biasa, tetapi saat memakai baju zirah, saya tidak peduli meskipun melihat kematian orangtua, air mata istri, atau darah anak saya. Yang saya pikirkan hanyalah perang. Karena itu, saya ingin mengingatkan bahwa walaupun hari ini kita minum bersama tetapi besok saat bertempur dengan Tuan di tepi Sungai Sai dan Chikuma, ujung tombak Hajikano Denuemon takkan menjadi tumpul.” (hal 158) “Markas musuh sangat tenang. Dari air muka Kenshin juga terlihat ketenangan karena bertekad bulat untuk menang. Para komandan serta prajurit tampak benar-benar siap mati. Susasana segar dan sederhana tampak di markas, sangat teratur, tidak terlihat sehelai benang pun yang tidak berada di tempatnya. Dengan demikian, saya berani menyimpulkan bahwa pendudukan mereka di Gunung Saijo bukan karena keberanian mereka yang berlebihan ataupun kehabisan akal. Bukan juga taktik perang yang penuh perhitungan. Singkatnya, taktik tanpa taktik, aturan tanpa aturan. Mereka siap menyerbu dengan mempertaruhkan nyawa. Kalau tidak, di markas pasukan tengah yang dipimpin oleh sang daimyo , Kenshin, tidak mungkin terasa suasana kosong seperti kuil aliran Zen. Kekosongan adalah kenyataan. Saat berada disana, saya merasa bagaikan diapit sisi nyata dan sisi kosong yang membuat saya bergidik. Jangan pernah mengerahkan pasukan penyergap secara tiba-tiba pada malam atau pun pagi. Kalau dikepung di sisi nyata, atau kalau ditangkap pada sisi kosong, kita takkan bisa pulang dengan selamat,” tutur Denuemon panjang lebar. ( hal 160)
Shingen menunjukkan sikap tenang. Menyaksikan air muka dan tubuh besarnya, semua orang menjadi tenang kembali. Shingen memanggil dengan lantang. (hal 231) Ada banyak cara untuk melaporkan bagi pengintai. Secara umum lebih baik tidak mengatakan secara sembarangan sesuatu yang akan mematahkan semangat prajurit, sesuatu yang akan membuat mereka panik, atau menyebutkan betapa kuatnya musuh. Meskipun begitu, jika tidak mengatakan keadaan yang sesungguhnya, panglima besar akan membuat keputusan yang salah. Kadang pengintai menyampaikan hal-hal penting dengan sorotan mata, kadang sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar agar menyembunyikan hal-hal penting dari orang-orang di  sekeliling majikannya. Pendek kata, seorang pengintai harus tahu cara yang tepat sesuai dengan keadaan saat itu. ( hal 232) “Yang tidak takut pada kematian akan tenang, yang menikmati kehidupan akan bahaya. Yang kuat atau yang lemah, maju atau mundur, segalanya ada dalam kematian dan kehidupan. Bagaimana menurut Tuan Pemimpin kastel?” Berbalik ditanyai, Kenshin terbungkam sejenak, kemudian menjawabnya. “Dalam kematian, ada kehidupan. Dalam kehidupan, tiada kehidupan.” (hal 311) Dengan diam Kenshin menjalankan kuda. Tadi pagi, pada saat fajar menyingsing, sang daimyo dikelilingi tiga belas ribu prajurit, namun kini dia meninggalkan medan perang hanya ditemani dua anak buah. Bagaimanakah perasaan mereka? Medan perang ibarat suatu ruangan pertapaan raksasa, ruangan yang terbuat dari langit dan bumi. Wajah Kenshin yang putih disinari bulan tampak tidak mengakui kekalahan. Justru terlihat ketenangan setelah menyelesaikan tugas besar. Bahkan pemikiran tentang rencana perang berikutnya pun mengambang disana. (hal 319-320) Dari sudut pandang zaman kini, dapat dikatakan bahwa Shingen menghadapi peperangan ini dengan mengandalkan banyaknya prajurit dan barisan berlapis-lapis, serta akal sehat yang berdasarkan pada berbagai pengalaman. Sedangkan Kenshin melompati akal sehat musuh, dengan menjunjung semangat yang begitu tinggi hingga tak dapat dicapai dengan pengetahuan dan akal sehat, bertempur dengan sungguh-sungguh dalam peperangan ini. (hal 337) Seperti itulah, walaupun tidak diucapkan secara terus-terang, orang membedakan negerinya dri negeri orang lain secara tegas, dan ingin hidup dan mati di negeri sendiri. (hal 347) Kenshin tidak punya istri. Makan malam juga sangat sederhana seperti pendeta Zen. Segera setelah selesai makan, dia kembali ke ruang duduknya. Dia takkan pernah membuat ruang duduk itu menjadi ruang pesta. Kalau kembali ke kamar itu dan duduk, dia selalu dapat kembali ke dirinya sendiri. Kadang bermeditasi, kadang membaca buku, ada pula waktu menyiapkan tinta dan menulis sesuatu (hal 315) “Apakah jiwa sajak itu?” “Hmm, bagaimana disebutnya? Mungkin mirip dengan jiwa ke-jepang-an. Dalam skala yang lebih kecil, kelembutan terhadap kekuatan, kasih sayang terhadap pembunuhan, abadi terhadap sesaat, ketenangan terhadap pergerakan.” (hal 353)
0 notes
remigiushickok-blog · 8 years ago
Text
Quote From “ Shinsu Tenma Kyo” Eiji Yoshikawa
Akan tetapi, ada pepatah yang mengatakan bahwa saat manusia sudah membulatkan tekad, pedang mana pun akan dipatahkan, siluman mana pun akan dihancurkan. Pedang yang mereka angkat benar-benar perwujudan kebulatan tekad keduanya. Tubuh mereka yang terjun ke kerumunan musuh sudah terbalut tekad itu sendiri. (Hal 66) Baik dalam sejarah Jepang maupun Tiongkok,sedikit sekali manusia yang mengotori kehormatan samurai. Di antara yang sedikit itu, saat penumpasan keluarga Takeda, ada dua orang yang menjadi aib para samurai. Yang satu adalah Baisetsu ini dan yang satu lagi Oyamada Nobushige. (Hal 131) Gunung Fuji adalah sosok ribuan zaman, sosok jiwa bersih anak laki-laki, sosok perawan suci perempuan Jepang. Satu kebanggaan bumi yang menyimbolkan Jepang. (Hal 156) “Aduh kondisinya benar-benar sudah berubah. Memang tidak ada sesuatu yang berubah dengan begitu cepat selain saat peperangan. Sampai musim panas tahun lalu, di sini terdapat puri Menteri Oda Nobunaga, puri megah bertabur batu alam yang berdiri di antara pepohonan hijau. Puri Azuchi menjulang tinggi seolah mengawasi seluruh Jepang dengan menara tujuh tingkat serta patung ikan paus-nya. Namun, hanya dalam satu hari, kondisinya berubah drastic seperti ini. Memang kalau dipikir-pikir, manusia bernama Akechi Mitsuhide itu hebat sekali bisa mengeluarkan api setan sebegitu rupa….” ( Hal 260) Kikuchi Hansuke sebelumnya samurai kampung dari Iga, dan karena alasan tertentu dia diambil oleh keluarga Tokugawa. Sekarang dia menjabat sebagai kepala pasukan ninjutsu (ninja). Cikal bakal ninja dari Iga yang sangat terkenal pada Zaman Tokugawa ada tiga orang, yaitu Kikuchi Hansuke ini, Tsuge Hannojo, dan Hattori Kogenta. Dengan demikian, tentu saja Hansuke sangat lihai dalam ilmu ninjutsu, dan di sini tidak perlu dijelaskan lagi. Karena itu, kalau hanya untuk mengikuti dan memata-matai pemburu burung gadungan seperti Kami Saizo, bagi dia itu hanyalah pekerjaan sepele. ( Hal 270) “Pantas aku seperti pernah melihatnya. Dia tangan kanan Shibata Gonroku Katsuie, penguasa di Echizen Kitanoshou. Oh! Dia benar-benar bisa menyamar dengan sempurna sebagai Bokusai si Hidung Sebelah ahli membuat anak panah. Sebenarnya, dia ahli dan penasihat militer bernama Kanbei Happusai, yang terkenal dengan julukan Kuku Setan Shibata. Setiap kali Shibata Gonroku berniat melakukan serangan, sejak jauh-jauh hari Happusai menyusup ke wilayah musuh dan tinggal di sana,  meneliti kondisi wilayah itu, mulai dari struktur benteng, perairan, letak geografisnya hingga dia mengetahuinya secara terperinci. Dia sungguh menakutkan. Jika Happusai sekarang berdiam di kaki gunung ini, dapat diperkirakan Shibata Katsuie yang ambisius itu sudah mengincar wilayah ini untuk dijadikan titik tolak dalam rangka menguasai seluruh Jepang. Takeda Inamaru, Rusonbei, mata-mata dari Hideyoshi, semuanya berada di sini. Ini pertanda yang sangat buruk bagi kelompok Tokugawa. Sekarang, wilayah di kaki Gunung Fuji ini sudah dipenuhi orang-orang yang harus diwaspadai…” (Hal 299) Akan tetapi, semua itu merupakan dunia manusia dengan manusia, tentara dengan tentara. Sementara bagi kelinci-kelinci serta burung-burung yang menjadikan pohon dan rerumputan pada akhir musim gugur sebagai taman bermain mereka, dunia itu tidak ada hubungannya dengan mereka. Dunia mereka sangat damai, membuat manusia iri. (Hal 325)
0 notes
remigiushickok-blog · 8 years ago
Quote
...you're going to find people from all over the country, everyone hungry for money and position. You won't make a name for yourself just doing what the next man does. You'll have to distinguish yourself in some way.
Eiji Yoshikawa, Musashi    
0 notes
remigiushickok-blog · 9 years ago
Text
Quote From “Magic Hour Let In The Unexpected” Tisa Ts - Stanley Meulen
“Biasanya sih, cewek sukanya mawar. Kalo mas pacarannya udah serius, bisa kasih mawar putih, karena mawar putih itu lambang ketulusan. Kalo pacarannya masih baru, mawar merah bagus, kasih pengaruh positif buat dua orang yang lagi jatuh cinta. Kalo mawar kuning….” (hal  69) “Aaahhh… Tobyyyy! Kamu berhasil bikin lagunya? Aaah, kamu hebat banget! Bener kan aku bilang, kalo mindset kamu positif, pasti hasil yang kamu dapat juga positif. Gitu dong! Itu baru Tobinyongnya aku!” (hal 74 -75) Saat itu… Untuk pertama kalinya, aku bisa merasakan magic hour terindah dalam hidupku. Aku bahkan kehabisan kata untuk melukiskannya. Seandainya detik mampu aku hentikan untuk sekali saja. Apa mungkin dia adalah cinta sejatiku? Dari Dimas, aku belajar sesuatu, hal yang lebih indah dari ajtuh cinta, yaitu mengetahui kalau itu adalah, satu cinta untuk selamanya…. (hal 130)
                                                                  Cinta itu kebahagiaan yang dibalut dengan luka. Kamu harus merasakan luka saat cinta sudah kamu rengkuh. Karena cinta, akan selalu mengenal bahagia dan luka. Ucap Raina dalam hati. (hal 155)
“Aku gak ngerti. Terus, buat apa Tuhan ciptain hati kalo cuma buat dipatahin kayak gini?” (hal 161)
0 notes
remigiushickok-blog · 9 years ago
Text
Quote From “Rivers Of Stars” Guy Graviel Kay
Ada beberapa buku tentang cara menghadapi para penjahat (Fuyin telah membawa sebagian buku itu dalam perjalanan panjangnya ke barat), tetapi sejak tiba di sana, dia memutuskan semua buku itu tidak berguna. Kau membutuhkan prajurit,kuda, dan informasi yang bagus.Semua itu tidak pernah ada. (Hal 17) Semuanya berhubungan dengan betapa mudahnya dia melakukan semua itu. Keputusan diambil dan tindakan selanjutnya dilakukan dengan mudah dan mengikuti kata hatinya. Dia tahu harus menembak siapa dulu, lalu selanjutnya dan selanjutnya. (hal 30)
Mereka tidak menghukum mati pegawai negeri yang tidak disukai pada dinasti Kedua Belas Kitai dibawah kepemimpinan Kaisar Wenzong. Dia kecewa, itu adalah perbuatan barbar, dan kaisar mereka berasal dari keluarga yang terhormat. Mereka hanya mengusir anggota kelompok yang memalukan, terkadang diusir sangat jauh sehingga hantu mereka bahkan tidak bisa kembali untuk menakuti siapa pun. (hal 40)
Pelajarannya di sini adalah sebuah puisi yang menyedihkan yaitu kau bisa menikmati kedatangan yang tidak diharapkan dari seorang gadis muda pada pagi musim semi, tetapi kau tidak dapat bersembunyi dari kesedihan yang berada di belakang tubuh langsing sang gadis. (hal 45-46) Saya yakin kita harus menjadi pembohong. Kehidupan dan sejarah harus disesuaikan dengan kebutuhan syair dan lagu kita. Sebuah puisi bukan catatan seperti catatan milik seorang sejarawan.” Akhirnya dia menatap Xi Wengao, dan membiarkan dirinya – untuk kali pertama – tersenyum malu (hal 47-48)
Dia menggeleng. Putranya melirik ke arahnya, sebuah sosok bergerak yang terlihat kabur, kemudian kembali ke tumpukan dokumennya sendiri. Kebencian bukanlah pikiran yang berguna, pikir Dejin mengingatkan dirinya sendiri.Kau membuat kesalahan kalau memang itu yang mendorongmu. Kau berbicara tanpa memikirkan kata-katamu sehingga kau bisa saja menyesalinya. Dia sering memancing para lawan agar berbicara tanpa banyak berpikir seperti itu. Dia tahu bagaimana memanfaatkan kemarahan, semangat dan kekejaman orang lain. (hal 92)
Memegang jabatan tinggi (selama bertahun-tahun) berarti terkadang kau telah melakukan, dan akan terus melakukan, berbagai hal yang tidak menyenangkan. Tindakan yang tidak sesuai dengan prinsipmu. Pada saat-saat seperti itu, penting untuk mengingat kalau tugas seseorang adalah pada kekaisaran dan bersikap lemah ketika berkuasa dapat merusak kedamaian dan ketertiban. (hal 113)
Meskipun seandainya sang Kaisar peduli dan seandainya si buta terkutuk menyampaikan masalah itu kepada kaisar karena alasan jahatnya sendiri, maka akan mudah baginya untuk bersujud, menyampaikan kesedihannya yang mendalam, dan membatalkan perintah pengasingan itu dengan menjelaskan dirinya terlalu bersemangat dalam mengabdi kepada kaisar.  Dia bahkan tidak ingat apa yang menganggu dirinya pada hari dia menetapkan pria tak berguna itu dikirim ke pulau Lingzhou. Dia bahkan tidak ingat pernah melakukannya (hal 126) Ajaran Cho dan Jalan Suci sepakat kalau meskipun cara ini akan melahirkan arwah gentayangan, cara itu tidak hanya diperbolehkan tetapi juga perlu. Kalau tidak, bagaimana Kerajaan bisa benar-benar menghukum (dan menghalangi) para penjahat yang pantas mati? Kau harus menghukum penjahat itu hingga ke akhir hayatnya. Arwah penjahat semacam itu tidak boleh beristirahat dengan tenang. (hal 153) Rakyatnya hidup di dunia yang keras dan langsung di bawah surga. Mereka adalah anak-anak stepa dan langit. Angin dan kekeringan membentuk diri mereka dan hewan ternak mereka. Di sini, kau dinilai dari apa yang kau lakukan, bukan dari kata-kata yang ditulis menggunakan kuas. Yang dilakukan  oleh kaisar Kitai adalah mengirimkan perak dan sutra masing-masing berjumlah dua ratus ribu kepadanya setiap tahun (hal 165) Itu permainan yang berbahaya. Anggur bisa membuat para pria melakukan kesalahan, dan teman yang dipercaya adalah konsep yang ambigu dan berubah-ubah. Lebih baik meminum satu cawan anggur dan tetap diam bahkan di antara mereka yang dianggap teman. Di satu sisi mereka adalah mata-mata yang disewa oleh sang perdana menteri tua dan para pengikutnya – dan para pengikutnya itu yang merupakan generasi lebih muda, dikenal lebih kejam daripada Menteri Hang (Hal 168) Sejumlah kecil pria menyedihkan yang menghina sebuah tradisi tidak membuat tradisi itu berhenti. Mereka yang mengejek dengan cara seperti ini malah secara mutlak mengakui kekuatan tradisi itu.Sehingga bertahun-tahun setelah semua kejadian ini, satu daftar yang paling terkenal adalah Empat Kesalahan Paling Berbahaya. (hal 168) Seseorang harus memiliki sudut pandang yang lebih luas dalam permainan yang melibatkan kekaisaran, suku-suku yang menjadi rakyatnya, dan para musuh di selatan,barat dan timur jauh, pikirnya.Seseorang harus memberikan saran yang bijaksana kepada para kaisar yang marah dan impulsive yang mungkin tidak memiliki pendapat sendiri. Dia sedikit mengasihani dirinya sendiri ketika memikirkan beban jabatan seperti yang diembannya. (hal 177) Namun, rasa iri ini sangat kuat dan dapat membuatmu terasing. Dia tidak mau menceritakan semua perasaannya ini kepada ayahnya. Ayahnya akan sedih – dan menyalahkan dirinya sendiri. Shan akhirnya mengerti kalau ada beberapa hal yang harus kau simpan sendiri dan masalahnya ini adalah masalah kecil sehingga tidak penting. (hal 250) Orang asing di desamu jahat karena seorang pengembara pernah merampok sepupu istrimu saat sedang lewat. Seekor burung bangau terlihat terbang ke selatan pada malam kakekmu meninggal dan burung bangau itu menjadi sebuah pertanda dalam keluargamu. Seorang istri yang cantik itu berbahaya karena istri cantik seorang pria telah mengkhianatinya dengan berselingkuh dengan seorang tentara. Dan tentara? Mereka semua, khususnya para perwira berpangkat tinggi, ditakuti….karena apa yang pernah terjadi beratus-ratus tahun yang lalu. (hal 276 -277) Terkadang keputusan mereka akan dibetulkan, terkadang tidak. Namun, sekaranglah waktunya,malah sudah lewat, untuk mengundurkan diri. Sebagian orang di sini akan merayakan, berkabung, dan mengutuk namanya hingga dia meninggal, dan sesudah meninggal. Terkadang mayat-mayat akan digali dari kuburan atau makam. Balas dendam dapat mengikutimu hingga melewati pintu kematian. (hal 289) Saat kau diasingkan, maka sebagian besar orang penting tidak ingin berurusan denganmu. Mereka bahkan tidak membalas surat yang dikirimkan kepada mereka – dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang berutang besar kepadanya. Ketika kau jatuh di Kitai, maka kau bisa jatuh sangat dalam. (hal 298) Daiyan ragu itu benar. Saat seseorang menjadi terkenal maka legenda akan menyelimuti hidupnya. Hal itu bahkan terjadi dalam skala kecil. Saat duduk di sebuah penginapan tanpa ada yang mengenali, dia pernah mendengar kalau si penjahat Ren Daiyan adalah pemburu harimau dan telah membunuh dua lusin harimau yang sebagian besar dengan menggunakan pisau (hal 319) Orang-orang mungkin saja memasuki hidupmu, berperan penting, dan kemudian pergi. Meskipun kau bisa duduk diatas punggung kuda di sebuah hutan di bawah dedaunan yang meneteskan air bertahun-tahun setelahnya dan memikirkan tentnag mereka dan tentnag semua yang mereka katakan, apakah mereka benar-benar pergi? Ada beberapa murid Cho Master yang mungkin dapat memberikan jawaban terpelajar untuk pertanyaan itu. Bagi Daiyan, jika seorang pria atau wanita, pernah hadir dalam hidupmu tetapi kau tidak pernah melihat mereka lagi maka itu berarti mereka telah pergi. Kenangan tentang seseorang bukanlah kenangan tentang pria atau wanita itu. (hal 345) “Setiap pria memiliki tugas,” kata wanita itu. “Aku pernah melihat banyak sekali pria sepertimu. Aku bahkan mungkin pernah melihatmu sebelumnya. Usiaku delapan ratus lima puluh tahun. Aku pernah tinggal di selatan dan barat. Aku pernah tinggal di dekat sungai dan pegunungan. Sebagian pria menjalankan tugas mereka, sebagian melarikan diri dari tugas mereka. Itu tidak penting bagiku.” (hal 351) Dia mengerti. Wanita itu bukan manusia, sedangkan kasihan adalah sifat manusia. Dia menghela nafas dan akhirnya berbalik (hal 354)
Sedikit demi sedikit, Daiyan menyadari kalau dirinya bisa berdiri di sini, di hadapan wanita itu. Dia berkata, dengan pelan,  “Daiji, aku hanya bisa hidup di zamanku. Aku tidak bisa berbicara untuk mereka yang akan lahir nanti, atau bagaimana jadinya dunia nanti. Kami tidak diciptakan seperti itu”. (hal 355) Pria itu terlihat seperti seorang pria yang benar-benar pernah pergi ke dunia lain, pikirnya. Tak pernah terpikir olehnya untuk tidak mempercayai pria itu. Dia memikirkan semua itu di kemudian hari. Mata dan suara pria itu serta apa yang dilihatnya di punggung pria itu. (hal 373) Dia berhasil selamat dari daiji hanya karena Shan. Begitu katanya. Dan, aku milikmu sepanjang hidupku. (hal 379) Semua itu ada jawabannya. Mungkin jawaban yang paling penting di tato di punggung Daiyan. Sebagian pria tahu sejak awal di mana posisi mereka di dunia ini. Atau di mana mereka percaya diri mereka seharusnya berada. (hal 388) “Ya,” kata si pria tua. “Tetapi meskipun dia terlahir untuk itu, itu tidak selalu terjadi. Terlalu banyak yang bisa menghalangi. Dunia melakukan apa yang harus dilakukannya. Mimpi dan keyakinan kita saling bertabrakan.” (hal 392) Dia memastikan pandangannya tidak mengarah ke tempat sang Perdana menteri berdiri. Istri pertama Kai Zhen-lah yang telah mencoba membunuh Shan. Namun, kerumitan hidup dan politik yang menyedihkan ini membuat dia dan sang perdana menteri mungkin menginginkan hal yang sama paagi ini. (hal 407) Selain itu – si pria tua harus mengakuinya, meskipun hanya dalam hati – menyenangkan sekali bisa melakukannya. Semua pertempurannya tidak pernah menggunakan pedang, tetapi dia bertempur dan biasanya menang (hal 417) Daiyan menulis dan dia membaca. “ Aku membutuhkanmu, bersamamu, mendengar pendapatmu, setiap malam semua ini terjadi. Aku menyadari kalau keadaan akan selalu seperti ini, dan mustahil. Tetapi aku merasa tenang karena mengetahui kau ada di dunia.Maafkan aku karena tulisan yang terburu-buru ini.” (hal 432) Dilaporkan bahwa komandan Ren Daiyan sendiri yang bertarung melawan pemberontak dengan pedang dan busur. Busur, dari semua senjata yang lain! Anak buahnya berperang did an melalui hutan serta rawa-rawa. Setelah mendengar hal ini, beberapa komandan berpangkat tinggi lainnya bergurau dengan mengatakan betapa cocoknya Ren Daiyan berperang di rawa-rawa karena dia memang berasal dari sana. (Hal 433-434) Mengutuk para dewa dan Sembilan surga tidak membantu. Mengutuk para Kaisar dan penasihatnya adalah pengkhianatan dan sama-sama tidak bergunanya. Mereka berada di tempat mereka seharusnya berada. Para sejarawan dapat berdebat mengenai bagaimana ini bisa terjadi, pikir Ziji. Tak diragukan lagi pasti akan ada pendapat yang bertentangan dan percakapan sengit sambil minum teh. Dia ingin membunuh seseorang. Dia akan segera mendapatkan kesempatan. Dia mungkin akan mati di sini. (hal 438) Terlalu mudah merasa kasihan pada dirinya sendiri malam ini, pikir perdana menteri Kitai. Kegelapan dan kesunyian,waktu yang suram sebelum fajar menyingsing. Di sinilah dia, sedang melakukan yang terbaik untuk memuaskan keinginan kaisar dan kekaisarannya, tetapi melakukannya sendirian dan tanpa orang kepercayaan serta terbangun tanpa daya di malam tanpa bulan dengan suku Altai yang akan segera datang. Mereka datang menyerbu mereka bak wabah. Melewati reruntuhan tembok Panjang, menyeberangi sungai, melintasi padang rumput dan persawahan. Para penunggang kuda di malam hari. (Hal 441)
Berbagai pikiran semacam itu membuat seseorang gila. Dunia bisa berubah dengan sangat cepat sehingga tidak bisa dipahami oleh manusia. Daiyan bukan filsuf dan dia tidak memiliki pemikiran yang panjang seperti seorang sejarawan. Dia ingin membentuk jamannya sendiri dengan sebuah busur dan sebilah pedang. (Hal 471) Semua itu hal kecil, tetapi Daiyan mengingatnya karena merasa aneh berada di dalam kamar sendirian bersama pria yang dulu merupakan Putra Surga dan kamar ini hampir tidak ada perabotannya, semua harta telah diambil, serta tidak ada perapian yang dinyalakan di tengah udara dingin di musim dingin ini. (hal 485)
“Komandan,” kata ayah kaisar, “kau harus meninggalkan Hanjin. Seandainya aku bisa memerintahkanmu untuk melakukannya, maka aku akan melakukannya. Aku percaya kaulah orang terbaik yang bisa memimpin perlawanan ini, dan itu tidak akan terjadi kalau kau terbunuh di sini, atau disandera sebagai sebuah hadiah.” (hal 486) Dia sudah tua, pernah membaca banyak sekali sejarah, dan terkadang tampaknya telah hidup sepanjang sebagian besar sejarah itu. Dia sering melihat kota direbut oleh musuh yang kejam. Dengan pendapat yang cukup berpengalaman kau akan menyadari kalau kegelapan bisa berlalu dan perubahan akan datang dan membawa kembali cahya. Terkadang, tetapi tidak selalu. (hal 496) kata-kata sederhana, tetapi dia tahu itu benar, dia bukan hidup suaminya, tak seorang pun. Lonceng dan tripod perunggu, alas patung dari batu, stempel istana, pecahan mangkuk dan vas, patung pahatan untuk makam seorang kaisar adalah hidup Wai…sebuah catatan mengenai keadaan Kitai di masa lalu (hal 512) CHO MASTER telah memerintahkan dari hutan kecilnnya kalau tugas pada kekaisaran dan keluarga itu mutlak. Ajaran jalan suci sedikit berbeda. Mereka menekankan pada keseimbangan semuanya dan ini termasuk kata-kata yang diucapkan seorang pria dan kisah yang diceritakannya. ( hal 535) Dia terus berada di samping Shan selama sisa malam itu. Dia tahu kalau wanita itu memandanginya, seolah-olah merasakan kegelisahannya. Akhirnya wanita itu berkata, “Ada banyak sekali hal yang bisa dilakukan oleh seorang pria. Kita tidak bisa mengemudikan dunia, kemana dunia berjalan.” (hal 550) Berbalik meriupakan hal yang sulit, bahkan bagi para penunggang kuda terbaik di dunia, di tanah berlumpur yang basah dan bisa menelanmu atau perariran yang ternyata dalam, daerah yang aneh dibandingkan dengan kehidupan di stepa mereka. Kuda- kuda akan panik karena kehilangan pijakan dan jatuh ke dalam lumpur yang tebal dan lengket. Mahkluk di rawa-rawa akan menemukan kaki mereka dan menggigitnya, dan itu akan membuat kuda meringkik kesakitan dan ketakutan sehingga roboh – begitu juga para penunggang mereka. (Hal 562)
Dia menoleh ke belakang ke arah pintu rumah utama tempat istrinya berdiri, istri keduanya. Seorang wanita yang lebih dikagumi daripada dicintainya. Wanita itu memang orang semacam itu. Menurutnya istrinya itu tidak keberatan. Jenis hubungan yang berbeda di hari tuanya. Dia mengagumi istrinya sekarang saat melihat wanita itu waspada, penuh perhatian, dan jelas tidak takut. (hal 568) Dalam perang tebing merah pertama bertahun-tahun yang lalu, para tentara infanteri dan pemananh telah menunggu di tepi yang berlawanan dan perahu saling berhadapan di sungai yang lebar sampai angin berubah arah karena kehendak surga (sebagian orang mengatakan angin berubah arah karena kekuatan sihir) sehingga perahu kosong yang terbakar bergerak ke utara ke armada penjajah (hal 576) Sebuah bayangan muncul dalam benaknya pada malam mereka berada di East Slope, di dalam kamar Shan. Dia menceritakan bayangan itu kepada wanita itu. Bayangan itu ada hubungannya dengan stempel yang digunakan para kaisar untuk mengirimkan para komandan bertahun-tahun yang lalu. Stempel itu akan dipatahkan menjadi dua. Separuh pertama akan dibawa oleh pasukan sedangkan yang separuh lagi tetap dijaga di istana. Jika perintah baru harus diberikan, maka pembawa pesan akan membawa separuh stempel milik kaisar, sehingga sang komandan mengetahui kalau perintah itu berasal dari kaisar dan bukan dari seseorang yang mencoba menipunya. Mereka akan menggabungkan dua pecahan stempel itu dan tahu kalau perintah itu benar. “kau seperti itu bagiku,” katanya kepada wanita itu. (hal 579)
Kita tidak bisa mengetahui dengan pasti bagaimana seseorang akan tumbuh besar. Kita merenung, menduga, dan bersedih. Tidak semua pahlawan atau pemimpin menunjukkan bakatnya saat muda, sebagian terlambat terkenal. Terkadang seorang ayah dan paman yang brillian mungkin menunjukkan sebuah jalan, tetapi semua pencapaian mereka mungkin juga menghalangi jalan itu sejak lama. (hal 616)
Ini adalah impian yang berkibar bak spanduk terkena hembusan angin. Dia merasa kesepian ditengah-tengah sebuah pasukan, dan dia merasa lelah sepanjang waktu, tetapi dia terlahir ke dunia untuk melakukan ini. (Hal 627)
Kau harus menjadi sedingin, sekeras, dan sepercaya diri seperti Hang Dejin dulu. Kau harus menginginkan kekuasaan dan, mungkin melebihi apapun, jangan percaya kepada siapa pun kecuali dirimu bisa memegang kekuasaan itu dengan benar. Kau bisa menjadi orang yang baik atau tidak, hidup dengan penuh hormat atau tidak,  tetapi kau harus memiliki keinginan yang sangat besar untuk berdiri di samping singgasana. ( Hal 637) Shenwei Huang sangat puas, tetapi tidak terkejut. Masa pergolakan berarti banyak kesempatan. Sejarah mengajarkan banyak hal kepada pria mana pun yang memiliki mata untuk melihat. (Hal 652) Merundingkan perdamaian adalah masalah yang sulit. Kau meminta dan juga diminta. Kau menolak dan menerima, memberi dan diberi, tergantung pada kebutuhan dan kekuasaanmu. (Hal 653)
0 notes
remigiushickok-blog · 9 years ago
Quote
The Only Afterlife We Should Be Worried About, Is The Future We Leave Our Children
NN
0 notes
remigiushickok-blog · 9 years ago
Text
Quote From “Imperium” Robert Harris
Tagline: I’am A Roman Citizen! Tidak seperti Metellus atau Hortentius, dia bukan berasal dari keluarga aristokrat yang agung, dengan piutang budi politik turun-temurun selama beberapa generasi yang dapat ditagih pada saat pemilu. Dia tidak memiliki armada perang perkasa yang mendukung pencalonannya,seperti Pompeius atau Caesar. Dia tidak memiliki harta berlimpah seperti Crassus untuk melicinkan jalan. Yang ia miliki adalah suaranya – dan dengan kekuatan tekad semata, dia mengubahnya menjadi suara paling termasyhur di dunia. ( Hal 14)
Jadi aku mengikutinya masuk, dan mendapatkan hak istimewa mendengarkan Antiochus dari Ascalon sendiri menekankan tiga prinsip dasar Stoisisme – bahwa budi pakerti itu cukup untuk memperoleh kebahagiaan, bahwa budi pakerti sajalah yang baik, dan bahwa emosi tidak dapat dipercaya- tiga aturan sederhana yang, andai saja diikuti manusia, dapat memecahkan semua masalah di dunia. Semenjak itu, aku dan Cicero sering memperdebatkan persoalan-persoalan semacam itu, dan dalam wilayah akal ini, perbedaan status kami selalu terlupakan. Kami tinggal bersama Antiochus selama enam bulan, lalu melanjutkan perjalanan ke tujuan kami yang sesungguhnya (hal 16-17) Mungkin peristiwa ini tampak sepele, tetapi Cicero sendiri sering berkata, pada saat inilah ambisi dalam dirinya mengeras menjadi sekokoh karang. Dia dipermalukan – oleh keponggahannya sendiri – dengan bukti kejam disadarkan tentang betapa remeh dirinya di dunia ini. Lama sekali dia berdiri di sana, mengamati Hortensius dan teman-temannya berpesta di seberang perariran, mendengarkan seruling yang riang, dan ketika berpaling dia telah berubah. Aku tidak melebih-lebihkan. Aku melihat sendiri dimatanya. Baiklah, air mukanya tampak berkata, kalian orang-orang tolol boleh bersuka ria; aku akan bekerja. (hal 25) “kadang-kadang,” katanya, merangkum diskusi itu dengan aforisme yang tidak pernah kulupakan, “jika kita menemui jalan buntu dalam politik, yang harus dilakukan adalah memulai pertempuran – memulai pertempuran, sekalipun kita tak tahu cara memenanginya, karena hanya saat pertempuran berlangsung, dan segalanya bergerak, kita bisa berharap dapat melihat jalan keluar. Terima kasih. Tuan-tuan.”Dan dengan perkataan itu, rapat diakhiri. (hal 61) “Ketekunanlah,” dia sering berkata, “ dan bukan kejeniusan yang mengantarkan manusia ke puncak. Roma penuh dengan orang-orang jenius tak dikenal. Hanya ketekunan yang memungkinkan kita maju di dunia ini.” (hal 96) Pemilu masa itu memang bukan demokrasi murni Aristoteles, dalam aspek apapun. Prioritas dalam centuria – yang berjumlah 193 - ditentukan oleh kekayaan, dan kelas kaya selalu memberikan suara paling awal dan diumumkan pertama: keuntungan yang signifikan. Centuria-centurian ini juga memiliki keuntungan lain karena memiliki anggota yang lebih sedikit, sedangkan centuria kaum miskin, seperti daerah Subura, besar dan penuh sesak; akibatnya, suara orang kaya memiliki bobot yang lebih besar. Namun, tetap saja ini kemerdekaan, sebagaimana telah dipraktikkan selama ratusan tahun, dan tak seorang pun di Padang Martius hari itu pernah bermimpi hal itu akan direnggut darinya. (hal 168) “Kami menyadari betapa cemburu dan bencinya beberapa orang ‘bangsawan’ saat melihat prestasi dan energi ‘orang baru’; kalau kami memejamkan mata sebentar saja, kami tentu langsung terjerat kedalam perangkap; jika kami meninggalkan peluang sekecil apapun bagi mereka untuk curiga atau menuding adanya pelanggaran, kami akan langsung menanggung akibatnya; kami tak boleh lengah dan tak pernah bisa berlibur. Kami punya musuh – biarlah kami hadapi; tugas-tugas yang harus dilakukan – biarlah kami pikul; tanpa melupakan bahwa musuh yang menyatakan diri secara terbuka tidaklah setangguh musuh yang menyembunyikan diri dan tak berkata apa-apa!” (hal 204)
“Lebih buruk lagi – konspirasi kejahatan yang bodoh. Itulah masalahnya, Tiro, kalau prajurit memutuskan ikut bermain politik. Dalam bayangan mereka, mereka hanya perlu mengeluarkan perintah, dan semua orang akan patuh. Mereka tak pernah menyadari bahwa hal yang semula membuat mereka menarik – kesan bahwa mereka adalah patriot besar, yang lebih luhur daripada kekotoran politik – justu akan merugikan mereka. Kalau mereka tetap berada di atas politik, mereka tak akan kemana-mana, tetapi kalau mereka turun ke comberan bersama kita semua, mereka memperlihatkan diri mereka sama korupnya dengan orang lain.” (hal 245) Saat ini dia sudah cukup kaya dan dapat menceraikan istrinya andai dia mau, dan bisa mencari pasangan yang lebih cocok, jelas yang lebih cantik. Dia kecewa Terentia belum juga memberinya anak lelaki. Namun, meskipun mereka sering cekcok, dia tetap bertahan dengan istrinya. Cinta bukanlah kata yang tepat untuk hubungan ini – bukan dalam makna yang dimaksud para pujangga. Ada senyawa yang lebih aneh dan lebih kuat yang mengikat mereka. Terentia terus mengasah Cicero, itu salah satu unsurnya; batu asah bagi pedang Cicero. (Hal 260) Akan tetapi, perjalanan ke puncak dalam dunia politik sering mengurung orang dengan sesama  penumpang yang tidak menyenangkan, sering memperlihatkan pemandangan yang aneh, dan Cicero tahu dia tak bisa lagi berbalik sekarang. (hal 266) “Aku akan jujur kepadamu. Aku telah bertekad melanjutkan karier militer. Aku memiliki semua kekayaan yang bisa diinginkan manusia, tapi itu hanyalah sarana, bukan tujuan. Bisakah kau menyebutkan bangsa mana yang pernah mendirikan patung bagi seseorang karena dia kaya? Bangsa mana di antara sekian bangsa di bumi ini yang menyertakan nama jutawan mati dalam doa-nya karena rumahnya dulu berjumlah banyak? Satu-satunya kejayaan yang lestari adalah di atas kertas – dan aku bukan pujangga! – atau di medan perang. Jadi, kau benar-benar harus mendapatkan persetujuan Pompeius, kalau ingin kesepakatan kita berlaku.” (hal273) “Kaulihat betapa tertekannya aku?” keluh Cicero kepadaku keesokan paginya,sambil mengurut kening dengan buku jarinya. “Tak ada istirahat bagiku di mana pun, baik dalam waktu kerja maupun santaiku.” (hal 297) Dalam dunia kegiatan manusia, saat persahabatan bersifat sementara dan persekutuan mudah dibentuk dan dibubarkan, mengetahui bahwa nama seseorang selamanya terkait dengan namamu, bagaimanapun jalannya takdir, pastilah merupakan sumber kekuatan yang dahsyat. Hubungan antara kakak-beradik Cicero, kukira seperti hubungan kebanyakan kakak-beradik, meruapakan campuran pelik antara kasih sayang dan kekesalan, kecemburuan dan kesetiaan. Tanpa Cicero, Quintus hanya akan menjadi perwira militer yang cakap tapi membosankan, kemudian menjadi petani yang cakap tapi membosankan di Arpinum; sedangkan Cicero tanpa Quintus tetaplah seorang Cicero. Mengetahui ini, dan mengetahui bahwa adiknya juga tahu, Cicero berusaha keras menenangkan hati adiknya, dengan murah hati membungkusnya dalam jubah gemerlap ketenarannya. (hal 315) “Mengikat banyak orang melalui persahabatan, dan mempertahankannya dengan kesetiaan; berbagi harta miliknya dengan semua orang, dan membantu semua temannya dalam masa susah, dengan uang,pengaruh, usaha, dan - jika perlu- dengan kejahatan serampangan; mengendalikan tabiatnya sesuai keperluan, dan membengkokkannya ke sana kemari; bersikap serius dengan kaum tegas, santai dengan kaum liberal, menghormat dengan kaum tua, ramah dengan kaum muda, pemberani dengan kaum penjahat, tidak bermoral dengan kaum bejat…” (hal 333) “Cicero, kau mengecewakanku. Sejak kapan ketololan merintangi kemajuan orang di bidang politik? Percayalah padaku – Hybrida adalah orang yang akan didukung kaum aristokrat, lalu kau dan Catilina akan ditinggalkan untuk emmperebutkan tempat kedua, dan jangan harap ada bantuan dari Pompeius.” (hal 346) Demikianlah Marcus Tullius Cicero, pada usia 42 tahun, usia termuda yang diperbolehkan, mencapai imperium tertinggi berupa jabatan konsul Roma – dan memperolehnya secara mengagumkan dengan suara centuria yang bulat, sebagai “orang baru”, tanpa bantuan keluarga, harta, ataupun kekuatan pasukan; prestasi yang belum pernah dan takkan pernah lagi diraih. (hal 409-410) “Seni kehidupan adalah mengatasi masalah ketika ia muncul, bukannya menghancurkan semangat dengan mencemaskan hal-hal yang terlalu jauh di depan. Terutama malam ini.” ( hal 412)
0 notes
remigiushickok-blog · 9 years ago
Text
Quote From “The Choice” Nicholas Sparks
Tagline:  How Far Will You Go For Love? Bagiku, itulah makna bepergian. Berjumpa orang-orang lain, belajar untuk tidak sekadar menghargai kebudayaan yang berbeda, tapi benar-benar menikmatinya seperti penduduk lokal, dan mengikuti dorongan hati yang muncul. (Hal 148) Travis mendekatkan wajah ke telinga Gabby. “Aku mencintaimu, Gabby, lebih dari yang bisa kaubayangkan. Hanya kaulah yang kuinginkan sebagai istri.Kaulah pengharapan dan impian yang pernah kumiliki, dan kau telah membuatku lebih bahagia daripada siapa pun. Aku takkan pernah mau mengorbankannya.Aku tidak mampu. Bisakah kau memahaminya?” ( Hal 336 - 337) Travis pura-pura mempertimbangkan pertanyaan itu, meskipun tahu hal itu tidak begitu penting. Disini atau disana, yang penting mereka semua bersama-sama. Dia berada bersama-sama wanita dan anak-anak yang dicintainya, dan siapa pula yang bakal membutuhkan atau menginginkan apapun selain itu? (Hal 381)
0 notes
remigiushickok-blog · 9 years ago
Text
Mukadimah
Kumpulan daripada kutipan-kutipan menarik yang ditemukan dalam Buku /novel yang pernah saya baca, termasuk juga film-film yang kebetulan saya tonton. Dikumpulkan hanya untuk sarana mengingat bukan untuk hal yang macem-macem apalagi sampai dikomersilkan. Tentang review daripada isi buku/ novel dan film yang dibahas, bisa dilihat di blog saya: http://northshrine.blogspot.com
0 notes