Text
19.02
Valina, ingat baik-baik, dua tahun lalu, kamu merogoh-rogoh tabunganmu untuk daftar intensif IELTS. Tempat kerja baru akan mengganti semuanya di akhir tahun kerja, yang mana masih 10 bulan lagi. Kamu ndomblong di perpustakaan IALF sambil liat senja dan mbatin, “insyaAllah, akan dikasih jalan” . Waktu itu, kamu dengan semangat belajar hingga perpustakaan ditutup biar nggak ngantuk kalo di kontrakan. Pulang ke kontrakan kadang langsung belajar (pura-pura lupa mandi padahal emang sengaja males mandi), ketiduran dan kebangun jam 3 pagi karena temen sekamar (Sayyida) rajin banget tahajjud dan baca qur’an. Inget nggak, semua yang kamu lakukan waktu itu menyenangkan, meski kamu ngga tahu ujungnya gimana.
Hari ini, hampir enam purnama Allah menjawab doa-mu. Kamu masih semangat melangitkan doa kan, Valina? :)
Percaya sama Allah, percaya bahwa Allah bakal kasih jalan, kurangi dependen sama orang lain :)
11 notes
·
View notes
Text
Tidak akan menyerah selama ada Allah. InsyaAllah semua sudah ditakar. Ujian kenikmatan dan kesulitan yang diberikan Allah semoga menguatkan manusia untuk selalu bersyukur dan semakin mendekat ke Allah. Senyum ya :) laa haulaa wa laa quwwata illa biLLah.
@valinakhiarinnisa
18 notes
·
View notes
Text
Yang menggantikan Bapak
👩🚀: Maaf nggih Pak, nunggu lamaa, tadi sampek Madiun bisnya ngetem (berhenti lama nyari penumpang) jadi telat
👴 :Halah yo ora popo, malah dinikmati neng bapak, paling kari beberapa tahun meneh ngeneki, iyas wis dijemput wong liyo to bar iki?
👩🚀 : He? Ojo ngendikan mati-mati to pak 😞
👴 : He sopo? Maksude bar iki iyas paling wis nikah mengko sing njemput wis mboten bapak meneh. Wis gede e, wis perawan ternyata.
Aku cuman senyum lalu duduk di boncengan bapak. Jarak terminal ngawi ke rumahku 45 menit dan sepanjang jalan itu aku menangis dalam diam. Aku bisa nggak, tidak usah jadi tua. Tetap jadi anak kecil bapak yang kemana-kemana selalu diantar jemput, yang kalau turun dari bis dan hujan, bapak nunggu di jalan raya sambil bawa payung. Boleh nggak waktu berhenti. Jadi gini aja.
Bisa ngga kalau masalahku selepas ini semudah memilih kampus dan berusaha meraihnya. Itu saja.
Aku cukup dengan keluargaku
Aku nggak mau ada orang lain lagi
Dan aku tau selamanya pun nggak akan pernah ada laki-laki yang lebih heroik dari bapak. Orang yang diam-diam menabung kalau aku mau seseatu dan beliau nggak bisa membelikannya cepat.
Aku baru sadar kalau waktu sedemikian cepat berjalan. Aku bukan lagi anak kecil berbaju kodok merah yang biasa digendong bapak untuk melihat monyet piaraan tetangga di pagi buta.
Aku bukan gadis SMP yang setiap pagi diantar bapak untuk sekolah.
Ternyata aku juga bukan lagi seorang gadis SMA yang kalau pulang malam selalu dijemput bapak meskipun aku sudah bawa motor sendiri.
Aku orang yang sama, tapi tanggungjawabnya sudah berbeda.
Aku boleh nggak, tidak menikah dan begini saja? Jadi anak bapak dan ibu yang paling membanggakan, mengejar prestasi untuk bikin ortu bangga dan hal-hal khas anak lainnya.
Nb : Jika suatu hari nanti suamiku membaca tulisan ini, hehehe. Kamu memang tidak akan pernah bisa menggantikan sosok bapak. Kamu juga tidak akan pernah bisa mengalahkan keheroikan bapak dalam hidupku. Karena kamu adalah orang yang dilahirkan untuk tujuan berbeda dgn Bapak. Tapi ketahuilah, jika nanti kau punya anak perempuan, kemungkinan dia akan punya tulisan yang sama seperti ini.
2 notes
·
View notes
Text
Hey Nia. Kamu pasti sudah buka kadonya ya hehehe. Semoga bisa terealisasi ya mimpimu untuk bikin anak-anakmu naik kapal bersama lumba-lumba hehe.
Sekarang kita sudah beda circle, kamu pasti berfikir bahwa tempatmu di hatiku terpolarisasi oleh baktinusa, pemira kampus atau hal-hal lain yang membuat kita sulit bertemu. Tapi tidak.
Aku tidak pernah benar-benar jauh darimu kok. Hanya memang akhir-akhir ini ranah peran kita yang berbeda tempat.
Masih sangat lekat dalam ingatan sewaktu kita tidur bersama di Pare, belajar make up di kelas kecantikan, punya mimpi sekolah ke luar negeri sampai datang di setiap seminar beasiswa, ikut liqo, dan banyak hal yang bertahun-tahun telah terjadi dan kita saksikan bersama 😊
Nia, waktu tidak pernah berhenti dan kita harus terus berjalan. Dengan atau tidak bersama Laras, kamu akan tetap jadi sosok pengabdi yang luar biasa membanggakan di ingatanku.
Ibuku suka bertanya apa Nia baik-baik saja sewaktu di Lombok, apa Nia baik-baik saja dan pertanyaan-pertanyaan lain yang susah kujawab karena kita tidak memiliki intensitas bertemu sesering dulu.
Semoga Nia jadi Ibu yang melahirkan pemimpin kebaikan masa depan, adalah doa yang selalu aku ucapkan untuk Nia diam-diam.
Terimakasih ya Ni, sudah mau jadi teman Laras. Laras adalah seorang introvert berwajah ekstrovert yang sulit dipahami. Ramah diluar dingin di kenyataan. Terimakasih sudah cukup sabar untuk tidak benar-benar pergi. Terimakasih untuk pertanyaan 'heh kon wis bimbingan?' Yang selalu kubuka dengan bersungut-sungut tapi kuusahakan membalas hehehe. Terimakasih selalu ada di posisi itu.
Banyak orang yang datang di kehidupan seorang Laras. Dan mereka mengisi tempatnya masing-masing. Tanpa mengubah posisimu dan kenangan-kenangan yang telah kita selesaikan.
Ini sebenarnya ucapan ulang tahun tapi jadi curhat hehe.
2020 atau didepannya nanti aku akan tau akun PPI Turki kamu yang jadi admin ya. 2020 atau didepannya nanti aku yakin akan dengar berita kamu lulus YTB. Di depannya nanti kalau Nia sudah luar biasa dan Laras masih bukan siapa-siapa, tolong tetap ingatkan aku untuk tetap berjuang ya.
Atau kalau nanti Laras ada di puncak dan lupa menggapai tangan Nia. Tolong ingatkan bahwa mimpiku tidak tercapai atas usahaku sendiri. Ada doa banyak orang yang mengiringi.
Semua hal baik semoga dilimpahkan Allah padamu ya Ni. Ayo liqo lagi :)
Selamat mengurangi jatah usia, Ni.
1 note
·
View note
Text
Pentingnya menulis mimpi bagiku,
Ternyata aku adalah orang susah bersyukur, aku mudah kufur. naudzubillahimindzalik.
Satu pagi aku menyadari jika aku terbangun di bagian mimpiku. Allah kabulkan banyak hal yang pernah aku minta. Dulu sewaktu SD aku ingin jadi guru, sekarang sudah. Tapi lagi-lagi aku lupa bilang hamdallah.
Aku orang yang suka bertanya pada diriku sendiri mengenai keputusanku tidak SBMPTN lagi di 2016 untuk mengambil psikologi. Padahal aku mendapatkan sebuah jurusan yang sangat sesuai dengan kebisaanku. Dari kecil aku suka sejarah, dulu sewaktu SD ada semacam kuis yang diadakan guru, aku ingat betul itu kelas 5. Kuis ini lisan, dan aturan mainnya kalau kita bisa menjawab kita harus mengangkat tangan. Di semua pertanyaan aku bisa menjawab. Aku seorang yang sangat introvert sewaktu SD, bahkan saking parahnya aku takut untuk mengangkat telepon di rumah. Sampai hari ini aku agak keberatan kalau ada orang yang main ke kamarku. Aku suka cari-cari alasan karena sejatinya sisi diriku yang itu masih ada.(percayalah, tidak ada yang benar-benar mengenalku). Aku intovert parah waktu SD, anehnya saat kuis sejarah itu aku yang mengacungkan tangan selalu, sampai aku ingat pertanyaan terakhirnya yang malu-malu aku mengangkat tangan karena habis dipuji guru.
Aku mengalahkan david, si juara satu, waktu itu.
Saat SMP pun sama, sewaktu kelas tiga, aku presentasi mengenai sebuah materi sejarah, karena dasar aku suka sejarah aku mencari-cari materi itu, merangkum semua buku yang bisa kutemukan sampai Pak Suwardi (Guru Sejarahku) meminjam buku catatanku untuk beliau salin, katanya belum ada buku sejarah SMP yang selengkap itu datanya. Aku sangat ingat peristiwa itu. Meski waktu itu aku beberapa kali memenangkan olimpiade IPS yang basicnya ekonomi dan geografi tapi malah momen ini yang paling lekat.
SMA lebih aneh lagi, aku mengalahkan Hana sahabatku yang paling pandai sewaktu SMA di olimpiade sejarah dan Bidziinillah aku lolos seleksi karesidenan untuk melanjutkan olimpiade ke tingkat Nasional. Meski waktu itu aku kalah, tapi nanti saat semester 3 kuliah aku jadi juara 1 LKTI dengan penyelenggara yang sama. Waktu-waktu SMA berjalan cepat, Laras tidak lagi dikenal sebagai anak bu Anik (Guru sejarah), tapi menjadi si juara OSN Kebumian (Geosains) Nasional. Merasa sombong, merasa pandai karena geosains adalah sebuah cabang ilmu perpaduan fisika, geografi dan kimia lalu lupa untuk bersyukur. Sekarang aku paham cerita UNku, masa aku tidak ketrima UGM padahal sertifikatku OSN Nasional adalah bentuk teguran Allah sekaligus kembalinya seorang hamba ke reset pabrik jika diibaratkan hp hehehe. Sejujurnya aku tidak suka Geosains, hanya Allah maha baik saja membolehkanku juara. Maka Allah kirim aku untuk belajar disini sebenarnya sudah dikode dari banyak waktu.
Tapi bukan prestasinya titik fokusnya melainkan posisiku sekarang. Aku sebagai mahasiswi sejarah adalah mimpiku sewaktu SD yang malu untuk diutarakan. Aku dan kesukaanku kepada sejarah adalah minat yang sudah dibentuk lama. Aku anak SMASA adalah mimpiku sewaktu SMP yang bahkan aku tidak berani mengatakannya. Maka kufikir memang mimpi-mimpiku harus kutulis, bukan untuk memotivasi diriku sendiri. Namun agar aku lihat setiap hari, ketika aku mengeluh saat aku telah menjadi mimpiku, aku sadar pernah ada hari aku begitu merasa kecil dan tidak mungkin untuk meraih diriku yang hari ini. Ada hari dimana aku sangat ingin ada di posisiku sekarang. Maka jika akhir-akhir ini aku merasa gagal, aku benci dengan semua hal yang aku punya agaknya aku harus malu karena dulu posisi-posisi seperti ini yang paling aku inginkan.
Agaknya ketika aku sibuk, jadi kakak mentor YOULEAD, harus skripsian disambi jadi guru tiap sore lalu nangis karena merasa tidak ada waktu me time, agaknya aku harus malu sama aku yang dulu tiap hari berdoa ingin jadi guru, ingin jadi penerima beasiswa aktivis nusantara, ingin jadi mawapres. Aku memang harus malu. Maka untuk doa dan mimpi SD, SMP atau hari-hari lalu yang pernah dipanjatkan, Aku berterimakasih hari itu pernah berdoa.
Mulai sekarang kalau aku punya mimpi aku harus menulisnya rapi di catatan atau dimanapun yang suatu hari bisa kulihat. Agar saat hari itu kujalani dan aku menangis pesakitan, aku malu.Malu sama Allah yang telah begitu baik mengiyakan rengekan permintaanku, tapi dengan tidak tahu dirinya aku mengeluh. Aku membuat postingan mengenai Leiden barusan, supaya nanti kalau Allah izinkan aku kesana dan aku menjalani struggle hidup menulis thesis atau homesick, aku ingat pernah ada hari ini. Hari dimana aku merasa sangat kecil, malu untuk bermimpi, dikecilkan teman atas mimpi yang aku punya dan merasa tidak layak untuk bisa menjadi.
Surabaya
17 Mei 2019
0 notes
Text
Sebuah surat untuk dibaca ulang desember 2020
Suatu hari akan ada waktunya, aku membuka mata di pagi hari, mengecek handphone dengan waktu subuh bagian Leiden
Suatu hari akan ada waktunya, aku membuka mata di pagi hari, dan sadar bahwa aku tengah hidup di hari bagian mimpiku dulu
Suatu hari akan ada waktunya, aku membuka mata di pagi hari, dan melihat jadwal kuliahku sebagai mahasiswi Leiden Uni
Suatu hari akan ada waktunya, aku membuka mata di pagi hari, tersenyum pada diri sendiri dengan mengatakan “ Kamu melaluinya dengan baik, Ras”
Suatu hari, jika aku menangis karena proposal thesisku, aku harus membaca ulang tulisan ini. Agar aku ingat bahwa hari ini pernah ada, bahwa aku pernah hidup dengan mimpi yang begitu besar untuk bisa kuliah di Leiden.
Suatu hari, jika hari itu tiba, aku ingin mengingatkan pada diriku sendiri bahwa kau tidak berjuang sendiri, keberhasilanmu bukan milikmu. Ada banyak orang yang bahu membahu untuk mewujudkan mimpimu. Ada ratusan doa yang kau minta dengan sengaja atau yg diam2 mengaminkan mimpi-mimpimu.
Suatu hari, aku akan terbangun di pagi hari. Di Leiden bagian subuh. Dan membaca tulisan ini lalu buru-buru bersujud.
Satu hari nanti yang kupunya hanya syukur. Satu hari nanti kau harus mewujudkan omonganmu untuk menerbitkan buku dan berbagi melaluinya.
Hari itu akan datang, Ras. Mari bersiap.
Sebuah surat untuk dibaca ulang desember 2020
Surabaya
Laras
2 notes
·
View notes
Text
Apa Kabar Padang mahsyar?
Aku punya lingkaran orang-orang baik. Sebut saja lingkar cinta. Disana kita belajar jadi baik, tapi hanya aku samapai hari ini masih brutal dan bar bar, sedang mayoritas lainnya baik secara harfiah memang. Semoga aku ketularan merekalah. Kau yang paham pasti tau ini lingkaran apa. Kami sama-sama menginisiasi untuk sehari sejuz selama ramadhan. Karena kami ini rekan yang tiap minggu bertemu jadi ada penawaran apakah mau laporannya tiap hari di grup atau pas seminggu sekali bertemu. Bersepakatlah kami kalau mau laporan tiap hari di grup. Siska temanku yang jadi provokator kalau tiap minggu takut banyak mainnya malah lupa. Baik, kesepakatan diketuk.
Lalu si Siska juga berkata “ Yah nanti ibadahnya karena malu dong bukan karena ikhlas”
Lalu aku berfikir, bukan pada statemen Siska mengenai ikhlas karena bahkan saat kita merasa “saya ikhlas banget nih” sebenarnya perlu diragukan keikhlasannya, jangan-jangan ya kita cuman ngerasa aja wkwk. Tapi pada kata “Malu” iya aku baru saja berfikir sebelum Siska bicara demikian “aku akan malu kalau nggak laporan jadi harus rutin pokonya. Malu sama teman-teman”, begitu otakku berkata. Nah nah disini poinnya, Aku yang takut malu kalau ketahuan belum selesai baca Al qur’an. Mari kita berfikir kedepan, nanti di kehidupan selanjutnya film mengenai hidup kita akan diputar bersama di padang mahsyar. kalau kata Surat At Tariq ayat 9 (pada hari itu dinampakan segala rahasia). Betapa malunya aku, mau kututup pakai apa mukaku kalau video selama hidupku dan catatan amalnya dibuka. Betapa seramnya hari itu. Tidak ada yang bisa kubanggakan ibadah tidak spesial, wajibnya pun seadanya saja dikerjakan, Astaghfirullah nyebut Ras.
0 notes
Text
Malam-malam dan Aisyah
Saya barusan membaca apa yang dituliskan mas Gun di tumblrnya dengan judul “ramadhan hari pertama”. Jauh sebelum hari ini saya pernah membicarakan hal tersebut dengan Aisyah. Tulisan Mas Gun meningatkan saya pada percakapan di sebuah malam bersama Aisyah. Awal Januari seingat saya, Intensitas pertemuan kami memang cukup sering bulan-bulan itu. Bahkan beberapa kali dia bermalam di indekos saya.
Pada satu malam yang cukup larut selepas menonton ludruk, Ais tidur di kamar saya.
“ Mungkin aku nggak percaya sama nabi Muhammad kalau aku lahir sejamannya” Celetuknya
“Kufikir iya, bagaimana bisa kita percaya pada seseorang yang tiba-tiba dia bilang, saya nabi terakhir. Untuk orang lemah sepertiku susah” Jawab saya
Meski tanda-tandanya sudah sangat jelas tapi saya mungkin golongan orang yang akan denial mengingat apa yang saya selalu lakukan sekarang. Beruntung saya tidak mencari kebenaran dari level seperti itu. Allah memang pembuat produk dan skenario Terbaik. Dia tau bahwa produknya yang bernama Laras tidak cukup kuat bahkan memang tidak kuat kalau diletakan di masa awal islam. Dia tidak didesign disana. Dan mengenai perkara tauhid saya ini masih sangat lemah, apalagi jika berhubungan dengan hal-hal yang membuat hidup saya susah. Baru disuruh revisi bab 2 aja saya sudah nggerundel dalam hati sama takdir. Astaghfirullah.
0 notes
Text
Laras : rif, kalo nanti aku nikah. Sehari sebelumnya vidcall aku ya.
Rifdi : ya.
#SebuahJanji
2 notes
·
View notes
Text
Kecilku dan Kecilmu
Sebenarnya aku sedang lari dari deadline mengerjakan bab 3 hehe. Makanya aku nulis, Bagiku menulis itu adalah kebebasan itu sendiri. Aku bisa jadi apapun tanpa tendensi siapapun saat aku menulis.
Ritualku saat aku merasa bosan dan terpuruk aku akan membaca dan menulis. Membaca hal-hal yang bahagia, novel teenlit sekalipun. Lalu menulis apapun yang sedang ingin kukatakan.
Beberapa hari ini aku berfikir kalau aku nanti menikah dan punya anak aku ingin tinggal di Ungaran. Ya, Ungaran. Tempat yang nggak terlalu jauh dari Ngawi apalagi Jogja. Ibu ingin aku ke Jogja membentuk keluarga disana. Ibu fikir aku akan sebahagia itu padahal engga juga. Tapi baiklah aku akan cerita imajinasiku saja. Ungaran adalah wilayah yang iklim dan suasananya mirip dengan Ngawi, dingin dan santun. Sangat dalam menancap pada ingatan mengenai masa kecilku. Dulu aku sangat bahagia sekali saat libur imlek, orang desaku percaya saat Imlek pasti akan hujan dari pagi sampai malam minimal sampai sorelah. Dan selama hidupku hujan memang terjadi setiap perayaan Imlek. Dulu aku dan teman-teman SDku berburu jamur tiram untuk memanfaatkan libur tersebut, di kebun-kebun sekeliling rumah kami. Aku, Riska, Yohana, Evi, Danang dan Salsa, mereka semua teman-teman kecilku. Saat musim penghujan tiba, pekarangan rumah kami sampai ke kebun-kebun pinggir rumah akan ditumbuhi jamur putih yang kami biasa menyebutnya dengan jamur barat.
Aku juga tiiba-tiba ingat, dulu sewaktu SD saat pelajaran olahraga kami akan jogging keliling desa, dalih jogging sebenarnya aku dan beberapa kawanku hanya jalan kaki saja. Menjelang 14 Agustus, anak-anak kelas 5 pasti dimintai tolong untuk mencuci tenda di sungai. Tentunya hal ini kami jadikan ajang berenang, sampai aku ingat seorang temanku bernama Sakti bajunya hanyut kebawa arus. Hehe.
Waktu kelas dua SD ada beberapa momen Bapak terlambat menjemput. Aku jalan kaki, kadang juga naik bis, dulu seingatku aku membayar seharga seratus rupiah dan aku akan diturunkan di gapura sebelum masuk ke jalan yang lebih kecil ke arah rumahku. Seturunnya aku dari bis aku akan jalan kaki ke rumahku yang hanya beberapa meter dari jalan raya.
Aku ingin anak-anakku punya memori ini, memori memakan sayuran yang dipetik dari pekarangan rumah, memori mandi di sungai, memori malam dengan sunyi dan suara jangkrik. Aku ingin dia merasakan bermain dengan benda apapun yang ia temui, pathil lele, engklek, bekelan, egrang, pasaran, dakon, gobak sodor dll. Aku ingin dia punya memori bangun tidur dengan menghirup udara segar khas pegunungan seperti di Ngawi. Aku ingin anakku tak hanya hidup di ruangan berbatas tembok-tembok. Ia harus tau rasanya ketakutan karena malam di desa yang temaram cenderung gelap. Kufikir mental yang terbangun bagi anak yang lahir di lingkungan pedesaan dan perkotaan memang jauh berbeda.
Surabaya, 10 April 2019
Laras
0 notes
Text
Banner Caleg dan Bapakku
Aku juga menuliskan cerita ini di instagramku. Bulan lalu aku pulang ke Ngawi. Dua bulan sudah aku jadi anak rantau dan waktunya merecharge semangat. Aku habiskan 4 hari penuh di rumah. Lalu tepat pada hari minggu aku akan kembali ke Surabaya. Setiap aku akan kembali ke Surabaya rumahku selalu riweh. Ibuku sibuk sendiri mempersiapkan perbekalanku yang sebenarnya aku sendiri sudah bilang pada beliau untuk tidak usah dibawakan hal-hal semacam ini karena aku tidak ingin merepoti beliau. Tapi Ibu ngotot, beliau selalu membawakan aku banyak hal selepas aku pulang, mulai dari beras hingga sabun-sabun aku bawa semuanya dari rumah. Bapak selalu sibuk keluar masuk rumah untuk melihat apakah sepatu hingga charger gawaiku sudah siap. Ditengah keriwehan tersebut seorang tetanggaku memasang banner di sebrang toko ibuku. Aku melirik sekilas lalu tersenyum, banner caleg rupanya.
Nyeletuk aku berbicara pada bapaak yang duduk di ruang tamu, “ Nanti iyas mau jadi caleg ah, Pak. Enak. Rakyat ga kenal dia siapa tiba-tiba masang banner aja modalnya. Terus yang milih juga lupa kemarin milih siapa, jadi mau janji terlaksana atau engga ga diurus sama orang”
Bapakku yang mungkin dulu adalah mantan fans band serius, menjawab dengan serius, “ Yas, kanggone urip iku cuman loro, siji dinggo ngibadah loro dinggo golek sangune ngibadah” (Ras, fungsinya hidup itu cuman dua, yang pertama untuk beribadah yang kedua cari bekal untuk ibadah)
Tertohok aku dalam momen itu, kufikir tadi bercanda aja. Tapi dijawab dengan sangat elegan oleh Bapak. Kalimat beliau akan kujadikan alarm pengingat saat aku mulai berfikir mau kerja apa, mau jadi apa, mau ngapain habis ini. Huhuhuhu
0 notes
Text
Waktu Maghrib dengan Ibu
Sayup-sayup adzan maghrib berbunyi, terdengar suara motor Bapak sebelum akhirnya hilang seiring semakin jauhnya dia berjalan, pasti mau sholat maghrib, pikirku. Jam menunjukan pukul 17.30 di rumahku. Suasana pedesaan membuatnya terlihat lebih gelap daripada Surabaya, domisiliku sekarang. Bapakku adalah seorang jamaah rutin masjid dusun, beruntung kami dipimpin oleh beliau, seseorang yang sholat shubuh di masjid tidak pernah ketinggalan. Beliau selalu hadir untuk adzan kadang juga imam kadang juga makmum (Di tempatku masjid-masjid hanya ramai di hari raya atau sholat jumat, selepasnya hanya bisa terhitung jari dan tidak sampai 8 orang). Aku bersegera mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat maghrib, Ibu sudah khusyu’ bersiap di kamarnya. Aku juga melakukan sholat di kamarku. selepas sholat buru-buru aku mencari sinyal providerku dengan duduk di samping rumah, maklum, sinyal adalah barang mahal di desaku. Tapi melihat suasana samping rumah kuurungkan niatku karena doktrinasi mengenai hantu saat aku masih kecil sangat lekat di kepalaku, terkadang aku ketakutan. Sekitar satu jam aku mendengar ibu mengaji, sebelum akhirnya beliau pergi ke dapur (posisiku pula saat itu). Sambil bercengkerama ibu menanyakan aku mau lauk apa, sedang yang ditanya haha hihi sambil bilang terserah.
Bersama keheningan waktu masuk sholat isya, ibu berseloroh, “ Sudah berapa juz?”
kujawab “ Apa?”
Beliau menjawab “ Hafalannya atau rutinan baca Al Qur’an tiap harilah minimal”
Aku mangkir sambil tersenyum kecut, “ Belum ada, masih sama kaya SMA. hehe”
Tanpa kusangka ibu memberikan nasihat yang cukup panjang untukku, “ Ras, mumpung masih muda, kamu belum punya anak, belum direpoti suami minta bikinkan makan, ayolah kebut-kebutan hafalan atau minimal baca yang banyak. Kamu akan lebih susah kalau usiamu sudah bertambah, kamu kan belum direpoti siapapun”
Aku dak tau harus berekspresi apa, mau nangis tapi kok keliatan miris sekali. Lalu kubilang pada ibu, “Siap bu, InshaAllah aku habis ini tahsin lagi kok”
Saat aku kembali ke Surabaya aku menghubungi beberapa temanku untuk info kelas tahsin, akhirnya aku dapat di griya Qur’an. Tidak tanggung-tanggung aku juga menghubungi Yelly untuk membantuku membaca al Qur’an dengan tartil. Memang, aku tau kenapa waktu muda yang paling subtansial untuk ditanya di akhirat, karena kamu masih punya segala kekuatan terbaik dan keluangan waktu yang banyak.
0 notes
Text
Perempuan pagi : bodoh, aku tak suka senja
Laki-laki gunung : Hei penyuka senja,
Laki laki gunung : Bagaimana bisa, kau selalu datang ke pantai dengan ratapan kehilangan
Perempuan pagi : Ketimbang senja aku lebih suka pagi, asal kau tau.
Laki-laki gunung : Tidak ada yang menyukai pagi lalu datang ke pantai, seseorang yang menyukai pagi akan pergi ke gunung.
Perempuan pagi : Kau yang selalu melihat dunia dari sekup mata mayoritas.
Laki-laki gunung : Kau yang belum tahu. Mari datang ke gunung, kutunjukan padamu pagi paling indah, tempat matahari muncul. Kau bisa melihat keindahan itu dari sudut yang pas dengan posisi jauh lebih tinggi dari tempat munculnya matahari
Perempuan pagi : Tidak ada kepastian yang dijanjikan gunung. Bisa jadi saat kau sudah naik dengan letih dan payah, kau hanya disuguhi pekat kabut saat pagi. Kau tak benar-benar sampai pada apa yang sedang kau tuju. Lalu kau pulang dengan kecewa. Seperti peluang dalam melempar dadu, gunung tak memberi kepastiaan. Sedang dari tempat terendah yakni pantai kau bisa melihat matahari lahir dari batas cakrawala, kau menyaksikan proses dia meninggi seiring waktu. Sama menyenangkan dengan kau menemani kisah perjalanan panjang hidup seseorang. Tempat terendah justru memberimu kesempatan untuk terus berharap.
Laki-laki gunung : Kau tau, ketidakpastiaan itulah sebenarnya yang selalu kita jalani dari hidup. Kita lebih banyak takut pada kemungkinan buruk sebelum berjalan, padahal banyak kemungkinan baik yang juga bisa muncul seiring perjalanan. Apa yang perlu kau risaukan dari ketidakpastian saat kau punya Tuhan yang mengharuskanmu mengimani takdir?
Perempuan pagi : Bukankah ketidakpastian adalah nama lainmu?
Laki-laki gunung : Kau selalu bisa merusak suasana ya Haha. Mungkin memang pagi sebaiknya kita lihat dari balik kaca jendela rumah kita saja. Agar ia bisa membangunkanmu dari mimpi panjang tak berkesudahan itu. Pagi selalu menyenangkan, dimanapun itu, selama aku terbangun dengan kau sebagai objek pertama yang terlihat di mataku. Aku tidak perlu berharap apapun, cukup pagi dengan terbangun di sampingmu.
1 note
·
View note
Text
Buku dan Aku
Aku menyukai buku dari aku kecil. Kakak-kakakku menyukai buku sampai mereka membuat sebuah percetakan buku Indie. Dulu aku selalu membaca buku yang mereka bawa pulang, di Ngawi belum ada toko buku besar. Kami harus ke kota Ngawi yang berjarak sejam dari rumahku. Dan tentunya itu hal yang jarang aku lakukan sebagai anak kecil di desa. Namun aku selalu membaca, terkadang ibu mengajakku membeli majalah bobo bekas di pasar induk kecamatan. Perpustakaan sekolahku pun hanya punya beberapa buku terbitan balai pustaka dan mayoritas semuanya sudah selesai kubaca. Dulu aku sangat pendiam waktu SD dan setiap istirahat aku suku bermain ke perpustakaan. Sehingga kebanyakan buku sudah selesai kubaca (yang memang tidak banyak juga koleksinya)
Kakakku kuliah di jogja, setiap mereka pulang, mereka membawa buku. Aku membaca semua bukunya di rak belajar mereka. Sampai saat aku SMP aku kepalang senang menemukan buku “Bicycle diarys” yang ditulis oleh Kak Nadia. Buku itu adalah buku blog yang diterbitkan di tempat kakakku. Ya, kumpulan tulisan blog seperti yang aku lakukan sekarang. Mungkin suatu hari nanti aku juga akan membukukan blogku ini. Tentu saja kalau aku tidak berubah fikiran dan malu membaca tulisanku lalu menghapusnya seperti yang sudah-sudah. Kak Nadia adalah seorang teman kakakku di Kastrat. Ia juga menuliskan mengenai hari-harinya menjadi seorang staff kastrat BEM FT UGM di bukunya. Dulu aku tidak paham kastrat BEM itu apa, tapi dia selalu hidup dalam imajiku untuk aku ikuti suatu hari di kampus. dan Viola, 6 tahun kemudian, aku menjadi menteri kastrat BEM FIB UNAIR. Kurasa buku adalah sebuah partikel yang menghidupkan nyala di otakku.
Begitulah buku sangat masuk dalam keseharianku. Beberapa waktu lalu aku jatuh cinta dengan seseorang, dan kutemui kenyataan bahwa dia sedang menyukai seseorang perempuan yang aku juga sangat mengenalnya. Aku mengetahui kenyataan itu di pagi hari menuju siang. dan anehnya aku bersedih. Namun sewaktu aku sampai kamar kos aku ingat ada buku yang baru saja ku beli dan belum terbaca. Judulnya “ Hanya kamu yang tahu berapa lama lagi aku harus menunggu”. Suprisingly, aku tidak lagi bersedih dan seakan-akan kesedihanku tadi menguap saat aku masuk ke dalam buku.
Rasa-rasanya aku tidak peduli berapa lama aku sakit hati, buku selalu punya tempat untuk menghibur. Sesekali aku membaca buku dan menangis sesenggukan karenanya. Sesekali pula aku bermimpi bertemu nama-nama tokoh dalam buku yang sedang kubaca sebelum ketiduran. Seperti saat temanku menyuruhku membaca buku Alchemist, aku membaca buku itu lalu ketiduran. Dalam mimpiku, aku sedang di Andalusia dan melihat Santiago menggembala domba. Entahlah, pun saat aku membaca buku Soekarno milik Cindy Adams aku bermimpi bapak proklamator sedang berpidato di depanku mengenai kemajuan teknologi.
Aku rasa aku masih baik-baik saja jika aku masih punya buku yang belum kubaca. Kemarin selama 3 jam aku menyelesaikan buku Seni tinggal di bumi yang beberapa waktu lalu sedang aku cari. Akhirnya aku membelinya dengan uang hasil kerjaku mengajar les. Menabung buku memang investasi untuk masa depan, jadi aku pengen kaya, punya banyak uang lalu beli buku banyak-banyak dan kubaca sepulang kerja. Tapi semoga saja bisa, takutnya jika aku sudah punya banyak uang, aku hanya bisa beli tapi tak ada waktu untuk membaca. Huft mungkin aku bisa membacanya di akhir pekan, nanti.
0 notes
Text
Namanya Rifdiana
Orang suka memanggilnya rifdi, lalu beberapa orang juga memanggilnya diana. Entah ya, aku suka melihat matanya, seperti anak palestina. Sounds creepy but you should know hehe. Semoga mimpi atas pembebesan alquds juga jadi miliknya. Aamiin
Kami bukan kawan dekat, hanya sesekali bertukar cerita. Tapi aku suka bagian-bagian dimana dia selalu menyertakan Allah dalam ceritanya. Mungkin dia mengingatkanku pada Ayum. Aku juga sangat suka pada cara ayum bercerita padaku, rasanya seperti dapat suntikan semangat berjuta-juta ton hehe.
Kufikir mereka mirip, mereka adalah orang yang terbuka akan hal baru, membaca buku namun mereka selalu menyertakan Allah dalam cerita. Aku bukan jenis orang yang demikian, tapi aku selalu suka jika ada temanku yang berbicara dengan gaya demikian. Aku tentu tak pandai menirunya.
Aku selalu mengusahakan bertemu Ayum, saat liqo. Menurutku ada yang istimewa dari ceritanya, sama seperti rifdi. Mereka menceritakan buku-buku yang belum pernah aku baca tentu tema bacaan mereka tak sama dengan buku kegemaranku, topik-topik kekuatan Doa dan keesaan Tuhan atau sekedar cerita mengenai cara mereka memandang pengalaman. Orang yang menyenangkan. Jika nanti tak kutemui mereka sebagai seseorang yang memimpin aku yakin sih mereka adalah ibu-ibu pemimpin juga istri-istri pemimpin. Semoga ya.
0 notes
Text
Tenang, ada ipusnas.
Aku ini termasuk golongan orang miskin hahaha. Miskin dalam artian harfiah. Aku suka berfikir dulu sebelum membeli buku, daya beliku terhadap buku sebulan sekali sedang aku suka penasaran tiap hari. Dulu aku suka ngendon di perpusat UNAIR, lalu aku sebal karena aku beberapa kali lupa mengembalikan buku sampai harus kena denda. Diawal 2017 perpustakaan nasional RI mengeluarkan Ipusnas, dan gebrakan ini adalah hal luar biasa untukku. Hari-hari selanjutnya sudah bisa dipastikan aku akan khusyu' dengan gawaiku untuk membaca buku di ipusnas. Aplikasi ini sangat membantuku banyak, setelah sci-hub tentunya. Hehe. Sci-hub si app penjebol jurnal berbayar itu tetap cintaku nomor satu, lalu disusul ipusnas. Rasanya orang yg membuat sci-hub dan ipusnas layak dapat doaku setiap hari agar diberi kesehatan pun kelancaran dalam hidup. Karena mereka sudah melancarkan hidupku.
0 notes