kau adalah memoar absurd yang ku sematkan dalam sebuah pengharapan
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Membiasakan Istighfar Setelah Beraktivitas
.
1. Apa dzikir yang pertama kali kita baca setelah selesai shalat?
Astagfirullah, memohon ampunan kepada Allah. Selanjutnya..
2. Apa bacaan penutup yang diucapkan setelah selesai menuntut ilmu dalam suatu majlis?
Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik
Coba perhatikan, apa kesamaan yang kamu temui dari jawaban2 diatas? Iyapp, ada bacaan istighfar.
Masyallah, sesuatu yang bernilai ibadah mulia seperti shalat dan duduk dalam majlis ilmu saja, kita dianjurkan memohon ampunan setelah selesai melaksanakannya.
Lantas mengapa sih kita begitu dianjurkan istighfar terlebih dahulu, bukankah shalat juga amalan penghapus dosa?
Jadi, beberapa waktu lalu, dalam suatu sesi sharing dakwah, seorang ustad pernah menyampaikan ilmu nya kurang lebih seperti berikut:
"Ibadah yang bernilai pahala saja kita harus memohon ampunan. Alasannya satu, karena kita tidak tahu apakah ada kekurangan dalam ibadah tersebut."
Dari situ aku sadar, bahwa kita sebagai manusia memang begitu lemah. Kita tidak bisa memprediksi darimana dosa akan menyerang kita, dari penjuru mana ia akan menggoda iman kita.
Termasuk dalam ibadah yang paling agung sekalipun, seperti Shalat.
Akan selalu ada setan yang bertugas merusak amalan baik kita. Semata untuk satu tujuan, agar amalan kita jauh dari kata sempurna.
Sesi sharing dakwah pun dilanjutkan dengan pertanyaan yang cukup menampar diri pribadi..
"Lantas bagaimana dengan amalan istighfarmu, diluar shalat dan majelis ilmu tadi?"
Kerja.. sekolah.. kuliah.. kumpul2 bareng temen.. scrolling medsos.. jalan2 travelling dsb.
Bayangkan, berapa banyak istighfar yang seharusnya kita ucapkan?
Yang bernilai ibadah seperti setelah shalat saja dianjurkan membaca Istighfar, lalu apa kabar dengan rutinitas duniawi kita?
Apakah kita sudah membiasakan beristighfar setelah melakukan aktivitas tersebut?
Atau jangan2 kita sudah merasa pede bahwa tiap aktivitas kita terbebas dari berbagai dosa?
Silahkan jawab dan renungi dalam hati sendiri yaa :)
.
Yuk, semoga tulisan yang singkat ini bisa menjadi reminder untuk kita semua termasuk diri penulis, untuk membiasakan istighfar setelah berbagai aktivitas apapun.
Dan semoga kita termasuk hamba-Nya yang diampuni. Wallahu'alam
339 notes
·
View notes
Text
Racun rumah tangga bernama "merasa paling"
Menikah dengan pasanganmu adalah mutlak keputusanmu, dengan segala resikonya.
Di kisahku : Menemaninya ke kota jauh juga keputusanku. Dan akupun tahu persis, bahwa keputusannya merantau juga demi mencari nafkah dan memperjuangkan masa depan keluarga. Kewajibannya sebagai kepala rumah tangga.
Jangan merasa paling berkorban, hanya karena meninggalkan keluarga, pekerjaan, teman dan memulai segalanya dari nol. Karena diapun begitu. Kalian mengorbankan hal yang sama.
Jangan merasa paling berkorban hanya karena lelah mengurus rumah, masak, bahkan mungkin juga bekerja. Karena diapun lelah walaupun dalam hal berbeda
Dan sebaliknya sebagai suami, jangan merasa paling berjasa hanya karena lelah bekerja, mencari nafkah, mengeluarkan uang untuk hampir seluruh kebutuhan rumah tangga.
Jika berdua terus merasa paling, maka yang terjadi hanya akan saling menuntut, saling merasa benar. Dan bahtera ini akan semakin terasa tidak nyaman.
Kembalikan lagi ke niat awalnya. Ingat lagi proses awalnya. Menikah adalah keputusan bersama, untuk beribadah kepada Allah (katamu dulu begitu)
Menjadi pemimpin, mencari nafkah, mendidik istri, memenuhi kebutuhan keluarga adalah kewajiban sebagai suami sekaligus ibadahnya suami untuk Allah. Maka jangan takut lelah itu sia-sia. InsyaAllah malaikat mencatatnya rapi di buku kebaikan, dan menjadi pemberat pahala.
Pun disisi istri, mengurus rumah, melayani suami, mengasuh dan mendidik anak, taat kepada suami juga dalam rangka ketaatan pada Allah. Lelah dan sabarmu tak akan sia-sia wahai istri. InsyaAllah kebaikan itu akan kembali dalam bentuk kebaikan. Sabar itu akan menjadi mata air pahala.
Saling memahami. Pahami lelah istri, pahami lelah suami. Ingat-ingat kebaikan dan pengorbanan istri. Pun ingat dengan kebaikan suami.
Jangan merasa paling, dalam rumah tangga ada dua manusia yang sama-sama berkorban dan berjuang.
Saling memahami insyaAllah bahtera ini akan menjadi rumah ternyaman untuk kalian berdua. Perjalanannya pun akan terasa lebih tenang. Ketika hujan atau badai datang, jika kalian saling memahami insyaAllah akan terlewati.
~Self Reminder
Merauke, 10 Maret 2024
Di bulan kedua LDM dengan segala warna-warni konflik dan bahagianya. Semoga semakin solid berjuang bersama. Aamiin. :)
21 notes
·
View notes
Text
Note to my self : Sebagai pasangan (suami/istri) cobalah perbanyak
Mengingat kebaikan pasangan, agar bisa saling menghargai
Misal : suamiku sudah berjuang mencari nafkah, merelakan hartanya untuk menghidupi keluarga.
Suamipun juga harus begitu : istriku sudah melayani, melakukan berbagai pekerjaan rumah, menemani disaat susah maupun senang.
Menghafal kebiasaan
Misal : istriku haid tanggal sekian, berarti dia akan masuk fase pms di tanggal sekian. Jadi ditanggal ini, aku harus lebih meluaskan sabar, lebih perhatian dan tidak terpancing ketika dia emosi.
Suamiku kalau banyak pikiran, dia diam selama sekian jam. Setelah itu dia akan cerita sendiri, kembali normal dan perhatian lagi. Aku harus memberinya waktu, tetap menemani dan melayani dengan baik. Agar dia paham aku ada untuknya.
Memahami kekurangan
Misal : dia memang orangnya begini, dan untuk mengatasinya aku harus begini.
Menasehati dengan baik.
Misal : suamiku bisa diberi tahu ketika diawali dengan pujian dan kalimatmya berupa permintaan tolong
Istriku sukanya dinasehati dengan lembut, diawali dengan kata sayang. Dll
Kalaupun ada selisih paham tujuannya untuk mencari jalan tengah dan menyelesaikan masalah, tanpa makian.
Jika memang sedang emosi, beri jeda untuk diri sendiri. Jika pasangan yang emosi, beri dia waktu untuk menepi. Sabar, tunggu. Jangan menekannya untuk segera merespon.
Karena di akhir, kamu akan menyesali amarahmu dan menyadari bahwa semua bisa dibicarakan baik-baik.
Hal-hal di atas perlu diusahakan bukan demi pasanganmu saja. Tetapi sejatinya untuk dirimu sendiri. Salah satu keajaiban pernikahan adalah saat pasanganmu bahagia, kamupun ikut bahagia. Dan ketika bertengkar, kalian berdua sama-sama kesusahan dan merasa tidak nyaman.
10 notes
·
View notes
Text
Refleksi
Ada banyak waktu luang yang terbuang,
Terbuang untuk menatap layar sosial media yang seakan tak berujung untuk dijelajahi dengan kedua jari,
Melihat kehidupan orang-orang disana, lalu merasa tertinggal banyak langkah ketika melihat ke dalam diri sendiri; seolah tak ada hal yang istimewa untuk disyukuri.
Melihat kemajuan tren make up, fashion, skincare, makanan dan minuman yang cepat silih berganti. Lalu melihat ke dalam diri sendiri; seolah tak ada rasa cukup dan ingin jua mengikuti arus perubahan itu.
Masa kini, ujian tidak selalu bentuk kesukaran dan kegagalan. Label ujian amat transparan sehingga kadang tak sadar diri bahwa melalui sosial media; apa yang kita lihat, apa yang jari kita ketik dan gerakkan—itu adalah ujian keimanan.
Masa kini, waktu yang habis untuk scroll sosmed adalah arus ujian yang amat berat untuk ditinggalkan. Pun tanpa sosmed, seakan hidup ini terasa kosong dan hampa. Naudzubillah. Astagfirullah.
Mengapa begitu sukar untuk mengingatmu Tuhan? Bahkan mengucap satu-dua istigfar dengan penuh kesadaran, begitu besar distraksinya.
Mengapa begitu sukar untuk mengingatmu Tuhan? Bahkan mengagungkan nama-Mu dengan penuh kerendahan, begitu besar distraksinya.
Apakah hatiku sudah begitu pekat dan gelap oleh debu dosa?
Apakah aku sudah begitu jauh tersesat dari tujuanku?
Apakah penyakit cinta dunia ini sudah menggerogoti jiwaku?
Apakah nikmat ibadah sudah ditarik dari kehidupanku?
Gerimis, 27 Mei 2024 20.49 wita
254 notes
·
View notes
Text
Prioritas
Pernah tidak kita sedang membutuhkan seseorang, lalu orang itu berkata tidak ada waktu namun dia update sedang bersantai atau berjalan - jalan?
Pernah tidak sahabat yang dulu selalu menghubungi kita ketika pulang kampung, tiba - tiba menjadikan kita orang terakhir yang dihubunginya?
Pernah tidak orang yang dulu selalu saling berkirim kabar dengan kita, tiba - tiba hanya menghubungi kita ketika dia punya bonus telfonan yang dia tidak tahu lagi siapa yang bisa ditelfon?
Pernah tidak sahabat paling dekatmu, sulit sekali untuk diajak makan siang dengan alasan sibuk, bahkan setelah kau memohon - mohon?
Dulu saya selalu sakit hati ketika mendapat perlakuan seperti itu dari orang - orang terdekat saya. Bagi saya saat itu, apakah saya hanya orang asing baginya? Hingga suatu hari, saya memperbincangkan hal ini dengan seorang sahabat saya. Dari dia, saya mendapat pemahaman baru.
Kita sering berasumsi sesuka hati sih, menduga - duga jangan - jangan orang ini ga suka sama saya, jangan - jangan sahabat saya begini begitu. Jika terlalu banyak pikiran buruk yang sulit untuk dihindarkan, tanya dia! Konfirmasikan ke orang yang bersangkutan mengapa dia begini begitu! Kita tidak tahu apa yang tengah orang lain hadapi, barangkali justru dia sedang membutuhkan kita. Barangkali dia mungkin tengah bergejolak dengan kehidupan. Disinilah pentingnya komunikasi.
Begini, hidup ini berjalan dengan cepat, kita punya banyak persoalan yang harus segera diselesaikan, kita punya banyak sekali pekerjaan. Kita tidak punya waktu untuk memikirkan hal - hal yang tak perlu.
Apa masalahnya jika sahabat kita tidak lagi punya waktu buat kita? Yang penting, ketika dia membutuhkan, kita ada. Apa masalahnya jika cerita - cerita kita diabaikan oleh orang yang dulu selalu mendengarkan? Ya sudah, tak usah lagi bercerita padanya, dan masalah selesai. Apa masalahnya jika orang yang dulu dekat dengan kita tidak lagi memberikan waktunya untuk kita? Ya sudah, barangkali dia punya prioritas di atas kebersamaan dengan kita, kita pun bisa mencari kebahagiaan sendiri.
Tak usahlah kita membesar - besarkan masalah dengan terus memikirkan sebuah kejadian kecil, hanya akan menghabiskan energi dan waktu kita. Belajarlah untuk bersikap ‘masa bodoh’ dengan perlakuan orang lain yang membuat kita sakit hati. Tidak semua sakit hati patut untuk ditindaklanjuti. Tidak semua asumsi patut untuk dipercayai.
Kadang kita berpikir, “saya kan sudah baik sama orang itu, kok dia kayak gitu?” Kalau kita baik, ya baik saja, tanpa peduli orang lain membalasnya atau tidak.
Belajarlah untuk ikhlas, berbuat baik tanpa berharap imbal balik. Belajarlah mengenyampingkan sakit hati dan menghabiskan energi hanya untuk memikirkan hal - hal yang tak perlu untuk ditindaklanjuti.
1K notes
·
View notes
Text
Rindu sekali dengan kebiasaan yang baru saja terbentuk itu. Rindu sekali dengan hal-hal yang sudah lama tidak dirasakan itu. Rindu sekali dengan dering telepon yang sempat berbunyi dengan membawa kabarmu itu. Rindu sekali dengan percakapan di depan gedung-gedung tinggi itu, rindu sekali antre magrib di bawah tanah, rindu sekali dengan pujianmu walau hanya beberapa kali, rindu sekali dengan cerita kita yang baru saja di mulai itu.
12 notes
·
View notes
Text
Waktunya para 'Anak Muda'
Beberapa hari yang lalu, saya dan suami kembali melakukan ritual semi wajib bagi keberlangsungan 'kebaikan mental' kami sebagai orangtua dengan mampir disebuah cafe di pusat kota. Kalau dipikir-pikir, hampir sebulan sekali kami mengunjungi cafe ini.
Dengan pesan menu yang sama, sambil menunggu biasanya kami melakukan aktivitas masing-masing. Suami lanjut bekerja/ngonten via laptop, dan saya mulai menggambar di iPad untuk keperluan hobi. Lalu anak kami kemana? —sementara, kami titip dulu di rumah ibu mertua barang 2-3 jam.
Kali itu, pengunjung cafe tidak hanya kami berdua. Tapi ada segerombolan anak-anak muda berkisar usia SMA. Termasuk dewasa muda (harusnya, kalau tidak remaja akhir). Ada laki-laki dan perempuan, berkumpul, nongkrong di cafe. Sambil nunggu makanan datang mereka bermain permainan yang disediakan di cafe tsb —saya lupa namanya apa wkwk.
Bukan anak muda kalau ngga haha-hihi kan ya. Tertawa keras, mengobrol ke sana kemari, agak sedikit kurang menjaga jarak antar lawan jenis. Sementara kami, ngobrol pelan, sesekali balik lagi ke aktivitas charge diri masing-masing. Cuman kemarin agaknya sedikit menyentil obrolan khusus gara-gara lihat fenomena di depan mata kami.
Suami membuka obrolan, "Ay, kalau Syamil nanti udah gede gitu saya ngga akan izinin kalau mau nongkrong-nongkrong campur (laki-laki dan perempuan) gitu. Ngga suka saya lihatnya. Agak gimana gitu. Karena saya sendiri waktu dulu ngga suka ngumpul-ngumpul, sesama laki-laki aja jarang apalagi sama lawan jenis."
"Hmm sepakat sih. Tapi kalau dipikir-pikir, mereka ngga sekolah apa ya atau masih libur lebaran? Kalau udah pulang, mereka ngga ada kegiatan lain apa ya?
Saya pikir, seusia mereka harusnya sibuk ngga sih? Sibuk berkegiatan positif. Volunteering sana sini, ikut berbagai komunitas yang bisa bikin belajar banyak, dapet pengalaman dari berbagai eksposur, atau kalau mau magang kerja di mana juga boleh banget. Bahkan ikut mentoring/kajian keislaman yang utama.", balas saya sambil agak mikir.
"Nah iya. Itu yang mau saya garis bawahi juga. Jangan sampai punya waktu luang yang sampai blas banget ngga ada kegiatan. Seusia sekolahan gitu baiknya 'sibuk' (punya beragam kesibukan). Ibaratnya 'jangan sampai ada waktu senggang' dan akhirnya dipake main atau nongki ngga jelas yang nyerempet. Tapi baiknya sibuk belajar banyak hal.
Seusia mereka, saya justru sibuk belajar komputer. Belajar coding. Karena keranjingan tsb ya akhirnya sekarang bisa kelihatan hasilnya (untuk konteks pekerjaan & karir), bahkan sekarang pun saya masih belajar. Waktu senggang saya pakai belajar.
Ketika waktunya halaqah, saya ikut. Selepas itu saya stay di rumah buat belajar lagi. Jarang banget kayaknya saya main." , cerita suami.
"Kalau saya seusia mereka saya sibuk ikut organisasi sana sini. Di sekolah, sama di luar sekolah. Di masjid dekat rumah juga saya ngajar di TPA. Ikut halaqah juga, ikut kegiatan beasiswa juga. Kayaknya jarang punya waktu luang buat main yang ngga jelas. So far saya ngga masalah, karena memang masa-masanya belajar dan cari pengalaman.
Saya berharap Syamil juga nanti bisa punya banyak kegiatan/kesibukan positif di masa remajanya. Concern banget saya sama pergaulan Syamil nanti. Agak khawatir tapi percaya juga sama Syamil. Karena gimana pun kita berperan besar buat mengarahkan, bimbing, bantu punya lingkungan yang kondusif buat dia tumbuh. ", pada akhirnya saya curhat soal kerisauan saya.
Mungkin sedikit terkesan judging terhadap anak-anak muda yang sama-sama lagi nongki di cafe ini, tapi arahan obrolan kami—saya sadari jadi lebih berpikir dan memandang dari kacamata sebagai orangtua.
Bagaimana kami sebagai orangtua melihat 'fenomena' tersebut. Dengan latar belakang kami yang begini-begitu, dan kayaknya ngga pernah atau jarang banget nongki di cafe waktu masih sekolahan dulu (apalagi sama lawan jenis haha-hihi ngga ada keperluan), jadinya begitulah tanggapan kami.
Makin agak miris ketika diperhatikan ada anak lelaki yang kayaknya curi-curi kesempatan (modus kali ya) buat 'ngga sengaja' nyentuh sedikit badan teman perempuannya disela mereka main permainan dan terlihat teman perempuannya tsb merasa terganggu/risih dengan perilaku teman laki-lakinya itu, kami jadi makin haduhhhhh.
Kami meyakini kalau dimasa muda waktu ngga dipakai untuk kesibukan yang baik-baik, maka waktu tersebut akan digunakan untuk hal-hal yang tidak baik.
Jadi sebisa mungkin, "menyibukkan diri dengan kebaikan" itu penting banget! Kami ngga mau kalau sampai anak kami 'nganggur' dan akhirnya waktunya dipakai untuk main dan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi hidupnya.
Ya Rabb, semoga Engkau senantiasa menjaga anak kami semua untuk tetap dalam kebaikan & keta'atan. Aamiin.
Akhirnya, setelah makanan beres kami santap, kami segera pulang karena jam sudah menunjukkan waktu ashar. Kami perlu shalat dan menjemput anak kami kembali. Sementara mereka masih asik main, dan ngga tau kapan mereka mau pulangnya. Semoga sebelum hari sudah gelap.
Tangerang, 9 Mei 2023 | 19.05 WIB
37 notes
·
View notes
Text
Rumah Tangga dan Keletihan-Keletihan yang Berpahala
Kelak kau akan tahu.
Bahwa menikah adalah ibadah terpanjang yang tidak akan bisa kau tolak. Di dalamnya berisi ribuan pengabdian yang melahirkan pahala. Di dalamnya kau akan belajar perihal komunikasi dua arah.
Kelak kau akan tahu.
Letih yang kerap hadir dari tubuhmu saat sedang mengurus rumah adalah tetes demi tetes pahala yang akan kau raih keberkahannya kelak.
Peluh yang mengucur seluruh ragamu saat sedang berbakti kepada lelaki lain selain ayah adalah setumpuk demi setumpuk kebaikan yang akan menuai balas.
Maka bersabarlah.
Dari keinginan yang tidak menemukan pencapaian. Dari perhatian yang tidak menemukan balasan. Dari kesepian yang kau lalui seorang diri saat malam-malam sunyi.
Saat orang lain tengah tertidur pulas sedangkan engkau masih bergulat pada popok yang basah, pun tangisan dari anak manusia yang lahir dari rahimmu.
Bersabarlah dengan sabar yang banyak. Karena kunci keharmonisan rumah tangga tidak terletak hanya dari harta yang berlimpah. Atau dari rumah megah.
Kunci keharmonisan rumah tangga terletak pada takwa kepada Allah Azza Wa Jalla, juga pada sabar yang panjang tanpa batas.
Keletihan-keletihan yang kau temui saat mengarungi bahtera pernikahan adalah tabungan pahala yang akan kau buka dan lihat hasilnya di hari pembalasan.
Bersabarlah.
Pada raga yang hampir patah karena pekerjaan rumah. Pada telinga yang nyaris terbakar karena coloteh tetangga. Pada hati yang nyaris hancur berantakan karena perlakuan suami, mertua atau pun anggota keluarga.
Bersabarlah dengan sabar yang banyak.
Karena jika bukan mengharap ridho dari Allah, lantas untuk apa berlelah-lelah dalam hubungan yang bahkan kita tidak bahagia?
08.45 p.m || 26 Januari 2023
851 notes
·
View notes
Text
KETERATURAN
Pikiran manusia itu “ngga bisa” memahami chaos—kurang lebih begitu yang saya dengar dari lisan suami saya. Mudah-mudahan diksinya benar. Saya mencoba menyederhanakan dengan kalimat, “manusia itu butuh ‘kedisiplinan’ atau ngga, keteraturan.”
Ngga bisa manusia itu hidup seenaknya, sekenanya atau hidup yang sekadar menjalani hidup tanpa punya rencana, arah dan tujuan yang ingin dicapai. Setidaknya yang ingin dicapai ‘dihari itu’.
Kami bercermin beberapa hari belakang, keseharian kami dalam mengurus anak, bekerja (bagi suami) dan mengurus rumah (saya) rasanya lebih ringan. Tidak seberat seperti dulu-dulu. Sampai lelah fisik dan mental.
Itu karena kami berdua (belajar) merencanakan hari. Kami merancang strategi, menentukan jadwal dan mencoba stick to the plan tapi tetap membuka kemungkinan akan adanya perubahan rencana.
Jika diibaratkan film, plotnya sudah jelas seperti apa namun bebas kalau mau dikasih filler (tambahan) scene apa. Yang penting tidak mengganggu alurnya.
Dari bangun tidur sampai tidur lagi, kami coba jadwalkan akan dan ingin tidur jam berapa. Kami kondisikan anak kami seperti biasanya. Alhamdulillahnya, anak baik ini sekalipun tidak pernah merepotkan kami sepanjang malam sejak ia lahir. Kami tidak pernah begadang, bangun malam yang sampai melek semalaman, ia tidak rewel.
Kalau pun bangun, saya bangun sejenak untuk menyusui, sisanya menyusui sambil tidur (agak tricky, tapi latihan supaya anak ngga ketindihan sampai terhalang jalan napasnya). Supaya kami bisa tetap mendapatkan istirahat yang baik.
Kami sadar mengurus anak itu sulit. Fase pengasuhan perlu strategi (untuk menjalani aktivitas harian). Setiap orangtua membutuhkan makan dan istirahat yang cukup (basic need-nya terpenuhi intinya). Kalau urusan kebutuhan dasar itu aman, insya Allah selama mengasuh anak pun akan terasa nyaman dan siap menghadapi tantangan pengasuhan apapun.
Dengan begitu, apa yang (baru) beberapa hari ini kami lakukan adalah upaya untuk tidak mengalami chaos selama menjalani aktivitas harian. Harapannya, berlanjut seterusnya bahkan mungkin bisa lebih baik/ada improvement. Doakan ya! Hehe
Terkait seperti apa jadwal harian yang kami rancang, intinya terikat dengan jam (waktu), aktivitas apa, dan dimana. Tidak lagi ada istilah “anak menjadi semesta” di rumah. Yang mana itu artinya kami mengikuti flow anak aja maunya dan butuhnya seperti apa. Justru terbalik, anak perlu punya rutinitas yang dibentuk oleh orangtuanya agar ia “sadar (tahu) waktu”.
Kapan waktu bangun, kapan waktu mandi, kapan waktu tidur, kapan waktu makan, kapan waktu bermain, masih sesederhana itu. Terkait kapan jadwal poop, ya itu sih bagian dari filler harian ya haha sangat tidak bisa diprediksi, jadi terserah dia saja inginnya kapan wkwk. Kami cuma perlu siap menyisihkan waktu untuk mencebok, ganti popok dan kembali ke plot harian. Demikian.
24 notes
·
View notes
Text
Artikel Ilmiah
"Obat Herbal Pereda ISPA pada Balita"
Bahan-bahan herbal yang sering dijumpai seperti jahe, kunyit, kencur, dan sebagainya merupakan bahan alam yang selalu menjadi alternatif obat dari berbagai penyakit. Salah satunya ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas adalah radang saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, tanpa atau disertai renkim paru-paru. Penyakit ISPA sering terjadi pada anak karena sistem pertahanan tubuh masih rendah. Salah satu tanda dan gejala penyakit ISPA ialah batuk-pilek, kejadian batuk pilek pada anak di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali setahun. Influenza merupakan salah satu penyakit ISPA yang mendapat perhatian, karena penyakit ini dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1501/Menkes/Per/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan (Kementerian Kesehatan, 2013).
ISPA mempunyai gejala yang bervariasi, seperti demam, nyeri tenggorokan, pilek, hidung mampet, batuk kering, batuk berdahak, atau bahkan bisa menimbulkan penyakit komplikasi seperti pneumonia dengan gejala sesak napas. Faktor atau cara penularan ISPA ini dapat ditularkan melalui seseorang yang bersin tanpa menutup mulut dan hidung, air ludah, dan bahkan kurangnya ventilasi dan banyaknya asap, seperti asap rokok atau pun asap dari pembakaran sembarangan.
Obat herbal tradisional bisa menjadi pereda dari penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) pada balita. Dengan pemanfaatan jahe, kunyit, madu, dan sebagainya, bisa menjadi pereda untuk penderita ISPA khususnya pada balita.
Lalu, apa saja kandungan yang terdapat dalam obat herbal tersebut?
1. Jahe (Zingiber officinale)
Pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan keparahan batuk pada anak, karena kandungan minyak atsiri dalam jahe yang merupakan zat aktif yang dapat mengobati batuk. Anak yang telah diberikan minuman jahe madu oleh peneliti gejala keparahan batuk seperti batuk berdahak, pilek, rewel, tidak nafsu makan dan gejala lainnya menjadi berkurang.
2. Kunyit (Curcuma longa)
Kandungan kunyit adalah minyak atsiri, kurkumin, dimetoksin kurkumin, arbinosa, fruktosa, glukosa, pati, tannin, magnesium besi, kalsium, natrium, dan kalium. Berdasarkan kandungan tersebut maka kunyit memiliki efek herbal atau khasiat untuk menjaga stamina, hepatoprotektor, diuretic, antioksidan anti radang, immunomodulator, dan antikanker. Juga bersifat antiinflamasi, anti hiperkolesterolemia, antiproliferative, dan antitumor. Bubuk kunyit bisa mengobati hidung meler, sakit tenggorokan pada anak ketika balita batuk pilek.
3. Madu
Kandungan antimikrobanya membantu melawan virus penyebab flu, rasa manis pada madu membantu produk saliva yang bisa mengencerkan lendir sehingga mudah untuk dikeluarkan. Madu mempunyai efek antimikroba yang bertanggung jawab atas aktivitas antibakteri sehingga membantu melawan agen penyebab ISPA.
4. Kencur (Kaempferia galanga L.)
Kencur dimanfaatkan untuk menyembuhkan batuk, peluruh dahak atau pembersih tenggorokan, menghilangkan lendir yang menyumbat hidung, dan menghangatkan. badan.
5. Lemon (Citrus limon)
Lemon memiliki kandungan senyawa yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam melawan sakit dan radikal bebas di dalam tubuh. Perasan jeruk lemon dengan madu merupakan obat herbal untuk meredakan batuk pilek secara efektif.
6. Bawang Merah (Allium cepa)
Ekstrak bawang merah efektif terhadap bakteri yang terdapat di udara dan salah satu bakteri koinfeksi ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) yang disebabkan oleh virus.
Bagaimana cara pengolahannya? Menurut buku Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia (Haryanto, 2012)
Salah satu cara membuat ramuan untuk salah satu penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), yaitu dengan menyiapkan lengkuas; temulawak; halia; keningar; daun pecut kuda; daun iler; dan daun kayu manis secukupnya. Kemudian, semua bahan ditumbuk halus dan direbus dengan 3 gelas sampai air mendidih, dan diminum 2 kali sehari (pagi dan sore). Selain itu, pembuatan obat herbal untuk flu dengan bahan lemon; minyak kayu putih; dan kapur sirih. Lemon dipanggang dan diperas, dan dicampur dengan air dan bahan lainnya, kemudian diaduk sampai merata dan disaring. Cara lainnya yaitu dengan cara minum perasan air lemon dicampur dengan kecap dan garam secukupnya.
Dengan cara pengolahannya yang mudah diikuti di rumah dan bahan-bahan yang mudah dijangkau, kita bisa membuat obat herbal untuk meredakan ISPA.
Sekian, terima kasih!
Hana Izbiniyah - XI IPA 2
23 notes
·
View notes
Text
SUAMIMU TAK SEBURUK FIR’AUN…
Wahai kaum wanita, saat ini anda bisa saja berkata: ‘nasib oh nasib, punya laki kayak gini.. mimpi buruk apa ya aku dulu..?’
‘Udah duitnya seret, ngomel terus, mana ndak cakep, kentutnya bau lagi..’
Wahai kaum istri, keep calm please..
Coba untuk sejenak anda menjawab pertanyaan berikut:
Siapa yang lebih buruk, suamimu atau Fir’aun ?
Namun demikian sejelek apapun Fir’aun ternyata tidak menghalangi istrinya yaitu Asiyah bintu Muzahim menjadi wanita penghuni surga. Bahkan kisah dan ketegaran batinnya diabadikan dalam Al Qur’an.
{ وَضَرَبَ اللَّه مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَة فِرْعَوْن إِذْ قَالَتْ رَبّ ابْن لِي عِنْدك بَيْتًا فِي الْجَنَّة }
“Dan Allah membuat isteri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Robbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zholim.” ( At Tahrim 11)
Percayalah saudari, kalau anda mendambakan kebahagiaan, percayalah bahwa kebahagian itu hanya Allah yang punya, bila anda beriman dengan baik, pasti anda bahagia, sebagaimana Asiyah bintu Muzahim bisa tetap berbahagia walau suaminya adalah manusia paling jahat di dunia.
Saudariku, selama anda mengharapkan kebahagiaan dari suami anda niscaya anda kecewa dan menderita.
Namun setiap kali anda fokus menunaikan tugas dan kewajiban anda sebagai istri, sedangkan hak dan kebahagian hidup anda, hanya anda pinta kepada Allah Yang Maha Kuasa, niscaya anda bahagia, siapapun suami anda.
Bila anda berkata: ‘kok bisa ya wanita sholehah dinikahi lelaki jahat seperti itu?’
Ya.. untuk membuktikan dan menguji kekuatan iman Asiyah bintu Muzahim, karena kalau tanpa ujian, niscaya kesempurnaan iman beliau tidak terbukti.
Terlebih bagi saya dan juga anda, sehingga bisa jadi anda akan bertanya: ‘apa hebatnya dia sehingga kita dianjurkan meneladaninya dan dia dimasukkan ke dalam surga?’
Nabi Muhammad Shollallahu ’alaihi wasallam bersabda:
“إن عظم الجزاء مع عظم البلاء ، وإن الله تعالى إذا أحب قوما ابتلاهم، فمن رضي فله الرضا، ومن سخط فله السخط ” حسنه الترمذي.
“Sesungguhnya besarnya pahala itu setimpal dengan besarnya ujian, dan sesungguhnya jika Allah Ta’ala mencintai suatu kaum, maka Ia akan mengujinya.
Barang siapa yang ridho dengan ujian itu maka baginya keridhoan Allah, dan barang siapa yang marah/benci kepada ujian tersebut, maka baginya kemurkaan Allah” (At Tirmizi)
Jadi suamimu kayak gitu.. karena Allah sayang kepadamu, agar engkau bisa berjiwa besar, dan dapat pahala besar.
Selamat mencoba, semoga bahagia selalu bersamanya.
Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri MA, حفظه الله تعالى .
10 notes
·
View notes
Text
Tidak aneh jika non muslim kerap menilai Islam memiliki formulasi hukum yang cenderung menguntungkan kaum pria dan menganggap Islam berbasis budaya patriarki, namun disayangkan jika yang memiliki pandangan seperti ini adalah seorang muslim.
Kenapa tidak aneh?
Karena mereka tidak mengenal dengan benar syariat Islam dari sumbernya, tetapi hanya melihat Islam dari 'oknum' yang tidak menjalankan syariat Islam dengan benar, dan karena mereka tidak belajar tentang Islam dan syariatnya.
Aturan dalam Islam, salah satunya seperti kewajiban patuh pada suami sebagai kepala keluarga, seringkali dipandang patriarkal, yang membuat sebagian muslimah merasa menjadi korban subordinasi dan diskriminasi.
Padahal dalam Islam, ada perinciannya. Patuh kepada suami yang seperti apa? Kepatuhan istri kepada suami adalah yang didasari kepatuhan kepada apa yang Allah perintahkan, dan juga selama perintah suami tidak bertentangan dengan perintah Allah. Seorang istri tidak diperkenankan taat kepada suami yang bertentangan dengan perintah Rabb-nya.
Jika seorang suami belum mampu menjadi imam yang baik, ataupun tidak memperlakukan istrinya dengan baik, maka ajaklah ia untuk bersama-sama mendalami Agama (Tafaqquh Fiddin).
Ketika menikah, lelaki shalih itu bukan yang hanya ahli ibadah (semisal rajin shalat, rajin membaca Al-Qur'an atau puasa saja), tidak.. sama sekali bukan hanya itu. Tetapi ia yang menjauhi apa yang Allah larang, dan ia yang memahami kewajiban atas dirinya kepada Allah dan kepada yang dipimpinnya dengan akhlak yang baik.
Ia yang menyadari bahwa dipundaknya kini hadir seorang wanita yang telah diamanahkan kepadanya untuk dibina, dididik, dilindungi, supaya selamat dari api neraka.
Jika abai dalam proses tarbiyah, suami akan menjalani "sidang berat" dihadapan Allah Ta'ala dengan "dakwaan" sebagai pemimpin yang abai dan tidak bertanggung jawab.
Begitupun dalam perkara maisyah (bertanggung jawab dalam perkara nafkah), dan qiwamah (memimpin dan melindungi yang dipimpinnya). Seorang suami dalam Islam dituntut dalam perkara tarbiyah, maisyah dan qiwamah terhadap yang dipimpinnya.
Lalu jika bicara tentang "kesetaraan dalam pendidikan". Islam sudah lebih dulu mewajibkan bagi ummatnya untuk menuntut ilmu syar'i. Bukan hanya kaum lelaki, kaum wanitapun diwajibkan atas hal ini. Sebab ilmu syar'i mengantarkan kita pada akhlak mulia, serta menjauhkan kita dari pemahaman yang keliru dan amal yang terjaga.
Begitupun dengan bekerja bagi wanita. Dalam Islam, tempat terbaik bagi wanita adalah dirumahnya. Wanita dibebaskan dari kewajiban mencari nafkah, namun tidak dilarang untuk tetap berdaya dengan kemampuan yang dimilikinya, dengan syarat yang mengiringinya. Syarat inipun tiada lain adalah untuk melindungi kaum wanita itu sendiri.
Apa saja syarat itu?
1. Harus seizin suaminya (jika telah memiliki suami), karena suaminyalah yang akan dimintai pertanggungjawaban atas hal ini. Dan ini menjadi catatan penting juga bagi para suami. Jikapun tidak mengizinkan istri untuk bekerja diluar rumah, maka berikanlah bekal kepada istrinya, jika belum mampu memberikan bekal harta yang cukup jika suami qadarullah meninggal terlebih dulu, maka berikanlah bekal berupa "skill". Jangan sampai membiarkan istri kesulitan nantinya dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan anak-anaknya, Bukankah selain percaya bahwa rezeki dalam jaminan Allah, kitapun tetap harus berikhtiar?
2. Bekerja diluar rumah dilakukan setelah kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu telah ditunaikan.
3. Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak mungkin tergantikan oleh laki-laki.
4. Pekerjaannya terhindarkan dari sesuatu yang Allah haramkan, dan jauh dari interaksi intens dengan lelaki yang bukan mahramnya. Semisal mengajar sesama wanita, merawat dan mengobati pasien wanita, dst.
5. Jika pekerjaannya dilakukan diluar rumah, maka diwajibkan atasnya menutup aurat dengan sempurna, tidak memakai wewangian yang sampai tercium jelas wanginya oleh lelaki, dan tidak bertabarruj.
6. Bukan pekerjaan yang menuntutnya untuk sering bersafar sendirian ataupun dengan lelaki yang bukam mahramnya.
Sungguh, hanya Islam yang melindungi dan menjaga kehormatan wanita sedemikian sempurnanya. Sedangkan dalam sistem kapitalis liberal, wanita kebanyakan tidak sadar.. bahwa dalam sistem kapitalis liberal tersebut, wanita sedemikian di "eksploitasi" menjadi wanita karir tanpa batasan, dengan dalih kesetaraan.
Dalam Islam, seorang suami yang istrinya bekerja, maka ia tidak memiliki hak atas penghasilan istrinya. Sedangkan seorang istri memiliki hak untuk dipenuhi kebutuhannya sebatas kemampuan suaminya.
Laki-laki tidaklah menjadi lebih mulia dihadapan Allah hanya karena menjadi kepala rumah tangga, menjadi imam atau berdiri di depan shaf wanita dalam shalat. Karena masing-masing tentu diberi ganjaran yang sama dalam melaksanakan kewajiban yang sudah Allah Ta'ala tetapkan bagi masing-masing.
Yang menjadi patokan hanyalah satu, yaitu "Tingkat Takwa", dan itu tak ada korelasinya dengan gender. Siapapun mampu dan dipersilakan berlomba-lomba mencapainya.
Wallahu waliyyut Taufiq.
https://instagram.com/gsatria
509 notes
·
View notes
Text
1. Mendidik anak butuh kesabaran tingkat tinggi, banyak bercermin pada Nabi Nuh yang berdakwah selama 950 tahun, namun bahkan anaknya sendiri pun enggan beriman, namun beliau tetap bersabar, tidak pernah berkata kasar kepada anaknya, atau mendokan buruk kepada anaknya.
2. Jika suami tidak dapat menjadi contoh untuk anak, misal: tidak sholat dll, jangan pernah salahkan suami tapi salahkan diri kita, mengapa kita memilih laki-laki yang demikian sebagai suami dan ayah dari anak-anak kita? Ada 2 kmgkinan:
– Dulu kita jahil seperti dia, atau kita tidak mengetahui kriteria pasangan untuk dijadikan suami dan lebih memilih kriteria-kriteria duniawi, atau bahkan kita sebenarnya sudah tahu tapi lebih memperturutkan hawa nafsu kita untuk tetap memilih dia. Solusi: banyak-banyak bertaubat dan bersabar, karena ujian ini sebabnya adalah kesalahan kita sendiri.
– Yang kedua, dulu dia shalih tapi dia berubah. Untuk hal ini kita sebagai istri memililki hak untuk menggugat pada suami.
3. Jika suami tidak mau banyak terlibat dalam pengasuhan anak, tetap bersabar karena balasan itu sesuai dengan amal, dan tidak perlu mengungkit-ngungkit hal ini didepan anak-anak.
4. Jangan membatalkan smua pahala-pahala kita dengan menyebut nyebutnya dihadapan manusia, terlebih lebih didepan anak. Baik dalam keadaan marah ataupun tidak.
Semoga bermanfaat. Kurang lebihnya mohon maaf. Kurangnya karena keterbatasan ilmu dan pemahaman saya, sedangkan semua lebihnya adalah dari Allaah.
Faidah Kajian “Mendidik Anak Tanpa Amarah” Pertemuan ke 4, Ustadz Abu Ihsan Al Atsary, Jumat 25 Jun 2021
36 notes
·
View notes
Text
Meskipun di tahun ketiga pernikahan ini saya merasa sudah cukup mampu menghadapi konflik dengan lebih selow, dalam artian, nggak meledak2, nggak bales ngegas ketika suami ngegas, dan lebih bisa mengontrol air mata...
Tapi sekarang, setelah tahu dan "mempraktekkan" jurus agar suami tergila2 pada kita di postingan ini, biidznillaah, rasanya jauuuh lebih nyaman.
Dari sisi diri sendiri, ngerasa sadar untuk memposisikan diri sebagai orang yang dipimpin. Dan kesadaran seperti ini ternyata sangat2 menenangkan. Jadi ketika konflik memuncak, nggak ada kepikiran buat "memenangkan" perdebatan ataupun tertanam mindset sebagai korban. Tapi fokus pada menghargai lawan bicara, alias suami, sebagai pemimpin kita.
Namun jangan salah, menghormati suami di saat konflik sedang panas2nya bukan berarti merendahkan diri. Justru saat itu sebenarnya saya sadar betul bahwa saya sedang jadi "aktor kunci" meskipun terkesan kalah.
Dan dari pihak suami, MasyaAllah, kerasa banget dia menyesal (kalau dia kelepasan marah/emosi) dan respek secara bersamaan. Mungkin iya di satu sisi dia menyesal, tapi kayaknya (klaim sepihak wkwk) dia juga terharu sama sikap saya yang adem.
Buat temen2, khususnya perempuan, baik yang belum atau sudah menikah... Ilmu ini penting banget banget. Selain punya senjata terampuh yaitu doa untuk kebaikan rumah tangga kita, kita juga perlu belajar tentang bagaimana bersikap terhadap suami. Tahu posisi. Tahu kewajiban dan hak kita sendiri maupun sang suami.
59 notes
·
View notes
Text
Meminta untuk menyerah
Adakalanya, lelah sekali menjalani kehidupan ini. Mengapa terasa begitu berat, mengapa terasa begitu melelahkan sampai-sampai ingin berhenti dan menyerah saja. Namun mengapa Allaah meminta kita untuk bersabar?
Ah, karena Allaah ingin menguji siapa diantara kita yang paling baik amalnya, siapa diantara kita yang paling yakin akan kuasaNya. Kala diri sendiri menyerah dengan keadaan, maka bunuh diri bukanlah suatu pilihan yang harus diambil. Sebab Allaah menginginkan kita untuk terus berjuang dan menumbuhkan harapan kepadaNya.
Berat memang, tapi hidup harus terus berjalan. Sebab Allaah yang menjadi keyakinan bahwasanya Allaah ada lebih dari apapun. Bahwasanya Allaah tidak akan pernah meninggalkan hambanya sedetik pun.
Allaah tahu betapa sesaknya batin kita, betapa banyak air mata yang jatuh karena lelahnya menjalani ini semua. Allaah tahu, sangat tahu akan hal itu. Namun sekali lagi barangkali Allaah ingin melihat seberapa luasnya hati kita dalam bersabar menjalani kehidupan yang tiada pernah mudah ini.
Kala ingin menyerah dan tidak ada siapapun disamping mu pada hari ini. Percayalah, kamu tidak pernah benar-benar berjalan sendiri. Allaah lebih dekat dari urat nadimu. Allaah bahkan lebih sayang kepadamu bila dibandingkan dengan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.
Dalam sedihmu, engkau diminta untuk bersabar bukan sebab Allaah tak tahu air matamu. Semata karena Allaah mencintaimu dan Allaah ingin kau lebih tegar, lebih kuat dan lebih baik prasangkaan baikmu kepadanya. Sesungguhnya pertolongan Allaah itu dekat, maka mintalah pertolongan Allaah dengan sabar dan sholat..
155 notes
·
View notes
Text
"Katanya Sibuk?"
Saat ditanya, "Kenapa belum baca Al-Qur'an?". Tanpa rasa bersalah kamu menjawab, "Sedang sibuk. Atau sedang banyak urusan. Atau kerjaan lagi ribet banget. Dan banyak alasan lainnya."
Padahal nyatanya, dari 24 jam yang katamu sangat sibuk tadi, bisa-bisanya masih ada waktu yang kamu habiskan untuk scrolling Instagram sampai tangan keram.
"Katanya sibuk? Sibuk apaan sih sampai untuk meluangkan waktu membaca Al-Qur'an yang mulia terasa susah sekali?"
"Dan pada faktanya, masalah itu bukan terletak pada sibuk atau sedikitnya waktu. Tapi karena membaca dan menghafal Al-Qur'an belum menjadi prioritas utama dalam hidupmu."
--sedang 'menampar' diri atas kelalaian dua hari ini. Ampuni hamba ya Rabb :"(
Palembang, 20 Mei 2022
38 notes
·
View notes
Text
Ke-shalihan.
Ada seorang laki-laki pergi untuk melamar seorang wanita. Disaat dia melakukan nazhar syar'i (melihat calon istrinya).
Calon istrinya bertanya : "Berapa hafalan AlQuranmu?"
Dia menjawab : "Saya tidak hafal banyak tapi SAYA INGIN MENJADI LELAKI YANG SHALIH"
Dia lalu berkata kepada calon istrinya : "Kalau kamu ?"
Calonnya menjawab : "Saya hafal juz amma"
Calonnya kemudian sepakat untuk menikah karena merasa dia (laki-laki yg datang melamar ini) jujur.
Setelah menikah...
Sang Istri lalu meminta untuk membantunya menghafal Al-Quran.
Sang suami berkata : "Mengapa kita tidak saling membantu dalam menghafal bersama-sama?"
Mereka lalu memulai menghafal dengan Surat Maryam kemudian berikutnya, sampai hafalan Qurannya selesai dan mereka berdua mendapat Ijazah hafalan Quran.
Kemudian istrinya menawarkan : "Mungkin kita juga bisa memulai menghafal Hadits-hadits Bukhari.."
Di sebuah kesempatan ketika dia berziarah kerumah mertuanya, sang suami mengabarkan kepada mertua kalau anaknya sekarang sudah hafal Al-Quran Al Karim, Alhamdulillah.
Mertuanya kaget dengan apa yg dikatakan menantu, dia lalu masuk ke kamar anaknya seraya memperlihatkan banyak kertas kepada menantunya.
Sontak, alangkah kaget dan bingung sang suami, Istrinya ternyata memiliki ijazah hafalan Alquran dan Kutub Sittah (kumpulan kitab-kitab hadits) bahkan sebelum dia menikah dengannya.
ماشاء الله..
Dia tidak mempermasalahkan dari awal sedikitnya ilmu yang dimiliki sang calon suami, dan dia kemudian membantunya menghafalkan Al-Quran sebagaimana dia telah menghafalnya disaat dia merasa kalau memang sang suami adalah orang Shalih (Dia juga tidak berdusta ketika dia berkata saya hafal juz amma karena dia tidak menafikan bahwa dia juga hafal surat yg lainnya).
Ya Allah jika aku bukan orang yg shalih/hah maka karuniakan kepadaku istri/suami yg shalih/hah yang membantuku, dan menjadikanku dekat dengan Mu, dan jadikanlah aku orang yg shalih/hah.
اللهم آمين
(Ditulis Ahmad Nashir Hamzah).
469 notes
·
View notes