Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Lajnah Mufawwadhah itu institusi resmi di dalam stuktur kekholifahan. Jadi keberadaannya di bawah Kholifah. Maka produk atau kebijakan apapun yang dikeluarkannya harus sepersetujuan Kholifah, sama seperti pernyataan-pernyataan dari Juru Bicara, harus sepersetujuan Kholifah. Kholifah-lah yang menunjuk/mengangkat mereka, jadi mereka bertanggungjawab langsung pada Kholifah. Mereka melaksanakan salah satu fungsi Kholifah dalam melaksanakqn pemerintahannya melalui pendelegasian wewenang yang diberikan. Menggugat keputusan dan kebijakan mereka sama halnya dengan menggugat Kholifah. Dalam Islam hanya dikenal satu kepemimpinan, jadi jangan dibentur-benturkan!
0 notes
Quote
Mema'afkan Penindas Kaum Muslimin adalah bentuk penindasan terhadap Kaum Muslimin itu sendiri!
0 notes
Text
TAMHIS DALAM JAMA'AH ADALAH SUNNATULLAH Allah subhanahu wa ta'ala berfirman : مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَىٰ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّىٰ يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). (Ali Imran : 179) Maksud ayat di atas yakni merupakan suatu keharusan adanya ujian guna menampakkan siapa yang menjadi penolong (agama) Allah dan siapa yang menjadi musuh Allah, dengan adanya ujian akan tampak berbeda dan mudah dikenali antara orang mukmin yang sabar dan orang munafik yang durhaka. Ujian yang dikisahkan oleh ayat tersebut terjadi dalam peperangan Uhud, yang dalam perang itu Allah menguji ketabahan orang-orang mukmin. Maka dengan adanya ujian tersebut tampaklah keimanan, kesabaran, keteguhan, ketabahan dan ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Sekaligus dengan demikian terbukalah kedok yang selama itu menutupi diri orang-orang munafik, dan menjadi nyatalah pelanggaran dan pembangkangan mereka untuk melakukan jihad serta pengkhianatan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah maka Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman : "Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kalian sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk dengan yang baik." Dari ujian itu, terjadilah tamhis yang akan memisahkan person yang khabits dari yang thayyib. Kemudian yang thayyib inilah yang akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa ta'ala kemudian dipercaya untuk membawa risalahnya. Semakin berat ujiannya, maka semakin intens tamhis terjadi, dan yang lulus ujian pun akan semakin murni. Semakin berat ujiannya, semakin terasa menyesakan dada. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman : إِذْ جَاءُوْكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الأَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوْبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّوْنَ بِاللهِ الظُّنُوْنَ (10) هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُوْنَ وَزُلْزِلُوْا زِلْزَالاً شَدِيْدًا (11) (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. (Al Ahzab : 10-11) Itulah tabiat perjuangan dalam menegakan kalimat Allah. Tamhis dengan goncangan yang sangat kuat! Yang akan menggugurkan orang-orang yang tidak tsabit. Tetapi jika masih terdapat yang istiqomah dengan iman, tujuan, perjuangan dan pengorbanannya maka itu merupakan tanda fathan qoriban, sebagaimana kisah tamhis yang terjadi pada pasukan Thalut saat menghadapi Jalut (Al Baqoroh : 249). Lantas, bagaimana dengan kondisi saat ini dimana terdapat (banyak) person yang mengklaim diri sebagai a'dho tetapi memiliki pendapat yang tidak mau ruju' bahkan kerap menyelisihi kebijakan Amir? Apakah mereka termasuk yang tersaring dan gugur? Ketahuilah, bahwa ikatan yang paling kuat dalam menyatukan ummat adalah kesamaan aqidah. Sedikit perbedaan saja dalam aqidah, dapat menyebabkan pertumpahan darah. Dan dalam aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, keputusan dan kekuasaan Amir bersifat mutlaq! Apa yang menjadi kebijakan Amir harus disikapi dengan sami'na wa atho'na dan bukan sami'na wa ashoyna (An Nisaa : 46). Kecuali bila hal tersebut dalam kemaksiyatan atau Amir melakukan kuffrun bawwahan. Perhatihan apa yang dikatakan Ubadah bin Shomit rodhiallahu'anhu : دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanggil kami sehingga kami berbaiat kepada beliau.' Ubadah melanjutkan; diantara janji yang beliau ambil dari kami adalah, agar kami berbaiat kepada beliau untuk senantiasa mendengar dan ta'at, saat giat mapun malas, dan saat kesulitan maupun kesusahan, lebih mementingkan urusan bersama, serta agar kami tidak mencabut urusan dari ahlinya kecuali jika kalian melihat kekufuran yang terang-terangan, yang pada kalian mempunyai alasan yang jelas dari Allah.' Lebih dari itu, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirnan : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisaa : 59) Ketaatan pada Amir (dan perangkat yang dibentuknya) adalah tuntunan yang harus kita imani karena merupakan seruan dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Dan seandainya ada kebijakan Amir yang tidak kita sukai, maka diwajibkan atas kita untuk bersabar. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوتُ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً "Barangsiapa melihat pada diri pemimpinnya sesuatu yang tidak ia sukai, hendaknya ia bersabar, sesungguhnya tidak seorangpun yang memisahkan diri dari Jam'ah walau sejengkal, kemudian mati, maka matinya seperti mati jahiliyah." Mengapa demikian? Karena adab para salaf yang menjadi aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mengutamakan persatuan (lebih mementingkan urusan bersama) sebagaimana perkataan Ali bin Abi Tholib rodhiallahu'anhu : اقْضُوا كَمَا كُنْتُمْ تَقْضُونَ فَإِنِّي أَكْرَهُ الِاخْتِلَافَ حَتَّى يَكُونَ لِلنَّاسِ جَمَاعَةٌ أَوْ أَمُوتَ كَمَا مَاتَ أَصْحَابِي "Putuskanlah sebagaimana biasa kalian memutuskan perkara, karena aku tidak suka perbedaan pendapat sehingga semua manusia berada dalam kesepakatan, atau aku mati (diatas prinsip persatuan) sebagaimana para sahabatku mati" Jadi, jika ada yang (gemar) menyelisihi kebijakan resmi yang sudah direlease, terlebih apa yang ia lakukan berdampak pada munculnya keragu-raguan (syubhat) di kalangan ummat, maka tamhis telah berlaku untuknya. Saran saya, "Perbaiki niat dalam mempelajari ilmu." Sebab, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ "Barangsiapa menuntut ilmu untuk mendebat para ulama, atau untuk mengolok-olok orang bodoh atau untuk mengalihkan pandangan manusia kepadanya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka" Atau engkau akan berada dipersimpangan bagai domba yang tak tahu arah tujuan? إِنَّمَا مَثَلُ الْمُنَافِقِ مَثَلُ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً لَا تَدْرِي أَيَّهُمَا تَتْبَعُ "Perumpamaan orang munafik seperti seekor domba yang bingung diantara dua kambing. Terkadang menemui salah satunya, dan terkadang meninggalkannya, tidak tahu mana yang harus ia ikuti." Sedang Khudzaifah bin Yaman rodhiallahu'anhu mengatakan : إِنَّ الْمُنَافِقِينَ الْيَوْمَ شَرٌّ مِنْهُمْ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانُوا يَوْمَئِذٍ يُسِرُّونَ وَالْيَوْمَ يَجْهَرُونَ "Kaum munafikin hari ini jauh lebih buruk daripada mereka yang hidup di masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebab dahulu mereka sembunyi-sembunyi, namun sekarang mereka lakukan secara terang-terangan." Menjijikan bukan? Allahu a'lam. Baaqiyah!
0 notes
Text
TAK ADA TAUHID TANPA PEDANG Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ "Aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang hingga hanya Allah yang diibadahi tanpa ada sekutu bagi-Nya, dan rizkiku ditempatkan di bawah bayang-bayang tombak. Kehinaan dan kerendahan dijadikan bagi orang yang menyelisihi perintahku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk golongan mereka." #ImamAhmad - 4869 Sejak awal, Islam diperjuangkan di atas tumpukan tengkorak manusia dan tidak dapat diperjuangkan kembali kecuali di atasnya pula. Kemuliaan, keperkasaan dan bangunan negaranya ditegakkan di atas tumpukan potongan tubuh manusia yang telah mempersembahkan nyawanya dengan murah kepada Allah subhanahu wa ta'ala, juga di atas (pengorbanan) nyawa orang-orang tak berdosa. Kapalnya berlayar di atas lautan darah ditengah rintihan para ibu yang kehilangan anak dan tangisan anak-anak yatim. Tetapi mereka terus melantunkan : وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran : 146) Sepanjang perjalanan yang penuh kepahitan, mereka terpaksa menelan sesuatu yang menyumbat kerongkongannya namun terasa sedap, mereka banyak diliputi ketakutan tetapi tetap melantunkan nasyid merdu : ... رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Ali Imran : 147) Yang selalu menjadi cita-cita indah bagi siapa saja yang terjun ke medan jihad sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Diantara kehidupan terbaik seseorang atau diantara kehidupan terbaik manusia adalah orang yang mengambil tali kekang kudanya, ia segera memacu kudanya setiap kali mendengar suara musuh atau suara pasukan yang menyambut musuh, ia langsung bergegas menuju ke arah suara itu untuk mencari kematian di tempat yang memungkinkan akan mengantarkan kepada kematiannya." Dengan cara ini, wibawa umat dapat terjaga sepanjang masa. Dan pada hari dimana pedang jatuh dari tangan maka jatuh pula kewibawaan yang pernah menggerakan dan menolong pasukan dengan ketakutan selama satu bulan perjalanan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Hampir tiba masanya, umat-umat lain mengepung kalian sebagaimana orang-orang yang makan mengepung nampan makanannya." Para sahabat bertanya, "Apakah karena kami sedikit, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Tidak, bahkan kalian berjumlah banyak tetapi kalian buih, seperti buih banjir. Dan Allah benar-benar mencabut dari hati musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan Allah benar-benar akan melemparkan dalam hati-hati kalian penyakit wahn. Mereka bertanya, "Apakah penyakit wahn itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Penyakit wahn adalah cinta dunia dan benci mati." Dalam riwayat Imam Ahmad, "Cinta dunia dan benci perang." Dengan jihadlah agama ini ditegakkan sejak awal, dan dengan jihad pula agama ini akan ditegakkan. Tidak akan ada kebaikan di bumi ini, tidak pula kebahagiaan bagi manusia, tidak pula kenyamanan bagi jiwa manusia kecuali jika manusia bernaung di bawah naungan pedang. Dinukil dari : Tarbiyah Jihadiyah (Dengan sedikit penyesuaian) Judul Asli : Fi At Tarbiyah Al Jihadiyah wal Bina' Penulis : Asy Syaikh Dr. Abdullah Azzam Penerjemah : Abdurrahman al Qudsi Penerbit : Jazera
0 notes
Text
MENYIKAPI BERITA BOHONG DALAM BINGKAI JAMA'AH Hoax! Siapa yang tak kenal kata yang teramat populer ini? Hoax alias kabar dusta atau berita bohong, bisa muncul dalam berbagai bentuk. Bisa dalam bentuk kebohongan yang nyata yang kontradiktif dengan kebenaran atau fakta yang ada, bisa dalam bentuk rekayasa fakta, maupun hanya sekedar melakukan reduksi fakta atau mengkaburkan kebenaran yang ada alias menghembuskan syubhat (keragu-raguan) sehingga objek penerima berita mengalami degradasi berita dan fakta hingga akhirnya terbentuk opini yang salah yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh sang whisper blower. Tak ada yang luput dalam Islam sebagai sebuah system hidup yang sempurna, demikian juga perihal kabar dusta alias berita bohong ini! Semua sudah termaktub. Perhatikan atsar shahabat ini : حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ أَنَّ ابْنَ جُرَيْجٍ أَخْبَرَهُمْ قَالَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقْرَأُ إِذْ تَلِقُونَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf bahwa Ibnu Juraij Telah mengabarkan kepada mereka. Ibnu Abu Mulaikah dia berkata; Aku mendengar Aisyah membaca ayat: "Ingatlah, di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut." #ImamBukhari - 4383 Ayat yang dibaca oleh Ummul Mukminin 'Aisyah rodhiallahu'anha sebagaimana hadits di atas adalah Surah An Nuur ayat 15, lengkapnya adalah sebagai berikut : إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ "(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar." Apa sesungguhnya maksud dari ayat di atas? Apa pula konsekuensi bila kita terlibat di dalamnya? Akibat pendeknya pandangan dan dangkalnya ilmu yang kita miliki maka agar tidak tersesat dalam memahami firman Allah, sebaiknya kita meruju' pada salah satu karya mufassir yang ada, Tafsir Ibnu Katsir misalnya. Imam Ibnu Katsir menafsirkan, Firman Allah subhanahu wa ta'ala : {إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ} "(Ingatlah) di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut." Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebagian kalian membicarakannya dari sebagian yang lain, seseorang mengatakan bahwa berita itu ia terima dari si Fulan, kemudian si pendengar menceritakannya lagi kepada orang lain hingga seterusnya, sampai berita itu menyebar. Sebagai ulama membaca ayat ini dengan bacaan berikut, yaitu: "Tulqunahu." Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui 'Aisyah bahwa ia membaca ayat ini dengan bacaan tersebut. Ia mengatakan pula bahwa tilqunahu berasal dari walaqa yang artinya membuat-buat perkataan dusta dan pelakunya tetap berpegang kepada kedustaannya itu. Orang-orang Arab mengatakan, "Walaqa Fulanun fis sairi" artinya ia meneruskan perjalanannya. Akan tetapi, qiraat yang pertama lebih terkenal dan dianut oleh jumhur ulama. Qiraat yang kedua diriwayatkan melalui Ummul Mu’minin 'Aisyah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari 'Aisyah, bahwa ia membacanya dengan bacaan iz tulqilnahu, berasal dari walaqa. Ibnu Abu Mulaikah mengatakan bahwa 'Aisyah lebih mengetahui hal ini daripada yang lainnya. Firman Allah subhanahu wa ta'ala : {وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ} "dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui." Yakni kalian mengatakan apa yang tidak kalian ketahui. Kemudian Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam ayat selanjutnya : {وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ} "dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar." Yaitu kalian mengatakan apa yang telah kalian katakan itu tentang Ummul Mu’minin, sedangkan kalian menganggapnya sebagai sesuatu hal yang ringan dan tidak berarti. Seandainya yang dijadikan bahan pergunjingan kalian itu bukan istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka hal tersebut tetap bukanlah merupakan hal yang ringan, terlebih lagi subyeknya adalah istri Nabi. Maka alangkah besar dosanya di sisi Allah bila ada sesuatu hal yang menyangkut diri istri Nabi dan Rasul-Nya dijadikan bahan pergunjingan. Karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala cemburu dengan terjadinya hal tersebut, sangat jauh dari kemungkinan bila ada istri seorang nabi yang melakukan hal tersebut. Mengingat hal tersebut, terlebih lagi yang dijadikan pergunjingan itu adalah penghulu istri-istri para nabi, yaitu istri penghulu anak Adam semuanya, baik di dunia maupun di akhirat. Karena itulah Allah subhanahu wa ta'ala menyebutkan dalam firman-Nya: dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. Di dalam kitab Sahihain disebutkan hadis berikut : إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَط اللَّهِ، لَا يَدْرِي مَا تَبْلُغ، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أبْعَد مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ Sesungguhnya seorang lelaki benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang dimurkai oleh Allah tanpa disadarinya yang menyebabkan dirinya tercampakkan ke neraka lebih dalam daripada jarak antara bumi dan langit. Menurut riwayat yang lain disebutkan : لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا sedangkan dia tidak menyadarinya. *** Dahsyat bukan? Walaupun ayat di atas turun berkenaan dengan fitnah yang menimpa Ummul Mukminin 'Aisyah (kisah ifki), tetapi kaidah tentang konsekuensi berita bohong (baik yang menyebarkan, apalagi yang menghembuskannya) tetap berlaku secara umum, dan berlaku hingga akhir zaman. Bercermin dari ayat di atas serta kondisi saat ini dimana sumber berita didominasi oleh mainstream media, hendaknya kita lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan berita. Lakukan tabayyun sebagaimana perintah Allah : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al Hujuraat : 6) Khusus untuk Anshar Daulah, lakukanlah tatsabbut dan konsultasikan kepada Amir masing-masing (vertical line) sebagai bentuk realisasi dan konsekuensi berjama'ah, bukan berkoordinasi dengan pihak luar (horizontal line) yang justru kian memperlebar penyebaran berita. Sekali lagi -saya mengingatkan diri saya sendiri- ingatlah selalu bahwa salah satu sifat musuh adalah : سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram... (QS. Al Ma'idah : 42) Allahu a'lam. Baaqiyah! Note : Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan tabayyun adalah memeriksa dengan teliti dan yang dimaksud dengan tatsabbut adalah berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan keilmuan yang dalam terhadap sebuah peristiwa dan kabar yang datang, sampai menjadi jelas dan terang baginya.” (Fathul Qadir, 5 : 65).
0 notes
Text
PERBAIKI NIAT! Saat silaturrahim ke kediaman ikhwan, terjadi perbincangan yang cukup panjang dan menarik. Mulai dari bincang permasalahan kecil seputar anak-anak, mahad sampai dengan pembahasan masalah kekinian khususnya terkait fitnah yang sedang melanda, yang tidak lagi turun bak gerimis melainkan kini turun layaknya hujan mengguyur. Kondisi inilah yang membuat kami prihatin, saling mengingatkan dan saling menasihati agar tetap sabar dan istiqomah dalam menggenggam al haq yang kian hari kian terasa panas seperti menggenggam bara api. Salah satu dari nasihat yang disampaikan dan dibahas pada saat itu adalah : "Agar Kiranya Kita Selalu Memperbaiki Niat." Dan terkait dengan nasihat (niat) inilah, saya teringat akan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang disampaikan oleh Mu'adz bin Jabal radhiallahu 'anhu, sebagai berikut : حَدَّثَنَا حَ��ْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ الْحَضْرَمِيُّ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ حَدَّثَنِي بَحِيرٌ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ أَبِي بَحْرِيَّةَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ الْغَزْوُ غَزْوَانِ فَأَمَّا مَنْ ابْتَغَى وَجْهَ اللَّهِ وَأَطَاعَ الْإِمَامَ وَأَنْفَقَ الْكَرِيمَةَ وَيَاسَرَ الشَّرِيكَ وَاجْتَنَبَ الْفَسَادَ فَإِنَّ نَوْمَهُ وَنُبْهَهُ أَجْرٌ كُلُّهُ وَأَمَّا مَنْ غَزَا فَخْرًا وَرِيَاءً وَسُمْعَةً وَعَصَى الْإِمَامَ وَأَفْسَدَ فِي الْأَرْضِ فَإِنَّهُ لَمْ يَرْجِعْ بِالْكَفَافِ Telah menceritakan kepada kami Haiwah bin Syuraih Al Hadhrami, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepadaku Bahir dari Khalid bin Ma'dan dari Abu Bahriyyah dari Mu'adz bin Jabal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda : "Berperang itu ada dua. Ada orang yang mengharapkan wajah Allah, mentaati pemimpin, menginfakkan barang berharga, dan bergaul dengan temannya dengan mudah, serta menjauhi kerusakan maka tidur dan terjaganya adalah pahala semua. Ada pula orang yang berperang karena berbangga diri, ingin dilihat dan didengar orang, durhaka kepada pemimpin serta membuat kerusakan, maka ia tidak kembali dengan membawa manfaat." #ImamAbuDaud - 2154 Hadits sejenis : #ImamAnNasai - 3137 dan 4124 #ImamAhmad - 21031 #ImamDarimi - 2310 الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) dari apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." Sungguh, hanya karena niat yang salah, akan sia-sialah seluruh amalan kita! Sedangkan syaithon, baik dari kalangan jin maupun manusia, terus berupaya dan tiada hentinya mencoba menggelincirkan kita. Maka, upayakanlah selalu untuk terus memperbaiki niat... dan ta'atlah pada Amir! Baaqiyah!
0 notes
Text
WAJIB TA'AT PADA IMAM SELAMA BUKAN DALAM KEMAKSIATAN Sebuah syubhat dari banyak syubhat yang ditujukan kepada Anshar Daulah kembali terlontar. Kali ini syubhat yang dilontarkan tersebut terasa sangat menyakitkan dan menorehkan luka yang cukup dalam. Hal tersebut tidak lain disebabkan oleh esesi dari apa yang telah dilontarkan itu lebih mendekati pada sebuah vonis ketimbang sebuah wacana keilmuan sebagai ajang diskusi guna menambah pemahaman kita akan al haq dan ad diin yang mulia ini. Ya, vonis telah dilepaskan bak anak panah lepas dari busurnya. Dalam susunan kalimat yang dikemas halus dan tertata rapi, justifikasi sepihak telah disematkan bahwa para Anshar Daulah adalah para muqollid buta yang sekiranya Al Imam mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluq, niscaya para Ansharnya akan mengiyakan tanpa ada keraguan! Dan dengan sikap seperti ini, niscaya al haq akan sulit digapai bahkan tidak akan pernah dapat tercapai. Dengan kata lain, sikap As Sam'u wa Tho'ah yang dipegang para Anshar Daulah, menyebabkan diri mereka berada dalam kesesatan. Na'udzubillah. Benarkah demikian (bahwa para Anshar Daulah adalah para ghulatul muqollid)?. Untuk menjawabnya sekaligus menepis syubhat tersebut, ternyata sangat mudah sekali. Para Anshar Daulah adalah kaum muslimin dari golongan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang juga mengimani serta mengamalkan ayat dan hadits berikut : وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِۦ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلٰىٓ أُولِى الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنۢبِطُونَهُۥ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطٰنَ إِلَّا قَلِيلًا Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS. An Nisaa : 83) Al Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas sebagai berikut : Awal kutipan... Firman Allah subhanahu wa ta'ala : وَإِذا جاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذاعُوا بِهِ Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. (An-Nisaa : 83) Hal ini merupakan pengingkaran terhadap orang yang tergesa-gesa dalam menanggapi berbagai urusan sebelum meneliti kebenarannya, lalu ia memberitakan dan menyiarkannya, padahal belum tentu hal itu benar. Imam Muslim mengatakan di dalam mukadimah (pendahuluan) kitab sahihnya: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "كفى بالمرء كذبا أَنْ يُحدِّث بِكُلِّ مَا سَمِعَ" telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Syu'bah.dari Habib ibnu Abdur Rahman, dari Hafs ibnu Asim, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Cukuplah kedustaan bagi seseorang bila dia menceritakan semua apa yang didengarnya. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam Kitabul Adab, bagian dari kitab sunnahnya, dari Muhammad ibnul Husain ibnu Isykab, dari Ali ibnu Hafs, dari Syu'bah secara musnad. Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Mu'az ibnu Hisyam Al-Anbari dan Abdur-Rahman ibnu Mahdi. Bcgitu juga Imam Abu Daud, meriwayatkannya melalui hadis Hafs ibnu Amr An-Namiri. Ketiga-tiganya dari Syu'bah, dari Habib, dari Hafs ibnu Asim dengan lafaz yang sama secara mursal. Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. telah melarang perbuatan qil dan qal. Makna yang dimaksud ialah melarang perbuatan banyak bercerita tentang apa yang dibicarakan oleh orang-orang tanpa meneliti kebenarannya, tanpa menyeleksinya terlebih dahulu, dan tanpa membuktikannya. Di dalam kitab Sunan Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "بِئْسَ مَطِيَّة الرَّجُلِ زَعَمُوا عَلَيْهِ". Seburuk-buruk lisan seseorang ialah (mengatakan) bahwa mereka menduga (anu dan anu). Di dalam kitab sahih disebutkan hadis berikut, yaitu: «مَنْ حَدَّثَ بِحَدِيثٍ وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ» Barang siapa yang menceritakan suatu kisah, sedangkan ia menganggap bahwa kisahnya itu dusta, maka dia termasuk salah seorang yang berdusta. Dalam kesempatan ini kami ketengahkan sebuah hadis dari Umar ibnul Khattab yang telah disepakati kesahihannya: حِينَ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَّق نِسَاءَهُ، فَجَاءَهُ مِنْ مَنْزِلِهِ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَوَجَدَ النَّاسَ يَقُولُونَ ذَلِكَ، فَلَمْ يَصْبِرْ حَتَّى اسْتَأْذَنَ عَلِيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْهَمَهُ: أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ؟ قَالَ: "لَا". فَقُلْتُ اللَّهُ أَكْبَرُ. وَذَكَرَ الْحَدِيثَ بِطُولِهِ. yaitu ketika ia mendengar berita bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menceraikan istri-istrinya. Maka ia datang dari rumahnya, lalu masuk ke dalam masjid, dan ia menjumpai banyak orang yang sedang memperbincangkan berita itu. Umar tidak sabar menunggu, lalu ia meminta izin menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan menanyakan kepadanya apakah memang benar beliau menceraikan semua istrinya? Ternyata jawaban Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam negatif (yakni tidak). Maka ia berkata, "Allahu Akbar (Allah Mahabesar)," hingga akhir hadis. Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim: فَقُلْتُ: أَطَلَّقْتَهُنَّ؟ فَقَالَ: "لَا" فَقُمْتُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ فَنَادَيْتُ بِأَعْلَى صَوْتِي: لَمْ يُطَلِّقْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءَهُ. وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ} فَكُنْتُ أَنَا اسْتَنْبَطْتُ ذَلِكَ الْأَمْرَ. aku (Umar) bertanya, "Apakah engkau menceraikan mereka semua?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Tidak." Aku bangkit dan berdiri di pintu masjid, lalu aku berkata dengan sekeras suaraku, menyerukan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak menceraikan istri-istrinya. Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). (An-Nisaa : 83) Aku (kata Umar) termasuk salah seorang yang ingin mengetahui kebenaran perkara tersebut. Makna (يَسْتَنْبِطُونَهُ) ialah menyimpulkannya dari sumbernya. Dikatakan اسْتَنْبَطَ الرَّجُلُ الْعَيْنَ, yang artinya lelaki itu menggali mata air dan mengeluarkan air dari dasarnya. Firman Allah subhanahu wa ta'ala : لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطانَ إِلَّا قَلِيلًا tentulah kalian mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). (An-Nisaa : 83) Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang mukmin. Abdur-Razzak mengatakan, dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa firman Allah berikut: Tentulah kalian mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). (An-Nisaa : 83). Makna yang dimaksud ialah kalian semuanya niscaya mengikuti langkah setan. Orang yang mendukung pendapat ini (yakni yang mengartikan semuanya) memperkuat alasannya dengan ucapan At-Tirmah ibnu Hakim dalam salah satu bait syairnya ketika memuji Yazid ibnul Muhallab, yaitu: أشَمَّ نديّ كَثِيرَ النوادي ... قَلِيلَ الْمَثَالِبِ وَالْقَادِحَةْ Aku mencium keharuman nama orang yang sangat dermawan, tiada cela dan tiada kekurangan baginya. Makna yang dimaksud ialah tidak ada cela dan tidak ada kekurangannya, sekalipun diungkapkan dengan kata sedikit cela dan kekurangannya. Akhir kutipan... Itulah bentuk kehati-hatian yang dimiliki dan dilakukan oleh Anshar Daulah! Dan para Anshar Daulah pun mengimani dan mengamalkan hadits berikut : حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ زُبَيْدٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ جَيْشًا وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا فَأَوْقَدَ نَارًا وَقَالَ ادْخُلُوهَا فَأَرَادَ نَاسٌ أَنْ يَدْخُلُوهَا وَقَالَ الْآخَرُونَ إِنَّا قَدْ فَرَرْنَا مِنْهَا فَذُكِرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِلَّذِينَ أَرَادُوا أَنْ يَدْخُلُوهَا لَوْ دَخَلْتُمُوهَا لَمْ تَزَالُوا فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَقَالَ لِلْآخَرِينَ قَوْلًا حَسَنًا وَقَالَ لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mutsanna dan Ibnu Basyar sedangkan lafadznya dari Ibnu Mutsanna, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Zubaid dari Sa'd bin 'Ubaidah dari Abu Abdurrahman dari Ali, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengirim suatu pasukan dan mengangkat seorang laki-laki menjadi komandannya. Kemudian ia menyalakan api (unggun) seraya berkata, "Masuklah kalian ke dalam api tersebut." Maka sebagian anak buahnya hendak masuk ke dalam api tersebut, sedangkan sebagian anak buahnya yang lain mengatakan, "Kita harus menjauhi api tersebut." Kemudian peristiwa tersebut dilaporkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lantas beliau bersabda kepada orang-orang yang hendak melompat ke dalam api tersebut: "Sekiranya kalian masuk ke dalam api tersebut, maka kalian akan senantiasa di dalamnya hingga hari Kiamat." Kemudian beliau berkata pula kepada yang lain dengan lemah lembut, sabdanya: "Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah, hanyasanya ketaatan itu di dalam kebajikan." #ImamMuslim - 3424 Hadits sejenis: #ImamBukhari - 6716 #ImamAnNasai - 4134 Begitulah mereka bersikap. Mendengar dan mentaati, selama tidak dalam kemaksiatan. Mereka tidak ghuluw, meraka tidak ifrath tidak pula tafrith. Allahu a'lam Baaqiyah!
0 notes
Quote
يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ الْمَشْرِقِ فَيُوَطِّئُونَ لِلْمَهْدِيِّ يَعْنِي سُلْطَانَهُ Sekelompok manusia datang dari arah timur lalu menyerahkan kekuasaannya kepada Al Mahdi. قْتَتِلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ ابْنُ خَلِيفَةٍ ثُمَّ لَا يَص��يرُ إِلَى وَاحِدٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَطْلُعُ الرَّايَاتُ السُّودُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ فَيَقْتُلُونَكُمْ قَتْلًا لَمْ يُقْتَلْهُ قَوْمٌ ثُمَّ ذَكَرَ شَيْئًا لَا أَحْفَظُهُ فَقَالَ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ اللَّهِ الْمَهْدِيُّ Kelak tiga orang akan berperang didekat perbendaharaan kalian ini (yaitu Ka'bah), dan kesemuanya adalah anak khalifah. Dan tidak ada yang menang melainkan satu orang, lalu muncullah bendera-bendera hitam dari wilayah timur, mereka lantas memerangi kalian dengan peperangan sengit yang sama sekali belum pernah dilakukan kaum manapun. Jika kalian melihatnya, maka berbaiatlah kepadanya walaupun sambil merangkak di atas salju, karena sesungguhnya dia adalah khalifah Allah Al Mahdi.
0 notes
Text
CARA PRAKTIS MENGHINDARI API NERAKA Sebagai seorang mukmin, kita meyakini bahwa orang yang tidak beriman (kafir) pasti masuk neraka! Sebaliknya, seorang yang beriman sekalipun juga belum tentu (langsung) masuk syurga, apalagi bila keimanannya hanya sekedar klaim keimanan! Harus ada pembuktian. Karena orang kafir tempatnya di neraka, maka agar kelak kita tidak berkumpul bersama dengan mereka di neraka, alangkah baiknya bila kita mengikuti sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berikut sekaligus sebagai bentuk pembuktian keimanan kita. حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنُونَ ابْنَ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَجْتَمِعُ كَافِرٌ وَقَاتِلُهُ فِي النَّارِ أَبَدًا Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah serta Ali bin Hujr mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il -yaitu Ibnu Ja'far- dari Al 'Ala dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang kafir tidak akan berkumpul dengan pembunuhnya (Mukmin) dalam neraka." #ImamMuslim - 3506 Hadits lain : #ImamAbuDaud - 3124 #ImamAhmad - 7259, 8283, 8460, 8566, 8798, 8820 dan 8974 Na'am, berdasarkan hadits di atas, seorang mukmin yang membunuh orang kafir, kelak di akhirat nanti akan mendapatkan tempatnya di syurga, karena mustahil ia akan berkumpul bersama orang yang telah ia bunuh tersebut. Allahu a'lam. Baaqiyah!
0 notes
Text
USHUL-USHUL KHAWARIJ Khawarij mempunyai ciri-ciri tertentu. Mereka juga mempunyai ijtihad yang banyak dan bermacam-macam. Namun ada prinsip-prinsip pokok yang menjadi kesepakatan seluruh Khawarij. Ar Ras’ani dalam Mukhtashar Al Farq bayna Al Firaq berkata: “Al Ka’bi menyebutkan bahwa prinsip-prinsip mereka (yakni Khawarij) adalah: 1. Mengkafirkan Ali, Utsman, pelaku perang Jamal dan kedua belah pihak yang bertahkim serta siapapun yang rela dengan tahkim tersebut. 2. Mengkafirkan dengan sebab dosa besar. 3. Wajib keluar atas imam yang dzalim. Al ‘Asy’ari dalam Maqalat Al Islamiyin berkata: “Inti dari pendapat Khawarij adalah: 1. Khawarij sepakat mengkafirkan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu setelah bertahkim. Mereka berselisih apakah kekafirannya itu syirik atau tidak. 2. Mereka sepakat bahwa semua dosa besar adalah kekafiran, kecuali An Najdat. 3. Mereka sepakat bahwa Allah mengadzab pelaku dosa besar dengan adzab yang kekal, kecuali An Najdat. 4. Semua firqoh Khawarij berkata bahwa Al Qur’an adalah makhluk. 5. Semua firqoh Khawarij menetapkan kepemimpinan Abu Bakar dan Umar, mengingkari kepemimpinan Utsman ketika terjadi peristiwa yang menyebabkan terbunuhnya, menetapkan masa kepemimpinan Ali sebelum peristiwa tahkim dan mengingkarinya pasca peristiwa tersebut. Mereka mengkafirkan Mu’awiyah, Amr bin Al Ash, dan Abu Musa Al Asy’ari. Mereka membolehkan diluar suku Quraisy menjadi khalifah jika memang berhak. Dan mereka tidak menetapkan kepemimpinan seseorang yang dzalim. Rizqon menceritakan dari An Najdat bahwa mereka berpendapat imam itu tidaklah diperlukan, cukup dengan menegakkan kitabullah saja. 6. Khawarij tidak mengakui adzab kubur dan berpendapat bahwa tidak ada seorangpun yang mengalami adzab kubur” (selesai) Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari: “Prinsip-prinsip yang disepakati mereka diantaranya adalah mengambil petunjuk Al Qur’an dan menolak hadits yang tidak sesuai dengan petunjuk itu secara mutlak” (selesai) Asy Syahrastani berkata: “Yang menjadi kesepakatan mereka adalah: 1. Berlepas diri dari Utsman dan Ali Radhiyallahu’anhuma, mendahulukan hal itu dari semua ketaatan dan tidak mensahkan pernikahan kecuali berdasarkan atas hal tersebut. 2. Mengkafirkan pelaku dosa besar. 3. Dan berpendapat bahwa keluar membangkang atas imam yang menyelisihi sunnah adalah wajib” (Al Milal wa An Nihal). Sumber : Bahtsun fi Al-Khawarij (Sebuah Studi Tentang Khawarij) Oleh: Syaikh Husain bin Mahmud Alih bahasa: Syahid Salim Publikasi: KDI Media
0 notes
Text
LARANGAN MEMINTA BANTUAN ORANG KAFIR DALAM PERANG Telah masyhur sebuah kisah bahwa suatu ketika dalam perjalanan menuju Badar, rombongan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertemu dengan seorang laki-laki yang terkenal gagah berani. Melihat kedatangan laki-laki tersebut, para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam merasa gembira, apalagi kedatangan laki-laki tersebut tidak lain adalah untuk bergabung dengan pasukan kaum muslimin. Bagaimanakah reaksi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menanggapi keinginan laki-laki tersebut? حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ مَالِكٍ ح و حَدَّثَنِيهِ أَبُو الطَّاهِرِ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ الْفُضَيْلِ بْنِ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نِيَارٍ الْأَسْلَمِيِّ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِبَلَ بَدْرٍ فَلَمَّا كَانَ بِحَرَّةِ الْوَبَرَةِ أَدْرَكَهُ رَجُلٌ قَدْ كَانَ يُذْكَرُ مِنْهُ جُرْأَةٌ وَنَجْدَةٌ فَفَرِحَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ رَأَوْهُ فَلَمَّا أَدْرَكَهُ قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِئْتُ لِأَتَّبِعَكَ وَأُصِيبَ مَعَكَ قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ لَا قَالَ فَارْجِعْ فَلَنْ أَسْتَعِينَ بِمُشْرِكٍ قَالَتْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالشَّجَرَةِ أَدْرَكَهُ الرَّجُلُ فَقَالَ لَهُ كَمَا قَالَ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَالَ أَوَّلَ مَرَّةٍ قَالَ فَارْجِعْ فَلَنْ أَسْتَعِينَ بِمُشْرِكٍ قَالَ ثُمَّ رَجَعَ فَأَدْرَكَهُ بِالْبَيْدَاءِ فَقَالَ لَهُ كَمَا قَالَ أَوَّلَ مَرَّةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ نَعَمْ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلِقْ Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Malik. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir sedangkan lafadznya dari dia, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Wahb dari Malik bin Anas dari Al Fudlail bin Abu Abdullah dari Abdullah bin Niyar Al Aslami dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke Badar, tatkala beliau sampai di Harratul Wabarah, beliau ditemui oleh seorang laki-laki yang terkenal gagah berani. Maka para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam merasa gembira ketika melihat kedatangannya. Laki-laki tersebut berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Aku sengaja mengikuti anda karena hendak ikut berperang dipihak anda dan bersama-sama dengan anda." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya: "Apakah kamu sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda: "Jika demikian, kembalilah kamu pulang, sebab kami tidak membutuhkan pertolongan orang-orang Musyrik." 'Aisyah berkata, "Maka pergilah orang itu, namun ketika kami dekat dengan sebatang pohon, orang itu datang kembali menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata seperti semula, sementara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga bertanya seperti semula. Selanjutnya beliau bersabda: "Jika demikian, kembalilah kamu pulang, sebab kami tidak membutuhkan pertolongan orang-orang Musyrik." Dia berkata, "Maka pergilah dia, kemudian ketika kami sampai di baida`, dia datang kembali, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya pula kepadanya seperti semula: "Apakah anda sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?" Jawab orang itu, "Ya aku beriman." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Mari, teruslah jalan." #ImamMuslim - 3388 Hadits lainnya : #ImamTirmidzi - 1479 #ImamAhmad - 23250 Allahu Akbar! Jawaban yang amat tegas dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Jawaban yang mencerminkan sikap baro'ah, tanpa kompromi! Sikap yang saat ini diteladani dan diterapkan oleh Daulah Islam... Allahu a'lam Baaqiyah!
0 notes
Photo
0 notes
Quote
Imam an-Nawawi berkata : "Ketidakbersalahan 'Aisyah pada peristiwa al-Ifk telah dikonfirmasi oleh Al-Qur'an, oleh karena itu siapa pun yang meragukan ketidakbersalahannya termasuk orang yang tidak beriman dan murtad menurut ijma (konsensus) seluruh 'Ulama Muslim." Syarh an-Nawawi 'ala Shahih Muslim (117/17) #Rawafidh_Shia
0 notes
Text
TEGAR DISAAT FITNAH Kehidupan dalam selubung kabut fitnah yang kita alami saat ini, ternyata sudah dinubuwwahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana tercermin dalam dialog beliau dengan para sahabatnya. Dalam dialog tersebut, beliau juga memberi solusi bagaimana kita harus bersikap agar bisa tetap tegar dikala fitnah melanda. حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ عُمَارَةَ بْنِ حَزْمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَيْفَ بِكُمْ وَبِزَمَانٍ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ يُغَرْبَلُ النَّاسُ فِيهِ غَرْبَلَةً وَتَبْقَى حُثَالَةٌ مِنْ النَّاسِ قَدْ مَرِجَتْ عُهُودُهُمْ وَأَمَانَاتُهُمْ فَاخْتَلَفُوا وَكَانُوا هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ قَالُوا كَيْفَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا كَانَ ذَلِكَ قَالَ تَأْخُذُونَ بِمَا تَعْرِفُونَ وَتَدَعُونَ مَا تُنْكِرُونَ وَتُقْبِلُونَ عَلَى خَاصَّتِكُمْ وَتَذَرُونَ أَمْرَ عَوَامِّكُمْ Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar dan Muhammad bin As Shabah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abu Hazim telah menceritakan kepadaku Ayahku dari 'Umarah bin Hazm dari Abdullah bin 'Amru, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bagaimana keadaan kalian dengan zaman yang hampir tiba, disaat manusia dipisah dan dipilah-pilah, lalu yang tersisa hanyalah orang-orang yang hina di antara manusia? Mereka telah merusak dan mencampur aduk amanat dan perjanjian, yang membuat mereka saling berselisih, dan beginilah keadaan mereka. -beliau menjalin jari-jarinya-" Mereka bertanya, "Bagaimana keadaan kami wahai Rasulullah jika keadaannya seperti itu?" Beliau menjawab: "Peganglah dengan erat apa yang kalian ketahui dan tinggalkan apa yang kalian ingkari, terimalah dari orang-orang tertentu kalian dan tinggalkanlah urusan orang awam kalian." #ImamIbnuMajah - 3947 Sedang dalam hadits riwayat #ImamAbuDaud - 3779 disampaikan : Telah menceritakan kepada kami Al Qa'nabi bahwa Abdul Aziz bin Abu Hazim menceritakan kepada mereka, dari Bapaknya dari Umarah bin Amru dari Abdullah bin Amru bin Al Ash bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bagaimana kondisi kalian pada zaman, atau beliau mengatakan, "Hampir-hampir akan datang kepada kalian suatu masa, orang-orang yang baik telah pergi dan tinggal orang-orang yang jelek. Janji-janji dan amanah mereka telah rusak, mereka berselisih, dan mereka menjadi seperti ini -beliau menganyam antara jemarinya-". Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu bagaimana dengan kami; apa yang engkau perintahkan?" Beliau menjawab: "Ambillah apa yang kalian ketahui (dari kebenarannya) dan jauhi apa yang kalian ingkari, terimalah apa yang menjadi hak kalian dan tinggalkan apa yang menjadi hak khalayak umum." Abu Dawud berkata, "Demikianlah hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan banyaknya jalur periwayatan." Dan dalam hadits #ImamAhmad - 6766 dikatakan : Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim dari Umaroh bin 'Amru bin Hazm dari Abdullah bin 'Amru, dia berkata; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Dikuatirkan akan pergi orang-orang yang baik dari manusia, sehingga tersisalah orang-orang yang buruk dari mereka, perjanjian-perjanjian dan amanah-amanah mereka rusak, dan kondisi mereka seperti ini -beliau menganyam antara jari-jarinya-." Para sahabat bertanya; "Jika demikian, lalu apa yang harus kami kerjakan wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Kalian ambil apa yang kalian ketahui dari kebenaran, dan jauhilah apa yang kalian ingkari, bersamalah dengan orang-orang pilihan dan jauhilah kebanyakkan manusia." Qutaibah bin Sa'id meriwayatkannya kepada kami dengan sanadnya, kecuali bahwa ia berata; "dan tersisa orang-orang yang buruk dari mereka dan hendaklan kalian tinggalkan perkara kebanyakkan orang." Allahu a'lam.
0 notes
Text
لَيْسَ الْخَبَرُ كَالْمُعَايَنَةِ Berita itu tidak sama dengan menyaksikan secara langsung.
0 notes
Text
إِنَّ هَذَا الْأَمْرَ فِي قُرَيْشٍ Sesungguhnya perkara kekhilafahan ini ada pada orang-orang Quraisy
0 notes
Text
مَنْ سَلَّ عَلَيْنَا السِّلَاحَ فَلَيْسَ مِنَّا Barangsiapa menodongkan sejata kepada kami, maka bukan termasuk golongan kami
0 notes