Aku dan Surga yang kubuat sendiri • Penjelajah Ruang, Penikmat Waktu
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
MENOLAK LUPA
Aku tidak mengenalmu secara langsung, aku hanya mengetahuimu Aku membaca perjuanganmu, Dan kemudian tau bahwa kau satu dari sekian banyak senior organisasi yang sama denganku, aku bangga, Aku mungkin tak bisa berbuat banyak tentang menuntut keadilan atasmu, Atau membalas dendam, mereka yang terkait jauh lebih kuat dan perkasa bahkan tak takut penjara, Kamu tak ada, tapi idemu nyata, bertahan dalam fikir banyak manusia, melanjutkan perjuangan lewat banyak nama, mengabadikanmu melewati masa. Semoga amal ibadahmu diterima; #MenolakLupa #Munir
0 notes
Text
NERAKA GIGI UNTUK NARAPIDANA
Untuk saya, penyakit paling menjengkelkan seumur hidup adalah sakit gigi. Saya berkenalan dengan penyakit ini hampir di seluruh kehidupan. Gigi pertama saya yang rusak adalah momen paling menyakitkan sepanjang tahun. Setelah rusak parah akhirnya dicabut dan rasanya seperti terbang ke nirwana. Neraka sakit gigi adalah penyiksaan paling menyakitkan yang mungkin bisa digunakan untuk para narapidana kasus berat, kita bisa membuat banyak lubang di gigi para narapidana, memberikan makanan penuh bakteri, biarkan mereka sakit gigi, lalu kurung mereka dalam penjara tanpa obat. Dalam beberapa waktu biarkan mereka berteriak dan menjerit, merasakan neraka gigi. Saya jamin mereka akan taubat dan tak akan lagi berbuat jahat. Sekali lagi, ini hanya imajinasi. Tapi merawat gigi memang susah, walau sudah gosok gigi dua kali sehari dan menggunakan gaya yang dianjurkan oleh sales Pepsodent. Tetap saja gigi saya berlubang, dan sialnya mereka bergiliran. Satu selesai, ditambal, satu lagi menumbuhkan lubang. Sangat mengesalkan karena betapa lemahnya bajingan gigi di mulut saya, mereka tidak tau betapa ngilunya rasa bor gigi, atau nyerinya congkelan-congkelan yang dilakukan dokter. Memikirkannya saja membuat saya merinding. ** *
0 notes
Text
TEORI HUTAN GELAP DAN IMAJINASI LIAR TENTANG MOYANG MANUSIA
Beberapa waktu lalu, dalam salah satu platform media sosial, saya menjawab satu pertanyaan yang diajukan oleh pengguna lainnya. Kurang lebih pengguna tersebut menanyakan tentang bagaimana jika selain di Bumi kita, ternyata ada makhluk lain yang cerdas seperti kita di alam semesta luar sana. Jika seandainya memang benar bahwa ada kehidupan cerdas lainnya dengan kemungkinan peradaban yang lebih maju, apakah kita dengan bodohnya, dalam seratus tahun kemajuan teknologi yang sangat mutakhir, telah menunjukkan posisi kita sendiri kepada kehidupan cerdas lain diluar sana? Ini berkaitan dengan Teori Hutan Gelap. Dimana yang lemah akan dimasa oleh yang kuat. Jika anda kuat, anda akan menjadi predator yang diam-diam mengintai mangsa lemah disekitar anda. Tanpa keributan, senyam. Lalu menikmatinya. Jika anda lemah sebaiknya anda bersembunyi sedemikian rupa di pojokan, bertahan hidup. Tak merayu untuk dimangsa, dan menjauh dari rasa ingin tahu yang kemungkinan akan membunuh anda. Ini yang terjadi pada kita dalam seratus tahun terakhir, kita ngebut dalam berbagai capaian tekhnologi, bahkan kita berusaha untuk mengeksplorasi angkasa atas nama ilmu pengetahuan. Bagi para penganut Teori Hutan Gelap, kita seperti membakar api unggun ditengah hutan, memanggang daging yang kita buru dengan bumbu yang beraroma lezat, mengundang orang lain untuk datang dan menggorok leher kita hanya untuk merebutnya. Apakah kita siap? Selama ini banyak upaya yang dilakukan untuk mencoba berkomunikasi dengan bentuk kehidupan lain dari luar angkasa. Tapi sama sekali tak ada respon yang diterima. Entah benar tak ada yang mampu/bisa menangkapnya. Atau mereka sedang mengintai dari jauh, belajar tentang kita, dan menyusun rencana bagaimana untuk berurusan dengan makhluk bernama manusia. Tapi ketika pertanyaan ini muncul, imajinasi saya liar berputar dengan sendirinya. Jika memang benar ada bentuk kehidupan dengan peradaban sangat maju dengan jarak jutaan atau milyaran tahun cahaya dari kita, apakah akan repot-repot datang ke tempat yang mereka anggap primitif seperti Bumi kita? Toh, jika memang benar mereka ingin mengeksploitasi sumber daya, mereka akan memulai dengan planet-planet di sekitar peradaban mereka, lalu memulai ekspansi nya dari sana. Tapi kemudian saya mulai mencurigai keberadaan manusia itu sendiri. Jangan jangan, ribuan atau puluhan ribu tahun lalu, mereka telah menemukan planet kita yang cantik. Sumber daya yang melimpah, perawan tak bernoda. Tapi karena jarak, mereka tak bisa langsung menikmatinya. Mereka hanya menemukan sekumpulan kadal besar-kecil (yang kita sebut dinosaurus) dan berbagai jenis simpanse tak berkembang. Lewat berbagai pertimbangan, mereka memutuskan untuk memulai proyek perpanjangan peradaban, dimana mereka akan mengirim gen unggul yang mereka ciptakan sebagai agen awal untuk melakukan eksploitasi terhadap planet tersebut. Agen tersebut akan menjadi moyang bangsanya dan terus mengembangkan peradaban mandiri yang bisa diamati dan diteliti dari jauh (seperti semacam penelitian perilaku makhluk hidup). Kita, manusia, menyebut agen tersebut dengan sebutan Adam dan Hawa, moyang dari ummat manusia. Jauh dari tempat kita, mungkin beberapa dari mereka sedang mengawasi kita. Menertawakan hal-hal yang baru kita temukan. Menjawab doa-doa kita sebagai Tuhan. Apa mungkin begitu? Tapi ini hanya imajinasi liar! ** *
0 notes
Text
AKU TAK INGIN DIMAKAN WAKTU!
Aku duduk di tengah keramaian Tapi tak ada suara Aku bersama kerumunan yang diam Berbaring dalam sepi Walau panas terik Atau deras hujan Mereka masih tak bergerak... Dibawah pohon disekitar meraka Aku duduk termenung; "Akan aku seperti mereka nanti? Bisakah aku melawan takdir? Menghentikan nasib? Aku tak ingin dimakan waktu!"
0 notes
Text
IBU KOTA BARU DAN KERETA CEPAT KE BRUNEI
Hari ini, Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan lokasi calon ibu kota baru Indonesia yaitu Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Kedua kabupaten itu terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Saya sendiri berusaha untuk selalu mengikuti berita tentang proses pemindahan Ibukota, karena selain memang menarik perhatian, kebijakan ini benar-benar berpengaruh besar bagi sejarah peradaban kita sebagai bangsa-negara. Walau tidak terlibat, menjadi saksi dalm prosesnya tentu menjadi hal yang baik untuk dikenang, apa nantinya kebijakan ini akan membawa perubahan yang baik ataukah sebaliknya, tidak hanya akan menjadi tanggung jawab pemerintah tapi juga seluruh warga negara.
Karena pernyataan resmi lokasi sudah diumumkan, maka ini jelas kebijakan yang akan dilaksanakan, kemungkinan batalnya hanya jika ada tekanan dan halangan dari wakil rakyat atau opini kuat dari masyarakat. Walupun kemungkinan itu akan sangat (-sangat) kecil. Jadi izinkan saya berandai-andai seandainya nanti Ibukota negara sudah secara resmi pindah ke lokasi baru. Karena letaknya di dua kabupaten yakni Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, maka kita harus membuat sebutan baru yang lebih singkat agar mudah diucapkan. Mari kita menyebutnya kota Paku.
Jika Paku resmi menjadi ibukota, maka kota ini akan menjadi satu dari destinasi adu nasib bagi para pengubah takdir. Mobilisasi warga negara menuju Ibukota baru pasti akan terjadi secara bertahap, karena jelas untuk memutar roda kota perlu bahan bakar pekerja. Dengan jumlah penduduk dua kabupaten (yang jika digabung) tak sampai satu juta jiwa, maka pemerintah jelas akan membuka lapangan kerja baru untuk membantu daya dukung kota. Dalam kurun waktu 10 tahun atau mungkin lebih cepat -atau lebih lambat, Paku akan tumbuh menjadi kota dengan penduduk yang banyak, kita kemudian akan dihadapkan dengan peningkatan permintaan kebutuhan primer dan sekunder bagi warga ibukota, pembangunan juga akan masif digalakkan, tidak hanya di Paku tapi juga di kota sekitarnya seperti Balikpapan dan Samarinda. Kota satelit baru juga mungkin akan muncul jika arus pertumbuhan penduduk terus bertambah.
Ketakutan terbesar saya adalah, jika laju pertumbuhan dan pembangunan semakin meningkat, maka deforestasi di Kalimantan akan bertambah dan melaju kian cepat. Saya akan mengutip salah satu laporan untuk memperkuat imajinasi saya ini:
“Dari sekitar 74 juta hektar hutan yang dimiliki Kalimantan, hanya 71% yang tersisa pada 2005. Sementara jumlahnya pada 2015 menyusut menjadi 55%. Jika laju penebangan hutan tidak berubah, Kalimantan diyakini akan kehilangan 6 juta hektar hutan hingga 2020, artinya hanya kurang dari sepertiga luas hutan yang tersisa.”
Tepat pada tahun 2020, bertepatan pada dimulainya proses pemindahan ibukota, hutan kita di Kalimantan hanya sisa sepertiga. Sepuluh tahu kemudian jelas akan jauh berkurang, puluhan tahun kemudian Kalimantan tak akan jadi jantung dunia lagi jika pemerintah tidak mengambil kebijakan yang tepat terkait pembangunan pasca pemindahan ibukota, jika tidak, kita hanya akan melihat beton dan sawit di Kalimantan.
Imajinasi saya yang lain adalah, Tiongkok akan berinvestasi untuk membangun jalur kereta cepat dari ibukota Paku menuju Bandar Seri Begawan, sehingga nantinya masyarakat kedua negara bisa saling sapa dan buang dana di ibukota masing-masing. Dengan nantinya akses transportasi seperti LRT/MRT/CommuterLine dibangun untuk menghubungkan Paku dengan kota lainnya seperti Samarinda dan Balikpapan, maka laju turis kaya dari Brunei sangat mungkin digaet untuk datang ke kota-kota tersebut. Jika kita juga membangun icon bagus macam Monas di ibukota baru pasti banyak pelancong yang datang sekedar untuk update status instagram. Investasi Tiongkok tidak akan berhenti di Bandar Seri Begawan, Sabah dan Serawak mungkin akan terhubung pula dengan ibukota baru kita. Tol-tol atau jalur kereta pasti akan dibangun untuk menghubungkan kota-kota besar tiga negara pada puluhan tahun kedepan, dan kemudian kita bisa katakan selamat tinggal pada hutan. ** *
0 notes
Text
KITA ADALAH IKAN
Kemarin sore, saya dan Jono -teman perantauan asal Merauke, asyik mengobrol ngalor ngidul, mulai dari dukungan Ust. Adi Hidayat ke salah satu paslon peserta pilpres, kemungkinan kalah dan menangnya, soal profesi, masa depan, sampai akhirnya bicara tentang kehidupan.
Awal mulanya, kami bicara disparitas peradaban antara masyarakat di Pulau Papua dan Pulau Jawa, kami sepakat sentralisasi era Orde Baru adalah faktor utama tertinggalnya pembangunan di Papua, waktu saya tanya potensi keberhasilan separatisme, Jono lugas menjawab: "Sulit, masyarakat disana sulit untuk merdeka, banyak yang belum pintar". Dia berkisah, dulu di tahun 2000-an ketika masyarakat pedalaman Papua diberikan bantuan berupa beras, mereka masih bingung memasaknya, jadi jika Papua ingin merdeka masih akan menjadi mimpi pipa jika kualitas masyarakat nya belum ditingkatkan.
Akhirnya kami juga bicara tentang awal penciptaan manusia, sejarah nya, percaya atau tidak kita berasal dari monyet, pro-darwinisme hahaha, hingga alasan mengapa eksistensi kita sebagai makhluk harus 'ada'. Saya menyampaikan pikiran saya pada Jono: bahwa dalam hidup kita ini seperti ikan. Mengapa?
"Kita seperti ikan di sungai, berada dalam satu tempat, berenang di satu tempat kecil di sudut sungai, selalu mengikuti arus sungai, tak pernah melawan, lalu karena satu alasan beberapa ikan ingin melawan takdirnya, ingin melawan arus, ikan-ikan itu menghabiskan sepanjang waktu dan hidupnya hanya untuk melawan kejamnya arus, kadang ikan itu bertemu dengan arus yang lembut, kadang juga ikan itu harus melawan arus kuat, lalu beberapa ikan berhasil, diujung sungai mereka menemukan negeri luas bernama lautan, sayangnya bahkan sebelum berjuang untuk bertahan, beberapa ikan mati karena tidak dapat menyesuaikan diri, gugur tanpa mewujudkan mimpi, mereka yang bertahan hanya bisa berjuang, menerima kenyataan bahwa ada banyak spesies luar biasa di negeri baru, jika tak hati-hati mereka hanya berakhir di saluran pencernaan salah satu dari spesies kuat, setelah sekian lama ikan menyadari bahwa lautan tak ada bedanya dengan sungai kecil tempat dia berasal, lautan hanya wadah yang lebih besar dari sungai, sekuat apapun dia melawan takdir ikan tidak akan terbang diudara atau berjalan di daratan.
Sama halnya dengan manusia, beberapa pemuda desa, yang bosan dengan lingkungan kecil damai disudut dunia, ingin mengubah nasib dan melawan takdir, mereka merantau, pergi dari desa, mencari peruntungan nasib di kota, beberapa ada yang berhasil sampai di kota, tapi bahkan sebelum bisa berjuang untuk untuk bertahan, beberapa dari mereka menyerah karena kerasnya lingkungan kota, sementara yang lainnya tetap berusaha dan percaya bahwa takdir akan berubah seiring dengan usaha, sayangnya mereka melihat pahitnya nasib, ada banyak pemuda luar biasa dari kota, dengan pendidikan yang lebih tinggi, penampilan yang lebih baik, keluarga kuat yang mendukung, perbedaan ini seperti langit dan bumi dengan mereka, lalu beberapa dari pemuda desa menyerah, sebagaian lainnya tetap berjuang melawan takdir, apapun mereka kerjakan, walau dengan hasil sedikit mereka merasa bahagia karena mampu keluar dari roda nasib mereka sebagai pemuda desa, tapi mereka juga sadar bahwa kota tak ada bedanya dengan desa, hanya wadahnya saja lebih besar, hirarki nya kurang lebih sama, dengan si kaya berkuasa dan si miskin berada dibawahnya, walaupun suatu saat nanti mereka menjadi si kaya, mereka sadar bahwa sampai kapanpun mereka tidak akan pernah bisa mengubah takdir sebagai manusia, mereka hanya dapat mengubah posisi dan status atau berpindah dari wadah kecil ke wadah yang lebih besar,
Layaknya pion prajurit dalam papan catur, kita hanya dapat maju terus kedepan, jika beruntung kita dapat berubah posisi dengan memangsa lawan, terus maju kedepan, jika keberuntungan berlanjut kita dapat merubah status kita menjadi, benteng, menteri, bahkan seorang ratu, tapi kita tidak akan pernah menjadi raja di papan itu. Kita juga tidak akan pernah merubah diri menjadi 'tangan' yang memindahkan posisi pion catur, kita juga tidak akan pernah menjadi 'otak' yang memikirkan dan memberikan perintah kepada 'tangan', tidak akan pernah. Selamanya, kita hanya akan menjadi pion".
Setelah mendengar cerita saya, baik Jono dan saya terdiam sejenak. Jono lalu berpendapat, sesuai dengan Al-Quran tujuan penciptaan dari manusia untuk beribadah kepada Tuhan, dan saya sepakat. Tapi, jauh didalam lubuk hati saya, selalu ada pertanyaan, yang berbisik lirih: apa benar hanya itu tujuan dari eksistensi manusia?
Ditulis pada hari Minggu 14 April 2019, diselesaikan setelah sholat Shubuh, karena tidak ada ada Morning Class, salam untuk saudaraku Jono yang sudah pulang ke Merauke.
1 note
·
View note