Text
Kembali.
Sesampainya aku di rumah, aku membuka pintu depan lalu memasuki ruang tamu. "Assalamu'alaikum" aku agak mengeraskan suaraku. Tak terdengar jawaban dari mama maupun bapak.
Langkahku langsung tertuju ke kamar depan. Tempat dimana bapak berbaring dalam masa sakitnya. Begitu kubuka pintu itu, nampak suasana yang begitu canggung dan rasanya cukup baru bagiku.
Mamah dan bapa sedang menangis bersama.
Aku lemas terduduk di ujung kasur bapak. Mematung menyaksikan adegan pilu itu. Lalu mama seakan melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong karena kedatanganku, sambil menangis ia terbata-bata berkata
"Mama belum siap kalau ditinggalkan bapak"
"Neng, tadi bapak bilang. Kalau bapak berdo'a biar dipendekkan aja umurnya. Biar ga ngerepotin mamah, & anak-anaknya"
Bendungan air mataku mendesak tak tertahan. Namun bibirku masih membeku. Aku bingung harus bereaksi bagaimana.
"Bapak ngerasa ibadah aja sekarang gak bener. Bapak thoharoh aja udah kacau. Buang air udah di kasur terus. Gimana do'a bapak bakal dikabul. Bapak aja kotor begini ibadahnya" bapak menyambung ucapan mama sambil mengusap air mata.
Aku menangis. Air mata yang selalu aku tahan di hadapan orangtuaku agar tak mengalir, kini sangat deras.
Siang itu, percakapan kami masih berlanjut. Berkolaborasi dengan air mata dari 3 muara bola mata disertai do'a dan harapan yang sama.
-Ingin bapak kembali sehat seperti sedia kala-
0 notes
Text
Waktu yang luang.
Pagi tadi seperti biasa, aku dan suamiku saling bekerjasama merawat rumah yang saat ini kami tinggali. Aku dengan bagianku, dan dia dengan bagian yang ia bisa. Tetapi pagi tadi ada yang tidak persis sama dengan kemarin, rutinitas beberes & bebersih itu dilakukan setelah suamiku pulang jogging di running track dekat rumah. Sudah lama sekali kapan terakhir dia jogging pagi.
Aku yang tengah mengayun-ayunkan sapu dengan sadar nyeletuk, "yah, kangen banyak kerjaan. Beberapa hari ini lagi sepi. Bulan kemarin income kita lagi banyak-banyaknya"
"Yeeeeeee. Ibuuuu. Gak boleh gitu" jawabannya kali ini tidak memerlukan banyak hitungan detik. Seringkali dia kelihatan banget mikirnya tiap aku tanya sesuatu. Tapi kali ini terdengar begitu menyambar.
"Oh iya, ya. Maaf. Kan rezeki gak harus uang, ya. Dikasih waktu buat olahraga pagi juga rezeki, ya" Refleks aku menimpali ucapannya karena aku memang langsung tersadar ada yg salah dengan topik obrolan yg baru saja aku buka.
"Nah, itu ngerti. Nikmatin aja waktu sekarang. Kita kadang kangen juga santai santai aja, kan?"
Iya, bener. Aku sepakat. Suamiku kalau lagi bener, ya aku tentu harus manggut-manggut. Suami yang selalu percaya rezeki dari Allah itu bukan hanya uang juga salah satu bentuk rezeki.
Alhamdulillaah pagi tadi menjadi latar pengingat tentang Syukur untuk insan yang masih sangat banyak alfanya ini. Bentuk rezeki itu sangat luas. Yang sempit terkadang cara kita memandang rezeki itu sendiri.
0 notes
Text
Obat kimia.
Meski bagi sebagian kalangan dinilai buruk, bagiku obat kimia tak seburuk pandangan mereka. Aku hidup dan tumbuh dengan merasakan aneka rasa sakit seperti manusia pada umumnya. Beberapa diantaranya tak sanggup kuhadapi tanpa peran obat kimia. Sesederhana itu.
Manusia itu macam-macam. Ada yang nyari topik menarik biar bisa nyambung pas ngobrol. Gak sedikit nyari sesuatu yang menarik dari orang itu biar dia bisa merasa nyambung. Tapi bagiku ada juga yang kurang asik meskipun dia udah coba nyambung sama obrolan oranglain seperti orang yang bilang "jangan dikit-dikit minum obat, sakit kepala tinggal tidur aja nanti hilang sakitnya" sebagai respon dari curhatanku tentang sakit kepalaku yang kadang kambuhan dan harus minum obat. Terdengar sangat meresahkan alias kalau setiap manusia diciptakan tidak beragam dalam setiap sel tubuhnya dan riwayat kesehatannya selama seseorang itu hidup, maka kalimat seperti itu boleh saja dilontarkan.
Serius, lho. Obat kimia ga seburuk itu. Yang bisa kurasa manfaatnya selama ini, obat kimia bisa meringankan rasa sakit dalam waktu yang lebih singkat ketimbang harus nunggu sembuh sendiri. Meski memang kalau masuk ranah ketergantungan bahkan kecanduan, itu lain hal yang pembahasannya akan lebih kompleks.
Tapi, aku punya histori kesehatan pribadi terkait sakit kepala itu sendiri. Ada sakit kepala yang bisa sembuh sendiri tanpa harus minum obat, dan ada tipe sakit kepala yang sangat jelas dari perbedaan rasa sakitnya (yang kurasakan) yang memerlukan bantuan medis. Jadi, alasanku gak terlalu suka dengan orang yang bilang kalimat dengan tulisan miring tadi karena aku pun tidak dikit-dikit minum obat. Aku hanya minum obat ketika diperlukan.
Ya, begitulah.
Seperti kata orang bijak, "membalas dendam seperti obat, memaafkan seperti gizi". Mungkin bagiku, meminum obat dari kalimat itu bukan membalas dendam, namun bisa bermakna lain : Memberi Pelajaran.
0 notes
Text
Sepasang kaos kaki dalam ingatan.
Teringat satu malam dimana aku menghabiskan waktu liburan di rumah kakakku. Malam itu, aku dan kakak iparku membicarakan tentang menu kudapan yang ingin kami makan saat itu. Akhirnya kami putuskan untuk membeli kebab di "depan" yang sebenarnya agak jauhan.
Terlupa di bagian ini, entah apa alasannya, malam itu yang bertugas harus membelinya saat itu adalah aku dan kakakku - yang dingin itu - menggunakan sepeda motor Vario berwarna merah. Di perjalanan, kakakku yang sedang memboncengiku tiba-tiba berkata, "Neng?". Aku yang agak terkejut, refleks saja menjawab "hah?"
"Kalo cadar, emang ada perbedaan pendapat. Tapi kalo punggung kaki, semua ulama sepakat wajib harus ditutup, karna termasuk aurat. Jadi, jangan lupa kaos kaki, ya. Anggap aja sama kayak kerudung. Kalo pake kerudung, pake juga kaos kaki"
Aku agak shock mendengarnya. Antara malu dan senang. Malu karena sebenarnya aku udah tau tentang ini tapi masih lalai. Senang karena ada seseorang yang memerhatikan aku sampai ke bagian kaki yang seringkali terlupakan dan tak nampak jelas. Seseorang itu adalah kakakku yang seringkali mengabaikanku dalam persoalan dunia. Kakakku yang sering kupertanyakan tentang rasa sayangnya terhadapku karena dia terlalu cuek.
Kakiku yang kala itu memang tidak tertutup kaos kaki, tak luput dari pandangannya. Ia yang kupahami masih sangat merasa bertanggungjawab atas dosa-dosaku, karena saat itu aku belum menikah. Ia ingin memastikan aku tidak melupakan (setidaknya) hal yang wajib atas diriku sebagai seorang muslimah. Rasanya seperti kakakku mengucapkan berkali-kali kata sayang kepadaku. Melebihi hadiah makanan dan uang jajan.
Sejak malam itu dan hingga saat ini, bahkan mungkin di sisa usiaku, aku memiliki satu nilai sentimental setiap hendak keluar rumah. Ingatanku memutar kalimat nasehat malam itu. Aku harus pakai kaos kaki ketika keluar rumah. Sayangnya, beberapa kali aku masih melalaikan itu. Biasanya, karena sedang tergesa dan waktu yang mepet.
Nasehat singkat itu memiliki dampak psikis yg panjang untukku. Tiap kali kakiku luput dari sepasang kaos kaki saat berada di luar rumah, hal itu menjadi cukup mengganggu karena menimbulkan rasa bersalah dan rasa tidak nyaman. Mungkin seperti tidak memakai kerudung di tempat umum. Bukan hanya karena merasa berdosa, tapi juga merasa ada yang kurang.
Semoga amal jariyah mengalir dalam timbangan kebaikan aa. Pengingat ini jelas akan selalu kubawa sampai saat kakiku kaku terbungkus kain kafan. Terima kasih atas kasih sayang yang dalam dan jauh itu. Sekali lagi harapku, semoga kita bisa berjumpa lagi di syurga, karena di dunia pertemuan kita amat sangat singkat.
0 notes
Text
Pada hari dimana kami berlomba menahan tangis.
Di hari itu, aku menahan tangis. Sekuat tenaga kubendung air mata yang memaksa mendobrak keluar. Aku memang terbiasa begini. Menyembunyikan banyak emosi diri pada orangtua. Bukan seorang anak perempuan yang terbuka dengan perasaannya kepada ibunya sendiri.
Sedangkan mama, terdengar suaranya agak bergetar, sambil berucap, "nitip neng nya, a". Namun tak terlihat air mata mengalir, atau mungkin tak kelihatan saking tak kuat aku meniliknya lebih jelas.
Aku melambaikan tangan dan suamiku memutar-mutar setir. Perlahan menjauh, semakin kecil mama nampak dari pantulan spion yang tak henti ku tonton.
Setelah beberapa menit, aku terdiam. Dan tangis itu meledak. Entah berapa lama aku hanya dibiarkan suamiku menumpahkan air mata itu. Sambil sesekali mengelus pundakku yang juga berguncang akibat tangisan yang cukup kencang.
Malam hari tiba, masih beberapa kali aku mencuri waktu untuk menangis karena ingat mama dan bapak di rumah. Agak-agak tak percaya saat itu, aku sudah dibawa seorang laki-laki meninggalkan kedua orangtuaku untuk membersamai hidupnya.
Seperti tersambar petir, nada dering ponselku berbunyi, bapak menelpon.
"Mamah nangis wae, neng. Padahal tadi ku bapak ditaros mah teu nanaon teu nanaon wae. Siga nu enya"
Kumatikan telepon dan aku kembali terisak.
0 notes
Text
Sesi Curhat seorang adik perempuan satu-satunya dari seorang kakak sedingin kulkas.
Pernah ga ngerasain kalo do'a kita cepet banget dikabulinnya, padahal itu hanya terucap dalam hati?
Aku baru aja ngerasain. Kemaren beberapa hari ngerasa kangen banget sama aa. Sebelum nikah aja jarang ketemu, karna aa jauh & sibuk. Apalagi setelah nikah, yg aku juga ikut ikutan sibuk.
Trus karna aa itu orangnya cuek dan dingin, tiap ketemu juga kita cuma ngobrol dan saling cerita sesuatu secara garis besarnya aja, hal-hal kecil selalu kita keep sendiri2. Hampir gapernah kita saling tukar emosi pribadi, kayak sedih, kecewa, atau seneng. Kita gak biasa saling nunjukin rasa saling sayangnya kita masing2. Kita ga pernah pelukan atau becandaan semacam ngacak2 rambut dll, gesture tubuh kita berdua juga sama-sama kaku kalo lagi berdua.
Tapi, kalo udah terlalu lama ga ketemu, aku ngerasa kangen juga. Meskipun pas ketemu malah kita cuma ngobrolin hal-hal yang tidak bersifat persaudaraan dan kekeluargaan. Kita selalu lebih milih ngobrol soal konspirasi dunia atau bisnis masing2 aja.
Malam itu, scrolling tiktok dan vt yg isinya tentang brotherhood seseorang. Tiba-tiba nangis aja inget aa. Gimana ya kabarnya, gimana ya bisnisnya, dll. Padahal aku bisa aja chat langsung, tp karna emang ga biasa aja, akhirnya aku lebih pilih tahan kangennya. Sambil ngomong dalem hati, "pengen ketemu aa ya Allah. Meskipun akhir2 ini sibuk, dan aa juga pasti sama. Tp sebentar aja, tolong atur kami buat ketemu dan saling tau kabar masing2"
Beberapa hari setelahnya, tepatnya kemarin. Aku sama aa ketemu :") do'aku dikabulkanNya dan itu gak direncanakan. Kami sama sama pulang ke rumah mama dan bapak. Dengan alasan dan tujuan yg berbeda. Kami ngobrol yg sangat ala kadarnya. Dan aku menikmati moment yg singkat itu. Sesuatu yang biasa, tapi berharga.
Kadang, aku pengen punya kemampuan dengar kata hati dan baca pikiran orang. Salah satunya, aku pengen tau apa aa juga sama-sama punya rasa sayang ke aku, kangen ke aku, dan pengen ketemu? Karna kalo nanya langsung, kayaknya itu mustahil ���
Unik. Sisa obrolan pagi tadi sebelum kami kembali berpisah, kami ingin sama-sama pergi haji tanpa antri. Entah, ada keindahan macam apa di masa depan, antara kami berdua, kakak beradik yang tak pernah saling berbagi kesulitan, tak pernah saling merepotkan ini.
Aa semoga sehat, semoga kita sehat. Bisa sama-sama bahagia. Ketemu lagi di syurga kelak, ya. Semoga kebersamaan kita yg sedikit di dunia ini berbuah pertemuan abadi di sana. Aamiin
1 note
·
View note
Text
Semoga semakin tabah & legowo nerima yg sudah Allah atur. Kenikmatan-kenikmatan semu yg orang-orang tunjukan di sosial media, jangan memengaruhi kita. Realitanya, setiap orang pasti punya masalah dan kekurangan. Bedanya, ada yang menunjukan, ada yang tidak.
3 notes
·
View notes
Text
Roller Coaster Pernikahan
Hidup berumahtangga yang gue rasakan sejak dimulai hingga saat ini, bener-bener kayak naik roller coaster. Jarang banget ada lini masa yg datar-datar aja. Ada, sih. Tapi sebentar. Hampir selalu naik-naik-naiiiiikk, perlahan turun-turun-turun. Abis itu kadang getarannya kenceng banget sampe hampir oleng & puyeng. Sangat berirama sekali✅
Gue sering menyaksikan secara tidak langsung melalui story temen2 yg udah nikah juga. Gimana, sih kilas singkat kehidupan berumahtangga versi mereka. Tentu aja gabisa gue jadiin sebagai tolak ukur itu adalah cerminan senyatanya, mereka mungkin hanya menampakkan yg oke-nya aja. Yang pas roller coaster mereka lagi naiknya doang, yang lagi comfort dan story-able.
Cuman, gue punya 1 mutual yang kelihatannya seharian itu bisa bikin story berkala yang hampir merepresentasikan maybe 80% real life-nya (re: emang rajin banget update story even hal-hal yang sangat rutinity). Dan kebetulan dia sama-sama udah nikah, malah lebih dulu punya anak. Jadi, secara gak sadar bikin gue sesekali menilai bagaimana irama berumahtangga versi dia.
Garis besarnya, dia ini lebih ke nunjukin kalo dia punya relationship yg bagussss banget sama keluarganya. Kayak dalam seminggu, dia bisa update 6 hari dengan nuansa -suami tersayang yg lovable tingkahnya ada aja yg bikin melting- (ngiri banget gue 🤣), ditambah story ttg anaknya yg kayaknya dia almost-never GTM. Sesekali gue liat story ttg dia agak kesusahan cari babysitter buat anaknya. Tapi, dibanding story manisnya dengan suami dan anaknya hampir setiap jam, drama babysitter ini kelelep aja gitu. Daaaan yang makin bikin hampir sempurna adalah, hubungan dengan orangtua, dan mertuanya pun selalu diceritakan dengan tema harmonis. Ya ampun satu lagi, ipar! Juga diceritakan kompak. Satu lagi anjay. Sampe ke kakek nenek uyutnya🤣 luarrrrr biasaaaaaaa. Roller coaster yg kayaknya lebih dominan di atas, sesekali menurun tapi kemiringannya landai, abis itu naik lagi. masyaaAlloh. (Semoga aja bener)
Kalau compare sama punya gue yg tadi gue bilang sangat sering naik-turunnnya bahkan dalam satu pekan, roller coaster punya gue udah bisa bikin gelombang dengan beberapa bukit dan lembah. Kehidupan rumah tangga yang jauh dari kata sempurna.
Kayak siang tadi.
Nah mulai juga cerita punya gue sendiri
Sebelum berangkat pas dijemput orangtua buat pulang kampung, gue sempet ngomong ke suami. "yah, maafin ya kalo ada salah". Reaksi dia cuma lihat wajah gue dan gue ga bisa baca maksud dari raut wajahnya saat itu karena kondisi yg gak bisa bikin gue tatap lama wajah dia. Apologizing saat itu terjadi begitu saja ketika gue dan suami angkut-angkut barang ke dalam bagasi. Dan, bukan karena ga ada apa-apa. Gue baru sempat dan baru merasa lapang untuk meminta maaf setelah sebelumnya roller coaster kami menurun. Sejak 2 hari kemarin, perlahan menurun. Dan timing dasar gelombang ada di siang tadi.
Gue memiliki sifat bawaan yang transparan. Gak bisa menutupi apa yang gue rasain. Emang udah 2 hari ini, gue udah ga sanggup buat kelihatan baik-baik aja. Udah lebih sering diem, dan nangis menjelang tidur. Sebelumnya, gue menahan untuk memverbalkan perasaan gak enak ini. Tapi setelah melalui konsultasi panjang dengan salah satu trusted friend (i hope), gue mesti speak-up sama suami gue. Dan gue pun ngerasa kasiaan liat respon dia yang udah mulai kebingungan mesti gimana. Tiap gue nangis yang ga ngomong apa-apa, dia cuma bisa tanya ada apa, kenapa, dan ga pernah gue jawab. Sampe akhirnya dia cuma bisa ngelus-ngelus gue doang. Saking bingungnya.
Almost been 3 years jadi istri dia, hal yang paling membanggakan adalah dipeluk pas every-worst-thing-happen. Itu bikin gue ngerasa bangga sekaligus bersyukur. Seberat apapun, gue ngerasa dia ada untuk menanggung bersama. Yap, di dasar lembah gelombang saat itu, dia nyamperin gue dan memeluk gue gitu aja. Ga ngomong apa-apa. Dan berhasil bikin gue nangis lagi sambil membagi sucks thing yg udah mengerat selama 2 hari ini. Akhirnya semuanya keluar. Dengan obrolan yang tetap gue yang dominan, dia lebih banyak menyimak dan sesekali menyampaikan opini dia.
Setelah perbincangan serius itu, gue ngerasa sangatttt lebih baik. Meskipun belum ketemu titik terangnya, tp gue ngerasa kalo jalan kelua itu pasti ada sambil berharap sesegera mungkin Allah mudahkan.
Itulah alasan kenapa gue minta maaf sama dia sebelum berangkat. Gimanapun, gue yang harus berbakti sama suami. Gue yang amat perlu ridho dia. Gue sangat ingin dia senantiasa memaafkan kesalahan-kesalahan gue yang mungkin sulit dihindari.
Sekarang roller coaster kami sedang perlahan naik kembali. Pemicu terbesarnya adalah tumbuh kembang anak kami yang lagi lucu-lucunya. Punya anak itu ternyata ngaruh banget sebagai bumbu-bumbu enaknya pernikahan. Alhamdulillaah, gue bisa merasakan jadi seorang ibu dengan segala dramanya. Meskipun lelah, tapi anak emang bawa berkah, sih. Salah satunya ketika hubungan gue dan suami lagi kurang baik, anak selalu jadi jembatan kami tiba-tiba akur lagi.
Roller coaster rumah tangga yang sering banget bisa naik dan turun ini sebenernya cocok sama kepribadian gue yang gampang bosen sama sesuatu. Yang mungkin kalo gue punya rumah tangga kayak mutual gue tadi, yang semuanya selalu hampir sempurna, gue ga akan ngerasain esensi dari lika-likunya kisah membangun-keluarga versi gue ini. Ini semua udah porsi yang sangat sesuai.
Lagi-lagi setiap masalah dalam kehidupan, selalu buat gue jatuh cinta sama Allah. Skenarionya selalu unik dan memiliki makna.
Semoga roller coaster ini selalu dalam koridor baik dan dijagaNya. Semoga senantiasa gue didekatkan dengan teman-teman yang bisa menjadi teladan buat gue dalam berumah tangga dan yang memberi saran dan nasehat baik di kala gue lagi perlu banget diarahkan.
1 note
·
View note
Text
Di zaman yg serba susah ini, kalo masih ada manusia yg punya rasa percaya sama lo itu udah previlege bgt. Makanya kalo lo dengan sengaja ngecewain orang lain yg udah ngasih kepercayaan ke lo, yg rugi itu lo sendiri. Kedepannya ga akan lo dapetin hal yg sama lagi.
Gue mau cerita.
Gue punya rintisan usaha. Silakan dilabeli dengan percetakan. Ada juga studio foto indoor. Namanya merintis, tentu aja belum bisa sampai di tahap orang bakal bilang "epic!". Masih biasa-biasa aja. Konsumen juga yaaa lumayan. Belum sampe yg tiap hari rame terus. Tp income udah bisa mengcover kebutuhan sehari-hari, biaya makan, dan sedikit kebutuhan tersier.
Selain jualan offline dengan buka kios, gue juga sering promosi lewat media sosial yg jangkauannya masih lingkup keluarga, sodara, temen-temen deket, temen-temen agak deket, dan kenalan yg ketemu sesekali doang. Nambah-nambah, lah. Lumayan buat branding knowledge.
Jadi udah biasa banget kalo ada yg pesen lewat chat, terus janjiin mau diambil kapan. Ada juga yg booking foto shoot, ada yg tanya-tanya harga, dsb. Praktis banget, bisa tanya jawab sekaligus promosi cuma dengan pegang HP. Waktunya juga fleksibel. Siang maupun malem, kalo gue sempet, pasti gue ladenin.
Eh tapi, ga semulus itu.
Ga jarang juga, ada orderan masuk lewat chat yg akhirnya mandeg alias ga ada hasilnya, malah bisa bikin rugi. (Huhu)
Sederhananya, temen/kenalan gue pesen satu produk gue yg custom-able. Then, dia janjiin waktu ngambilnya. Gue terlalu ga enakan buat minta dia bayar di awal pake metode transfer. Percaya2 aja dia bakal bayar pas barang diambil. Dan setelah tiba harinya, pesenan jelas beres, tapi gak jadi di ambil. Awalnya nunda karena alasan tertentu, makin lama, udah ga ada alasan tapi chat gue gadibales2, sampe gue males buat nanyain lagi. Pada akhirnya, barang yg dia pesen ya cuma jadi contoh buat next customer. Ga bisa gue perbarui, apalagi dijual ke orang lain karena itu custom stuff. Rugi ga, tuh? Jelas. Gue udah keluar modal bahan baku & waktu, tapi ga dapet laba.
Meskipun gue rugi secara keuangan, tp sesungguhnya yg lebih rugi adalah mereka. Mereka kehilangan kepercayaan dari gue yg bisa jadi suatu saat nanti mereka butuh bantuan gue dan mungkin aja pada waktu tersebut gue males bantuin mereka :") tapi jangan, deh. Gue masih pegang teguh prinsip, be kind to me, i'll be kind to you. hurt me, i'll be kind to you. Intinya gue gamau jadi pendendam. Semoga
Melalui kejadian ghosting yg mereka lakukan, gue jadi tau karakter asli mereka gimana. Bahkan ada 1 orang temen yg awalnya gue kira dia orang yg amanah terhadap hutang, berpendidikan, tapi sama sekali ga jawab chat gue karena ditanyain hutang, eh tapi status sehari-hari dia isinya pamer baju branded :(toxic banget.
Di luar kasus di atas, banyak kejadian di kehidupan sehari-hari yg bersinggungan dgn Rasa Percaya. Bahkan, ketika 1 orang temen kita bilang "jangan bilang siapa-siapa, ya. Gue cuma cerita sama lo" aja, itu menguji kita ini bisa dipercaya atau engga. Kalo cerita itu bocor, konsekuensi terendahnya adalah kita ga akan denger cerita ekslusif dari seseorang yg kita hancurkan kepercayaannya tersebut.
Yaudah, cuma segitu aja.
Kita rusak kepercayaan, kita sendiri yg bakal rugi. Sekian.
1 note
·
View note
Text
03:14 am.
Tepat setelah mengganti popok bayi usia 4 bulan 6 hari yang habis menangis menagih minta susu.
Kalau dipandangi baik-baik jam dinding di kamar, persis setiap terbangun malam-malam atau dini hari, ingatan selalu melayang-layang kepada kenangan masa lalu, pada kisah hidupku sebelum menjadi istri dan ibu.
Seperti dunia ingin kugenggam, begitu menggebu. Begitu banyak hal yang dipelajari, begitu banyak orang yang ingin dikenal, begitu banyak film yang ingin ditonton, buku yang dibaca, sampai rela menguras isi dompet untuk mewujudkan banyak rasa penasaran yang dulu rasanya gak punya alasan untuk hemat.
Haha. Masa muda yang sangat umum. Tapi, segala sesuatu bagiku selalu memiliki makna. Termasuk kehidupanku yang jika dibandingkan dengan hidup Joko Rabbit gak ada apa-apanya, namun bagiku selalu layak disyukuri & kujadikan kisah paling hebat. Sebab, akulah pemeran utamanya.
Semenjak aku menjadi seorang istri, banyak hal pada masa lajangku yang tak lagi aku sentuh. Ada yang sengaja aku tinggalkan, ada yang memang karena gak ada waktu untuk itu. Banyak perubahan yang tanpa aku sadari telah mengubah cara pandangku terhadap kehidupan. Begitu besarnya impact dari sebuah pernikahan. Rasanya, seperti aku memulai untuk membaca sebuah buku yang amat sangat tebal dan entah, akan selesai kapan. Luar biasa. Benar jika ada yang bilang, menikah adalah ibadah yang paling lama. Syarat sah, rukun, kewajiban, larangan, ah, pokoknya aturannya seperti tak habis-habis harus dipelajari, godaannya pun selalu berganti. Setan punya long duty untuk menggoyahkan proses seseorang dalam beribadah, ya ketika seseorang menikah.
Begitu hebatnya Allah mengatur & menskenariokan kehidupan manusia harus bagaimana, fitrahnya ke arah mana. Dan, yap. Emang seru. Sungguh, Sebaik-baiknya Penulis.
Aku benar-benar menikmati proses hidupku yang aku jalani. Meski aku tak lagi mendapati diriku yang "bebas" tanpa banyak "aturan", aku senang karena aku sedang mencoba peran baru sekaligus mendalami & merasakan banyak peran yang sebelumnya banyak kupertanyakan ;
bagaimana rasanya selama ini menjadi mama terhadap bapak, mama terhadap kakek nenek, mama terhadap aku dan aa, mama terhadap saudara-saudara bapak.
bagaimana rasanya selama ini menjadi teteh sebagai kakak iparku terhadap aa, teteh terhadap mertua, teteh terhadap anak-anaknya, teteh terhadap banyak kebiasaan keluargaku.
bagaimana rasanya menjadi aku yang setelah menikah melihat :
pasangan bucin,
jomblo yang ngebet nikah,
orang yang lamaran & nikahnya sama beda orang,
pasutri yang baru 3 bulan nikah udah cerai,
ibu yang kerja & rela anaknya diasuh kakek nenek,
suami yang selingkuh,
menantu & mertua yang perang dingin,
istri yang ngetag suaminya di postingan -uang suami uang istri uang istri bukan uang suami-
Teman yang jarang lagi gabung nongkrong setelah menikah
Orang yang harus hemat sampe inget awal & akhir bulan,
Dan masih banyak banget lagi
Keren.
Menikah sekeren itu.
Selama ini, sebaik-baiknya langkah opening mind yang aku lalui adalah dengan menikah.
Ah, ngantuk. Semoga tulisan ini masih berlanjut agar kelak, setelah aku tua (semoga usianya sampai) bisa mengulasnya kembali.
0 notes
Text
“So, if you are too tired to speak, sit next to me because I, too, am fluent in silence.”
— R. Arnold
5K notes
·
View notes