Text
Dear Sisters,
Mungkin sisters pernah mengalami, ketika menjadi makmum sholat, sangat terganggu dengan orang di shaf depan yang suka melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu, sehingga terlintas dalam pikiran "Orang ini sholatnya tidak khusyu’."
Tapi katanya kita tidak boleh ngejudge karena tampilan luar, meski kita meyakini apa yang kita lihat. Ternyata anggapan ini tidak sepenuhnya benar, ketika dikaitkan dengan amalan yang tuntunannya sudah jelas dalam Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun ketika melihat seorang mengacak-acak jenggotnya ketika sholat, beliau bersabda, “Sekiranya hati orang ini khusyu’, tentu anggota tubuhnya juga khusyu’.”
Para ulama sepakat, khusyu’ adalah ibadah hati. Apa yang terkandung dalam hati, akan menjadi arah dari tingkah laku. Sehingga kita bisa menilai, kekhusyu’an seseorang itu benar atau hanya sekedar penampakan di luarnya saja, dapat tercermin dari perilaku yang terlihat.
Kekhusyu’an yang dibuat-buat akan terlihat berlebihan dan terasa aneh. Hudzaifah bin Yaman ditanya, “Apakah khusyu’ kemunafikan itu?” Ia menjawab: “Jika engkau melihat tubuh khusyu’, tapi hati tidak khusyu’.”
Fudhail bin Iyadh membenci orang yang menampakkan khusyu’ lebih banyak dari apa yang ada dalam hatinya (hipokrit). Karena orang yang benar-benar khusyu’ tidak akan mau menarik perhatian orang lain dengan menampakkan kekhusyu’an yang berlebihan, kecuali yang memang sudah melekat pada dirinya.
Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’ adalah kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia (kepada Allah ta’ala).” Sehingga khusyu’ tidak hanya terletak dalam ibadah sholat saja, tapi mencakup semua aktivitas manusia yang dilakukan hati, lisan, dan perbuatan.
Suatu hari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merasa bosan (jenuh), lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.” QS. Yusuf: 3. Kemudian mereka merasa jenuh lagi, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik.” QS. Az-Zumar: 23.
Kemudian mereka merasa jenuh lagi, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu’ hati mereka mengingat Allah, dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)?” QS. Al-Hadid: 16.
Hudzaifah berkata, “Yang pertama kali hilang dari agama kalian adalah khusyu’, dan yang terakhir kali hilang dari agama adalah sholat. Berapa banyak orang yang mendirikan sholat namun tidak ada kebaikan di dalamnya. Begitu cepat mereka masuk masjid untuk berjamaah, namun engkau tidak melihat seorangpun di antara mereka yang khusyu’.”
Syeikh Abu Isma’il Abdullah Al-Ansari Al-Hawari membagi derajat kekhusyu’an menjadi tiga:
Tunduk kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, pasrah kepada hukum atau syariat, tidak menentangnya karena perbedaan pendapat atau mengikuti hawa nafsu, dan tunduk kepada kebenaran
Sibuk melihat kekurangan dan aib hati, yang merusak nilai amalnya karena terkotori ketidakikhlasan. Disisi lain melihat kelebihan orang lain, sehingga kita tidak mudah mencela atau membanding-bandingkan kebaikan atau keburukan seseorang
Menjaga keikhlasan saat mencapai tujuan. Sehingga tidak ada kebanggaan ketika berhasil, melainkan hanya kesyukuran penuh kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” HR. Muslim.
Cara mencapai kekhusyu’an adalah dengan belajar terus mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga mendapatkan nilai kekhusyu’an yang makin tinggi. Ilmu menjadi tidak bermanfaat bila tidak menambah kekhusyu’an kita, sehingga berakibat jiwa tidak pernah merasa puas dan sulit terkabulnya doa.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
50 notes
·
View notes
Photo

Menikah itu sebuah pilihan dan dalam pernikahan pun masih terdapat pilihan. Kalau di dalam sebuah pernikahan, kita tidak lagi memiliki pilihan dalam hidup, maka perlu kita pertanyaan. Apakah pernikahan kita ini memang benar pilihan kita secara sadar atau bukan, seperti tuntutan sosial, masyarakat, keluarga, sesuatu yang berasal dari luar diri kita.
Bahkan dalam kondisi paling ekstrem dalam pernikahan pun, disediakan pilihan untuk mengakhiri pernikahan sebagai solusi paripurna. Kalau dalam kondisi yang ekstrem kita tidak punya pilihan itu, sebenarnya pernikahan tersebut milik siapa? Dalam kondisi kita masih sendiri pun, saat usia kita sudah menjelang kepala tiga bahkan lebih. Apakah masuk ke dalam fase pernikahan itu keharusan, atau pilihan? Jika keharusan, sebenarnya siapa yang nantinya akan menjalani pernikahanmu dengan segala risikonya, bukankah kamu? Pernikahan ini jalan mendaki dan menurun, mendaki kita perlu tenaga, menurun kita perlu rem yang kuat agar kita tidak terperosok. Pastikan kendaraan yang kamu pilih adalah kendaraan yang terbaik yang bisa kamu usahakan. Jangan memilih seadanya, apalagi dipilihkan seadanya. Karena risikonya, kamu yang menjalani. Bukankah sebenarnya masuk ke dalam pernikahan itu sendiri seperti memilih masalah dan risiko yang sanggup kita hadapi. Kalau tahu kita tidak sanggup, beranilah memilih untuk tidak mengambilnya, mengambil waktu untuk membekali diri hingga cukup. Jangan sampai, kamu tidak bisa memilih.
988 notes
·
View notes
Text
Denganku, mungkin tak akan kau dapati kemewahan harta, kemuliaan pangkat atau jabatan, dan ramainya perhatian
Tapi, semoga denganku, kamu, yang akhirnya menjadi kita, bisa berkomitmen dengan jalan kemewahan ilmu, kenikmatan sederhana, dan kesunyian pengabdian
Tentunya agar Allah ridho, dan tujuan doa itu tercapai, barakah; saat dalam kenikmatan maupun saat dalam ujian
-Doa Sore
159 notes
·
View notes
Text
Ada orang-orang yang lebih memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri. Yang mementingkan kebahagiaan orang lain, sedang sedih bagi dirinya tak begitu berarti.
Yang merasa bersalah padahal tidak melakukan kesalahan apa-apa. Seolah kekecewaaan orang lain, sebab kesalahan yang ia perbuat.
Mereka itu orang-orang yang tulus. Tetapi akan sangat berbahaya jika bersama orang yang salah. Ketulusanannya tak selalu dibalas dengan tulus yang sama.
395 notes
·
View notes
Text
Ternyata memang begitu. Lelaki selalu seperti anak kecil yang dalam hal sepelepun harus diingatkan berulang-ulang.
Gak heran, kehilangan orang yang amat ia sayangi, seringkali membuat kehidupannya akan amat berantakan.
206 notes
·
View notes
Text
seseorang yang menyayangimu
kalau seseorang yang kamu sayangi melakukan sesuatu yang tidak menyenangkanmu atau tidak melakukan sesuatu yang menyenangkanmu, tidak berarti seseorang itu tidak menyayangimu. mungkin, caranya menyayangimu memang begitu.
kalau seseorang yang kamu sayangi tidak bisa menikmati karya-karyamu, tidak berarti seseorang itu tidak menyayangimu. mungkin, karyamu memang bukan seleranya, tetapi dia tetap menyayangimu apa adanya.
kalau seseorang yang kamu sayangi mendahulukan membalas pesan tentang urusan-urusannya yang lain, alih-alih membalas pesanmu, tidak berarti seseorang itu tidak menyayangimu. seseorang itu percaya bahwa kamu pasti mengerti. dan kamu tetap yang utama.
kalau seseorang yang kamu sayangi menyampaikan hal-hal tentangmu yang membuatnya tak nyaman, tidak berarti seseorang itu tidak menyayangimu. seseorang itu sedang merawat kamu dan dirinya.
kalau seseorang yang kamu sayangi seakan memintamu untuk menjadi ini itu, berbuat ini itu, tidak berarti seseorang itu tidak menyayangimu apa adanya. seseorang itu, mungkin ingin bertumbuh bersamamu.
ada banyak sekali cara menyayangi. ada banyak sekali pula cara menerima rasa sayang itu. merasalah disayang, sebab bagaimana kita menerima sebuah perasaan seringkali menjadi bagaimana perasaan itu sejatinya diberikan.
2K notes
·
View notes
Text
Sejak ku mencoba untuk menerima keseriusanmu secara tidak langsung dengan mempersilakan kamu untuk menemui orang tuaku di Bandung. Aku tak pernah menjanjikan perjalanan pernikahan nantinya akan mudah. Sebab tak pernah ada yang benar2 mudah di dunia ini. Terlebih soal pemenuhan harapan juga ekspektasi yang terkadang terlalu tinggi. ekspektasi karakter atau sifat, secara fisik, pun juga dengan pemahaman ilmu yang masih harus selalu untuk dibimbing.
tapi, lagi-lagi dibalik semua hal yang ada, jika yang menjadi landasan adalah karena-Nya, semua ekspektasi yang mungkin nantinya akan bersinggungan, semoga kamu pun aku bisa menerimanya lapang dada. Sebab pernikahan yang nantinya dijalani, bukan serta merta hanya sebatas pemenuhan ekspektasi satu sama lain saja. Tapi, ialah tentang bagaimana menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk selalu mengarahkan muara ekspektasi hanya-pada Nya.
Bdg, 15 Mei 2022
0 notes
Text
Jika ingin menikah sebab ingin memilikinya, sudah pasti tentu salah besar. Sebab diri kita sekalipun saja, bukan milik diri sendiri. Kita semua ada yang memiliki, dimiliki oleh-Nya.
0 notes
Text
Bahagia itu kadang sederhana kalo dipikir. Perihnya marut kelapa, terbayar sm senyumnya ibu.
Entah rasanya semua yg sederhana, lebih terasa nikmatnya.
Karena sederhana, ya secukupnya.
1 note
·
View note
Text
Jeda Sejenak

Tak mengapa jika harus mengambil jeda atas kebiasaan-kebiasaan baik yang sedang kita upayakan. Tak jadi soal jika beberapa pencapaian untuk sementara kita tangguhkan. Sungguh, pikiran juga butuh istirahat. Serupa raga, kewarasannya pun perlu kita jaga dan rawat.
Kita sendiri yang paling mengerti kapan semestinya kalut ditenangkan, bagaimana seyogyanya risau ditentramkan. Agar kembali pulih sedia kala, agar tiada lagi keruh isi kepala.
Memang kadang kita terlupa, kepada batas-batas diri kita terlena. Kita yang kerap memaksakan kemauan yang pada akhirnya justru mengurangi nilai-nilai keikhlasan.
Berjedalah, sahajalah, lalu yakinlah; tak akan pernah luput apa-apa yang telah Dia tetapkan untuk kita.
“Aku tahu rezekiku tidak akan diambil orang lain, karena itu hatiku selalu tenang." Hasan Al-Bashri
***
Kota Sejuta Rindu, 26 Februari 2021
157 notes
·
View notes
Text
Izinkan kembali aku jatuh cinta
Berada di usia sekitar 20 tahunan bukan hal yang mudah memang, ditanya kapan nikah, kerja apa, dan masih banyak lagi pertanyaan lain. Ah ya, tapi aku cuek saja, sebab mungkin mereka hanya ingin sekedar tau. Atau mungkin hanya sekedar bercanda?
Tapi di satu waktu juga pertanyaan-pertanyaan itu membuatku berpikir, ilmu dan bekal apa yang aku pelajari untuk bisa menjalani hari-hari juga masa-masa kedepan.
Sekitar beberapa hari yang lalu, aku bercerita pada ibu bahwa sahabatku akan menikah selepas lebaran. Bulan syawal memang akan padat undangan, sepertinya begitu.
Tiba-tiba ibu bertanya “kalau wit gimana? Udah ada belum?”,"yaa belum bu, masih banyak PR yang harus dipelajarin” , “Belajar kan bisa sambil jalan” , “hmmm...”
Banyak “tapi” dalam hati. “hah! Kisah sirah nabi saja belum hatam mau dikasih makan apa nak anaknya nanti” kata ku dalam hati.
Intro yang cukup panjang, tapi inilah yang ternyata membuatku kembali sadar mengenai pentingnya kembali mempelajari kisah-kisah Rasulullah, para nabi, juga sahabat-sahabatnya. Terlepas dari hal itu, mempelajarinya juga banyak sekali merubah hal, tentu dalam bersikap pada sekitar terutama pada diri.
Kembali belajar tentang kisah-kisa para Nabi, Rasulullah, dan sahabat-sahabatnya bagiku adalah hal yang baru setelah sekian tahun tidak belajar mengenai sejarahnya. Mungkin terakhir kali ketika aku masih berada di SMP, itupun juga karena SMP swasta islam yang memang mengadakan pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan tarikh, fiqh, aqidah, bahasa arab dan lainnya. Setelah lulus SMP karena masuk SMA negeri, alhasil pelajaran-pelajaran yang diajarkan selama SD dan SMP ternyata mulai luntur.
Ceritanya kali ini, ngga sengaja waktu itu liat poster tentang serial kelas Muhammad The Great yang dibawakan oleh kang Elvandi, karena ternyata kelasnya lumayan mengeluarkan uang, akhirnya aku urungkan niat untuk daftar sampai ada rezeki. Sampai Allah izinkan untuk bisa kelasnya, masyaaAllah rezeki tak disangka!
Kelas dimulai setiap pagi dari jam 5 subuh sampai 7 pagi. Sejak pandemi banyak kelas online dan biasanya kelas-kelas online kadang membuatku ngantuk, haha:))
Apalagi jika sesi subuh tapi ternyata kali ini tidak. Pertemuan sesi pertama selama 2 jam sungguh sangat tidak terasa.
Di awal-awal, kang El menyampaikan bahwa
“inti dari ajaran islam ialah shirah nabawi dan sunnah” maka ternyata mempelajari dan memahami hal ini sungguh sangat penting, bukan hanya untuk sekedar tau saja, sebab belajar tentang Al-Quran dan sirah Rasull dan juga sahabat lainnya, itu sungguh timeless!
Setelah mengikuti kelas sesi pertama, aku semakin tergerak untuk membaca buku sirah lagi. Mungkin kapan-kapan aku mau mencoba untuk menuliskan kembali apa yang telah aku pelajari. Tentunya untuk merawat ingatan juga!
Kali ini kembali membaca ulang dan mengikuti kelas-kelas serial kisah Rasulullah rasanya seperti berjumpa lagi dengannya. Membaca kisah-kisahnya benar-benar membuatku justru banyak bertanya. Banyak sekali pertanyaan, padahal baru saja aku baca sekitar 10 halaman, tapi rasanya setiap halaman padat sekali. Oh iya buku yang sirah yang aku baca ialah buku atau kitab Ar-Rahiq Al-Mahktum Sirah Nabawiyah yang ditulis ulang oleh Syaikh Shafiyurrahman Al- Mubarakfuri.
Baru saja sampai 10 halaman, sudah ada sekitar 10 pertanyaan yang belum terjawab. Rasanya kembali membaca Kisah Rasulullah seperti sedang menyelami kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan yang memang harus diteladani, sebab bukan tidak mungkin karena kisah Rasulullah adalah kisahnya manusia terbaik yang merupakan jantungnya peradaban.
Ah ternyata baru saja membacanya sudah dibuatnya jatuh cinta, pantas saja betapa banyaknya kemuliaan yang diberikan pada Rasulullah. Betapa banyak orang yang hatinya kembali hidup setelah belajar tentang kisahnya. Betapa banyak orang yang rindu dengan Rasulullah.
Hingga sampai pada suatu ayat QS. At-Taubah ayat 24,
“Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Lalu bagaimana bisa mencintai makhluk-Nya, namun belum mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas segala-galanya?
Bukankah seperti yang dikatakan oleh Ustdazah Tika Faiza selepas kajian tadi bahwa cinta yang paling bahaya dan akan melukai ialah cinta yang tidak didahului pada Allah dan Rasul-Nya. Semuanya akan berakhir pada ke sia-siaan.
Sebab cinta yang menyelamatkan baik di dunia maupun akhirat ialah cinta yang didahului pada Allah dan Rasulullah.
Maka izinkan aku untuk bisa sepanjang harinya dan sepanjang waktu untuk mencintai-Mu dan Rasulullah ya Rabb..
Wallahu A’lam Bishawab
Bandung, 7 Ramadhan 1442H
3 notes
·
View notes
Text
“ingin, memeluk.”
—
aku ingin memeluk mu dengan erat. dengan sangat erat, dengan semua perasaan sedih yang sedang aku rasakan. aku ingin, sungguh. agar kesedihan ku memiliki temannya, aku kerapuhan ku memiliki muaranya. agara segala peluh dan riuh selesai.
aku ingin mmelukmu dengan begitu erat, agar setelahnya aku bisa berdiri dan berkabar bahwa aku baik-baik saja. bahwa aku sudah selesai dengan semua kesedihan yang ada. tidak ingin dilihat siapapun, hanya ingin memeluk mu. sebab aku lelah, dengan semua hal yang tak pernah bisa aku pahami.
pada satu titik aku lelah dengan semuanya, aku hanya ingin bercerita, atau aku hanya ingin dipeluk saja. tidak lebih. dan aku ingin, memelukmu dengan begitu erat, wahai diriku sendiri. tak apa-apa, sedihmu akan ada masanya, harapanmu akan ada jawabannya. sebab, kau tak pernah benar-benar akan dibiarkan olehNya sendiri. aku mencintaimu, sungguh mencintaimu. tegarlah..
327 notes
·
View notes
Text
Di tengah hebohnya dunia saat ini, semakin yakin untuk menjadi orang yang biasa aja
Ya, biasa aja!
Biasanya ngaji ya ngaji
Biasanya sholat ya sholat
Biasanya berkata yang sopan dan santun, ya kaya gitu aja
Ya, intinya biasa aja deh. Ga perlu macem-macem. Bertingkah aneh untuk terkenal, bertingkah tidak sopan supaya viral, atau berpakaian terbuka untuk mendapat perhatian
Dan, jadi orang yang biasa aja itu lebih menenangkan diri lho, tidak terlalu dipuja puji, direndahkan pun tidak mungkin, karena ya begitu orang biasa, tidak istimewa, tidak juga terhina.
Tapi, semoga kita tetap memiliki nilai di sisi Allah yak :) terlihat biasa, namun pada dirinya terdapat hal yang luar biasa
157 notes
·
View notes
Text
Kekalutan dibalas dengan ketenangan, dan ketenangan harus dibarengi oleh kesabaran. Lama? Memang. Sakit? Bisa jadi. Tapi ya gitu, terkadang harus ada pihak yang mengalah, tapi ingat bukan untuk kalah. Kita mengalah, untuk lebih paham, dan pastikan yang pertama harus mengalah adalah ego dan ambisi kita sendiri.
92 notes
·
View notes
Text
“Attitude makes a whole lot of difference. If you are struggling or in pain right now, keep your head up, think positive and keep on smiling, you’ll get through this. Don’t let anyone or anything bring you down today. You’re destined for success. Trust the Almighty and keep going!”
— Mufti Menk
66 notes
·
View notes
Text
tentang ketidakpastian
“Biarkan ketidakpastian itu seperti itu, karena bukan tugas kita untuk merubah ketidakpastian itu. Tugas kita adalah untuk tidak pernah menyerah dari rahmat Allah walaupun diri kita masih dihalangi oleh tabir masa depan” -Y
2 notes
·
View notes
Text
Jalan yang lurus
Setiap saat, kita diharuskan untuk memilih segala hal yg menghampiri diri, sebab kita tau bahwa hidup itu adalah pilihan. Begitu pun jika saat ini kita memilih jalan yg kita pikir semua itu akan membuat diri lebih baik, maka akan ada konsekuensi atau resiko dibaliknya. Terlebih konsekuensi yg merupakan ujian, seringkali dirasa berat ialah meninggalkan perkara2 yg tidak menghantarkan kita pada pilihan tsb.
Lalu, jalan seperti apakah yg akan menghantarkan kita pada pilihan tsb? Apakah jalan tsb seperti jalan tol yang lurus dan bebas hambatan? Ternyata jawabannya ada pada doa yg selalu kita pinta pada-Nya bahkan minimal 17 kali sehari dalam sholat. Kita meminta pada-Nya untuk selalu ditunjukan jalan yang lurus.
Jalan yang lurus itu seperti apa? Teman sayapun juga menceritakannya dalam sebuah diskusi. Bahwa jalan tsb adalah jalannya orang2 terdahulu, jalan yang lurus adalah jalan yang penuh perjuangan.
"Jalan yang lurus ialah bukan jalan yg lurus kedepan dan bebas hambatan. Jalan yang lurus ialah jalan yang penuh dengan perjuangan. Jalan yang harus naik ke atas dan jatuh bangun yang harus diselimuti rasa ikhlas dan kesabaran" -y
Begitulan yang teman saya ceritakan. Ada jalannya ketika Rasulullah ditinggalkan oleh orang yang sangat disayangi hingga disebut sbg tahun dukacita. Ada jalannya Nabi Nuh ketika di uji dengan keluarga dan umatnya. Jalan seperti nabi Ibrahim saat harus dibakar, jalan ketika nabi Yunus terperangkap di dalam tiga kegelapan, dan jalan lainnya seperti kisah-kisah yg tertulis di dalam Al-Quran.
Itulah jalan yg lurus, bukan seperti jalan tol yg lurus dan bebas hambatan. Tapi, jalan yang lurus ialah jalannya mereka yang juga ternyata mengalami hal yang bahkan lebih sulit dari yang mungkin sedang kita rasakan saat ini. Namun ternyata itulah jalan yg Allah berikan nikmat. Bukan jalannya orang-orang terdahulu yang Allah murkai dan sesat.
Semoga kita senantiasa dimampukan oleh-Nya untuk menghadapi jalan-jalan yg kita pikir sulit, sebab kita tahu bahwa akan ada syurga-Nya seluas langit dan bumi sebagai gantinya, jika kita mau bersabar dijalan lurus yang Allah berikan, sebab itulah jalan yg lurus, jalan yg didalamnya akan tumbuh setiap kebaikan yg Dia berikan.
Wallahu'alam bishawab.
Bandung, 1 Maret 2021
2 notes
·
View notes