Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
H+7
Sudah seminggu,
Ternyata sudah seminggu,
kau berhasil mengasingkan ku menjadi temanmu. Sudah kau coret kah namaku dalam daftar temanmu? Sudah hilangkah semua cerita dariku?
Nyatanya aku masih gagal mengasingkan mu, menghilangkan mu. Bahkan, semakin hari isi kepalaku ricuh dan ramai oleh namamu.
Sudah seminggu,
Masihkah ada sedikit senyum untukku saat kita bertemu? Atau bahkan kecewa mu yang semakin besar karena ku?
Selain maaf, benci kepadaku juga tak mengapa. Sudahku sisihkan ruang dihatiku untuk diberi luka. Siapa tau, luka atasku adalah obat bagimu.
3 notes
·
View notes
Text
Mari menang atas diri sendiri.
Mari menang atas hal-hal kecil yang bisa kita usahakan sendiri. Perihal menang, tidak melulu tentang bersaing dengan orang lain. Siapa tau tentang melawan diri sendiri.
Menang atas sholat lima waktu mu itu. Menang atas sholat tepat waktu mu itu. Menang atas bangun pagi mu itu. Menang atas ikhlas mu itu.
Siapa tau menang atas diri sendiri ini masih menjadi tantangan yang belum kau juarai, mari kita usahakan itu. Tak apa kecil-kecilan dulu, asal selalu setiap waktu.
Karena yang sulit dari berubah bukan dari memulai, tapi dari seberapa lama kita mampu bertahan.
1 note
·
View note
Text
Ternyata waktu tidak pernah benar-benar menyembuhkan. Ia hanya memberi kita lebih banyak ruang untuk melapangkan sebuah perasaan yang masih belum bisa kita ikhlaskan.
Ternyata waktu tidak pernah benar-benar membuat kita lupa. Ia hanya memberi kita jeda untuk bisa mengubur pikiran, kenangan, dan juga rasa di sudut paling dalam dada.
Ternyata, yang kita butuhkan saat ini bukanlah waktu yang lama apalagi kekuatan untuk mampu lupa pada segala hal yang membawa luka. Kita hanya butuh pada satu sosok yang bisa membuat kita kembali ingat : bahwa terlepas dari apa yang telah kita alami dan rasakan. Kita berhak untuk menjadi manusia seutuhnya, yang dicintai dan disayangi dengan layak.
564 notes
·
View notes
Text
Jangan oversharing,
Kepada siapapun, tentang apapun.
Sejatinya kita gak akan pernah tahu bagaimana rasanya jadi pendengar saat kita menjadi tokoh utama yang berbicara kala itu. Barang kali ada sakit hati atau niat tertentu yang tak melegakan hati dengan cerita yang kita bawakan kala itu.
Dan tanpa sadar ternyata kita sudah terlalu jauh bercerita. Yang ujungnya adalah tentang penyesalan. Bahkan di kalangan ku, yang terjadi adalah pembicara menyampaikan A, kemudian sampai ke pendengar kesekian sudah berganti Z.
Diakhir ternyata tersisa penyesalan, lalu kita bisa apa?
Belajar dari hari ini, ternyata bercerita tak perlu tentang semua yang kau lewati hari ini. Ternyata bercerita tak perlu melulu kepada manusia. Karena hakikatnya benar, dia tempat kecewa.
Tentang semua luka sebab banyaknya lisanku, aku mohon maaf, perban seperti apa yang bisa menambal lukamu? Maaf seperti apa yang bisa menyembuhkan mu?
Kalau itu tentang ketiadaanku, aku rela ikut terbenam bersama senja disore nanti. Tanpa berjanji esok akan kembali.
Ternyata, aku keliru. Mencari teman untuk bercerita padahal Allah selalu menungguku bercerita di akhir setiap do'aku. Sejauh ini, aku mengapa?
Maaf ya,
7 notes
·
View notes
Text
Ma, lihat anak sulungmu bertemu dengan kenyataan dunia.
Mah, gak papa kan kalau masih pakai hp kentang? masih bisa foto dan video ma, hanya saja yang aku punya diberi lebih Allah kesempatan untuk menjernihkan dan menajamkan effect fotonya sendiri mah lewat aplikasi yang seadanya.
Bukan kah kekurangan itu yang membuatku lebih hebat dari yang lain mah? Bukankah rasa syukur ku yang nanti Allah beri dengan yang lebih aku butuhkan mah?
Mah gak papa kan kalau aku terlihat biasa-biasa saja. Tak secantik seperti teman-temanku yang wajahnya diberi taburan bedak dan merah merona dibibirnya mah?
Bukankah itu yang membuatku terjaga mah? Sebab sejatinya, aku cantik dengan apa adanya mah? Dan bukankah cantik hati dan adab lebih utama mah?
Lantas mengapa terkadang dunia seakan mengajakku untuk iri terhadap apa yang orang lain punya mah? Apa karena aku sedang lupa bahwa itu hanya dunia?
Ya Allah, sungguh aku tak punya siapapun selain Engkau disini. Di negara yang jauh dari pelukan mamah dan dongeng dari papa. Mah, sulungmu sudah dewasa. Didewasakan oleh dunia dan realitanya. Aku tak pernah meminta untuk dilahirkan dari orang tua berada pun, aku tidak pernah menyalahkan lahir dari orang biasa saja. Nyatanya, nikmat beribadah dan fitrah islam adalah kekayaan yang luar biasa.
1 note
·
View note
Text
Curang, hanya namamu yang populer dalam riuhnya pikiranku.
Curang, sebab tatapmu tidak untukku.
Curang, sebab ku selalu menunggu mu di ruang chat itu, tapi dengan dermawannya kamu hanya memberiku centang biru. Huh,
Entah harus berapa kali ku berbicara pada diri. Tolong sadarkan jiwa, bahwa ia memang tak peduli.
Duh, gawat. Ternyata hati yang sulit berkompromi, bisik jiwa yang berusaha keras mengikat raga agar tak peduli apa kata hati.
Kalau begini, senyum apa yang sengaja ku rekahkan jikalau dirimu memilih mawar yang bermekaran?
Pada akhirnya, daun kering tetaplah mudah hancur. Walau terbang bersama angin terlihat seperti bermain.
2 notes
·
View notes