Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Dalam getas-getas malam pengasinganmu
Di jejak-jejak sunyi yang tak menarik
Ada kata "munafik" yang pasti disematkan oleh tatapan-tatapan itu
Nikmatilah penderitaan juangmu..
Memang memilih menjadi berbeda akan membuatmu tak menjadi apa-apa...
Atau bahkan tak menjadi siapa-siapa
Namun..biarlah
Berpihak pada keadilan..
Tidaklah pernah salah..
Selamat hari antikorupsi sedunia para pejuang anti korupsi...
0 notes
Text
Hikayat As Pay Pay Day
Aku membayangkan aku adalah sepasang tangan ibu
Jemariku ingin selalu mengusap perut-perut anakku
Aku ingin Menyuapi hak-hak terhutang
Membelai lingkar-lingkar kepala dari ujung putih pasir pantai Weh sampai rimbun rimba merauke
Aku memberi mandat bukan kesukaan
Aku menuang beban dipunuk bukan lembaran kertas di saku
Tapi kadang aku dijadikan komoditas
Aku diperkosa untuk jadi suatu penghargaan dan kompensasi bahkan sanksi
Tanganku seolah dipenggal oleh diksi absorpsi
Nadiku seolah digorok kepentingan pengemis cap
Aku dilupakan berasal darimana aku
Aku dikhianati, tulang dan dagingku terajut dari apa?
Aku dilupakan, karena aku hadir karena...
Seorang tunawisma menukar recehnya dengan indomie untuk menyambung nafas
Seorang driver ojol mengganti oli motornya untuk mencari penghidupan
Bahkan dari seorang mahasiswa miskin yang membalikan botol kecapnya di akhir bulan
0 notes
Text
Konsekuensi
Kau boleh saja melihat bayang-bayangmu yang dikutuk untuk tak pergi
Seolah anak kecil abadi yang tak pernah biarkan jiwanya tumbuh
Rasa malu pun sudah purna digerus pikiran usang tentang apa dan bagaimana
Tentang cara dunia malang ini harus bercumbu dengan gelora ambisi
Sampai tibalah untuk mati dalam tumpukan puing istana dan kroninya
Hingga akhirnya tanpa luput barisan tanya akan dijejalkan dalam mulut
Cepat atau lambat, tuntutan berjalan mendekat!!
Jakarta,24 juni 2022
0 notes
Text
Bisu
Semenjak jadi bisu Banyak suara makin malu Lupa yang disengaja Kelamaan jadi jamak Salah yang didiamkan Kelamaan jadi lumrah Nurani makin bungkam Hingga moral jadi moksa Semuanya jadi bisu Semua karena sengaja membisu
Purwokerto, 3 Agustus 2020
0 notes
Text
Jika ini Akhirnya
Jika ini akhirnya Maka ketiadaan suara adalah tandanya Mulut-mulut jadi bisu Tak ada manusia meracau Wicara-wicara jadi kumpulan sunyi Tiada benda yang mungkin berbunyi Jika ini akhirnya Maka hilanglah pandang adalah tandanya Mata-Mata jadi gelap Hanya hitam yang ditatap Burung-burung pagi jadi berwajah muram Karena esoknya makin jadi temaram Jika ini akhirnya Maka lepaslah pikiran adalah tandanya Kepala-kepala jadi batu Manusia menggugat bila dipandu Ide-ide manjadi busuk Karena doanya tak pernah khusyuk Jika ini akhirnya Maka ini lah waktunya...
1 note
·
View note
Text
Hujan aku ingin menikmatimu dalam basahanmu yang cemburu... Hujan aku ingin mendengarimu dalam gemercikmu yang bisa dibilang syahdu... Dan Hujan aku ingin menyambutmu dalam baumu yang romantis..
0 notes
Text
Siapa itu Rindu?
Di bawah temaram waktu yang kian bergulir Dalam sekat jarak antar insan yang sengaja ditakdirkan Ada mungkin beberapa dari kita pernah Entah dalam bijaksana atau melankolianya Menghaturkan tanya pada titik ketiadaan “Apa sebab rasa rindu menyengati rongga dadanya?” Tentang dinginnya rasa yang kian perkasa Tentang babad yang bak lebih dari seabad dan semua tentang pertemuan yang setia diteduhkan sang payoda Kala-kala itu dalam diam dan sunyi termangunya Mengajukan tanya pada sudut kehampaan “Mengapa rasa rindu menggoresi ceruk matanya?” Manusia-manusia yang bertatap dalam ruang-ruang fiksi Berkidung dan berpuisi seraya diliputi sisi humanisnya Kadang mengalemi dan juga mengutuki Terbelenggu wabah aras kepilonan akan diri Melayangkan tanya pada koloni kekosongan “Apa pasal rasa rindu menusuki sendi-sendi akalnya ?
Jadi,seolah-olah ujarmu rindu hanya melukai? Adakah rindu ada untuk selalu menyakiti? Padahal tiada sedikitpun siratan hasrat baginya Rindu ialah masa ibu mengandung untuk seorang pewarisnya Rindu ialah kala rinai hujan turun untuk seuntai pelangi dan Rindu adalah masa dimana aku, kamu, dia dan mereka Menanam syukur atas perjumpaan yang silam. Masa menanti dan menunggu dalam ketidakberdayaan Kalau-kalau Tuan membolehkan kita sua kembali Tangsel, 8 Juni 2020
0 notes
Text
Hazmat
Tuhan... Aku sadar mulai berang dengan zona ini Sungguh jengah dengan segala perkara di sini Tentang ambu desinfektan lantai menusuk langit syaraf ciumku Tentang jejeran insan rapuh dan masih saja sebagian termakan ego Tentang keringat dan tangis mengucur simultan Apa lagi tentang dunia luar dan begitu memasygulkanku Terbesit untuk lari saja supaya lekas purna Tapi berulangkali sumpahku menahan dalam-dalam
Tuhan... Aku mau mengeluh dan mengaduh Apakah mereka tidak waras dan dungu Aku dan mereka sedang berjerih dalam dayuh yang pilu Setiap manusia ingin bebas memenuhi dahaga atmanya Dan aku juga masih seorang insan Waktu bersama keluarga dan para dayitaku adalah surga Tapi cukup citra anakku yang kugelimangi air mata dalam panel gadget Cukup desah rindu suami yang terbalas lewat suara parau di balik masker
Tuhan...Biarkan ini jadi hanya sebentar saja Kuatkan dan tegarkan kami selalu Untuk bentuk ikhitar pengabdianku pada rasa kemanusiaan Aku tidak akan menyerah dalam batasku. Dalam Hazmat pengap ini...
(sebatas puisi untuk tenaga medis) Oky Patria Sadewa 29 Mei 2020
1 note
·
View note
Text
Semoga Lekas Sembuh
“Jelas aku tidak lara Aku waras seperti selumbari yang lalu Malahan tidak pernah serancak ini Jadi jangan rintangiku untuk bertolak; Sudah, biar aku saja yang atur nafsi Kalaupun aku ambruk dan getir; Ya memang sudah suratan Kuasa Sudah ini hajatku!!” Katanya dalam atmanya yang gusar Dan bisikku lirih dekat pinna nya
“Semoga lekas sembuh ya... iya dari segala kedunguanmu” Sambil berharap semoga diteruskan nervus vestibulokoklearis-nya..
29 Mei 2020
0 notes
Text
Kelompang
Aku selalu tersipu malu kala-kala ini Dalam temaram tatapan matanya Dunia jadi seakan pudar memendar Dalam dahayu gelombang rambutnya Bumantara jadi seolah manis mengkalis
Selalu saja aku pikir ada romansa dalam seringainya dan jelas ada sendakala yang mengintip dalam statisnya Aku sungguh berhasrat untuk terus menatapnya Merasakan rasa harsa diantara irisan kutukan takdir ini Membayangkan sang payoda yang rindu menghujani bumi Dan juga seperti dedaunan kering yang ingin dikencingi embun Ah sungguh Melankolia!
Tetapi jadi pokok tanya. Pada siapakah pujangga berkidung? Kelompang. Miris.
18 Mei 2020
0 notes
Text
Masa Semu
Ujungnya adalah tentang percakapan kita Berbicara cara-cara waktu menguliti pelik Kadang kita marah tapi hanya bisa sumarah kadang juga kita tertawa sampai merasa rimpuh Hanya saja ini adalah tetap masa janardana bagiku Dan bagimu juga tentunya dinda
Hanya sepemakan sirih saja dayitaku Maka tunggulah aku dalam masa semu ini Maka tagihlah aku hingga purnanya Untuk kembali bercakap Tentang uban kita yang mulai kalis Tentang kalbu yang tersumbat rindu Hingga tentang nabastala yang dahayu Maka aku kan lekas pulang Pasti.
(Puisi ini saya persembahkan untuk kawan-kawan yang tidak bisa bertemu kekasih, suami, istri, anak, orang tua, teman dan saudaranya karena pandemi)
Oky Patria Sadewa
15 Mei 2020
0 notes
Text
Selumbari
Adakah bisikan yang bisa mewakili aku? Tanpa aksa begitupun juga daksa Hanya suar suar lirih yang merobeknya Tapi seperti merengkuh sarayu saja Semuanya sia tanpa rahsa Hingga buntung tanpa ujung Sederhananya Aku rindu pada selumbari Sungguh.
Oky Patria Sadewa Tangsel, 15 Mei 2020
0 notes
Text
TULIP
Semua rusak secara total Tanpa kebaikan dan hanya berjelaga Tenggelam tanpa peluang dalam diri Lalu dipilih bukan memilih Untuk diulurkan tangan tanpa syarat Bukan karena laku tapi hanya karena kemurahan Hanya karena anugerah tanpa andil Sementara sebagian tenggelam dan hilang selamanya Sebagian lagi digapai untuk hidup kembali Tanpa bisa ditepis ataupun ditolak Semua ditentukan jauh dan tak berubah Sekali digenggam tak kan pernah lepas dan hilang Sampai waktu disebut kekal Sampai waktu sudah tidak terdefinisi
0 notes
Text
Gambir
Aku melihat berbagai rupa di sini Ada raut yang berusaha menguatkan diri untuk pergi Ada raut yang bersuka karena akan berlibur Dan ada yang paling berbahagia bagi yang akan pulang Ah.. tapi itu hanya dugaanku Aku tak bisa pastikan
Tapi paling tidak aku melihat raut-raut itu Bagaimana mereka menikmati hidup sebagai sebuah perjalanan Bagaimana mereka Menikmati hidup sebagai sebuah keputusan untuk tinggal atau pergi Dan saat ini aku hanya menunggu Menunggu kereta membawaku pulang Karenanya aku merasa termasuk paling berbahagia
Gambir, 13 Jui 2019
1 note
·
View note
Text
Menjelang pagi
Aku merindukan malam ini segera berakhir Digantikan jingga pada ufuk yang bercakap Biarlah aroma embun yang menempel pada dedaunan Membuatku mensyukuri atas kisah2 kemarin Aku merindukan pagi kian hadir Supaya nyawaku yang sempat tak terasa kembali hidup Supaya aku melihat apa itu anugerah Setiap pagi dan setiap pagi kembali...
Tanpa purna..
0 notes
Text
Bercakap Dalam Hujan
Entah apa ujungnya dari pikiran ini
Hanya sebatas embun yang melukis jendela
Bukan dengan kata tapi dengan rasa
Bukan tulisan tapi tentang aroma
Hujan memang selalu begini
Ada alunan klasik dibalik setiap tetesnya
Beriringan bersama bau hayati
Apa kah aku boleh bertanya, hujan?
Apa makna dalam tiap jatuhmu
Apa pesan dalam setiap rintihmu
Buat lah aku mengerti supaya aku bisa membalasnya
Membalas seluruhnya dengan rindu
Dan bawalah kembali kepadanya
Aku berharap.. sungguh .
Rinduku harus sampai kepadanya, hujan
Harus sampai...
0 notes
Text
Akulah Tuhanmu
Senyap adalah jemariKu untuk meraba lubukmu
Lubuk dengan sejuta marut tak tertata
Dibaui busuk dan bunga berpadu memuakan
Upayamu percuma karena memang kau tak tahu
Bahkan kau juga tak sanggup
Biar Aku sahaja..
Karena Aku yang menyadari
Karena Aku yang lebih pahami
Cukup letakan dan duduklah dekatKu
Sembari kau baca bait-baitKu
Sembari kau bercerita layaknya anak
Dan tentu dalam segala kealpaanmu
Aku akan meraba lubukmu dengan kebenaran
Aku akan menata tiap sudut relungmu dengan kesayangan
Hingga kau beringsut sadar dan menyesal
Aku bukan siapa-siapa lagi bagimu
Akulah Tuhanmu...
Samarinda 26 Juni 2019
0 notes