nuhida-blog
24 posts
Catatan pengingat diri, pelepas rasa, dan kisah perjalanan yang sayang untuk tak diabadikan
Don't wanna be here? Send us removal request.
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Tak Berjejak, Tidak Berarti Lupa
Tumblr media
LDR (Long Distance Relationship) dengan saudara kandung itu rasanya campur aduk, apalagi dengan kondisi yang berbeda. Satu kakak kantoran, satunya fulltime mother, satunya lagi kerja shift serta hal lain di luar itu. Tahulah saat harus berdiskusi via telepon dan sejenisnya memerlukan waktu menunggu si kecil tidur, keponakan super kepo menjauh, dan teknis lain hingga aman untuk membahas tentang segala hal terkait kehidupan, termasuk kisah itu.
Alhamdulillah menjadi tipe manusia yang mudah lupa dengan suatu cerita hidup tak mengenakkan. Walaupun terkadang masih terdapat sedikit jejak di memori otak, setidaknya aku membutuhkan banyak waktu untuk mengingat keseluruhan, apabila terdapat ‘pemantik’ di kemudian hari. Apalagi ‘hanya’ tentang kisah ini.
Mungkin baru dua bulan lalu kejadian itu berlangsung. Tentang seseorang yang membuat sedemikaan gempar keluarga besarku sebab mudahnya ia bertutur kata. Barangkali baginya hanya sebuah candaan, ah aku terlalu jahat berpikir demikian. Namun, apalagi? Kala ilmu yang kudapatkan bisa jadi tak sebanyak ilmu yang ia serap dan terapkan, serta langkahnya lebih jauh dariku dalam mempertimbangkan semuanya. Tapi, bukan dengan keputusan sepihak setelahnya.
Apakah tidak ia pikirkan dengan baik? Ketika melangkah sedemikian lebar sekaligus di awal itu. Segala pertanyaan dan pernyataan yang bagiku tak bisa kuselesaikan sendiri. Sesudah terjawab, lantas semudah itu juga memutuskan?
Benar, ketika perempuan itu belajar dari apa yang terjadi dalam kehidupannya. Aku tak pernah mempermasalahkan keputusan akhir yang terlontar, karena bagiku itu adalah kebaikan dari Allah. Sungguh, aku belajar kembali tentang sebuah kepercayaan dan ucapan. Oh, ternyata dalam kondisi super serius semacam ini, ada peluang orang hanya iseng.
Aku mungkin tak mampu memahami kondisi dari pihak sebelah, alasan apa ia bisa begitu. Hanya dari frameku, dalam kondisi jiwa sebagai perempuan, mengambil langkah seserius ini tidak mudah. Menemukan alasan secara tepat, mempersiapkan semuanya, hingga meyakinkan diri adalah proses panjang.
Selepas aku bertemu utuh dengan kakakku, aku baru tahu bahwa kemarin adalah langkah pertamamu. Sempat sedikit marah dengan tanggapan dari mereka yang tak kuduga waktu itu. Untuk apa mempertanyakan segalanya dengan rinci dan beberapa hal yang tak mampu kusampaikan saat melalui gawai.
Dan tahukah engkau? Kondisi seluruh kakakku sama dengan diriku kala itu. Labilmu membawa kami harus serba menyegerakan setelah rasa shock melanda. Perasaan kesal itu rasanya kembali, tapi kusudah tak peduli. Allah berikan kemudahan untuk memulihkan semuanya, untukku lebih dari cukup.
Kesekian kali aku menuliskan tentang ini dari beberapa macam tema. Semoga ini adalah yang terakhir aku menuliskan serta diriku menjadi paling bungsu mengalami kejadian ini. Tentang perihal meletakkan rasa percaya harus pada tempat yang tepat. Bahkan saat keluarga besar seluruhnya terlibat, tak menentukan yang dihadapan sepenuh hati sesuai perkataannya.
Bagi perempuan (mungkin tak semuanya), perkataan laki-laki itu sangat dipegang, kalau masih tak percaya dengan ucapanmu sendiri, sudahlah jangan coba dekati anak orang. Untuk perempuan, jangan sampai menaruh seluruh percayamu saat terdapat janji ataupun pernyataan menuju ke sana, karena anak SD pun kalau cuma berkata demikian mampu saja. Tetapi, lihatlah seluruh perjuangannya terlebih dahulu, bukan memperjuangkan bermilyar alasan pembenar untuk menunda-nunda serta sejenisnya, karena perempuan itu membutuhkan kepastian yang pasti.
“Mudah sekali untuknya mengawali dan mengakhiri sebuah pernyataan masa depan,  yang bahkan mampu menembus dimensi lain tanpa logika dan rasa dari diri.” -NH-
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Nikmat Mana Yang Akan Didustakan?
Tumblr media
Kapan sih keadaan sakit itu menyenangkan? Datang diwaktu yang tepat?
Hampir jawabannya serupa, sama sekali tidak pernah dan selalu tidak tepat, sekalipun itu disaat luang. Membutuhkan beberapa waktu untuk menghela nafas serta berdamai dengan diri agar tak merutuk keadaan dengan kondisi tak sehat.
Apakabar kala sakit itu datang manakala lebaran datang? Apalagi dihari awal di mana keluarga besar baru berkumpul, saudara jauh berdatangan disertai pekerjaan di belakangannya?
Tiga hari bed rest, rasa tidur panjang di hari lebaran. Suara keponakan yang berlalu lalang, deru suara mesin cuci, kerepotan di dapur, serasa hanya penghias mimpi dengan volume rendah dari biasanya. Tak menarik lagi, tiada rasa terusik untuk menyegerakan bangun, hanya ingin merebahkan badan lantas tidur sebagai upaya menghilangkan sakit di kepala, menjadi utama saat itu.
Berasa drama yang runtuh, dua hari bed rest tanpa ganggungan berarti, sesuai kebutuhan saja yang masuk ke kamar. Tapi tidak terjadi kala keponakan ajaib datang.
“Tante.” Panggilnya sambil colek-colek, bukan pakai tangan. Entah, semacam buku atau benda sejenisnya. Aku tak menoleh, kepala masih pusing untuk diajak bergerak, aku hanya diam dengan posisi dari awal memunggungi si bocah. Namanya bocah iseng nan penasaran.
“Tante bukan sih?” suara nada tak percaya tantenya bisa diam begitu. Masih sambil colek-colek, lama-lama agak kenceng juga demi memastikan yang tidur adalah adik mamanya.
“Ya Allah, aku belindung dari ponakan iseng nan penasaran yang sudah bukan pada usianya ini ya Rab.” Tiada hitungan menit pintaku langsung terjawab.
“Mas, tantenya baru sakit jangan digodain.” Kalau mamanya yang berbicara, langsung sesuai instruksi. Sungguh, doa orang sedang sakit langsung dikabulkan sama Allah. Huft, saatnya tidur tenang kembali. Mengembalikan kondisi kepala yang sudah mulai membaik di hari ketiga, setidaknya sudah mulai terpikir kewajiban lain.
Sakit, waktu di mana bisa lebih banyak-banyak bersyukur kala sehat itu datang. Serasa diingatkan oleh beberapa hari yang terucap keluh disebabkan jadwal dengan kenyataan beberapa tak sesuai, adakala rasa lelah menyapa mulut terucap kufur. Padahal, jadwal berantakan juga karena lewat di lain hal. Lelah, bisa terobati dengan istirahat dan makan terjaga untuk mengembalikan badan agar on.
Tapi bukan saat sudah sakit, apalagi sampai bed rest begini. Beneran deh, mendingan jawab pertanyaan dari ponakan yang sudah melebihi wartawan. Menanyakan kenapa gak jadi nikah, kapan nikah, dan pertanyaan sejenis, dibanding tak berdaya menjadi pasien sejagat rumah ini.
Bukan merutuk rasa sakit yang datang, tetapi mengevaluasi segala kenikmatan yang terlupa untuk disyukuri kala diberi semuanya melimpah. Melupakan makan, istirahat larut malam tanpa manfaat, dan segala upaya mendatangkan penyakit pada diri yang terasa nikmat diwaktu sehat.
Diri, sering lalai dengan nikmat yang Allah beri. Kenikmatan yang tiada pernah lengah Allah tebarkan pada setiap makhluk ciptaa-Nya, sekalipun IA dilupakan.
Lalu, apakah masih saja akan mencoba ingkar tuk menjaga amanah sehat lagi setelah ini? Setelah Allah berikan lengkap serta gratis untuk engkau gunakan dengan syarat dirawat, masihkah tidak cukup?
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Lebaran dan Makanan
Tumblr media
Lebaran tahun ini serasa lebih menyentuh di hati. Entah sebab apa pastinya, dari mulai melihat barisan salat ied di depan rumah, kumpul keluarga besar, hingga silaturahmi ke tetangga kian mengutik kalbuku. Ketika sebelumnya hanya hal-hal yang terlihat menjadi pencuri perhatian, kali ini aku bisa lupa dengan fokus mataku. Hatiku lebih dominan, dan kebaperan tak lekas usai sampai selarut ini.
Kemarin aku masih kesal dengan ledakan petasan dan segala bentuk pemecah kedamaian, hari ini ada hal lain yang membuatku sedih nan miris. Kutemukan hampir selalu ada makanan atau minuman setengah bahkan mungkin hanya baru setegak mengalir di tegonggorakan, ditinggal begitu saja oleh pengambilnya. Kenapa kalau sudah merasa kenyang harus mengambil tanpa dibawa atau berupaya lain? Kenapa ketika bermaksud mempercepat waktu berkunjung, mencomot makanan yang membutuhkan banyak waktu untuk mengunyah? Kenapa harus lebih mengedepankan sungkan di hadapan manusia dibanding Allah?
 “Kalian tiada tahu, di bagian manakah makananmu yang mengandung berkah itu.” (HR. Muslim)
 Fenomena lebaran yang betebar sepadan seperti serpihan petasan saat meledak dalam hitungan detik. Kebiasaan tanpa bisa dibilang maklum karena banyaknya pengikut. Bukan selalu benar sebab bersama kebanyakan orang.
Ibu adalah orang yang selalu luar biasa buat mengingatkanku untuk menghabiskan makanan. Keinginan aku yang suka penasaran akan makanan, tetapi tak sepadan untuk menghabiskannya. Sehingga kalau sedang silaturahmi, kami selalu bertanya satu sama lain dalam mengambil makanan atau minuman agar habis tak meninggalkan sisa makanan. Terkadang juga meminta makanan yang diambil ibu untuk aku sekadar mencicip dan sudah ‘terlihat’ mengambil makanan oleh sang pemilik makanan.
Tidak perlu malu, katakan kalau telah kenyang dan ambil makanan secukupnya atau terkecil yang bisa muat di perut. Bisa juga atur makanan yang masuk, jadi benar-benar menjaga mata dan keinginan memakanan berlebihan pada kunjungan awal. Memang perlu banyak perjuangan untuk orang yang mudah tergoda makanan seperti aku ini. Ya kali, setiap makanan tak habis harus aku bawa pulang, atau aku lempar ke orang di samping. Alhamdulillah tahun ini semua pergejolakan perut dengan mata bisa teredam. Setelah harus masak di rumah setelah ponakan pada datang dan memasak makanan kala tamu pagi buta tiada henti sehingga ibu tidak bisa ke dapur, akhirnya makanan-makanan penggoda mata tak lagi mempan menyapa.
Saat permasalahan tak menghabiskan makanan sebab mudah tergoda, mungkin cara untuk masak sendiri segala bentuk makanan bisa dicoba. Manakala sudah memasak sendiri, segala makanan yang ada di depan mata saat sudah kenyang akan mudah ditepis. Mudah saja dicari resepnya lalu dicoba, jadi ya tidak telalu heboh lagi untuk menyentuh si makanan.
Mudah bukan? Jadi, tidak adalagi alasan makanan tertinggal atau terbuang lagi setelah ini yaa...
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Lebaran yang Tak Biasa Saja
Tumblr media
Namanya kehidupan, selalu saja seperti keping mata uang yang bertolak belakang, mungkin ini yang dinamakan warna kehidupan. Seperti lebaran, saat terdapat sekelompok manusia menginginkan kedamaian dengan lantunan takbir bersama keluarga lalu beristirahat dengan segera setelah selesai dari sholat isya, berbeda dengan yang lain. Mereka memiliki kesenangan yang terlihat menjadi mayoritas disebabkan menonjolnya dentuman suara, bebauan menyengat serta sahutan tiada pernah habis.
Tahukah engkau? Di balik perbedaan itu ada mereka yang berjuang menidurkan anaknya, terdapat rasa was-was si anak terbangun setelah upaya gendong sambil berjalan, adapula seorang ibu yang sedang berupaya memejamkan mata agar dapat terbangun sebelum subuh supaya urusan rumah selesai sebelum salat ied dimulai.
Berbicara tentang mengungkapkan kebahagiaan. Boleh kok, apalagi dengan maksud merayakan hari raya. Tapi, perlulah kita bijak dalam memilah waktu dan tempat yang tepat. Mereka penyuka ketenangan, barangkali akan tak masalah manakala suara ledakan yang selalu mengejutkan walaupun sering terdengar tersebut dimainkan pada siang hari, di mana secara umum sama-sama sedang menjalankan aktivitas, bukan saatnya beristirahat. Sehingga ekspresi kesenangan tidak menimbulkan rasa kesal pada lainnya.
Jangan berlelah dengan yang bukan wajib. Ingat, esok ada salat subuh yang wajib untuk ditunaikan, bukan hanya mengejar sunah idul fitri atau malah harapan akan THR. Secukupnya saja tidak perlu berlebihan, sebab masih ada mereka yang memiliki hak dari sebagian rezeki yang dititipkan ke kita. Masih ada mereka yang berjuang demi sesuap saja nasi untuk menenangkan gemuruh di perutnya. Masih ada mereka yang jangankan menikmati hari raya, bertemu saja mereka akan mengucap limpahan rasa syukur.
Setiap manusia memiliki hak untuk bahagia, iya aku tahu. Kebahagiaan sesuai kadarnya serta sudah sedemikian kuat ditekan untuk tak berlebihan, aku paham akan hal ini. Dia sudah menginfakkan sebagian hartanya ke jalan Allah, kenapa sebagian yang lain dipertanyakan kebermanfaatannya?
Setelah berproses selama 29 hari ini, semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya. Tak hanya berpayah untuk beribadah di hari-hari kemarin, tetapi yang lalu menjadi lentingan agar tidak termasuk manusia yang merugi.
(masih)Magelang, Malam Idul Fitri 1438 H
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Lebaran Tanpa Beban
Tumblr media
Bagi sebagian orang, hari raya idul fitri tak hanya menjadi tempat bertemu keluarga besar, namun juga terselip sepotong rasa resah pada dirinya. Keresahan akan segala pertanyan yang selalu saja terbarukan setiap tahunnya. Rangking berapa? Melanjutkan kemana? Kapan wisuda? Kerja dimana? Sudah punya calon belum? Kapan nikah? Anaknya mana? Adeknya?
Serasa tidak akan pernah habis pertanyaan basa-basi manakala tangan berjabat, tiap langkah kaki menyentuh pintu-pintu silaturahmi. Berpindah tempat serta bertemu dengan manusia yang berbeda, tetap saja pertanyaan hampir sama temanya. Seperti terdapat kesepakatan secara tak langsung untuk mempertanyakan hal serupa saat perjumpaan berfrekuensi rendah.
Dalam kita menjalain silaturahmi, seringkali riskan ternoda atas pertanyaan ringan dari mulut ini. Tentang pertanyaan sederhana namun bukan dalam menentukan jawabannya. Tahu kok kalau pertanyaan wajib itu tanda kita peduli. Tapi, apakah bijak ketika yang ditanya ternyata sedang berjuang menyembuhkan rasa kecewa dalam dirinya? Kekecewaan atas tidak sejalannya yang terencana dengan kenyataan. Tampaknya dia terlihat baik-baik saja, namun kita tak akan pernah tahu kejadian sesungguhnya dalam jiwa serta hatinya. Pergejolakan yang mungkin saja sedang bertempur hebat, dengan senyum manis nan menyebarkan kebahagiaan, bisa saja membuat tersamar dalam pandangan mata.
Alhamdulillah, saya berada dalam lingkaran keluarga yang menyenangkan dalam setiap perjumpaan. Pertanyaan basa-basi terganti dengan doa tulus dari hati yang mampu menyejukkan sanubari. Doa-doa yang teruntai indah tak hanya dari satu dua bibir saja, tiada doa yang sia-sia, insyaAllah ia akan sampai ke langit atas segala pinta dan harapan yang terdengar dari sang indra, ataupun hanya terucap kala berdua dengan sang Mahasegala. Tentang ungkapan berbentuk doa, semua akan menjadi pundi-pundi pemanis kehidupan.
Mudahkanlah mereka dengan tutur kata menyejukkan hati di hadapan ataupun tanpa sepengetahuannya. Kenapa merasa sulit? Ketika malaikat akan ikut meng-aamiin-kan manakala doa dilakukan dengan sungguh serta penuh harap bahwa Allah akan memudahkan untuk dia tanpa sepengetahuannya. Bahkan Allah janjikan, tak hanya untuk dia tapi satu paket untuknya si pelantun doa tersembunyi. 
“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakan adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin’ dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan.” (HR. Imam Muslim dari Ummud Darda’, Shahih Muslim 2733)
Bagi engkau yang sedang berjuang mengkondisikan diri, berikanlah ruang luas dalam hati untuk tak menganggapnya sebagai beban. Mereka hanya memberimu perhatian. Bisa jadi, jawaban menyenangkan dari mulut serta hati yang lembut, Allah berikan langkah mudah untuk berdamai dengan keadaan melalui mereka.
Yang lebih utama adalah pertajam visi dalam hidup agar tak goyah oleh hantaman realita. Kenapa harus risau dengan segala hantaman pertanyaan, kalau memang belum menjadi target saat itu? Kenapa juga harus sedih saat usaha diri belum maksimal, namun meminta lebih dari yang diusahakan?
Mungkin saja nih ya, Allah menyapa kita dengan sayatan tipis di hati atas pertanyaan yang kita anggap nyinyir supaya tak lagi lengah dengan banyak kesempatan, agar kita ingat untuk mewujudkan keutuhan visi kehidupan yang sempat terlupa. Skenario Allah itu sempurna, termasuk di dalamnya segala yang kita anggap tak penting, tetapi saat direnungi memiliki hikmah yang banyak. Saat kita mau saja bersabar dan berbaik sangka, Allah berikan jawaban terbaik tanpa kita duga dan kira.
Pertanyaan yang dibenci bukan untuk dihindari, tapi hadapi. Berikan peluang untuk diri menjadi tangguh. Hidup tak akan terus membiarkan kita di zona nyaman, kenyamanan hanya sementara. Tersenyumlah atas datangnya lebaran, karena kenyataan acapkali seperti apa yang kita pikirkan. Kenapa membuat diri lelah dengan pikiran buruk di kepala?
1 note · View note
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Pulang
Tumblr media
“Innalillah..” terlihat sebuah pesan dari salah satu grup whatsapp (WA) teman SMA. Aku tak lantas membukanya, kupikir masih membahas tentang buka bersama hari itu.
Beberapa waktu setelah membalas pesan lain, aku lantas membuka grup tadi. Innallillah, ternyata ada berita duka dan itu teman waktu di SMA. Ya Allah, karena apa? Aku berusaha untuk mengingat wajahnya. Ingatanku ternyata tidak buruk, setelah dikirim foto terkait, sesuai dengan yang terlintas di kepala. Foto dengan senyum berbalut kerudung, ah yang benar saja informasi ini, hal ini yang terlintas di kepalaku.
Tak langsung aku ikut dalam percakapan di grup, berusaha untuk memastikan akan kebenaran berita di grup yang lain. Aku lihat pesan pertama yang terbaca adalah kabar duka dengan nama lengkap teman sebelah kelas sewaktu di SMA. Penyakit paru-paru yang ia derita menjadi jalan untuknya pulang.
Belum lama ini pemberitahuan serupa aku dapatkan, dan sama-sama membuatku tak percaya. Kabar duka dari seorang dosen dengan ingatanku akan sosok yang semangat, ramah, tiada terlintas bila beliau akan pulang secepat itu. Aku coba pastikan di grup alumi, tak ada berita tentang itu, serta di media sosial lain hingga bertanya ke anak yang masih berkegiatan di kampus. Berita itu tak hanya isu, perantara beliau pulang disebabkan penyakit kanker usus yang beliau derita.
Pulang. Bukan saja tentang menghembuskan nafas untuk yang terakhir, bukan saja saat jantung sudah tak berdetak, melainkan akan bekal dan juga kisah saat masih hidup. Kisah serta segala rupa yang pernah dilakukan ataupun diperoleh dari seorang yang meninggal akan mencuat dengan sendirinya. Perihal cerita yang akan dikenang oleh mereka yang ditinggalkan.
“Pada setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (Ali-Imran: 185)
Mati tak mengenal usia, jabatan, profesi, siap ataupun tidak. Ia setiap waktu mengintai pada diri seseorang. Bukan bermaksud menakuti ataupun sejenisnya, namun lebih bagaimana berupaya melebutkan hati yang mungkin saja mulai menghitam, keras serta lupa akan sejatinya diri ini dihidupkan. Hidup yang hanya sebentar, namun serasa akan hidup selamanya. Mengumpulkan pundi-pundi rezeki, lupa siapa yang memberi. Dua puluh empat jam serasa tak cukup untuk urusan dunia, akhirat dengan mudah terlupa atas segala kesibukan.
Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Al-Mustaurid bin Syaddad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia dibandingkan akhirat hanya seperti salah seorang di antara kalian memasukkan jari tangannya ke dalam lautan. Perhatikanlah apa yang dibawa oleh jari itu?”
Kalau istilah jawa, “Wong urip iku mung mampir ngombe (Hidup itu hanyalah istirahat sejenak untuk minum).” Seberapa lama waktu yang kita butuhkan untuk minum? Mungkin hanya beberapa menit saja sudah meredakan rasa haus pada diri. Ya, hanya beberapa menit itu sejatinya kita hidup di dunia. Kehidupan yang singkat ini bukan hanya untuk dihabiskan tanpa makna, melainkan bagaimana kita mengupayakannya agar perbekalan cukup di kehidupan yang abadi.
Kematian yang tak mengenal waktu, sudahkah perbekalaan memadai untuk melakukan perjalanan pasca itu? Apakah hanya tas kosong tanpa isi atau malah berisikan barang tanpa makna yang membuat berat tapi tak memberikan manfaat? Yuk ah, bukan lagi waktunya hanya bersantai di dunia, karena siapa sih yang mau susah di kehidupan abadi?
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Allah, Masihkah Ada Rasa Malu Pada Diriku?
Tumblr media
Kita sering tidak tepat dalam meletakkan malu dalam kehidupan. Terkadang bisikan dia untuk tak sesuai anjuran Allah lebih kita dengar, dibanding ketentuan-Nya yang sudah sangat jelas kebaikannya. Siapakah dia? Tak lain yaitu makhluk yang Allah usir dari surga-Nya kala tak mengikuti perintah saat dipinta untuk menyembah Nabi Adam.
Kita beranggapan ketika tak ada manusia yang dikenal ataupun tiada makhluk ciptaan-Nya, kita bisa melakukan apapun sesuka hati, tanpa ada rasa malu. Kita berpikir aman tanpa pengawasan siapapun, khilaf dengan Maha Mengetahuinya Allah tentang segala yang diciptakan-Nya, termasuk manusia sebagai hamba.
Masihkah diri seperti ini? Melakukan sesuatu karena merasa tidak enak dengan sesama makhluk-Nya, menghindar dari larangan manusia tapi menerobos batas yang Allah tentukan. Saat seperti ini, apakah kita merasa bahagia dengan kehidupan kita? Apakah rasa keluh, galau, serta perasaan tak nyaman tidak pernah menyapa?
Atau sebaliknya? Diri sering merasa sedih, susah, mudah tersinggung, merasa disakiti, dan segala penyebab tak menyenangkan sering menghampiri. Apa sesungguhnya penyebab dari keadaan ini?
 “Puncak merasa Allah hadir adalah saat merasa susah tidak susah, sedih tak merasa sedih, juga tak mudah marah ataupun tersinggung, merasa tersakiti, apalagi mengeluh serta galau.” (Bunda Ningrum Maurice).
 Ada seorang guru yang mencintai salah seorang muridnya melebihi murid lain. Sikap sang guru ini membuat rasa cemburu pada sebagian murid. Pada suatu hari, ia berniat untuk menjelaskan kepada mereka mengapa ia lebih mencintai muridnya itu lebih dari yang lain. Ia kumpulkan semua murid dan memberikan ayam serasa berkata, “Sembelihlah ayam itu di sebuah tempat yang tak terlihat oleh siapa pun.”
Semua murid melaksanakan perintahnya dan kembali kepada sang guru. Semua murid membawa ayam tak bernyawa, kecuali murid kesangan sang guru, ia membawa ayam hidup di tangannya. Ketika melihat semua temannya telah menyembelih ayamnya masing-masing, ia merasa heran dan bertanya kepada mereka,
“Apa yang kalian lakukan?” katanya dengan rasa penasaran.
“Kami melaksanakan perintah guru.” Jawab mereka tanpa rasa bersalah pada diri. Mereka menganggap apa yang dilakukan sesuai dengan instrusi sang guru.
“Mengapa ayam itu tidak engkau sembelih seperti yang dilakukan teman-temanmu?” tanya sang guru.
“Aku tidak menemukan tempat yang guru maksud. Sebab, di mana pun aku berada, Allah Maha Melihat.” Ucapnya saat setelah menyebutkan berbagai tempat di mana ia mencoba menghindar dari jangkauan Allah.
“Ketahuilah temanmu ini tidak pernah berpaling kepasa selain Allah azza wajalla. Karena inilah aku lebih mencintainya.” Ujar sang guru kepada murid-muridnya.
Setiap insan sesungguhnya memiliki sisi baik pada dirinya, hanya saja terkadang ia lebih mendengar bagian luar pada diri dan mengikutinya hingga lupa. Setan dalam bentuk beraneka macam tidak akan pernah merasa lelah untuk mengajak manusia supaya mengikuti langkahnya. Sekali gagal, baginya seribu cara akan ia perbuat demi visi dalam dirinya. Sekali saja kita lengah, percaya pada dia dengan tanpa ada usaha melawan, tak salah kala gerak yang tercipta sesuai kemauan dia, luput akan rasa bahwa Allah selalu bersama kita.
“Rasa malu itu dapat mendatangkan kebaikan.” (HR. Muttafaq’alaih)
Letakkan rasa malu pada diri, rasa malu untuk berbuat keburukan karena merasa Allah bersama kita. Kebersamaan Allah yang tiada batas saat kita terlelap sekalipun. Dua puluh empat jam Allah menjaga, tiada pernah luput, hingga kita hidup adalah atas segala kebaikan-Nya. Masihkah berbuat sesuatu hanya karena keinginan, tanpa pertimbangan rasa malu? Malu karena Allah, bukan karena makhluk-Nya.
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Pasar Menyenangkan
Tumblr media
“Tumben Mi, nggak pakai menawar belanjanya?” tanyaku penuh penasaran kepada Ibu.
“Harganya sesuai soalnya, jadi tidak perlu nego harga.”
Aku sebenarnya bahagia kalau setiap belanja seperti ini. Kondisi pasar yang bersih, tidak terdapat bau berananeka macam, pedagangnya ramah serta kalem, dan juga nggak berisik. Pasar idaman sekali bagiku, apalagi disaat menjelang lebaran seperti ini. Pergi ke pasar tanpa harus bermasker kemana langkah pergi, tanpa harus pusing karena efek bau ataupun asap rokok juga agresifnya para penjual.
Senang rasanya menemukan pasar dengan kondisi sedemikian. Saat kebanyakan tempat perbelanjaan ramai berjubel, ini cukup ramai sebenarnya, namun suasananya itu tenang. Aku pikir, mungkin dampak dari persaingan yang sehat antar penjual.
Pengalaman langka untukku, saat tak bermaksud menanyakan barang lain yang tak ada pada si penjual, ternyata dia memberi tahu letak pedagang lain yang menyediakan, tanpa ada muka kesal, ia dengan tulus memberi tahu. Padahal kalau dilihat dengan seksama, dagangannya masih cukup banyak. Teduhnya terasa, rasa syukur dan juga kepercayaan atas rezeki yang sudah pasti, membuatnya tidak takut akan kehilangan pelanggan.
Alhamdulillah, ternyata masih ada yang menjemput rezeki-Mu dengan cara baik. Ia menawarkan dagangan tanpa berlebihan, memberikan informasi akan jualan orang lain tanpa diminta, menetapkan harga sesuai tanpa melebihi yang seharusnya, menganggap semua pembeli berhak mendapat sambutan ramah, dan kepercayaan kepada pembeli saat ditinggal berbelanja di tempat lain tanpa meninggalkan jaminan, semisal membayar terlebih dahulu.
Bagiku ini perkembangan yang baik untuk pasar tradisional di wilayah jauh dari pusat perkotaan. Sementara itu, tak jauh dari pasar, terdapat mini market yang baru menjamur itu, tapi terlihat si pasar modern tersebut tidak ada pengunjungnya. Berbeda dengan pasar tradisional ini, nampak berderet rapi kendaraan bermotor di depan pasar. Sebelum masuk, aku pikir akan seperti kondisi pasar akan seperti lainnya, bersyukur keadaan tak seperti yang terlintas di kepala.
Pasar harus mampu menjadi area transaksi perdagangan dengan manajemen yang jauh lebih baik dari sekarang. Mulai dari manajemen suplai barang agar lebih lengkap, kebersihan dan kenyamanan, dan pasar dijadikan sebagai area yang membuat masyarakat untuk datang (Anonim, 2015).
Sekarang ini, barang yang biasa hanya terdapat di pasar modern, mudah kita dapatkan di pasar tradisional lengkap dengan kemasan cantik nan rapih. Pasar-pasar pun banyak yang sedang dibongkar untuk diperbaiki serta di beberapa tempat sudah memiliki kondisi yang baik, mulai dari letak penjual yang seragam agar mudah mencarinya dan juga waktu buka pasar yang lebih lama. Kalau sebelumnya hanya sebelum subuh hingga siang, sekarang sudah ada beberapa penjual yang aktif selama dua puluh empat jam.
“Pasar modern tidak boleh dilarang, namun pasar tradisional harus dikembangkan dan diberdayakan. Baik dari sisi manajemennya, kebersihannya, higienitasnya, juga teknologinya. Dan harus selalu kita ingat, bahwa pasar tradisional itu tulang punggung perekonomian negara kita.” kata Menkop dalam keterangan resminya kepada Kompas.com saat meresmikan pasar desa Pabuaran Kidul, Cirebon Sabtu (17 September 2016).
Kala sebelumnya alasan enggan ke pasar karena keadaan pasar yang tiada menarik untuk dikunjungi, sekarang segala kilah itu tertepis semua. Sudah waktunya untuk menggerakkan kaki agar tak malas ke pasar. Kalau bisa menghabiskan sekian uang untuk berbelanja di pasar sebelah, kenapa tidak di pasar milik sendiri?
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Aku Sibuk, Ya Allah
Tumblr media
Manusia tidak akan pernah merasa selesai, manakala ditanyakan tentang urusan dunianya. Urusan yang tidak akan pernah absen untuk dikerjakan demi melangsungkan kehidupan, sebagai ikhtiar dalam menjemput rezeki dari Allah katanya. Namun, apakabar kala Ramadan ini? Dengan segala kesibukan tersebut, tercapaikah target tilawahnya? Mampukah mempertahankan hingga akhir akan idealisme Ramadan dengan banyak godaan tersebut?
Ramadan, kehadiran yang katanya kita sangat tunggu. Tentang ia yang menjadi pijakan awal memperbaiki diri. Terhadap dia yang akan segera pergi.
Kedatangannya yang disambut dengan shof panjang disegala waktu salat, semangat tilawah, hingga langkah ringan mendatangi kajian. Kekuatan awal waktu yang hampir semua orang merasakan serta menikmatinya, sampai pada minggu kedua menjamu sang Ramadan pun melemah, apalagi sepuluh hari terakhir dalam menjemput malam spesial. Tak dapat mengikuti i’tikaf, tetapi tidak juga mengusahakan dengan sungguh dalam memanfaatkan malam yang dirahasiakan.
Saat awal puasa, beralasan banyak pekerjaan, tugas menumpuk, serta segala hal yang meminta untuk segera diselesaikan sehingga kedatangan bulan rahmat agak terabaikan. Setelah pekerjaan selesai, tiba waktunya datang dalih yang lain. Ajakan berbuka puasa bersama, belanja keperluan lebaran yang menghabiskan energi serta pikiran. Akhirnya, karena lelah maka tarawih lewat, sunah lainnya pun termaafkan untuk tak dilakukan.
Akan sampai kapan diberi kesempatan sampai bulan Ramadan dengan perilaku seperti ini? Yakinkah kesempatan itu akan hadir lagi ditahun berikutnya?
Kita tak tahu, kita pun tak akan pernah mengetahui esok masih datang ataupun tak diberikan kembali. Kenapa selalu berkata nanti dalam sebuah kebaikan? Padahal jaminan lusa tak kita ketahui dengan pasti.
 “Demi masa. Sungguh, manusia dalam kerugian, kecuali ynag beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 1-3)
 Kesibukan yang selalu dipertanyakan pada diri setiap waktu. Bagaimana setiap pagi mengusahakan untuk membuat perencanaan dalam seharian penuh, malamnya mengevaluasi akan apa yang telah kita lakukan. Berdiam diri sebelum waktu beristirahat, menimbang mana yang sebaiknya dipertahankan untuk tetap dilakukan, dan mana perbuatan tak mengenakan bagi orang lain ataupun melenakan diri. Bukan hal mudah, semua membutuhkan proses. Berubah dan mengusahakan baik itu memang tak sesederhana dalam bayangan. Banyaknya orang mengkritik, sebisa mungkin mengungatkan kita untuk menyandarkan diri hanya pada Allah, melatih kita agar mengucap serta meminta hanya pada-Nya supaya diberi kekuatan dalam melewati segala badai.
Ramadan, bukan lagi menjadi terlewat begitu saja. Ia sebisa mungkin menjadi langkah awal kita mengusahakan kebaikan pada diri. Jadikan Ramadhan yang tinggal enam hari ini merupakan waktu terbaik untuk kita. Enam hari terindah sebagai pengantar kuatnya diri dalam menjadi lebih baik lagi dan lagi bahkan pasca Ramadan.
Bismillah, kita bisa saat komitmen dalam hati sejalan dengan tindakan mendekat terhadap kebaikan, serta berupaya untuk menutup indra atas segala ajakan makhluk yang dibenci Allah dalam bermacam bentuk rupa.
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Yang Terlihat, Lebih Ditiru
Tumblr media
Setelah lama tak menjemput ilmu tentang mendidik anak, hari ini mendapat pencerahan kembali. Ketika sering dikomentari saat belajar tentang hal ini, aku hanya mampu melempar senyum saat menjelaskan ini itu selalu mendapat sanggahan sebab status sosial yang masih jauh tentang itu, padahal bekerja sebagai pendidik.
Bagiku, mendidik bukan hal mudah, bukan sesuatu yang instan dalam sekejap dapat mengusai segala cabang ilmunya. Bahkan aku merasa selalu ada kesalahan, saat datang pengetahuan baru tentangnya. Rasa salah disebabkan ketidaktahuan, rasa tidak enak karena bukan anak sendiri, yang ketika telat sedikit saja, atau tak segera dibenahi, takut membuat sejarah buruk pada si anak. Waktu singkat bersama mereka, membuatku bersemangat menjemput ilmu ini.
 “Negative learning bak MSG yang perjalanannya sangat fleksibel, mudah sekali dipakai di segala macam. Akan tetapi, efek negatifnya akan muncul setelah menumpuk.” (Eri Masruri)
 Hingga keputusan mengundurkan diri menjadi pilihan. Setelah hampir satu tahun berproses memperbaiki diri bersama mereka, masih saja banyak ilmu yang belum aku dapatkan. Masih terbatas dalam menghadapi beberapa anak dengan karakter tertentu, masih sering merasa gemas ketika anak mulai bertingkah, serta ketidakmampuan akan memposisikan diri di tempat mereka.
“Anak lebih mudah melakukan apa yang mereka lihat, dibandingkan dengan sejuta kata bijak yang diberikan tidak dengan cara baik serta tanpa keteladanan.” Pemaparan tersebut yang kurang lebih narasumber berikan. Membuat peraturan tanpa sekadar kekuatan berkuasa, tetapi juga membutuhkan pertimbangan, pengawasan, serta keteladanan. Ketiga hal yang tak boleh hilang satu pun.
Visi serta peraturan keluarga, tak lepas dari lingkungan yang harus dihadapi si anak. Mungkin akan memilih mengasingkan demi menyelamatkan si anak, saat lingkungan berkondisi buruk. Padahal, mau menghindar seperti apa, kelak anak akan terjun ke masyarakat. Tidak mungkinkan dia mampu hidup sendiri di dalam rumahnya ketika ia dewasa?
Membangun imunitas sosial pada anak merupakan langkah baik untuk dilakukan orang tua. Menjadikan perilaku di sekitar sebagai contoh pembelajaran, menyampaikan penjelasan dengan baik agar si anak memahami kondisi yang terjadi, bukan hanya sekedar menghakimi tanpa mempertimbangkan dengan fitrah baik pada dirinya.
Inspirasi tulisan dari talkshow hari ini oleh Drs. Eri Masruri. Semoga apa yang saya tangkap sesuai dengan maksud beliau.
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Masa Muda
Tumblr media
Pernah suatu hari ketika makan di sebuah warung, aku melihat seorang anak bermuka dongkol. Di depannya terdapat ibu muda dengan tangannya yang sibuk memainkan handphone miliknya. Saat itu juga, aku langsung mengucap syukur memiliki ibu yang fokus dalam mengurus anak-anaknya. Tiada teralihkan dengan benda canggih itu, yang menjadi lebih menarik dari si anak. Sedih rasanya saat melihat anak merasa dicuekin sama si ibu, kala ibunya sibuk dengan makhluk di genggamannya.
Sebenarnya tidak hanya orang dewasa, anak-anak usia sekolah dasar yang telah memiliki handphone pribadi, tak lepas dari kegiatan senam jari. Berkumpul dengan temannya, pusat perhatian pada handphone. Padahal ketika dahulu dunia anak masih ‘normal’, banyak hal yang bisa dilakukan bersama teman-teman sebayanya. Bahkan dengan lebih muda ataupun lebih dewasa darinya, masih dapat membicarakan banyak hal. Saling sapa, saling menasehati dengan mudah raganya sama-sama di tempat nyata.
Sekarang? Saat berdua menjadi bertiga bahkan lebih. Membersamai tanpa mendatangkan raga, namun lebih sering merusak kebersamaan yang dekat. Media sosial berisikan banyak tulisan bocah bawah umur yang menulis tentang kegalauan. Membuat status atau memposting hal-hal yang terkadang belum waktunya. Bergalau dengan sesuatu atas bacaan dari artis idola ataupun akun yang diikuti.
Sebenarnya apa sih yang memicu kegalauan itu hadir?
 “Sibukkan dirimu dalam kebaikan, agar waktumu tidak habis untuk hal yang merugikan.”(Anonim)
 Yup, ketika diri menganggur, banyak waktu kosong. Mata akan teralihkan ke kotak cerdas nan canggih dengan pembenaran tangan secepat kilat ketuk-ketuk pada layar. Kemuadian, berdua dengannya tak akan pernah cukup walau sudah berjam-jam berduaan. Apalagi berteman lagu-lagu galau, sehingga diri ikut tenggelam di dalam lirik yang mengalir indah di telinga. Siapa yang bisa menolak virus galau itu? Kegalauan yang tiada pernah habis disebabkan situasi dengan tanpa perlawanan kegiatan bermanfaat. Tak salah, ketika menjamur makhluk-makhluk galau dimana-mana.
Coba kita sejenak membaca kisah seorang pemuda keren di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pemuda bernama Ali yang terkenal dengan ilmunya. Aku ambil kisah ini dalam salah satu postingan ruangsederhana.tumblr.com.
Ali tumbuh menjadi pemuda kebanggaan islam. Jika ramai orang menyebut dan bertanya siapa pemuda sejati, maka Ali adalah jawabannya. Julukan ini bukan tanpa sebab musabab. Pemuda inilah yang menggantikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di ranjangnya ketika hampir seratus pedang pemuda kafir Quraisy hendak mencincang menjelang berhijrah. Tak cukup itu saja, inilah pemuda yang hijrah ke Madinah seorang diri dengan berjalan kaki. Jarak antara Mekah dan Madinah sepanjang kurang lebih 800 kilometer, tak sekaipun menyurutkan langkahnya. Pemuda ini memilih berjalan di malam hari dan bersembunyi di balik gundukan pasir di siang hari
Sempatkah ia merasakan kegalauan di masa mudanya itu?
Bisa dipastikan tidak sama sekali. Kehidupan dengan penuh kegiatan bermanfaat, tak akan pernah terpikir untuk hal lain yang hanya menghabiskan waktu tanpa menghasilkan kebaikan. Mana sempat ketika kegiatan bejibun, waktu beristirahat hanya saat sholat dan tidur, terlintas tentang kegalauan mungkin tak akan ada, adapun akan sangat mudah untuk ditepiskan.
 “Sebuah mitos bila masa muda adalah waktu untuk galau” (Ust Fatan Fantastik)
 Kalau kata Kak Rika sang motivator muda, “Ketika masa mudamu dihabiskan untuk melakukan banyak kebaikan, seperti dakwah, ikut dalam komunitas yang membawa diri menjadi lebih baik, mengasah kemampuan diri di tempat yang baik, tak ada kata galau di masa muda.”
Beliau juga menambahkan akan tidak bermanfaatnya aktivitas berpacaran dalam kehidupan masa muda. Kegiatan yang hanya menghabiskan waktu, bagaimana tidak? Saat dimana menjadikan si cowok tukang ojek dan si perempuan sebagai objek percobaan, cocok atau tidak.
“Sudah seperti beli mangga saja. Dipegang-pegang, lalu dipencet-pencet untuk memastikan tekstur  buah. Ketika belum merasa mantap, dicium aroma dari si mangga. Saat masih juga penasaran tentang kepastian kualitas si buah mangga, dicicip dengan paksa. Ketika tidak suka, ditinggalin.”
Pilihan semua pada kita masing-masing, akan menjadi manusia dengan kesibukan yang bersumber Lillah atau hanya menghabiskan waktu tanpa akan ada akhir tersebab berdasar dunia. Sama-sama merasakan lelah, tetapi yang satu mendapat bahagia lainnya hampa.
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Penilaian
Tumblr media
Sepekan ini baru yang kejar target untuk menyelesaikan laporan penilaian perkembangan siswa. Entah, setiap melihat hasil dari perjuangan tiap semester, aku selalu teringat masa sekolahku. Masa-masa kala aku uring-uringan saat penerimaan nilai dari hasil perjuangan pada beberapa semester.
Dongkol, kurang lebih yang kurasakan saat itu. Bagaimana tidak? Saat diri sudah mengupayakan sedemikian rupa, terkalahkan dengan orang yang berbuat curang. Kala itu aku pernah tidak peduli dengan nilai yang akan keluar. Untuk apa sebuah nilai, ketika proses tidak dilihat dengan keseluruhan? Untuk apa membahasnya, manakala yang dianggap baik tak sebaik yang tertulis.
“Hasil tidak selalu dengan angka dek, bisa jadi nilai di rapormu tidak sebaik dia, tapi Allah berikan kebaikan di tempat lain.” Ujar kakak sulung ketika aku mengadukan segala yang terjadi di sekolah.
Aku hanya diam. Iya, mbak bilang begitu karena dulu waktu di sekolah selalu menjadi yang pertama, sekali saja mendapat peringkat kedua, sedihnya bukan main.
“Sudah nikmati saja sekolahnya. Dulu mbak selalu menjadi tiga teratas, tidak mampu menikmati seperti kamu sekarang. Rasa tak ingin disaingi selalu menghantui setiap waktu. Peringkat itu bukan menjadi tujuan, tapi bagaimana Allah ridho sama usaha kamu dalam menjemput ilmu-Nya.” Kakakku kedua seperti paham apa yang ada dibenakku.
Aku tetap menyimpan rasa kesalku hingga kelulusan datang. Secara tak sengaja aku menemukan sebuah hasil dari ujian nasional akhir sekolah di sebuah meja. Alhamdulillah mendapatkan izin untuk melihat secara menyeluruh nilai-nilai dari seluruh siswa. Kutemukan kejanggalan disana. Kutemukan beberapa anak yang nilainya begitu signifikan naik pada hari kedua hingga hari terakhir. Kutahu ada suatu hal di balik itu.
Kala itu aku sudah tak peduli dengan hasil yang aku dapatkan. Toh, untuk lanjut ke jenjang berikutnya kutak memerlukan itu. Untuk ke jenjang berikutnya semua menggunakan test. Diuji kembali kemampuannya. Aku punya keyakinan besar akan ada kejujuran dan pengawasan yang profesional di sana.
Alhamdulillah, akhirnya aku percaya bahwa hasil tidak mengkhianati proses, setidaknya dari dua tempat yang menjadi tujuanku. Aku dinyatakan menjadi cadangan di salah satu tempat. Kulihat hanya beberapa yang lolos dari sekolahku dari sekian puluh yang mendaftar. Sebenarnya ibu menyuruhku mengambil di sana, menjadi cadangan di nomor urut awal dengan jurusan yang sesuai dengan keinginan ibu dan juga aku, sayang kalau tidak diambil, begitu kata ibu. Entah, aku memiliki keyakinan besar untuk diterima di tempat yang menjadi tujuan utama. Walaupun saat itu aku tak yakin sepenuhnya diterima dipilihan pertama, setidaknya pilihan kedua pun aku bisa belajar banyak dari kakakku nantinya.
Benar saja, aku diterima dipilihan kedua atas segala prasangka yang kubuat. Mungkin saat itu bahagiaku tak sebahagia kedua orang tuaku ataupun sang kakak. Kala itu aku lebih memperhitungkan menunda diterima di tempat tersebut, dengan segala rencana ke depannya yang sudah kupersiapkan. Alhamdulillah, tetap bersyukur dengan segala yang Allah berikan. Walaupun pilihan kedua atas usulan dari bapak, saat kedua orang tua ridho, semua akan Allah mudahkan ataupun diberi kekuatan atas segala hal ke depannya.
Dari perjalanan ini, kupercaya akan apa yang pernah kakakku pernah sampaikan. Allah gak tidur, skenario-Nya jauh lebih sempurna. Tiada yang tidak mungkin bagi-Nya, termasuk atas rasa ketidakadilan dari sebuah penilaian manusia. Karena sungguh, penilaian Allah jauh lebih utama, dibandingkan penaksiran manusia yang luas pandangannya berbatas.
“Dan cukupkanlah Allah yang menjadi saksi.” (QS. An-Nisa’: 79)
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Berbaik Sangka
Tumblr media
“Aku (Allah) sesuai dengan prasangkaan hamba pada-Ku.” (Muttafaqun ‘alaih).
Belum lama ini, aku datang ke sebuah acara yang sebenarnya sudah cukup jelas bahwa acara tersebut merupakan agenda besar dengan banyak kemungkinan pesertanya membludak. Aku pikir, masihlah bisa di ruang seberang tempat utama kalaupun aku telat, ada kemungkinan juga acara mulai tidak tepat waktu. Prasangka ini menyebabkanku tidur melebihi waktu yang seharusnya, biasanya ketika akan menghadiri acara besar sebisa mungkin sebelum acara sudah di tempat, agar tak hanya raga yang di sana, namun juga fokus pikiranannya.
Perjalanan ke tempat tujuan sekitar tiga puluh menit, dan aku baru berangkat tepat jadwal acara dimulai. Banyak berdoa, namun tak fokus benar, mata masih juga terlaihkan banyak hal di sepanjang perjalanan. Sesampai di sana, subhanallah ramai sekali. Tempat duduk sudah nyaris di depan pintu masuk, dan soundsystemnya tidak begitu jelas. Sedih jadinya, sudah berusaha dengan sungguh menyimak, tapi tidak terdengar dengan detail, hanya ada pesan terpotong yang masuk ke telinga. Akan mencatat, bingung apa yang harus dicatat. Akhirnya hanya diam, tetap dengan upaya mendengar segala apa yang terlintas.
Alhamdulillah, tiga puluh menit sebelum acara selesai, sound system di ruang membaik. Terdengar banyak kalimat syukur di ruangan itu. Aku lantas menagambil pulpen dan buku yang masih dalam pangkuanku. Bersyukur diberi kesempatan mendapat informasi baru, meski tiga puluh menit terakhir. Walaupun bandel, malas-malasan buat menyegerakan menjemlut ilmu, Allah sang Maha Baik memberi keajaiban di menit-menit akhir.
Belum selesai kebaikan yang Allah berikan. Selepas selesai sholat, aku lantas pergi ke tempat parkir motor dan bersegera untuk pulang. Banyaknya peserta di acara tersebut, membuat harus mengantri cukup panjang untuk sampai ke pintu keluar.
Saat hampir sampai di pintu keluar, ada seorang yang menyodorkan buku ke arahku. Setelah menerima si buku, lantas aku melihat judulnya. Betapa bahagianya aku saat itu, buku yang ada di tangannya ternyata judulnya hampir mirip dengan apa yang menjadi tema pembicaraan acara tadi. Alhamdulillah, cara Allah menggantikan yang lebih baik. Kehilangan beberapa waktu pembahasan dalam acara, digantikan dengan sebuah buku lengkap dan mendetail.
Sungguh, saat berdamai dengan pikiran dan prasangka, Allah berikan yang lebih untuk kita. Sekalipun diri sudah tidak sesuai (telat hadir), Allah tetap menderma dengan pemberian yang tiada pernah sangka.
Lantas, alasan apalagi untuk tak berbaik sangka kepada Allah? Apakah tak hanya lelah yang akan dirasa? Hanya ketidaktenangan yang akan selalu menghantui.
“Janganlah salah seorang di antara kalian mati melainkan ia harus berhusnudzhon (berbaik sangka) pada Allah.” (HR. Muslim no. 2877).
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Berproses Baik
Hari yang ajaib bagiku di hari itu. Belajar dari berbagai macam tema dalam satu waktu dan satu tempat. Kisah spektakuler dari proses pernikahan dengan hanya membutuhkan tidak lebih dari seminggu hingga memantapkan untuk menuju khitbah. Tidak memerlukan perkenalan mendalam, ajakan ibadah bersama setelah menanyakan satu hal, membuat keyakinan keduanya untuk menikah walaupun dengan banyak rintangan yang tak mudah.
Tiga puluh menit akhir penentu terjadinya pernikahan. Ketika yang lain ribut dengan tiadanya calon, ini mahar baru ada sebelum tiga puluh menit akhir sebagai syarat terlaksana atau mundurnya sebuah pernikahan. Mahar yang akhirnya dibeli oleh sang mertua pada menit-menit akhir, setelah honor dari calon mempelai laki-laki masuk ke rekening.
Pilihan si perempuan ini memunculkan sebuah pertanyan dari audiens, “Kenapa bisa menerima sosok berlatar belakang seperti itu serta dengan masa lalu yang cukup mengerikan tersebut?”
Sang perempuan hanya tersenyum, aku lupa secara pasti jawaban darinya. Intinya, dia menerima pasangannya sekarang ini karena ajakan menikah dengan jelas, bukan hanya sekadar iseng berkenalan lalu meninggalkannya. Lain hal, dia dapat memenuhi segala persyaratan darinya yaitu harus menghubungi abinya hingga memenuhi mahar yang ia tahu kondisi si calon tidak memungkinkan, namun kepercayaan pada si calon akan Allah, membuat dirinya yakin untuk tetap lanjut.
Sedang jawaban dari si laki-laki, “Berilah kami kesempatan untuk berubah mbak,” sambil tersenyum dan santai dalam menjawab.
Singkat, namun mengena. Kegundahan dari segala impian yang sudah ia raih, terjawab ketika ia menikah. Sebelumnya ia sudah berpacaran, kalau diibaratkan kredit, sudah dapat mobil kali tuh. Pacaran yang sudah sampai 4-5 tahun, namun ketika menanyakan tentang pernikahan, dari pihak perempuan selalu beralasan. Hingga ia memilih untuk berhijrah, setelah seorang temannya selalu mengingatkannya agar kembali ke jalan yang benar.
Tumblr media
Sering kita melihat dari apa yang tampak pada pengelihatan mata. Terkadang menilai seseorang atas kisah lampau darinya, tanpa melihat perjuangan yang telah diusahakan. Tanpa sedikit saja mencoba memposisikan diri, jika kita yang berada di sana. Tanpa mengerti, betapa tidak mudah ia dalam menjalani prosesnya hingga menjadi tangguh seperti sekarang.
Setiap kita adalah makhluk yang terus berusaha untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bukan bermaksud lebih baik agar dapat bersaing dengan orang lain, namun memperbaiki diri sendiri supaya tidak menjadi orang merugi atas setiap kesempatan yang diberi. Kesempatan yang berkali-kali Allah berikan untuk kita.
“Sesungguhnya manusia itu banyak salahnya. Dan sesungguhnya sebaik-baik orang yang banyak salahnya, adalah orang yang banyak bertaubat.” (HR. Tirmidzi)
Tiada manusia yang sempurna, sempurna dari banyak kemungkinan berbuat salah dalam kehidupannya. Manusia memiliki akal, rasa dan juga nafsu. Bukan hal mudah menyelaraskan ketiganya. Aqidah, pengetahuan serta kekuatan yang bersandar hanya kepada Allah menjadi sumber dalam kita mengupayakan agar sesuai dengan ketentuan-Nya.
“Gak ada kebaikan yang Allah berikan dengan cara bersenang-senang itu tidak ada, dengan cara foya-foya, dengan cara have fun, dengan cara free. Allah tidak berikan kebaikan dengan cara itu. Kenapa? Karena kebaikan itu mahal dan sangat berharga. Allah juga menginginkan melihat siapa di antara hamba-hambaNya yang serius mencari kebaikan atau hanya berangan-angan. Dan Allah berikan kepada hamba yang bersungguh-sungguh.” (Ust. Tengku Hanan Attaki).
Apakah masih ada waktu untuk kita melabeli manusia dengan ini dan itu? Apakah pantas kita menilai sesama pejuang kebaikan dengan sesuka kita?
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Sebuah Keyakinan
Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’kub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalanku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 133).
Ada suatu hal yang menjadi pusat perhatianku pada saat sholat disalah satu masjid di dekat kampus. Hampir setiap waktu adzan berkumandang, datang seorang bapak yang membawa batita di gendongannya. Beberapa kali aku sholat di tempat itu, anak ini selalu dibawa sang ayah ke masjid. Pemandangan menyejukkan yang tiada pernah absen di setiap waktu aku ikut jamaah di sana. Sekarang anak ini sudah bisa berjalan. Dulu ketika masih di gendong, si anak ini selalu dalam gendongan si ayah kecuali saat sujud. Aku mengamatinya, saat si bapak sedang melakukan sholat sunah sebelum ataupun setelah sholat fardu. Ketika sudah mampu berjalan sendiri, dengan muka lucunya si anak mengikuti langkah sang ayah untuk melakukan sholat. Tidak selalu diam sih, tapi setidaknya tidak membuat keributan dengan suara ataupun tingkah aktifnya.
Tumblr media
Pemandangan yang berbeda di masjid yang berjarak sekitar 15 menit ketika ditempuh dengan mengendarai sepeda motor. Sebelum sholat, subhanallah hebohnya anak-anak di sana. Dari yang mencari tempat buat sholat, bercanda dengan temannya, hingga saling berebut untuk menempati tempat sholat saat beberapa menit sebelum iqomah. Setelah itu semua rapi, tenang tanpa ada yang mengomando mereka, apalagi memarahinya. Semua kondusif saat imam mulai memimpin sholat. Jangan tanya setelah selesai sholat, masih duduk manis di tempatnya sih, tapi tema buat keributan langsung mereka dapatkan.
Lain tempat, beda cerita. Entah kenapa, setelah selesai sholat isya malam ini, suasana di barisan belakang ramai sekali. Terdengar suara cekikikan hingga dentuman suara saling dorong. Aku lantas menoleh, penasaran siapa bocil (bocah cilik.red) yang datang hari ini. Lumayan bisa buat main setelah selesai sholat.
Tengok sana sini, tak terlihat bocil di mana pun, yang ada hanya anak-anak abg yang beberapa sedang menyelesaikan sholatnya. Mungkin bocilnya di sebelah, pikirku.
Sampai pada saat memotong rakaat buat menyiapkan minum setelah sholat tarawih. Ketika balik ke mushola dan sholat sedang berlangsung, terlihat di sana dua orang anak usia SMP sholat sambil berdampitan dengan badan yang bergetar menahan ketawa. Sebelahnya lagi dua orang anak yang mengganggu temannya baru sholat, dengan usia yang sudah tidak bisa dianggap anak-anak lagi kedua orang ini.
Suasana yang timpang, ketika anak kecil saja sudah paham dengan seharusnya seperti apa ketika sholat, ini yang udah pada gede bikin mengelus dada. Entah apa yang membuat mereka demikian. Padahal mereka termasuk anak yang pandai, setidaknya paham mana baik dan buruk dalam hidupnya. Sudah bukan waktunya untuk mereka bercanda dalam sholat, tidak sepantasnya mengganggu teman yang sedang sholat.
Aku tak tahu dengan tepat, hanya saja aku suka mengamati anak yang sudah baik dalam sholatnya, walaupun diusia dia masih pencilatan. Aku pun memiliki keponakan dari yang usia lulus SD hingga yang masih batita. Walaupun subhanallah tingkah mereka pada kesehariannya, bisa kok tenang ketika sholat.
Dari yang aku amati dan aku pahami saat ini, anak-anak itu melakukan apa yang ia lihat. Apa yang biasa dicontohkan, bukan apa yang disampaikan. Anak-anak itu menyerap segala inci perilaku di sekitar lingkungannya dengan kemampuan super. Memang aku belum menjadi orang tua, aku mungkin tidak berhak sama sekali untuk menyampaikan banyak hal tentang mendidik anak. Namun, aku hanya ingin berbagi tentang cara mendidik yang sudah aku lihat hasilnya baik. Berbagi akan hal yang aku dapatkan dari mereka orang tua keren yang menghasilkan anak beraqidah serta akhlak yang baik.
Aku hanya ingin berbagi akan apa yang aku peroleh agar tak lupa. Tak lupa dengan kewajiban menjadi orang tua kelak, yang selalu terus mengusahakan si penerus untuk taat kepada Allah dengan keyakinannya bukan sebab ancaman dariku ataupun tindakan yang hanya bersifat sementara untuknya. Dan sholat adalah salah satu dari beberapa hal yang harus dipastikan dengan baik.
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Rezeki Tak Akan Tertukar
Tumblr media
“Bulan apa kamu mulai masuk?” terdengar suara cukup keras dengan nada menghardik dari seberang. Terlihat seorang bapak berusia sekitar 30 tahunan berdiri di depan sebuah motor dengan seorang berjaket hijau lengkap dengan helm yang masih terpasang di kepala si pemilik motor. Aku tak tahu pasti apa yang terjadi di sana, hanya saja suara keras tadi mencuri perhatianku. Aku yang melintas di seberang jalan agak terkejut dengan bentakan si bapak tadi, pikiranku langsung melayang pada seseorang.
“Jangan takut dengan pesaing, rezeki tidak akan tertukar karena Allah sudah atur dengan baik secara sempurna atas bagian setiap makhluk yang ia ciptakan.”
Kalimat yang terucap dengan sangat tenang dari seorang kakek berusia 66 tahun. Seseorang pengusaha di bidang kuliner yang tidak hanya menjadi owner atas bisnisnya, namun juga menjadi motivator atas permasalahan kehidupan serta konsultan untuk pengusaha kecil hingga mengengah yang tidak perhitungan. Semua beliau kerjakan dengan ringan, tak ada terlihat kekhawatiran ataupun ketakutan pada pancaran mukanya.
Mbah Mo. Panggilan tersebut biasa orang menyapanya. Sosok pengusaha yang tak hanya sekedar pemilik banyak bisnis, tapi juga figur muslim yang patut untuk di contoh. Kisah perjuangan dalam bisnisnya, berawal dari inspirasi saat melihat seorang penjual bakmi menghitung setiap pagi. Lantas, memulai melamar pekerjaan di tempat tersebut menjadi pekerja pencuci piring. Bukan menjadi pekerja pencuci piring yang biasa, karena keuletannya, beliau dipindahkan menjadi pramusaji setelah satu tahun bekerja. Dari pramusaji ini, ia menjadi pelayan yang sangat disenangi banyak orang. Tak jarang beliau mendapat tip dari pelanggan, bahkan uang itu lebih banyak dari gajinya.
Singkat cerita, atas pekerjaan yang ia lakukan dengan maksimal ini, beliau diangkat menjadi koki di dapur warung tersebut. Hingga suatu saat ia berpikir untuk membuat warung serupa sesuai dengan awal melamar pekerjaan di tempat itu. Sang pemilik tidak mengizinkan ia untuk mengundurkan diri hingga beliau mau memenuhi satu syarat.
Boleh tebak syaratnya?
Tak lain tak bukan, beliau di suruh menikahi anak dari si pemilik warung. Beliau menyepakati syarat tersebut. Dari sini, usaha warung bakmi beliau rintis. Warung yang ia dirikan berada di desa nan jauh dari hiruk pikuk kota. Warung sederhana dengan berjuta sejarah di dalamnya. Segala marketing yang beliau usahakan dengan ilmu, sedekah serta doa yang memperkuat hingga sekarang terdapat tiga warung bakmi miliknya dengan nama yang berbeda.
Bukan usaha yang mudah dan semulus jalanan tol perjuangannya. Ada juga pesaing, penjual bakmi yang tak jauh dari warungnya. Pernah juga mendapat kiriman ala dukun pada usahanya. Sehari laris sekali, hari berikutnya warung di datangi banyak lalat, lain waktu belatung bertebar di sana. Suatu ketika beliau keheranan saat mendapat telepon dari pelanggannya.
“Tumben Mbah warungnya tutup. Kemarin saya ke warung, tapi warungnya tutup.” Warung Mbah Mo padahal tidak tutup, tanggal merah saja tetap buka. Waktu yang disebutkan pelanggan pun, saat itu belum tutup.
Subhanallah, betapa manusia tidak yakin dengan janji Allah. Tidak yakin atas rezeki yang sudah pasti ia peroleh. Untuk apa menjemput rezeki dengan cara yang tidak baik?
Apakah tenang saat menyerobot yang bukan haknya? Apakah tidak takut saat Allah murka dengan kesewenangan yang dilakukan? Apakah yakin, rezeki dari yang tidak halal tersebut mampu mendatangkan keberkahan, atau jangan-jangan memulai petaka?
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An Nisa’ (4): 32).
0 notes
nuhida-blog · 8 years ago
Text
Keberkahan Menuju Resignation
"Tidak suatu binatangpun (termasuk manusia) yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin oleh Allah rezekinya." (QS. Hud: 6).
Untuk apa merisaukan yang sudah pasti?
Risau akan bagaimana rezeki kita esok, gundah kelak seperti apa hingga ketakutan-ketakutan yang membuat diri tidak lagi percaya dengan janji Allah. Janji-Nya yang tiada pernah dusta, tak akan lupa ataupun mangkir.
Alhamdulillah, tinggal hitungan jari untuk hari H pengunduran diri dari pekerjaan sekarang. Setelah pertempuran hebat dengan hati hampir setiap hari, hingga bom waktu itu pun meledak. Bersyukur Allah jaga diri ini, Allah bantu mengendalikan segala gejolak yang sudah pada puncaknya. Tanpa Allah, mungkin semua akan berantakan. Porak poranda tersebab ego yang tak tertahankan.
Alhamdulillah, Allah hadirkan rasa tenang dalam hati ini. Ketenangan saat menghadapi segala kondisi yang selalu bentrok dengan rasa ataupun logika. Mungkin ini jalan yang sebaiknya aku ambil, banyak pintu yang Allah sudah siapkan di depan sana. Pintu-pintu rezeki berupa ilmu bermanfaat, teman rasa saudara dalam berjuang meraih ridho Allah, serta datangnya banyak bantuan yang dilewatkan melalui orang terbaik.
Sebenarnya tiada risau akan rezeki yang Allah berikan pada diri. Namun, lebih kepada pemikiran apa kata orang nantinya. Segala pertanyaan yang malas untuk selalu terdengar, jawaban yang menyisakan muka tak percaya, serta perihal nasihat berbalas senyuman untuk menyenangkan hati. Aku tahu mereka peduli denganku. Merasa sayang dengan pendidikan yang telah aku lalui. Tetapi, memahamkan tentang pilihanku selanjutnya menjadi perjuangan tersendiri.
Namun, aku harus yakin dengan segala pilihan yang sudah kuputuskan. Pilihan kebahagian pada diri yang tidak merugikan orang lain dan juga kebahagiaan hakiki, bukan fatamorgana akibat bertempur dengan hati. Aku bahagia dengan pekerjaanku sekarang, tapi ada perihal yang tidak bisa tersampaikan hingga pilihan resign lebih baik aku pilih dibandingkan bertahan dalam kemunafikan.
"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yg bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS.Ath-Thalaq:2-3).
Aku percaya akan janji-Nya. Perlahan pintu rezeki terbuka sangat lebar, bahkan sudah beberapa pintu Allah bukakan untukku. Pintu-pintu rezeki baru yang tiada aku sangka sebelumnya. Keinginan lalu yang sempat terpendam, terbuka dengan lebih dari apa yang aku harapkan. Nikmat dari Allah mana yang bisa kita dustakan?
Keberkahan yang semakin banyak Allah hadirkan dalam setiap waktu, kala kemantapan hati sudah kokoh untuk mundur dari pekerjaan sekarang ini. Pertempuran kemarin seakan hanya sebagai bumbu yang mudah untuk aku lupakan, menghapus segala rasa sakit pada hati akibat memendam banyak ketidaksepakatan, juga merelakan ketidakberdayaan diri untuk lebih bermanfaat dengan berguna di tempat yang lebih ‘aman’ untuk menjaga diri.
Terkadang ketakutan kita yang membuat kebimbangan hati untuk melawan segala yang sudah jelas tidak sesuai. Memilih menjadi orang munafik dengan dalih bertahan pada zona nyaman serta tak ingin mencari ribut. Tapi apakah iya, kita akan selalu menikam kata hati paling suci dengan pilihan yang jelas bertentangan? Membunuh kejernihan hati dengan membuat noktah hitam setiap waktu. Membuatnya buram hingga menghitam, tanpa sadar hati kita mati karena semua perbuatan yang menjauh dari ketentuan-Nya.
Hati itu ibarat cermin, ketika ia bersih, akan baik segala yang terpancar. Tapi, ketika hitam ataupun mati, masihkah ia menjadi yang baik untuk didengar?
0 notes