Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Lagi rame masalah si gitasav (sebenarnya aku ga ngikutin juga berita ini, belum lagi gatau menahu gitasav ini siapa. Kebetulan berita ini lagi dibahas aja sama mba dara wkkw)
Tapi dari masalah gitasav yang di up oleh mba dara ini, ada insight baru yang aku dapat. Malah lebih kearah introspeksi diri
Di slide pertama mba dara bilang kalau "banyak keputusan orang lain yg ga sejalan dengan value kita, dan bukan wewenang kita buat langsung menghakimi atas keputusan hidupnya hanya karena kita beda jalan". Nih baris kalimat bisa nembus dalam banget, sampe buat overthinking dengan apa yg selama ini aku lakukan.
Banyaknya lebih sering berfikir (berfikir sendiri atau share ke orang terdekat) terkait pilihan hidup orang, even itu hal kecil. (Mungkin memang karena dasarnya intj ini suka bangt judging terutama hal hal yg tidak sevalue atau seprinsip dengan prinsipnya dia kali ya huhu) :') daaaan akhirnya sadar sebenarnya pilihan hidup setiap orang itu yaa beda, ya karena kita tidak melalui hal yang sama. Cara menyikapi masalah yang datang pula akan berbeda setiap individunya. Jadi pribadi yang terbentuk juga pasti akan berbeda. Kita paham akan hal ini. Hanya saja kita sering kali lupa diri, merasa bahwa prinsip yang kita pegang adalah hal yg paling benar. Sehingga dengan mudah untuk memandang rendah prinsip orang.
Dengan adanya nasihat tidak langsung dari mba dara ini, jadi buat sadar diri untuk belajar LEBIIIIIIIH BODO AMAT sama urusan orang lain. Selain bodo amat yang terpenting adalah LEBIH FAHAM terhadap perbedaan segala sesuatu yang membangun jiwa manusia sehingga kita bisa lebih MEMAHAMI, lalu melupakan dan say goodbye (cut them off) wkkwkw! 😂
8 notes
·
View notes
Text
Senang rasanya bisa kembali bersemangat membaca. Setelah hampir satu bulan hiatus wkwk. Coba coba beberapa buku atau artikel tapi berkahir ga diselesaikan, karena menurutku ya ga menarik.
Kemarin banget akhirnya dapat rekomen untuk baca The Alpha Female's Guide. Tapiii belum selesai bab 1 udah langsung tutup buku aja. mungkin karena ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap buku ini, tapi berkahir mengecewakan dari gaya bahasa dan beberapa prinsip yang tidak sejalan.
Eiiits, tapi terima kasih banget karena buku di atas jadinya aku dapat TOPIK bacaan yang menarik untuk dicari. Aku lebih penasaran apakah Alpha Female ini memang dipengaruhi oleh gen gen unggul atau gen tertentu, atau malah dapat dibangun. Atau apakah semua mahluk hidup memiliki gen yang dapat mengekspresikan sifat alpha ini, mungkin saja. Semenjak itu isi kepalaku ribut wkkwk.
Karena isi kepala ga bisa tenang, akhirnya nyari nyari bahan bacaan ttg alpha female dan dapatlah sebuah thesis dari Monika K. Sarma. Antusias banget baca bagian pertama dan rasa antusias ini belum redup (mungkin karena namanya thesis, jadinya ibuk Monika membahasnya dengan sudut pandang ilmiah, bukan sudut pandang perasaan si penulis. uhuuk!- hal yg paling disukai seorang INTJ sih kalo dipikir pikir)
Belum lagi selama baca ini banyak insight baru yang aku dapat (nangiiiis kegirangan 😭). Thesis ini bisa buat aku baca jurnal jurnal pendukung lain biar bisa paham maksud dari si Ibuk Monika. Salah satunya, baru tau banget tentang 2D:4D ratio dong, aku kemana aja selama ini huuuu.
Kalau mau dibilang yang aku rasakan sekarang ini adalah rasa yang pernah ada (cuaaks) kwkw. Inituh rasa rasa antusias saat belajar tentang protein dulu. Harus baca banyak jurnal, bolak balik ke jurnal utama, cari jurnal lain yg mendukung. Pusing, pusing bangeeet, karena lama ngertinya kwkw tapi anehnya aku suka. Semakin syulit kenapa jadi semakin candu gitu 😭
Seneng banget pokoknya mah dapat minat baca lagi setelah sekian lama. Bener yaa, kita itu belum ketemu buku/bacaan yang tepat aja untuk buat kita jatuh cinta dalam membaca.
1 note
·
View note
Text
0 notes
Text
Liat liat galeri eh ketemu ini, sg tahun lalu. Cheers to our dual personality 🍻
0 notes
Text
Miskonsepsi
Banyak yang berkata "Setiap pasangan tidak akan tahu apakah mereka siap atau belum untuk menikah, sebelum mereka menikah". Celetukan ini kerap kali ku dengar dahulu, dan merasa ini sebuah kebenaran. Namun baru di umur 24 ini aku sadar, konsep pemikiran ini adalah sebuah kekeliruan.
Apakah pernikahan hanya sebuah tolak ukur untuk mengetahui batasan kita, siap atau tidak siapnya? Tentulah TIDAK. Salah besar ketika kita berfikir bahwa menikah hanya sebatas coba-coba dan untuk menguji saja.
Jika setelah menikah ternyata kita merasa mampu, maka kebahagiaanlah yang akan didapatkannya. Namun bagaimana jika setelah menikah kita baru tersadar ternyata diri kita belum siap, tidak bisa, atau belum sanggup? Apakah kita akan pergi meninggalkan pasangan kita? Apakah kita akan lari dari hubungan sakral yang awalnya kita inginkan hanya sekali seumur hidup ini? Tentu tidak bukan.
Menjadi pertanyaan besar, ketika batas dan kesanggupan diri sendiri belum kita ketahui namun malah ingin terjun menerobos untuk menikah. Kita saja belum mengenal diri sendiri (mengetahui kesanggupan dan batasan diri) bagaimana ingin berbagi kehidupan dengan orang lain yang kita juga hanya tau secuil tentangnya. Ingin hidup lama dengan orang lain tentu kita perlu menelisik jauh ke dalam dirinya. Mencari tahu bagaimana kepribadiannya, mengerti atas batasan pada dirinya, pun memahami bentuk emosionalnya. Bagaimana bisa mengetahui pasangan kita seperti apa, jika mengetahui bagaimana diri kita saja tidak. Bagaimana bisa memahami pasangan kita, jika memahami diri sendiri saja tidak.
Marilah meluruskan pemikiran kita dari konsep pernikahan asal mau dan niat tanpa melihat kesanggupan diri.
0 notes
Text
Sama halnya kayak Pak Dawkins bilang (mentions in his book, Selfish Gene) kalau makhluk hidup itu sejatinya makhluk yang egois. Ego bener bener dibutuhkan untuk mempertahankan jalannya kehidupan (mempertahankan kelangsungan hidup gen), bahkan sudah naluriahnya (coba deh pikir pikir lagi, selama ini lebih banyak ego's talking kan?).
Kalau tidak bisa memperjuangkan diri sendiri ya berujung dengan diinjak. Memperjuangkan diri sendiri saja tidak bisa apalagi ingin memperjuangkan nasib orang lain (in other case, menikah wkwk).
Mampu berdiri sendiri, mandiri, atau apapun bahasanya sangat penting sebelum ingin membela/memperjuangkan nasib ornag lain. Sama halnya kalau mau ngebahagiain orang, pastiin dulu diri sendiri sudah happy kiyowo yaa ;)
The art of being yourself | Caroline McHugh | TEDxMiltonKeynesWomen
0 notes
Text
0 notes
Text
0 notes
Text
0 notes
Text
Dalam buku : Mencetak Generasi Rabbani
Karya : Abu Ihsan al-Atsari & Ummu Ihsan
Anak adalah amanah, begitulah sejatinya. Allah memberikannya kepada kita dalam keadaan benar-benar suci dan polos. Ia polos dan siap untuk diukir. Sangat cendrung untuk dipengaruhi oleh apa dan siapa saja.
Sejatinya anak akan tumbuh sebagaimana orang tua dan lingkungan mempengaruhinya. Dan sungguh rumah menjadi awal mula seorang anak menerima pelajaran pertama. Begitulah seperti yang disampaikan oleh Abu dan Ummu Ihsan dalam bukunya (halaman 14)
"Rumah itu ibarat benteng. Yaitu benteng bagi jiwa-jiwa yang terlahir suci, polos, dan fitri. Benteng ini harus benar-benar kokoh dan tidak mudah untuk ditembus. Peran kita dalam hal ini, adalah sebagai penjaga benteng tersebut. Penjaga bagi anak-anak yang Allah amanahkan kepada kita."
Dilanjutkan pada pragraf selanjutnya,
"Bahwa bagi anak, rumah dan orang tua beserta lingkungan adalah pembentuk kepribadiannya."
Sebagaimana sabda Rasulullah salallahu'alaihi wassalam
"Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanya lah yang membuatnya menjadi yahudi dan nasrani atau majusi." HR. Al-Bukhori (no. 1835)
Saya juga pernah membaca teori yang mendukung pernyataan ini, di mana Dawkins dalam bukunya Selfish Gene berkata bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan yang didapatkan oleh parentalnya tidak akan ada satupun yang akan diwariskan kepada keturuanan atau genetik.
Sehingga untuk sekali lagi perlu diingat untuk berusaha menjadi seseorang yang baik secara emosional, pengetahuan, kebijaksanaan, dan terutama ilmu agama agar kita mampu menjadi madrasah utama juga sebagai benteng yang kokoh bagi anak-anak yang akan Allah amanahkan nanti (insyaAllah).
Bukan hanya pada diri, namun berusahalah mencari pasangan yang baik. Yang dengannya madrasah utama yang ingin kita bangun akan menjadi madrasah yang baik dipenuhi dengan banyak kebaikan ilmu dan keberkahan di dalamnya. Yang dengannya benteng yang ingin kita bangun akan menjadi sebaik-baik pelindung bagi anak-anak kita, dan mampu menjadi pondasi yg kuat tempat ditanamkanya segala jebaikan dunia dan akhirat.
Jadilah pasangan dan orang tua yang baik, yang mampu menjadi sebaik-baik pemegang amanah yang Allah berikan. Karena sungguh zaman yang akan anak-anak kita hadapi akan semakin berat dan penuh dengan fitnah. Maka semoga dengan ilmu, kebijaksanaan, dan pengetahuan serta penguatan dari Allah akan menjadikan kita mampu untuk membimbing dan melindung anak-anak kita pada zamannya.
"Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa." Qs. Al-Furqon: 74.
0 notes
Text
Catatan yang Ditulis Ulang (5)
Pada halaman 20, Andrea Hirata menuliskan kalimat yang indah
"Hanya orang yang ikhlas yang dapat melihat kemuliaan dari pekerjaanya. Mereka yang tidak melihat kemuliaan itu tak akan mencintai pekerjaanya."
Dari sini aku belajar bahwa keikhlasan akan membawa kemuliaan serta cinta di dalamnya. Ketika rasa ikhlas belum hadir, kita buta akan semua kebaikan atas apa yang sedang kita kerjakan. Kebaikan seakan tak ada, melainkan hanya keluh kesah.
Namun sungguh memang tabiat dasarnya manusia adalah berkeluh kesah bukan? Sesuai dengan firman Allah,
"Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh." (Qs. Al-Maarij : 19)
Lantas jika memang sudah tabiatnya apa masih tidak ingin berubah? Mungkin saja ketika kita berusaha untuk ikhlas dan berhenti untuk mengeluhkan keadaan, mata kita semakin terbuka akan kemulian-kemuliaan yang sebenarnya Allah datangkan bersamaan dengan payah yg sedang kita emban. Mungkin saja setelah itu hati kita semakin lapang sehingga syukur rasanya menyenangkan atas apa yang sedang kita miliki sekarang. Bukan malah menyesali apa yang telah kita capai.
Sangat rugi bukan, karena hati yang tidak ikhlas hanya membuat pahala berguguran. Semoga kita mampu memikul tanggung jawab serta amanah yg sedang Allah berikan dengan penuh keikhlasan serta hati yang lapang. Sehingga dapat menjadi jalan kita meraih kebaikan dan keridhoan Allah. Semoga kita mampu menjalankannya dengan penuh kerelaan, rasa suka cita, harapan, dan senyuman. Walau pasti ada kesedihan, lelah, dan tangis yang kadang kala menyapa. Semoga kita dipanjangkan sabarnya sampai Ia mendatangkan pertolongan-Nya.
Orang-orang Biasa / Andrea Hirata
Buku Catatan, 12 Mei 2022
0 notes
Text
Catatan yang Ditulis Ulang (4)
Dalam buku Man's Search for Meaning / Victor E. Frankl
"Don't aim at success-the more you aim at it and make it a target, the more you are going to miss it. For success, like happiness, cannot be pursued; it must ensue, and it only does so as the unintended side-effect of one's dedication to a cause greater than oneself or as the by-product of one's surrender to a person other than oneself. Happiness must happen, and the same holds for success: you have to let it happen by not caring about it. I want you to listen to what your conscience commands you to do and go on to carry it out to the best of your knowledge. Then you will live to see that in the long run-in the long run, I say! -success will follow you precisely because you had forgotten to think of it."
Dalam hal ini tentu tujuan yang lebih besar adalah Rabb Semesta Alam. Bagaimana kita seorang hamba mencari jalan untuk menggapai-Nya. Menjadikan Ia sebaik-baik tujuan.
Jika tujuanmu memang benar Allah ta'ala, maka apa yang tidak Allah berikan dari seisi dunia? Bahwa Ia Maha Kaya.
Lalu ketika kau menjadikan-Nya tujuan hidupmu, maka apa yang akan hilang dari mu? Sungguh tidak ada. Jika tujuan besarmu adalah Allah, maka dunia akan mengikutinya.
"Barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuannnya, maka Allah akan menjadikan kekayaan dalam hatinya. Allah akan mudahkan urusannya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan tunduk dan hina. Sedangkan barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah pun akan menjadikan urusannya berantakan dan ia tidak akan memperolrh dunia melainkan apa-apa yang sudah ditulis (ditakdirkan) baginya."
HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan yang lainnya. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah (no. 949) dari Anas bin Malik.
0 notes