Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Kok panjang....
“Ibu, aku belajar Matematika dulu” “Anak-anak jangan lupa di rumah belajar dan dikerjakan PR-nya”
Begitu memoriku tentang masa-masa sekolah dari SD hingga kuliah “Belajar” saat itu lebih bersifat akademis, tekstual dan repetisi perulangan
Dari pagi bersekolah, hingga siang bahkan sore hari dibekalinya pun aku dengan tugas-tugas dan pekerjaan yang menyita waktuku hingga malam
Baru-baru ini, lewat keluhan adikku dan anak-anak sekolah yang lain, Kusadari bahwa sempit sekali arti pendidikan dan belajar saat ini
Berangkat dari satu hal, aku diantarkan ke hal lain bahwa Tujuanku bukan mencari arti, tapi memberi arti. (CN)
_____________________
Mudahnya, sekolah mengajari kita untuk “mempelajari” pintu lain yang lebih dahsyat adalah kita “belajar dari” apapun saja
“Urip iku lek gak dadi guru kudu dadi murid” (”Hidup itu kalau tidak menjadi guru ya harus jadi murid”) “Kabeh iku guru kabeh iku yo murid” (”Semua itu ya guru dan semua itu juga murid”)
Sambung-menyambung lagi jalan akal fikiran mengantarku pada nasehat orang tuaku dulu
______________________
Poinnya adalah Aku bisa belajar dari apapun saja
- Rutinitasku saat kecil, menyapu mengepel dan membersihkan rumah yang dulu kuanggap “mbabu” atau “menjadi babu/pesuruh” dan berat sekali melakukannya,
Dewasa ini, baru kusadari bahwa disitulah aku dididik untuk bekerja keras, disiplin hingga teliti meniti dimana kotoran-kotoran yang harus dibersihkan.
- Atau belajar untuk tidak meremehkan hal-hal kecil dari kerikil di tengah jalan. Karena sekecil kerikil, ia berpotensi menyebabkan kecelakaan yang besar
Dan puncaknya, semua momen saat “Pembertian arti itu datang”, menurutku saat itulah termasuk majelis ilmu juga
Jadi majelis ilmu Bukan hanya pengajian, ceramah, khutbah atau sekolah.
Sehingga aku tak perlu merasa aneh atau heran bahwa dengan berhembusnya angin, seorang penulis bisa mendapatkan ide,
HIngga tokoh-tokoh ahli pedang dalam film atau komik/manga yang mendapatkan teknik baru dari sapuan kuas pada lukisan ataupun dalam pertapaan (lho...)
_____________________
Semut yang luar biasa organisasi kerjanya, mereka tak tahu kehebatan mereka. Tapi aku, manusia mampu memberi arti
Hingga kisah-kisah hidup pendahulu, seperti Sunan Kalijaga yang bertapa bertahun-tahun
Bisakah kubayangkan apa yang terjadi selama pertapaan itu??
PD (Pikiren Dewe) #4
0 notes
Text
Doa?
Allahumma... Robbana... Amiin...
Begitulah sejak kecil dididik untuk berdo'a
bangun tidur berdo'a, hingga sebelum tidur juga berdo'a
Dipertegas dengan, "Berdoalah maka akan Aku kabulkan" _______ Tapi bayangkan saja,
dalam pertandingan sepak bola
tentu kedua tim berdoa agar menang
tapi yang menang akhirnya hanya satu , pemilik usaha yang berdo'a agar laris
larisnya dagangan adalah kerugian bagi usaha lain
dan sudah tentu pemilik usaha lain juga berdoa laris juga _______ Ada yang bilang berusaha bagian dari do'a
Ada yang bilang hidup ini sudah ada garisnya
Ada yang bilang do'a tergantung "siapa subyeknya" bla bla bla
Apakah berdoa adalah bentuk kemesraan Tuhan dengan kita?
Bentuk pengingat kita akan tujuan?
Hmm mboh lah...
#PD (Pikiren Dewe) 3
0 notes
Text
Makan dan ketenangan
“Hayoo dihabisin, nasinya nanti nangis kalo g habis trus dibuang”
“Pak tani itu susah-susah nandur pari, tinggal makan kok rewel”
Selalu hal-hal itu teringat, nasihat bapak ibu di waktu kecilku
Apalagi saat ini, baru saja kubeli sebungkus makanan dari warung langganan
Selalu kuusahakan utk tak lupa berdoa sebelum memakannya
Namun beberapa hari ini aku merasa ada yang kurang,
Apakah pantas aku hanya berdo’a untuk diriku, melupakan mereka yang berjasa pada makananku
____________
Entah asalnya darimana, tiba-tiba aku terfikir akan tiga hal
1. berterima kasih pada tanaman dan hewan yang bersedia mengorbankan energinya untukku
2. berterima kasih pada petani, peternak, pedagang, supir-supir truk bahkan ibu2 warung atau hampir elemen terkecil dalam sampainya makanan ini padaku
Terakhir,
3. berterima kasih pada diriku dan Tuhanku yang memberikanku kesempatan ini
Semoga saja, rasa terima kasih dan do’a kecilku mampu membuat hidup mereka lebih baik
___________
“Hayoo kalo makan jangan sambil ngomong dan nonton TV”
ada lagi nasihat yang menggelitikku hari ini
mungkin maksud nasihat itu agar aku tidak tersedak atau segera selesai makan dan bisa membantu orang tua
Namun, aku berfikir lain
Mungkin selama ini aku menganggapnya “HANYA MAKAN”
sehingga aku seringkali makan sambil ngobrol, nonton TV, bahkan main HP
seolah makanan itu hanya hiburan dan TV atau HP itulah peran utamanya
__________
Karena tirakatku untuk mencoba belajar satu hal setiap hari
Aku mencari sedikiti hal tentang MAKAN, dan ini yang kutemukan
Semoga Bermanfaat
PD (Pikiren Dewe) #2
0 notes
Text
Bapak n Anak
Anak : Bapak, aku ga mau ke masjid lagi,
Bapaknya pun kaget, padahal anaknya slama ini rajin banget ke masjid tiap sholat lima waktu.
Bapak : Lho sebentar-sebentar, kenapa nak?
Anak : Males ke masjid lagi, banyak orang rasan-rasan, main hp, guyon terus sambil ngakak kebablasan
Bapak : Ohh gituu, oke oke gapapa ga ke masjid lagi, tapi ada satu syarat
Anak : Syarat opo pak?
Bapak : Kamu sekali lagi nanti sholat ke masjid, setelah selesai kami jalan keliling masjid tiga kali bawa segelas air penuh dan gak boleh tumpah yooo
Anak : wah okelah pak
Si anak pun pergi ke masjid lagi saat sholat dan menjalankan syarat dari bapaknya
Anak : Pak beres, sudah keliling masjidnya
Bapak : Ohh sip sip, ga ada yang tumpah air di gelasnya?
Anak : Ga ada pak, aman
Bapak : Terus tadi di masjid ada yang main hp?
Anak : Wah ndak tau pak
Bapak : Atau ada yang rasan-rasan atau guyon?
Anak : ndak tau juga pak, kayaknya ndak ada
Sumber : Caknun
#PD 1 (Pikirien Dewe 1)
0 notes
Text
Apa cita-citamu
Hiruk pikuk suara anak-anak tetangga bermain di pondok kecilku.
Ada yang menggambar, membaca, bermain game hingga beradu pedang mainan.
Sekilas terbersit angan akan jadi seperti apa anak-anak yang suka ribut ini kelak.
Tak berlama-lama, kutanya mereka satu per satu.
“Satria, kira-kira bagus dan pingin jadi seperti apa kamu kelak?”, Tanyaku.
“Jadi polisi om”, lugasnya tegas. Hmm, aku memang dipanggil “om”.
“Aku pingin jadi ketua kelas”,
“Aku kayanya mau jadi guru”,
“Aku mau jadi pengusaha”,
“Kalo aku pinginnya jadi pemilik warung makan”, sahut mereka bergantian.
Masih ada satu bocah yang belum bersuara, entah malu atau bingung pikirku.
“Aku pingin jadi supir truk om”, mendadak cetus Bayu namanya.
Aku cukup kaget karena tak ada dalam angan-anganku impian seperti itu.
“Lho, kenapa pingin itu Bayu?”, tanyaku.
“Aku pingin jadi kaya bapakku om”, jawabnya singkat.
0 notes