Tumgik
lo-venus · 4 years
Text
Ada yang pernah bertanya, "menyesal nggak sih pernah mencintai seseorang sebegitu hebatnya?"
Jawabannya tidak. Untuk apa menyesali sebuah perasaan yang diciptakan Tuhan begitu luar biasa? Hangat rasanya bisa memberikan rasa yang tulus dan sederhana kepada orang yang benar-benar ingin kamu tumpahkan seluruh raga dan rasa.
Aku itu pecandu. Carl Marx salah, bukan agama saja yang candu. Cinta pun begitu.
Aku suka dengan perasaan-perasaan lucu nan lugu saat jatuh cinta. Rasanya sulit tidur hanya karena satu ucapan selamat malam. Bagaimana rasanya kupu-kupu dengan sengaja beranak pinak di perutku waktu pertama kali diajak bertemu. Bagaimana rasanya melihat langit malam bisa begitu cerah dan cantik hanya karena saat itu berdua di atas motor. Bulan pun mungkin cemburu dengan hangatnya pelukku yang menyelip di sela-sela jaketnya.
Walaupun tidak selalu merah jambu, terkadang abu-abu juga menyelinap di antara waktu, tapi meyakinkan diri untuk menghabiskan detik bersama orang yang dirasa tepat ternyata lebih dari sekedar frasa nyaman.
Justru bukan menyesal karena sudah berani mencintai seseorang, tapi takut karena sudah berani menaruh harapan terlalu tinggi kepada seseorang yang padahal hatinya bukan kendali kita.
2 notes · View notes
lo-venus · 4 years
Text
Harusnya paham dulu, semua yang jatuh pasti akan timbul luka.
“Seharusnya jatuh cinta itu bahagia, bukan seperti ini, bukan menghancurkan hati hingga sulit percaya untuk jatuh hati lagi. Bukan.”
— (via mbeeer)
1K notes · View notes
lo-venus · 4 years
Text
Bukan tanggung jawabmu
I'm sorry. I'm sorry i can't be the girl you imagine me to be. I'm sorry I'm way beyond perfect, and i will never be perfect. As much as i try, you'll find my flaws. And it's okay, that's a proof that I'm still human.
Salah memang menaruh ekspektasi kita di orang lain. Salah memang menaruh rasa bahagia kita menjadi sebuah tanggung jawab untuk orang lain. Kalau kamu cari bahagia di aku, maaf, kamu nggak mungkin ketemu. Because I'm still on the run to seeking my own happiness.
Dan maaf juga selama ini aku terlalu egois, terlalu memaksa kamu untuk terus membahagiakan satu hati ini yang nggak pernah mengenal kata puas. Pun aku tahu, kamu berusaha sangat keras sampai aku bisa tertawa lepas. Maaf.
Maaf aku selalu membuat kamu merasa kurang, maaf membuat kamu merasa dibandingkan, maaf membuat sedih menjadi teman setiap hari, maaf membuat kata maaf seperti terdengar nyaring di telinga.
Aku cuma terlalu egois. Mengharapkan kamu untuk menanggung semua hal, yang padahal kamu sendiri juga bingung cari kemana.
Memang aku jauh dari kata sempurna. Bahkan nggak ada satu hal kecil pun yang bisa aku pamerkan ke seluruh dunia.
Membuatmu lelah menanggung bahagia sudah sebuah kesalahanku dari awal. Makanya, mulai sekarang aku tarik semua tanggung jawab itu. Jangan buat aku bahagia. Itu tanggung jawabku.
Tanggung jawabmu adalah membahagiakan dirimu sendiri, entah dengan cara apapun itu.
0 notes
lo-venus · 5 years
Text
You are the best yet the most painful thing that happened to be mine.
—someone you called yours.
0 notes
lo-venus · 5 years
Text
Kemarin muram titip surat,
Katanya tuan baik hati sakit lagi.
Entah yang kali ini bisa siuman, atau malah mati lelah melawan.
Yasudah, didoakan saja yang terbaik.
0 notes
lo-venus · 5 years
Text
Yang kau lihat bahagia juga pernah berkawan dengan luka;
Terkoyak, tersayat, tercabik.
Namun kemudian ia berkenalan dengan maaf,
Perlahan belajar apa itu ikhlas.
Walau belum sepenuhnya digenggam, percaya selalu ada baik di esok pagi.
Menyemogakan hati bisa pelan-pelan terobati, karena perihnya rasa cuma diri sendiri yang mengerti.
— lagi-lagi tercipta di 3 pagi.
0 notes
lo-venus · 5 years
Text
"Pun tanpa kamu esokku tetap baik-baik saja;
Pasti, bukan lagi semoga."
0 notes
lo-venus · 5 years
Text
"Kepada hati yang tak berpulang pada arusnya;
Hati-hati,
Ombak terkadang murka pada pembangkang."
—2:32 AM
0 notes
lo-venus · 5 years
Text
Di ujung kafe
"coba kamu dengerin ini deh" katanya sambil menyelipkan satu kepala headset di kuping kananku.
"Bagus, lagu siapa?"
"Dialog Dini Hari"
"Judulnya?"
"Tentang Rumahku"
"Indie?" Ia melipat kedua tangannya di depan dada, alih-alih menjawab pertanyaanku ia malah menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata, "kalau aku bikin band indie, gimana?" Tanya dia masih dalam mata terpejam.
Aku terkekeh pelan, "Kemarin denger orang bahas mesin mobil bilang mau buka bengkel, baru coba sekali bikin nasi goreng bilang mau jadi koki, sekarang baru dengerin lagu indie jadi mau ikutan bikin band indie juga?"
Dia menegakkan tubuhnya sambil menatap penuh antusias ke arahku, "Punya band itu kan keren, Ra. Aku bisa manggung ke sana-sini, punya banyak penggemar, tour keliling kota, terus bisa dengerin lagu-lagu aku sendiri nggak perlu dengerin lagu orang lain lagi, keren kan?" Jelasnya dengan penuh semangat.
"Emang apa salahnya dengerin lagu orang lain?"
"Yaa nggak ada salahnya sih, tapi emang kamu nggak seneng kalau tiap hari aku nyanyiin kamu pakai lagu-laguku sendiri? Biar nggak tiap hari nyanyi lagu Brian McKnight terus lah"
Aku menghela napas singkat, perlahan memutar tubuhku ke arahnya hingga kini kami saling berhadapan.
"Aku seneng kalau kamu udah yakin mau jadi apa, Ga. Tapi kalau mimpi kamu aja bisa berubah tiap hari kayak gini, gimana kamu bisa komitmen sama kebahagiaan kamu sendiri?"
"Aku bahagia kok, asalkan tiap aku punya mimpi, aku baginya ke kamu" Ucapnya sambil mengusap puncak kepalaku dengan lembut.
Aku tersenyum singkat lalu perlahan menggenggam kedua tangannya erat-erat, "aku mau bikin semua mimpi kamu jadi nyata, Ga, tapi aku nggak mau liat kamu kecewa waktu salah satunya itu gagal"
"Ra, gagal kan wajar, makanya aku mau punya banyak mimpi biar waktu salah satu gagal aku masih punya mimpi lain yang bisa aku kejar. Kita kan nggak pernah tahu hidup mau bawa kita kemana dan menjadikan kita manusia yang seperti apa"
Aku terdiam untuk beberapa saat. Kata-katanya seakan menyadarkanku akan sesuatu, membuatku perlahan mengerti mengapa lelaki satu ini begitu memiliki banyak keinginan dalam hidup. Ia memang kepala batu, terkadang membuatku kewalahan menghadapi segala runtutan khayalan barunya setiap hari. Tapi itu lah yang membuatnya menarik, tidak ada kata bosan dalam kesehariannya.
"Kalau kamu bikin band, yang jadi anggotanya nanti siapa?"
"Ah, itu sih gampang. Nanti aku bikin audisi aja, jurinya kita berdua"
"Pak Naryo ajak nggak?"
"Jangan, dia spesialis jaga pos satpam komplek aja. Kalau dia ikut nanti malingnya malah pesta!" tawa kami berdua langsung pecah dan membuat beberapa tamu di kafe sore itu sontak melirik ke arah kami.
—kepada kamu dan semua tulisan dalam jurnalmu. Di ujung kafe, meja nomer 22. Sore itu hanya salah satu dari banyak mimpi yang kamu bagi.
(.av.)
1 note · View note
lo-venus · 7 years
Quote
Biarkan waktu yang akan mendewasakanmu perlahan. Agar kamu tahu, tak semuanya bisa sesuai harapan.
@averinadd
0 notes
lo-venus · 8 years
Photo
Tumblr media
by WEAREYAWN
3K notes · View notes
lo-venus · 8 years
Photo
Tumblr media
Source: weheartit.com
0 notes
lo-venus · 8 years
Photo
Tumblr media
by Moonassi
2K notes · View notes
lo-venus · 8 years
Photo
Tumblr media
785 notes · View notes
lo-venus · 8 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
107 notes · View notes
lo-venus · 8 years
Photo
Tumblr media
astrologyexplained:
Moon in Scorpio in high school.
997 notes · View notes
lo-venus · 8 years
Photo
Tumblr media
“I’m yours. But I’m not yours.”
-
Sejenak gue terpaku di depan kalimat barusan. Kalimat yang benar-benar singkat, menggunakan kata yang sama dan hanya dibubuhi dua penambahan kata yang berbeda. Tapi entah kenapa makna keseluruhannya begitu luar biasa.
“Aku milikmu. Tapi aku bukan milikmu.”
Kalimat itu seakan mengacu pada suatu keadaan di mana hubungan sudah memasuki tahap terlanjur. Terlanjur basah, terlanjur cinta, terlanjur lama. Ketika melepas tidak mungkin, tapi bertahan hanya berujung bosan.
Atau juga kalimat itu hinggap pada suatu hubungan di mana pihak yang pertama hanya bisa memeluk raga, sedangkan pihak yang kedua hatinya entah sedang terbang ke mana. 
Orang-orang di sekitarmu tahu dia milikmu. Tapi jauh di dalam alam bawah sadarmu, kau merasa bahwa kau bukan miliknya. Seakan kau tak tahu di balik topengnya itu apakah ia benar-benar mencintaimu atau tidak.
Kau mencium bibirnya, tapi tidak nafsunya.  Kau memeluk raganya, tapi tidak debarnya.  Kau menggenggam tangannya, tapi tidak hangatnya.  Kau memiliki tawanya, tapi tidak senyumnya.
Dan sedihnya, tidak sedikit orang yang sedang berada di dalam fase hubungan seperti ini. Hubungan yang sudah terlanjur.
Yang satu tak ingin melepas karena cinta, yang satu tak ingin melepas karena merasa kasihan. Membiarkan pihak yang satunya terus bertanya-tanya, apakah raga yang kupeluk barusan adalah raga yang mencintaiku sepenuh jiwa?
But sadly, you’re mine and I’m not yours. 
Br 21116
2K notes · View notes