Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Setahun terakhir aku mulai bertanya.
"Hatimu yang terlalu keras? Atau hatiku yang terlalu lemah?
"Tuturmu yang jadi sedikit kasar? Atau pendengaranku yang kian menajam?"
Mungkin kali ini engkau akan sering mendapatiku sering diam untuk beberapa hal. Bukan enggan menyelesaikannya, hanya saja ingin menghindari perdebatan.
2 notes
·
View notes
Text
Kita pernah saling menahan diri untuk tidak pergi. Sampai masing-masing dari kita berada di titik lelah yang akhirnya berpisah tanpa saling menahan diri dan pergi
- clover.blossom
0 notes
Text
“Setelah segala hal yang telah kita lalui, kita berakhir hanya untuk menjadi orang asing bagi satu sama lain.”
—
Lalu kemarin itu apa? // A.W.
Bandung, 1 Februari 2018
(via surat-pendek)
1K notes
·
View notes
Text
Apa yang lebih sesak dari rindu yang tak pernah mampu terucap? Adakah yang lebih sesak dari kehilangan yg dipaksa? Ya, aku tengah rindu. Benar-benar rindu hingga hanya sesak yang terasa.
0 notes
Text
Cepat atau lambat, satu per satu orang-orang terdekat kita akan melepaskan genggamannya. Membangun kehidupan mereka masing-masing.
— Kau jangan risau. Ada aku di depan sana. Meski sekarang kita tak mungkin lagi saling menyapa, aku tak akan membiarkanmu sendirian. Tapi aku tak akan berjanji. Biarkan doa-doa kita saja yang saling bersinggungan, menyatukan apa yang selama ini berceceran.
102 notes
·
View notes
Quote
Diriku di saat sebelum kamu datang, di saat kamu datang, dan setelah kamu pergi adalah orang yang berbeda.
Aku lebih bahagia di saat sebelum kamu datang. // A. W. (via surat-pendek)
1K notes
·
View notes
Quote
Kira-kira meski sudah tidak sendiri, sudah tidak diam-diam mengkhawatirkanku, sudah bahagia dan tak bersalah melepasku, masihkah sesekali kau merindukanku?
(via mbeeer)
1K notes
·
View notes
Quote
Menangislah malam ini, untuk setelahnya beristirahat di penghujung hari. Esok, bangunlah lebih pagi dengan lebih berani, lalu berusaha lagi.
(via miftahulfikri)
628 notes
·
View notes
Quote
Akankah kamu berani untuk memberitahuku jika suatu hari nanti kamu sudah tidak mencintaiku lagi?
Would you tell me? // A. W. (via surat-pendek)
2K notes
·
View notes
Quote
Akankah kamu berani untuk memberitahuku jika suatu hari nanti kamu sudah tidak mencintaiku lagi?
Would you tell me? // A. W. (via surat-pendek)
2K notes
·
View notes
Quote
Yang paling ku benci adalah ketika kusadari kebodohanku untuk tetap bertahan saat aku tau bahwa aku yang mencintai mu hingga sangat dan kau yang mencintai ku seperlunya. Untuk luka - luka yang selalu kau berikan lagi dan lagi, aku berterima kasih 🍃
0 notes
Photo
Merelakanmu berarti ‘Kita’ Selesai. Tak tahu rasanya apa yang harus ku tuliskan lagi tentang kita. Untuk sebuah hal yang sudah selesai. Yang pada akhirnya ku relakan seperti ini. Sekarang aku memilih berhenti pada satu titik tanpa kau lagi. Rasanya teramat berat melepas seseorang yang di ingini. Tetapi toh, kita ini hanya manusia biasa yang hanya bisa berbakti. Meski dalam hati aku terluka berkali-kali. Barangkali, ini yang sejak dahulu kau nanti. Aku harus tahu diri untuk tak mengusik mu lagi. Untuk itu aku minta maaf. Barangkali sadar ku terlambat. Dan melupakan mu sungguh tak bisa cepat. Kita memang hanya kisah yang belum sempat. Yang selesai tanpa pernah punya awal. Kita adalah penikmat rasa yang pekat. Oh sungguh melupakan kita adalah hal berat. Ya aku memang harus tau diri, kau tak perlu menjauh sebab aku tau caranya berjalan mundur. Kau bukan sosok sempurna, tetapi itu membuatku merasa. Banyak orang-orang meyakini, kita adalah dua manusia yang tak sepatutnya bersama. Selayaknya kita tak perlu saling tertawa dan saling membuat bahagia. Karena itu kita tidak pernah sempat membuat hubungan ini jelas dan ada. Kita adalah ketidakjelasan yang indah. Tanpa perlu ada yang tahu kita terus berbahagia. Tapi pada akhirnya aku menyerah juga. Kau pun seperti lelah. Kita akhirnya memilih untuk berpisah. Bahkan untuk saling mengingat nama sudah tak bisa. "Beberapa waktu tanpamu membuatku gelisah, tetapi ternyata bisa juga." Waktu dan jarak yang tak lagi sama membuatku terbiasa. Aku terlalu sibuk untuk melupakan, hingga tidak sengaja mencuri-curi waktu untuk mengingat kita. Aku yakin kau juga tengah sibuk tertawa di luaran sana, berbagi tawa dengan anak manusia yang lainnya. Kalau boleh meminta, masih ingin rasanya menjadi alasan dari bahagiamu itu. Tapi apa boleh dikata, semuanya tak lagi sama. Kita masih dalam satu kota tetapi belum pernah saja tertakdirkan bersua tanpa sengaja. Masih sering kuselipkan doa pada Yang Kuasa, tetapi hingga saat ini mungkin belum diijabah. Rasanya juga tak siap berjumpa. Bisa-bisa aku kembali mengungkit luka lama. Jangan khawatir, kau mengenal ku dengan ketangguhan. Aku masih kuat berdiri tanpa kau di sisi. Masih bisa berlari dari cinta yang tak kau hargai. Aku juga berterima kasih untuk kedewasaan yang kau ajarkan padaku setiap hari. Terima kasih pula karena pernah mengerti meski sekarang tak lagi. Aku tak ingin membenci sama sekali. Untuk dua manusia yang pernah saling berpaut hati untuk apa saling membenci? Bukankah kita terlalu sering bertukar selamat pagi. Aku memaafkan diriku sendiri, kuharap kau juga seperti itu. Kau tidak perlu lagi menjawab pertanyaanku yang menumpuk. Diam mu adalah jawaban yang teramat pasti. aku tidak akan lagi menagih janji. Untuk apa lagi ? kau tak perlu tepati untuk seseorang yang tak punya arti. Darimu aku tahu satu hal dalam hidup ini. Untuk sebuah pertanyaan tak perlu berakhir dengan tanda tanya. Begitu pun untuk sebuah jawaban yang tak melulu berakhir dengan sebuah titik. Aku hanya ingin mengakui bahwa aku memang pernah sangat mencintai hingga pada akhirnya kusadari, bahwa aku mungkin sudah terganti atau tak pernah ada sama sekali. Aku tak pernah menghakimi perasaan yang dianggap sebagai kebodohan oleh orang-orang. Seperih apapun, ini kisah yang patut aku syukuri. Kita telah memilih jalan ini. Semoga tak ada sesal mengikuti. Sekarang kita masing-masing. Aku akan mengingat banyak hal tentangmu meskipun jauh-jauh hari kau sudah melupakanku. Sekali lagi, untuk kisah yang tak sempat ini. Aku minta maaf dan berterima kasih. Aku akui kita pernah saling menyiakan tetapi tak perlu lagi. Sekarang waktunya meraih mimpi. Barangkali kita dipertemukan lagi. Bukankah hati selalu tahu kemana dia akan kembali? ‘kita’ dua manusia.
0 notes
Text
Bukankah aku adalah wanita terbodoh yang pernah kau temui? Sebab mengizinkanmu mematahkan ku sekali lagi. Ah kau haruskah aku berterima kasih sebab sekali lagi kau mematahkan hatiku. Bagaimana aku bisa percaya sedangkan fakta yg kutahu kau begitu tak mencintai ku. Setelah ia yang kau harapkan tak pernah kau miliki lantas kau kembali padaku? Yaaa kau bisa menyebutku perempuan tolol sebab sekali lagi aku menerima mu 🍃
0 notes
Text
Teruntuk Senja yang Mematahkanku, Pergilah! Biarkan Malam Menghampiriku.
Senjaku dan senjamu yang kini telah berbeda. Ada, namun tak pernah sama. Kau tau kenapa? Senjaku jingga , senjamu pekat dan sekelebatpun tak telihat. Karena senja aku pernah berada disuatu titik yang memaksa untuk berhenti, tak sempat berlari dan bahkan untuk sekedar melangkahkan kaki. Mulutku pernah membisu sampai tak mampu untuk mengucapkan kata. Telingaku pernah tuli sampai tak mampu untuk mendengar dan mataku pernah buta sampai tak mampu lagi untuk melihat . Tapi tanpa kemunafikan, aku juga pernah menikmati senja, aku pernah menjadi pengagum senja dan akupun pernah selalu mengharapkan kehadiran senja. Yaa ! senja yang kupikir akan tetap kunikmati, senja yang selalu kuselipkan dalam ruang imajinasi serta senja yang kupikir tak kan pernah terganti oleh malam, siang maupun pagi. Senja yang tengah berdiam di ufuk barat sana, kini aku membencinya. Kepada ronamu yang tak sejingga dulu. Pergilah, biarkanlah lakon senja itu habis sudah ! Senjamu kini berbeda dan aku tak lagi menginginkannya.Biarkan saja senjamu berlalu , terhalang awan ataupun terhapus hujan. Karena senjamu yang telah mematahkan asa. Kau tak perlu kembali, bahkan untuk sekedar bertanya "apa kabar?" pertanyaan yang bagiku sudah terlalu absurd. Kau tahu bukan? Jawaban apa yang tak kalah absurd yang akan kuucapkan? “baik. Kamu siapa”? Jadi, kau juga tak perlu lagi berbasa basi atas pertanyaanmu yang memang paling basi. Sudahlah ,bagiku kau tetap senja, yang sudah hilang dan kini tak lagi jingga. Kau bukanlah senja yang akan ku abadikan selamanya. Bukan ! Biarkan mulai detik ini kubuka tirai malam yang hiasi serambi seribu puspa, menyambutnya dengan senyum hangat menentramkan. Memapah langkahku melanjutkan mimpi yang memang pernah terbuang karenamu senja pematah asa.
0 notes
Text
Untuk Kamu yang Sekarang Masih Menggantung antara Langit dan Bumi, Aku akan Segera Menjemputmu Bersama Tahajudku.
"Mungkin kamu sedang tersenyum lega sekarang karena aku melepaskanmu untuk ketiga kalinya dalam cinta kita". Karena cuma aku yang punya mimpi indah bersamamu, tapi kamu memimpikan kebahagian bersama orang lain. Sekarang semuanya sudah berangsur membaik, luka dalam yang kau gores di atas luka lamaku telah berangsur sembuh. Air mata yang selalu bercucuran siang dan malam, bahkan di dalam mimpiku karena menahan rindu yang kamu abaikan, sekarang juga sudah mengering dan aku janji air mata ini tak akan lagi menetes untukmu dan cintaku. Aku sadar aku tak pernah pantas untuk hatimu yang sempit dan mungkin aku salah pernah memilihmu sebagai malaikat di hidupku karena bagimu aku hanyalah setan yang menyesakkan duniamu. Kini aku telah terlahir kembali dan kuat karena badai yang pernah kamu tiupkan di perjalanan cintaku. Aku kembali menyusun kepingan hati yang telah kamu hamburkan, saking berserakannya aku butuh waktu lama hingga menemukan keping terakhirnya supaya semua kembali bersatu. Sekarang, aku tak ingin lagi menoleh ke belakang melihat kenangan yang begitu menyesakkan dadaku. Aku ingin melihat apa yang menungguku di depan sana. Aku yakin sepercik cahaya putih itu adalah dia yang akan menjadi sayapku nanti untuk terbang tinggi mengarungi luasnya hidup ini. Aku mulai mempersiapkan diri dengan matang karena aku tak ingin salah orang lagi, dan jujur aku tak ingin merasakan sakit hati lagi karena rasanya lebih sakit daripada dikuliti hidup-hidup, dan aku yakin jika kamu jadi aku, pasti kamu tak akan mampu menahannya. Aku tak akan pernah dendam atau membencimu, selalu kuselipkan doa di hatiku karena bagaimanapun kita pernah merangkai mimpi indah bersama, walaupun akhirnya kau runtuhkan sendiri. Hari-hariku kini kembali berseri, aku kembali bisa bermimpi tentang taman yang hijau dengan kuda putihnya dan laut yang biru bersama lumba-lumba yang lucu, dan aku ingin ke sana bersama orang yang tepat. Karena aku yakin, dia yang lebih baik darimu juga sedang mempersiapkan diri sepertiku dan aku tak ingin mengecewakannya. Dengan semua cinta dan ketulusan yang ku punya, aku ingin dia yang bersamaku nanti bisa menerima aku apa adanya, meski tak sesempurna pria lain di luar sana yang bergelimang harta, karena aku juga ingin menerima dia dengan segala kekurangannya. Aku tak ingin dia kecewa dan susah, makanya dari sekarang aku bekerja keras seperti ibunya, supaya dia bisa bahagia bersamaku nanti. Aku tak ingin orang tuanya kecewa padaku karena putra yang dia jaga siang dan malam, untuk membuatnya bahagia, aku sia-siakan. Aku tak ingin lagi dianggap sebagai perempuan pecundang, aku ingin menjadi apa yang dia butuhkan bukan apa yang dia ingginkan. Untuk kamu yang sekarang masih menggantung antara langit dan bumi, aku akan segera menjemputmu bersama tahajudku. Aku ingin, bukan hanya dunia yang menyatukan kita tapi juga Sang Pencipta yang MAHA CINTA juga ikut serta dalam cinta kita. Semoga waktu dan jarak yang jauh sekalipun, cepat mendekatkan kita. Jagalah dirimu baik-baik, di sini aku dan rusuk ini menunggumu, tempatmu bersandar dan mengadu. Jangan pernah ragu karena jika kamu jodoh, apapun tak akan bisa memisahkan kita dan itu pasti. Sedikit aku beritahu padamu, aku cuma perempuan biasa, aku sejenis perempuan yang kuat cemburu, sejenis perempuan yang cerewet dan tak selembut ibumu. Namun tetap aku ingin menjadi yang terbaik untuk mu kelak. aku ingin memulainya dari bawah bersamamu dan kita menikmati di atas berdua. Hingga senja memisahkan kita, saat rambut kita mulai putih dan aku menyaksikan gigimu rontok satu demi satu dan biarlah Sang Pencipta yang memisahkan kita untuk dipertemukan kembali di surga-Nya yang abadi. Sampai saatnya nanti kita bertemu aku ingin membacakan ini semua padamu. 'Betapa sangat aku merindukanmu untuk hadir di hidupku pertama dan terakhir kalinya sampai maut memisahkan kita nanti.'
0 notes
Text
Aku dan kamu, sebuah sajak yang abstrak.
"Tak bisakah kau tinggal saja? Tak bisakah kita berakhir setelah segala sedih dan bebanku berakhir saja? Tak bisakah aku dan kamu menjadi kita untuk sedikit lebih lama lagi?" Aku tak bisa apa-apa. Menyaksikan punggungmu menjauh adalah satu-satunya hal yang tak bisa kucegah. Aku tak bisa mengatakan apa-apa lagi — selain menahan sesak sendiri. Banyak hal yang tak mampu kujelaskan, cukup rumit, dan kau mungkin takkan menerimanya. Itulah mengapa pesan-pesanku untuk memintamu tetap tinggal hanya mampu kusimpan dalam draft ponselku. Tapi, sesungguhnya aku adalah pihak yang paling terluka atas perpisahan kita. Setelah kugantungkan bahagiaku atas kebersamaan kita, akulah yang paling jatuh terperosok atas perpisahan itu. Lalu aku harus tertawa bersama siapa setelah pergimu? Sekian lama, kau menjadi vitamin penyokong tawaku, lalu tiba-tiba semuanya harus berakhir. Kau beranjak dengan mengenalkanku lagi pada satu luka yang paling pedih. Lukaku kini berpangkat seribu. Aku semakin dalam terhisap jurang luka. Bagian yang paling mengerikan, perpisahan itu terjadi ketika aku sedang dalam masa sulit. Aku sungguh berharap kau di sana waktu itu, memberikan lelucon gilamu lagi hingga hatiiku juga kepalaku sedikit mengubur pikiran-pikiran berat yang menghujamnya. Sesungguhnya, aku ingin kau di sana saat itu, menawarkan bahumu, membiarkan air mataku tumpah membasahi kain bajumu, tanpa kau perlu bertanya mengapa. Sebab aku tak bisa menceritakannya. Seberapa keras pun kucoba untuk mengatakannya, aku tak bisa, aku tak cukup berani, aku tak sanggup, berkali-kali kucoba. Meski berkali-kali pula kau memancingku dengan tanya: "apa benar-benar tak ada yang ingin kau katakan padaku?" Mencintaimu waktu itu, aku merasa tenang. Kupikir duniaku akan tetap kokoh hanya dengan mencintaimu meski tak membersamaimu. Nyatanya, setelah pergimu langit runtuh, menimpa kepalaku, tubuhku, hatiku. Segalanya memar, lukaku merajalela, aku remuk. Itulah bagian patah hati yang paling patah. Waktu berjalan, aku masih bernapas. Aku masih hidup. Meski dalam rentang waktu itu, aku terus mengutukmu, mengucap sumpah serapah seribu kali, sepuluh ribu kali, berjuta kali, dan lebih gila lagi, aku berharap salah satu dari kita melenyap dari bumi, terkubur; mati. Aku berharap takkan ada sebuah kebetulan yang akan mempertemukan kita. Jangan ada takdir yang membawa langkahku menujumu, sedetikpun, selangkahpun. Aku enggan. Bertahun-tahun berlalu, aku sudah mulai melupa, ah, bukan, aku sudah mulai menerima luka itu sebagai salah satu proses menuju pendewasaan. Tiba-tiba kau datang mengirimiku sebuah maaf (hanya) melalui pesan singkat. Dan aku dengan betapa bodoh nan bebal nan gilanya mengiyakan saja. Hei, lihatlah! Aku masih aku yang mudah mengatakan "aku sudah memaafkanmu". Sekali lagi, aku kembali menjadi perempuan yang lemah itu. Kau takkan paham, tapi seperti itulah caraku menguatkan diri.
2 notes
·
View notes