Sella. 19. Indonesian. Classic yet casual. A hard liquor mixed with a touch of love, dreams, and a bit of intellect.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Perjalanan Satu Dekade ke Depan
Akhir tahun 2019, saya harus sudah ‘mengantongi’ satu gram emas ANTAM untuk investasi kedepannya, dengan tambahan satu gram di tiap akhir tahun mendatang (beli dan lupakan, bukan untuk jual beli jangka pendek). Emas dipilih karena nilainya stabil dan cenderung naik. Hal ini dilakukan untuk mengamankan keuangan di masa depan. Menabung emas ini bisa dilakukan di Pegadaian menggunakan uang tabungan yang memang sudah disisihkan khusus untuk menabung emas.
Awal tahun 2020 akan ada audisi untuk lomba tari nasional PEKSI. Saya akan mengikuti audisinya. Jika lolos, saya akan fokus berproses selama 6 bulan. Jika tidak, saya akan mengikuti banyak workshop maupun kolaborasi bersama STKW Surabaya dan Taman Budaya Cak Durasim. Ini tentu untuk menambah relasi dan mengasah kemampuan tari saya langsung dari orang-orang yang bergerak di bidangnya. Di pertengahan tahun 2020 bertepatan dengan wisuda bulan Juni, saya akan launch florist saya (buket bunga) dengan konsep bunga berpuisi. Namun, jika saya lolos PEKSI, saya akan tunda hingga September karena dari tahun ke tahun PEKSI diadakan bulan Juni. Saat ini, saya sedang belajar melalui youtube dan praktik untuk mengembangkan kemampuan merangkai bunga dengan berbagai model dan konsep untuk menjadi portofolio. Selain itu, saya juga mencari dan mendaftar untuk kegiatan internasional (konferensi atau volunteering) yang berjalan di tahun 2021. Tahun yang sibuk, semoga berkah. Aamiin.
Di tahun 2021, targetnya adalah kegiatan internasional (saya lebih menekankan di kegiatan volunteering daripada conference), untuk membuka mata agar pikiran ini tidak hanya tau apa yang ada di Indonesia. Untuk bidangnya sendiri saya ingin di bidang Children & Woman Empowerment karena saya rasa kedua ‘kaum’ tersebut masih memiliki problema yang diciptakan oleh tekanan sosial. Saya juga ingin memulai kelas yoga sebagai latihan pengelolaan emosi dan kelentukan badan. Tidak harus pada saat ini sih, hanya saja diusahakan, semoga duitnya ada.
Tahun 2022 adalah tahunnya skripsi. Ayo fokus!!!
Tahun 2023 sudah memasuki dunia kerja. Untuk kerja di bidang apa sendiri masih belum bisa menentukan, karena sampai semester 3 ini masih belum menemukan yang sekiranya cocok, baik secara teknis maupun finansial. Ketertarikan saya di biopsikologi dan forensik, tapi makin ke sini saya rasa saya makin tidak memiliki komitmen yang cukup kuat untuk mengembangkan diri di bidang itu. Malah saya ingin kerja di bank agar pemasukan stabil kemudian bisa ditabung dan dikembangbiakkan untuk membuka flower studio (bukan hanya rangkai bunga tapi juga menjual bunga impor) yang mendatangkan pemasukan tambahan.
Kemudian, antara tahun 2025-2027 saya sudah harus memiliki uang dingin untuk dibiakkan di reksadana/saham. Lagi-lagi, beli dan lupakan, bukan untuk jual beli jangka pendek. Saya juga ingin mendapatkan lisensi trainer yoga untuk kemudian bisa digunakan untuk menjadi trainer di studio yoga milik orang lain dan membuka kelas yoga sendiri setelah menikah. Yang jelas, 2027 keungan harus sudah stabil dan jelas alurnya baik dari kantor, florist, art work, dan investasi. Hal ini sifatnya wajib karena di usia 28-29 (akhir 2027-2028) saya ingin menikah tanpa harus babibu lagi soal keuangan dan keamanan diri sendiri.
Setelah menikah, saya ingin fokus mengurus suami & anak, sehingga saat menjadi istri dan orang tua, saya bukan lagi bekerja karena kewajiban atau pemenuhan akan uang, tetapi karena ada hati dan gairah yang harus dipenuhi, yaitu dari kelas tari & yoga, florist, dan garapan seni. Tak lupa pemasukan yang mengalir sendiri dari investasi emas dan saham. Everybody’s happy :)
Ambar Tyasella P.
111811133127
0 notes
Photo
0 notes
Text
Anak Beranak
AM (14) asal Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, takut tidur sendiri di rumah setelah ibunya meninggal satu tahun yang lalu, sedangkan ayahnya selalu meninggalkan rumah keluar kabupaten untuk bekerja. Karena itu, ia minta dinikahkan dengan AR (13). Sebelum pernikahan ini terjadi, KUA sudah menolak pengajuan pernikahan kedua mempelai karena faktor usia mereka. Namun, kedua mempelai mengajukan gugatan di Pengadilan Agama Kabupaten Bantaeng dan mendapat dispensasi sehingga mereka bisa melangsungkan pernikahan secara resmi pada April 2018.
Sudah bukan barang baru di Indonesia untuk mengikat janji suci sebelum umurnya. Hal ini bisa dilihat dari data pada tahun 2016 yaitu terdapat 30.000 lebih pengajuan permintaan dispensasi menikah untuk calon mempelai dengan usia kurang dari 16 tahun. Sementara itu, sesuai dengan data dari BKKBN Jawa Tengah, kasus perkawinan anak termasuk tertinggi, yaitu mencapai 3.876 pada 2016 dan tercatat 358 kasus kematian dalam 100.000 kelahiran bayi. Mayoritas kasus pernikahan tersebut terjadi pada kawasan pedesaan yang budaya dan kepercayaannya masih kental. Perkawinan dini memiliki berbagai efek samping yang cenderung negatif, sehngga tidak heran fenomena ini disorot berbagai komunitas dan lembaga, baik nasional atau internasional. Resiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan dan saat persalinan pada usia muda menjadi momok tersendiri bagi calon ibu dalam perkawinan dini, sehingga berperan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, perkawinan anak juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan kepribadian anak yang dilahirkan. Perkawinan anak ini juga merupakan sebuah bentuk kegagalan dalam sosialisasi perkawinan.
Definisi Perkawinan Anak
Perkawinan anak dapat definisikan sebagai perkawinan di bawah umur atau tidak mencapai batas usia yang telah ditentukan oleh hukum atau Undang-Undang. Setiap negara tentu saja memiliki ketentuan masing-masing. Di Indonesia sendiri secara hukum terdapat Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 7 yang berbunyi :
1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
2. Dalam hal penyimpangan ayat 1 pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria dan pihak wanita. Sesuai dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkawinan anak adalah perkawinan yang dilakukan oleh calon mempelai yang belum mencapai batas usia yang telah ditentukan dalam undang-undang No. 1 tahun 1974, yaitu pihak laki-laki berusia 19 tahun dan pihak wanita berumur 16 tahun.
Payung Hukum Perkawinan Anak
Di Indonesia, belum ada hukum yang secara jelas menyinggung tentang pernikahan anak, namun dalam UU nomor 1 tahun 1947 yang mengatur tentang perkawinan dalam pasal 6 ayat 2 menyatakan bahwa “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.”. Dan juga dalam pasal 7 ayat 1 dinyatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.” Kedua hukum tersebut tidak secara langsung melarang pernikahan anak dibawah umur, namun hanya membatasi usia pernikahan saja. Hukum ini tidak serta merta diterima langsung oleh rakyat, hukum ini menuai banyak kritik dari berbagai kalangan tokoh masyarakat, mulai dari kalangan feminis.
seperti Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) dan Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang menganggap bahwa syarat usia minimal perempuan untuk menikah dalam undang-undang tersebut masih dalam kategori belum memiliki kematangan secara fisik untuk bereproduksi sehingga akan rawan memakan korban jiwa, Meski sudah banyak ditentang oleh beberapa pihak, alasan agama seperti menghindari zina dan juga faktor adat atau kebudayaan juga menjadi pertimbangan bagi Mahkamah Konstitusi untuk menetapkan batasan usia minimal seseorang untuk menikah. Beberapa bulan setelah itu, Mahkamah Konstitusi atau MK akhirnya mempertimbangan usulan-usulan yang telah ada. MK memberikan tenggat waktu paling lama tiga tahun bagi DPR untuk mengubah ketentuan batas usia dalam UU Perkawinan
Kenapa bisa? Terdapat beberapa faktor pendorong terjadinya pernikahan anak usia dini. Dimulai dari faktor pendidikan. Faktor ini menjadi salah satu penyebab terjadinya pernikahan anak usia dini. Rendahnya tingkat pendidikan mendorong terjadinya pergaulan bebas karena yang bersangkutan memiliki lebih banyak waktu luang yang mana seharusnya waktu tersebut dipergunakan untuk pembelajaran dan berada dilingkungan sekolah. Sebagian besar waktu mereka gunakan untuk kegiatan diluar kontrol yang mengarah pada pegaulan bebas dan itulah yang menyebabkan banyak kasus kehamilan pra nikah dan mau tidak mau terrpaksa dinikahkan walaupun usianya tergolong masih belia. Selanjutnya adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi yang dimaksudkan disini dapat berupa keaadan ekonomi orang tua besangkutan yang tergolong rendah. Kasus yang biasanya terjadi adalah orangtua yang ekonominya pas-pasan sehingga terpaksa menikahkan anak gadisnya dengan keluarga yang sudah mapan perekonomiannya. Namun kadang kala keputusan penikahan tersebut dating dari anak itu sendiri dengan harapan meringankan beban ekonomi orangtuanya dengan cara menikah pada usia muda. Faktor orang tua juga memiliki peran dalam mendorong pernikahan pada anak usia dini. Berdasarkan pengalaman para orang tua yang juga mengalami pernikahan dini memiliki anggapan bahwa jika anak perempuan lama menikahnya maka akan susah mendapatkan jodoh, karena itulah banyak orang tua yang menikahkan anak perempuannya pada usia dini. Orang tua yang mengkhawatirkan anaknya pacaran dengan lawan jenis sangat lengket cenderung bertindak tegas dengan menikahkan anaknya tanpa memandang latar belakang kematangan untuk menikah baik kematangan psikologis maupun biologis. Dan yang terakhir adalah faktor adat istiadat. Faktor budaya memiliki peran dalam mempengaruhi terjadinya pernikahan dini. Apabila dalam budaya setempat mempercayai jika anak perempuannya tidak segera menikah, akan mempermalukan keluarga karena dianggap tidak laku dalam lingkungannya, atau jika ada orang yang secara finansial dianggap mampu meminang anak mereka, dengan tidak memandang usia dan kesiapan sang anak kebanyakan orangtua akan menerima lamaran tersebut karena beranggapan masa depan sang anak akan lebih cerah dan berharap sang anak bisa mengurangi beban orang tua. Faktor Penghambat Perkawinan Anak Ada pendorong, ada pula penghambat. Beberapa hal yang menghambat pernikahan anak usia dini, di antaranya adalah, latar belakang pendidikan dan kehidupan pernikahan orangtua. Orangtua yang berpendidikan tinggi cenderung idealis dan mengharapkan anak untuk berprestasi, bahkan kalau bisa lebih tinggi daripada mereka. Hal ini tentu sulit untuk dilakukan jika anak usia dini yang seharusnya belajar dan mengejar mimpi harus melayani suami. Orangtua juga menggunakan pengalaman berumahtangganya sebagai refleksi. Orangtua cerdas tahu dan mampu menilai apa saja yang baik dan tidak baik dalam berumah tangga, dan pada usia berapa seseorang (anak) mampu atau matang dalam melakukan hal itu. Value atau nilai dalam keluarga juga berperan dalam memberikan pengertian ke anak, bahwa esensi pernikahan bukanlah semata-mata untuk menghindari zina, sehingga anak dapat diarahkan untuk tidak berbuat amoral tanpa harus menikah dini. Anak juga diberi pengertian untuk menghargai diri sendiri, bahwa nilai mereka di masyarakat dilihat dari seberapa bergunanya mereka untuk lingkungan sekitar dan kontribusi untuk negara, bukan dilihat dari laku atau tidak lakunya mereka karena menikah dini. Selanjutnya, ekonomi keluarga yang sudah mapan turut menghambat pernikahan dini. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kemiskinan membuat orangtua melepaskan anaknya ke pernikahan dengan seseorang yang lebih mapan atau bahkan si anak yang berinisiatif untuk mengurangi beban orang tua. Maka dari itu, dengan ekonomi keluarga yang berkecukupan, orang tua dan anak tidak perlu melakukan hal ini. Apakah ada sisi positifnya? Pernikahan anak/pernikahan dini memiliki beberapa dampak positif. Dampak ini dapat kita lihat dari segi kepuasan pribadi dan dari segi agama. Dari segi kepuasan pribadi, pernikahan dini yang didasari cinta dan kebersamaan cenderung akan menghasilkan kebahagiaan. Karena belum tingginya ego mereka dalam berumah tangga dan didasari oleh dasar saling mencintai. Konflik seperti bertengkar bahkan KDRT pun dapat sangat berkurang. Selain itu, hadirnya anak di tengah-tengah mereka dapat membantu menaikan kebahagiaan mereka. Ini karena makin besarnya tanggung jawab yang mereka emban sehingga dapat memicu mereka untuk menghindari masalah-masalah kecil dalam rumah tangga agar dapat fokus mengurus anak mereka. Bagi perempuan, dampak positif yang mereka rasakan berasal dari faktor finansial. Banyak dari perempuan yang menikah dini melakukan pernikahan untuk memperbaiki kondisi keuangan dirinya dan keluarganya. Dari segi agama (islam), pernikahan dini sangatlah membantu bagi individu untuk segera terhindar dari zina. Resikonya? Tidak sedikit juga dampak negatif perkawinan dini pada anak. Dampak negatif yang paling memungkinkan terjadi adalah trauma bahkan depresi pada anak tersebut karena seringnya terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maupun kekerasan seksual yang biasanya terjadi pada perempuan dikarenakan ketidakseimbangan relasi dan maraknya perceraian pada pasangan muda yang maru menikah. Selain itu adanya “siklus kemiskinan”, dimana anak remaja yang pada umumnya tidak memiliki pekerjaan yang layak dan belum mapan dan sudah menikah masih bergantung pada orang tuanya sehingga beban orang tua bertambah dua kali lipat, anggota keluarganya sendiri ditambah keluarga anaknya. Kondisi ini akan terus berlangsung dari satu generasi ke generasi selanjutnya sehingga kemiskinan akan terus terjadi. Dampak sosial juga akan terjadi saat anak tersebut hamil di luar nikah yang kemudian dinikahkan dan dipaksa melahirkan akan kemungkinan dikeluarkan dari keluarganya ataupun diskriminasi oleh masyarakat. Terakhir, dampak kesehatan yang dapat dialami. Menikah muda sangat beresiko karena rahim belum siap untuk hamil dan dapat menyebabkan rahim pecah yang harus diangkat. Selain itu apabila terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan ingin melakukan aborsi, apabila aborsi yang dilakukan tidak aman dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayi. Penularan penyakit-penyakit seksual seperti HIV/AIDS juga marak terjadi di kalangan perempuan karena rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reprosuksi dan karena sang pasangan (pacar atau suami) sering berganti-ganti pasangan. Tingginya angka kematian bayi karena gizi buruk juga merupakan dampak kesehatan dikarenakan ibu muda tidak tahu menahu masalah kehamilan, sehingga anak yang dilahirkan mengalami berat badan rendah yang menyebabkan kematian padabayi maupun ibu. Jadi, bagaimana? Untuk meminimalisir terjadinya pernikahan pada anak beserta masalah-masalah yang timbul karenanya, diperlukan adanya penguatan pendidikan mengenai kesehatan dalam reproduksi dan seksual. Hal ini ditujukan agar para remaja mengetahui bagaimana dampak yang dapat terjadi. Selain penguatan pendidikan, peran orang tua pun sangat penting.Ketika sang anak meminta untuk melakukan pernikahan, orang tua memiliki kewajiban untuk mengedukasi anak mengenai dampak yang akan terjadi jika melakukan pernikahan pada usia dini serta orang tua pun masih memiliki wewenang mengenai pengambilan keputusan. Selain itu, perlu juga diadakan penyuluhan mengenai pernikahan pada anak agar masyarkat mampu menanamkan kesadaran mengenai kehidupan anak yang baik pada usianya serta mengenai pernikahan sesungguhnya. Refleksi Setelah memahami bahwa terdapat banyak kasus mengenai pernikahan anak atau pernikahan dini serta lebih banyak dampak negatuf daripada dampak positif, maka kita sebagai Warga Negara yang baik harus memberi pengarahan yang tepat terhadap generasi penerus bangsa, terutama anak-anak. Demi negara dan masa depan yang baik, kita harus berpartisipasi dalam menciptakan suasana masyarakat baik, kondusif, dan harmonis. Setelah membaca tulisan ini, semoga kita lebih sadar tentang buruknya pernikahan anak ini. Daftar Pustaka Astuti, I. (2018, Agustus 13). Ambiguitas Hukum Beri Celah Langgengnya Perkawinan Anak. Retrieved April 5, 2019, from Media Indonesia: http://mediaindonesia.com/read/detail/178382-ambiguitas-hukum-beri-celah-langgengnya-perkawinan-anak Bastomi, H. (2016). Pernikahan DIni Dan Dampaknya (Tinjauan Batas Umur Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Perkawinan Indonesia). YUDISIA, Vol. 7 No. 2. Data BKKBN Jawa Tengah tahun 2016https://regional.kompas.com/read/2018/07/23/17281651/5-pernikahan-usia-dini-yang-sempat-heboh-di-indonesia?page=2. Indonesia, D. P. (2014, May). Djamilah, Reni Kartikawati. Jurnal Studi Pemuda, 3(1). Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perkawinan, Nomor 1 Pasal 7 § Ayat 1 dan 2 (1974). Lukitaningsih, R., & Kharismawati, D. W. (2013). Studi Tentang Faktor- Faktor ysng Mendorong Remaja Melakukan Pernikahan Dini. Journal Mahasiswa Bimbingan Konserling, 53-54 Mazrieva, E. (2018, Agustus 15). Ambiguitas Hukum Picu Maraknya Perkawinan Anak. Retrieved April 5, 2019, from VOA: https://www.voaindonesia.com/a/ambiguitas-hukum-picu-maraknya-perkawinan-anak/4528657.html Sakdiyah, H., & Ningsih, K. (2013). Mencegah pernikahan dini untuk membentuk generasi berkualitas. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 26(1). Setyawan, J., Marita, R. H., Kharin, I., & Jannah, M. (2016). Dampak Psikologis Pada Perkawinan Remaja Di Jawa Timur. Jurnal Penelitian Psikologi, 15-39. Sudarto, A. (2014). Studi Deskriptif Kepuasan Perkawinan pada Perempuan yang Menikah Dini. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Vol.3 No.1. Wicaksono, A. (2018, Desember 13). MK Kabulkan Batasan Usia dalam UU Perkawinan. Retrieved April 5, 2019, from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181213110330-12-353335/mk-kabulkan-gugatan-batas-usia-dalam-uu-perkawinan Yulianto, A. (2018, May 5). Persoalan Hukum Perkawinan di Bawah Umur. Retrieved April 5, 2019, from REPUBLIKA.co.id: https://republika.co.id/berita/kolom/wacana/p87lbd396/persoalan-hukum-perkawinan-di-bawah-umur Zuhri, D. F. (2017). Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini dan Dampaknya di Desa Sidoharjo Bawang Batang. Pendidikan Luar Sekolah, 28.
Ambar Tyasella Pangestu
111811133127
0 notes
Text
4K notes
·
View notes
Photo
Jurgita Dronina rehearsing for The Sleeping Beauty
7K notes
·
View notes
Photo
Eve Mutso of the Scottish Ballet warms before a rehearsal of The Sleeping Beauty. Photo: Jeff J Mitchell/Getty Images Europe)
5K notes
·
View notes
Photo
American Ballet Theater - New York City
© Abbey Drucker
748 notes
·
View notes
Photo
Natalia Osipova
224 notes
·
View notes
Photo
DARE TO DREAM | dance on We Heart It. http://weheartit.com/entry/80105137
153 notes
·
View notes
Photo
Polina Semionova by Enrico Nawrath ♕
869 notes
·
View notes
Photo
Colorado Ballet’s Giselle : aka find the Ryan
840 notes
·
View notes
Photo
Natalia Osipova in Coppelia
4K notes
·
View notes
Photo
i think this is one of my favourite writings so far. It’s all about your mind set, think positive, be positive, live positive. Time to be proud, confident and passionate. :) <3
2K notes
·
View notes
Photo
319 notes
·
View notes
Photo
Motivation for ballet this year
311 notes
·
View notes