Text
Menumpuk Kekecewaan
Siapa yang menyuruh untuk berharap lebih pada orang lain? padahal sudah tahu, akan kecewa.
Siapa yang meminta untuk berbagi cerita kepada sembarang orang? padahal sudah tahu, mereka hanya ingin menguliti.
Kalau sudah begitu, siapa yang patut disalahkan?
Bersikap hati-hatilah ke depannya. Agar kelak tidak akan terus-menerus menumpuk kekecewaan.
0 notes
Text
Tuhan,
Benar, selemah itu aku tanpa Kuasa-Mu.
Tuhan,
Benar, sehampa itu aku tanpa Rahman dan Rahim-Mu.
Tuhan,
Benar, sekecil itu aku tanpa Kebesaran-Mu.
Tuhan,
Engkau Maha Benar, dan aku hanyalah seorang hamba yang hidup penuh harap kepada-Mu.
0 notes
Text
Gamophobia dan Pemikiran Konservatif Terkait Pernikahan
Akhirnya aku memberanikan diri,
Menulis tentang kekhawatiranku selama ini.
Ada yg pernah mendengar 'gamophobia'?
Yep, itu istilah yg saat ini tengah familiar.
Lantas mengapa?
Umumnya penderita fobia ini takut utk membuat komitmen dg seseorang ke jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan.
Apalagi di zaman skrg banyak berita berlalu-lalang di media sosial mengenai pengkhianatan dlm sebuah ikatan suci, KDRT, pelecehan, dsb.
Sehingga tdk jarang, para pemuda-pemudi saat ini mengambil keputusan utk hidup sendiri dg tidak menikah.
Mereka mampu utk mengkoneksikan perasaan satu sama lainnya, namun terlalu takut utk larut dalam ikatan sakral seperti pernikahan.
Bayangannya, mrk tdk mau mengambil resiko tersakiti pasca menikah, spt kasus yg marak di media sosial.
Atau, mrk tdk berani mengambil keputusan utk menikah karena mempunyai pengalaman konflik bathin yg belum sepenuhnya sembuh.
Dalam pernikahan, msh banyak yg berpikir konservatif dlm pemenuhan hak dan kewajiban terhadap pasangan.
Perempuan kerap dijadikan sbg subjek yg lemah dengan mematuhi segala titah suami, melayani suami, menjaga martabat dan kehormatan suami demi rumah tangga yg terkesan bahagia.
Namun, sikap suami tidak sebaliknya kepada istri.
Hak2 suami terpenuhi oleh istri, tapiii mrk lalai terhadap kewajibannya utk memenuhi hak istri.
Mrk sering lupa,
Istri yg memilih mendedikasikan dirinya menjadi istri yg beraktivitas di rumah adalah bentuk pengabdiannya kepada suami, percaya segala hak dan kebutuhannya dpt dipenuhi oleh suaminya.
Merasa istrinya sangat bergantung hidup padanya, menjadikan suami lebih superior dalam rumah tangga. Mudah menyepelekan, merendahkan, menghina, dan menghakimi segala tindakan istri di rumah.
Lalu, bagaimana solusi bagi perempuan agar dpt keluar dari gamophobia sebab toxic masculinity dlm relasi berumah tangga?
Jika blm menikah, sebisa mungkin mencari pasangan yang sekufu (setara). Relasi yg sehat di mulai dari pasangan yg menjalin konsep kesalingan. Sekufu di sini, bukan dari segi pendidikan, pekerjaan, dll. Tapi, lebih kepada pola pikir, visi dan misi, serta memiliki tujuan yg jelas utk membangun bahtera rumah tangga.
Adapun jika sdh menikah, baiknya dg keluar dari zona nyaman rumah tangga yg didominasi oleh salah satu pihak. Lalu menemukan dan meningkatkan value diri sendiri, utk bisa hidup maju tanpa bergantung dg standarisasi yg dibangun scr sepihak oleh pasangan.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan menjadi pengingat jg bagi diri sendiri di kemudian hari.
2 notes
·
View notes
Text
Belakangan ini menjadi lebih sensitif.
Suka tiba2 nangis tanpa alasan.
Apa karena banyak hal yg dianggap gapapa, wajar, sudah semestinya (?)
Tapi, yang demikian malah buat ga nyaman.
Apa algoritma kehidupan harus serumit ini (?)
Rasanya mau belajar bodo amat, tetap gabisa.
0 notes
Text
Aku, Perempuan.
Aku, seorang perempuan dengan hati abadi seorang perempuan
Aku, hidup di sebuah dunia tempat peraturan-peraturan dibuat laki-laki, tempat dimana laki-laki bisa melanggar semua peraturan
Bahkan, menjadi tuhan-tuhan, juru selamat atau wali, syuhada atau pahlawan
Dunia tempat ketika perempuan melanggar peraturan yang dibuat laki-laki, dilanggar oleh laki-laki, dan perempuan tidak bisa hidup
Tanpa menanggung rasa malu, perempuan difitnah, dituduh, dipukul, bahkan dilukai, disiksa dan dirajam, dibakar dan dikubur hidup-hidup dan..
Penuh hina.
7 notes
·
View notes
Text
Perempuan, dan Problematika Pendidikan Tinggi baginya.
Aku, kamu, perempuan, dan wanita, memiliki hak yang sama atas tubuh kita, atas jalan hidup kita, atas segala bentuk kebebasan lainnya yang membuat kita merasa berdaya dan berguna.
Cukup klasik rasanya jika pada zaman sekarang mengatakan "buat apa perempuan sekolah tinggi, pada akhirnya harus mengurus sumur, dapur, dan kasur", atau yang lebih parahnya "rasanya tidak perlu sekolah sampai jenjang yang lebih tinggi, khawatir akan sulit mencari pasangan karena lawan jenis pasti minder". Hal tsb merupakan stereotypes bagi kaum hawa menghadapi konstruksi sosial di lingkungan masy.
Eittss, jangan khawatir. Sebetulnya kita tidak perlu feelin' guilty atas hal demikian. Sebab, pada faktanya perempuan cerdas dan berpendidikan tinggi mampu meningkatkan kualitas diri sehingga nantinya tidak perlu bergantung hidup pada pasangan.
Dewasa ini, sebagai Generasi Kartini Muda, seharusnya kita tidak perlu lagi berjuang untuk mendapatkan hak pendidikan, kesejahteraan, dan kebebasan bersuara. Karena apa yang diperjuangkan oleh Kartini sudah dapat dipetik hasilnya.
Hanya saja minimnya pemikiran dan pengetahuan laki-laki terhadap pemenuhan hak-hak perempuan itulah yang sering kali menjadikan perempuan mengalami diskriminasi pada sektor publik yang didominasi kaum laki-laki.
Hal tersebut perlu diluruskan, mengingat dalam Islam baik laki-laki dan perempuan itu setara dan memiliki kesalingan. Dimana, jika laki-laki diperbolehkan menuntut ilmu sampai perguruan tinggi, perempuan juga diperbolehkan. sebagaimana dalil "tholabu al-'ilm faridhotun 'alaa kulli muslimin wa muslimatin" (menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah).
So, jangan pernah minder, perempuan sah-sah saja mengenyam pendidikan tinggi, dan laki-laki juga harus berwawasan luas spy bisa mengimbangi perempuan yang berpendidikan tinggi.
5 notes
·
View notes
Text
Telling my current feelin' to someone, nd I get new insights abt life, etc.
these 3 things are the important:
First thing first, love ur self.
Never comparing ur life to other. Bcs, it's different.
More acceptance nd less judgement.
that's all.
1 note
·
View note
Text
Semantap-mantapnya kita merencanakan masa depan, tetap sisakan ruang untuk ridha bahwa hari esok memang di luar kehendak kita. "The future's not ours to see."
Dan isi ruang itu dengan tawakkal bahwa apa yang terjadi di luar perencanaan kita, adalah yang terbaik dari Allah.
Dan iringi dengan doa yang Rasulullah ajarkan pada pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib ketika ia meminta diajarkan sebuah wirid...
Rasul bersabda, "mintalah afiyah pada Allah..." Afiyah bermakna kebaikan yang lengkap. Afiyah dalam agama, afiyah dalam dunia. Afiyah dalam kebaikan.
Dan itulah salah satu doa andalan yang selalu diucapkan pula oleh Khalifah Abu Bakr Ash Shiddiq. Kalau kita lihat perjalanan hidup beliau, kita akan tahu bahwa dunia dan akhiratnya begitu lengkap dan indah.
اللهم إني أسألك العافية في ديني و دنياي
"Allahumma innii as'alukal afiyah fi diini wad dunyaya.." (HR Ahmad)
750 notes
·
View notes
Text
Tentang 'Menerima'.
Adalah mensyukuri keadaan dan menerima kenyataan yang mampu membuatmu bisa bangkit dan berkembang.
Penerimaan dirimu terhadap segala kekurangan yang ada padamu.
Bahwa, yaa..
'Kita adalah manusia, sudah pasti tiada sempurna'
Manusia pernah bercela, dan hanya Allah yang Maha Tahu ketidaksempurnaan kita.
Tak apa, solusinya 'self acceptance'.
Terima bahwa diri kita banyak kurangnya, dan banyak pula yang harus diperbaiki.
Perubahan itu pasti. Manusia memiliki kesempatan untuk berubah.
Selain menyadari tentang apa saja yang perlu diperbaiki, sadari juga bahwa kita sebagai manusia memiliki 'potensi'.
Sebab, Allah tidak akan menciptakan suatu makhluk tanpa daya guna.
Maka dari itu; meminimalisir kekurangan, maksmimalkanlah potensi, maklumi keadaan, dan terima kenyataan. Berpikirlah positif.
0 notes
Text
Manusia takut akan beberapa hal, bukan kisah nenek sihir pemakan bayi, atau kisah makhluk peminum darah. Melainkan sebuah ketidakpastian dan ketidaktahuan.
0 notes
Text
Hati itu diibaratkan sbg raja, dan Akal itu panglima perangnya. Tugas hati memberikan orientasi pada tujuan, sedangkan yg menafsirkan dg nalar agar dpt mengatur strategi, dan membaca situasi yakni akal.
0 notes
Text
Sartre, bapak pencetus teori eksistensialisme. Bahwa, manusia itu tdk serta-merta memiliki esensi/hakikat bawaan diri mrk, namun 'terbentuk' oleh eksistensi yg mrk bangun dr perilaku hidup.
Sebab menurut Sartre, segala sesuatu itu sdh jelas diatur, kecuali cara hidup. Kamu bebas menentukan hidupmu akan spt apa dan bagaimana sesuai kehendakmu, dg segala perilaku hidup yg kamu lakukan, maka akan terbentuklah esensi/hakikat dirimu sesuai dg kebiasaan hidup tsb.
Hal itu sesuai dg hadits Nabi SAW:
"barang siapa jujur, dan membiasakan berperilaku jujur, maka akan Allah catat dirinya sbg org yg jujur. Bgtu juga dg org yg dusta, dan sering berdusta akan Allah catat dirinya sbg seorang pendusta".
Artinya, kalau selama hidup dirimu ingin dianggap sbg org yg baik, maka berperilaku lah spt org baik, dan sebaliknya.
Akan tetapi, dlm kenyataannya menurut Sartre; wadahnya hidup itu selalu beriringan dg yg namanya 'faktisitas', dimana hal tsb tdk dpt dihindarkan, namun bbrp dpt dimanipulasi.
Misalnya spt, kamu mencintai seseorang dlm hidupmu, namun trdpt tembok besar menghalangi cintanya, sebab org yg kmu cintai itu mencintai org lain.
Artinya, siapapun bebas mencintai siapapun, tp dlm proses mencintai, org tsb terhalang oleh cintanya org lain. Lalu bagaimana cara mengatasinya agar cintanya terbalas?
Jawabannya tikung dia disepertiga malam. Eaaa. Sekian.
0 notes
Text
Di era serba cepat saat ini, sangat diperlukan utk menarik diri sejenak, agar tdk terburu2 dalam mengambil suatu tindakan atau hal apapun. Sehingga mampu menelaah dan mengoreksi kembali tujuan dan hakikat hidup. Dalam Islam, teknik tsb dikenal sbg "muhasabah" atau "bertafakkur".
0 notes
Text
Well, hello. And it so begins, fo' me. Bcs, i made it thoughtfully. Enjoyy!
1 note
·
View note