khusnulfadhilahkf
khusnulfadhilahkf
Kepingan Puzzle
423 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
khusnulfadhilahkf · 6 years ago
Text
Setuju banget. Saya paling gemes kalau nilai pernikahan didiskritkan semacam istri sebagai pelayan atau suami sebagai atm. Pernikahan itu ibadah loh, nilainya separuh agama. Sangat rugi orang mengejar pernikahan untuk hal2 yang sifatnya hanya permukaan saja.
Dakwah yang memotivasi supaya tidak mendekati zina itu baik. Tapi kalau caranya agak provokasi seperti ini, agak disayangkan. Seharusnya akun dakwah itu mengedukasi, supaya para pemuda pemudi muslim meluruskan niat menikah dan mempersiapkannya dengan ilmu.
Tumblr media
Sedang ambil satu sudut pandang baik di prokontra statement ini. Sejujurnya aku juga nggak setuju sama provokasi semacam ini yaaa.
Tapi sepengalaman aku, meski ada water heater dan gofo*od semacamnya, atau koki sekalipun yg bisa kita hire karena menikahi crazyrich somewhere, atau pembantu yang siap sedia melakukan itu karena dibayar… skill memanjakan suami dan sentuhan personal di rumah tetap butuh untuk merawat pernikahan 😁
Meskipun, pada kenyataannya aku juga nggak tiap hari masakin air atau masak yaaa, tapi aku juga nggak mau meninggalkan hal-hal tsb selagi aku bisa. Apalagi disamain “kamu cari pembantu atau istri”. Ga ga, hal hal kecil semacam ini aku pikir bukan ranahnya pembantu kalau tujuannya membahagiakan suami. Dan kalau bahasa cinta suamimu adalah pelayanan, akan sangat membantu sekali perhatian kecil semacam ini.
Cuma ya seringkali hal-hal semacam ini tu kaya…jadi motivasi untuk menikah padahal seharusnya jangan, karena gak banget realitanya. Karena saling berkasih sayang semacam ini harus tumbuh menjadi budaya keluarga lewat usaha berdua. Gak bisa salah satu aja yang minta dilayani. Apalagi awal berumahtangga, perjuangan banget dua-duanya untuk saling menyeimbangkan dan berlomba-lomba untuk bisa saling meringankan beban satu sama lain.
Laki-laki jadi sering bermindset bahwa mereka satu satunya yang harus dilayani akibat propaganda semacam ini. Padahal contoh dari Baginda Rasul, beliau sangat tanggap juga dalam berbaik-baik kepada istri.
Realitanya…kadang justru istrimu yang seharusnya kamu rebusin air untuk mandi. Kadang juga istrimu perlu kata-kata “nggak usah masak deh yang, kita makan telor ceplok aja kalau kamu capek.”
Jangan jadikan hal-hal semacam ini sebagai senjata bagi kaum adam untuk semena-mena membebankan segala tugas domestik kepada istri karena sebenernya ini kewajiban bersama. Dan jangan juga terlalu keras pada egomu duhai perempuan, kita juga kadang perlu melakukan hal-hal kecil yang berdampak semacam ini–dan tentu saja kita tidak sama dengan pembantu. Tolong menolong dalam keluarga itu indah kok. Jadikan kata saling itu ada di setiap lini rumah tangga.
Saling dukung, saling bantu, saling mengingatkan, saling mengajak pada kebaikan dan takwa, saling menguatkan, dan saling berusaha menumbuhkan cinta-cita yang baru.
Salam, dari yang berusaha ada di tengah-tengah.
1K notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Text
Iyasih bener. Harus pinter2 baca pergerakan jaman, tapi tetap berpegang teguh sama pedoman agama.
Random
Usai rapat di kantor, gue iseng duduk di koridor dan ketemu dua temen gue yang lagi ngobrol ngalor ngidul tentang generasi milenial. Lawan bicara gue satunya umur 30 an, satunya 20 an. Yang 30 an ini programmer freelance. Yang 20 an admin akun selebgram.
Terjadilah obrolan seru antara kami bertiga dimana temen gue yang programmer tadi akhirnya misuh-misuh karena si admin akun selebgram ini kerjanya ga se gila mas programmer tapi duitnya banyak. Ya ga sebanyak mas programmer, tapi cukup banget buat memenuhi kehidupan sehari-hari sambil hedon dan punya social life.
“Selebgram monetisasinya apa sih, kok duitnya banyak banget wkwk?”
Yang kasat mata sih endorse, clothing line, atawa cake kekinian. Intinya bisnis influencer itu ngumpulin basis massa dulu baru jualan. Karena pada dasarnya, orang2 zaman now cukup murah hati buat mendukung idola mereka dan nyobain produk yang diendorse idola mereka 😅
Dan temen gue nanya lagi
“Emang bisnis kayak gitu sustain?”
“Ngapain lo nyari yang sustain mas 😂 kalo yang sekali gebrak aja bisa ngehasilin duit?”
“Kalo ga sustain, tiap kurvanya menurun, berarti dia harus nyari skema monetisasi baru dong? Masak ya dia harus ngenalin pasar setiap hari sih”
“Kenapa lo ga mikir kalo dari penghasilan yang banyak tadi dipake buat portofolio saham? Kalo yang masuk ratusan juta dan dia pinter milih instrumen investasi, kan bisa dia kaya sambil ongkang-ongkang kaki. Hhaa. Lo pasti jeles kan 😂 ngoding sampe malem tapi ga bisa sampe kayak gitu wkwk”
“Enggak. Gue ngerasa absurd aja. Gue ga suka sama usaha yang ga bisa diukur gitu”
“Terukur sebenernya. Cuman lo ga pernah terjun aja. Kalo ada usaha clothing line ato cake nya influencer tutup, kadang ga selalu rugi. Tapi momentumnya sudah habis sehingga mereka menutup bisnis tersebut dan beralih ke bisnis lain. Dunia bisnis sekarang dinamis. Meskipun yang sustain juga ada sebenernya ”
Gue sendiri kalo mempelajari suatu jenis bisnis, pasti nanya gimana merawat sustainability. Tapi semakin ke sini, dinamika pasar cepet banget berubah. Banyak disrupsi. Software Developer aja kalo mendesain produk sudah pakai pendekatan Agile Develpment. Atau mungkin ada pendekatan yang lebih dinamis lagi cuman gue ga tau.
Kalo di Agile Development kan si produk dibangun tidak dalam kondisi fix sampai akhir. Tetapi ada fitur dasar yang diluncurkan ke pasar kemudian terus ditambah seiring dengan berjalannya waktu dan minat pasar. Kita bisa lihat IG yang awalnya cuman buat share foto dengan filter tertentu, sekarang sampe udah bisa bikin IGTV untuk memenuhi kebutuhan influencer.
Entah sampai kapan industri influencer ini bisa bertahan? Kalau pun dia sustain sampai puluhan tahun, tumbuhnya bakal ke arah mana?
Dunia influencer itu menarik. Banyak hal yang bisa diobrolkan. Mulai dari strategi personal branding, nilai bisnis sampe tentang moral value.
Bulan lalu, gue ngobrol bareng temen yang backgroundnya psikologi behavior. Dia lagi rajin mempelajari perilaku milenial.
Para orang tua kan sering bilang
“Anak zaman sekarang tralala trilili”
“Milenial mah mana ngerti tentang Libertarian, Komunisme dan bla bla bla”
Sampe gue penasaran nanya
“Seperlu apa sih memeluk sebuah ideologi? Soalnya kalo gue lihat di twitter nih, mostly anak seumuran gue ga kenal ideologi ini itu. Paling yang ada ya temen-temen masjid sih. Sisanya masih cenderung menumbuhkan nilai sendiri”
Dan temen gue mengamini itu. Ideologi lawas tidak begitu populer di kalangan milenial. Bukan berarti mereka ga suka baca. Tapi lebih ke suasana alamnya sudah beda. Jadi cara berpikir zaman dahulu kadang gagal membuat mereka relate.
Nah proses penumbuhan value generasi milenial ini sangat berkaitan dengan influencer. Gue nemu akun di twitter yang cukup absurd membahas gaya pacaran anak muda yang bebas banget. Mulai dari FWB sampe menghalalkan kumpul kebo. Gue ga sedang membahas boleh tidaknya kumpul kebo. Nanti panjang. Cuman hal yang rada absurd adalah, banyak banget orang yang curhat ke akun tersebut. Padahal ga kenal.
Artinya, ketika ada masalah, ternyata banyak banget orang yang lebih milih nanya ke influencer ketimbang ke ulama, buku, atau orang tua.
Di tumblr pun, ternyata banyak orang yang nanya pendapat tentang perkara ini itu ke influencer. Sementara, gue dari dulu suka mengkritik influencer karena mereka sering meloncat pagar dengan menjawab pertanyaan yang sebenernya mereka ga punya basic ilmu tentang itu.
Kalo dokter Jiemy Ardian bicara soal ODGJ wajar sih ya, beliaunya dokter. Lah kalo influencer yang nggak ada basic ilmu gizi tapi dengan berani membahas metode diet ekstrim? Dia bakal cuma mikir gimana caranya kurus tapi ga mikir apakah tindakan dia itu sehat untuk badan ato enggak. Horror 😱
Ada juga akun-akun penggerak nikah muda yang sering banget jadi bahan olokan. Kadang gue sampe wondering, akun-akun semacam itu emang niat dakwah atau parodi saja?
Perdebatan menarik juga kadang terjadi antara akun muslimah dengan akun feminist. Dan selain influencer, orang-orang yang mengikuti akun tersebut biasanya juga turut ramai melempar dalil.
Tulisan ini juga bukan untuk judging mana yang bener dari keduanya. Gue cuma mau nunjukin kalo moral value zaman now banyak terbentuk di industri ini. Entah nantinya industri ini akan bergeser ke arah mana, kita lihat saja 😅
191 notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Audio
Paragraf terakhir. Dan semoga, kamu laki-laki bijaksana itu :")
BAPAK
Bapak adalah laki-laki paling khawatir saat anak perempuannya jatuh cinta. Ketika usia anaknya bertambah menjadi kepala dua. Bukan kepalang beliau siang malam memikirkan segala kemungkinan. Laki-laki seperti apa yang akan anak perempuannya nanti ceritakan. Cerita yang mau tidak mau seperti petir di lautan siang-siang.
Kekhawatiran itu tidak berlebihan. Sebab sepanjang pengetahuannya, tidak ada laki-laki yang baik di dunia ini kecuali dirinya sendiri. Untuk kali ini, Bapak boleh menyombongkan diri. Karena kenyataannya memang begitu. Tidak ada laki-laki yang cintanya paling aman selain bapak. Ibu sendiri mengakui.
Bapak adalah laki-laki yang paling takut anak perempuannya jatuh cinta. Laki-laki mau sebaik apapun tetaplah brengsek baginya, berani-beraninya membuat anaknya jatuh, cinta pula. Sudah dibuat jatuh, dibuat cinta pula. Benar-benar tidak masuk akal.
Malam itu, ketika dikira anak perempuannya terlelap. Bapak berbicara kepada ibu di ruang tamu. Tentang segala kemungkinan yang terjadi bila anak perempuan satu-satunya diambil orang. Tentang sepinya rumah ini. Tentang masa tua. Tentang hidup berumah tangga. Kukira bapak berlebihan. Tapi warna suaranya menunjukkan kepedulian.
Aku yang sedari tadi pura pura tidur, mendengarkan. Semoga aku bertemu dengan laki-laki yang lebih bijaksana dari bapak. Karena aku membutuhkan kebijaksanaannya untuk memintanya tidak meninggalkan bapak dan ibu sendirian.
Ku harap ada yang menga-aamiin-kan. ©kurniawangunadi
Tulisan ini termuat di buku saya, Hujan Matahari (2014) hlm. 91-92
2K notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Text
Aku penasaran. Kira-kira perjalanan seperti apa yang kita tempuh? Langkahmu akan selalu bisa kuiringi bukan? Dan...bagaimana kita akan bertumbuh nantinya?
5 notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Text
Instead of being perfectionist, just wanna be a better one.
1% Lebih Baik
Salah satu pedang bermata dua yang dimiliki seorang perfeksionis adalah mentalitas “lakukan dengan sempurna, atau tidak sama sekali.”
Di satu sisi, ini membuat para perfeksionis bekerja dengan luar biasa jika mereka memang harus mengerjakan sesuatu. Di sisi lain, ini membuat mereka lumpuh manakala menghadapi sebuah urusan yang nampak besar dan kompleks.
Terbayang-bayang betapa besarnya energi yang mesti mereka miliki untuk membuat urusan besar nan kompleks itu “sempurna”; terbayang betapa tidak sempurnanya kapasitas dan sumber daya mereka saat itu. Stress jadinya.
Beruntung, semasa kuliah, sebuah buku berjudul “The One Thing”, tulisan Garry Keller, mengubah hidup saya yang merupakan seorang perfeksionis ini.
Inspirasi utama yang saya dapatkan dari buku itu adalah: dalam hidup, kita tidak perlu mengambil semua hal, melakukan semua hal, atau menjadi lebih baik dalam semua hal. Seringkali, kita hanya perlu peduli pada satu hal saja, dan itu cukup untuk membuat kita menjadi lebih baik.
Serakah Informasi
Dahulu kala, jika saya membaca buku, biasanya saya ingin merengkuh semua poin yang disampaikan oleh penulis. Terlalu banyak informasi (fakta atau opini) yang nampaknya akan berguna (meski entah kapan dan bagaimana saya akan menggunakan informasi tersebut), yang terlalu sayang jika tidak mampu saya ingat baik-baik.
Agar bisa mengingat informasi-informasi tersebut, sebagian orang menandai bagian-bagian tertentu dengan stabilo. Sebagian lagi menulisnya dalam sebuah catatan, dan lain sebagainya.
Lalu, mari kita bertanya kepada diri kita sendiri, dengan upaya tersebut, memangnya seberapa banyak informasi yang akhirnya berhasil kita ingat? Seberapa sering (atau bahkan, pernah kah?) kita kembali ke tanda stabilo atau catatan kita?
Bagi saya sendiri, jawaban dari kedua pertanyaan tersebut tidaklah membahagiakan.
Cukup 1 Hal
Alih-alih berusaha merengkuh semua informasi, saya menemukan bahwa jika saya hanya menangkap satu saja informasi yang paling mengesankan bagi saya, lebih besar kemungkinan saya mengingat informasi tersebut dalam jangka waktu lama.
Bahkan, informasi itu tidak sekadar menjadi ingatan “mati”–layaknya kertas yang menyimpan informasi, namun informasi itu tidak berguna bagi dirinya.
Dengan bertanya, “Apa satu hal paling penting dari buku ini?”, saya berhasil menangkap satu informasi yang lalu membekas dan ter-“install” dalam diri saya. Ia menjadi bagian dari diri saya.
Pertanyaan mengenai “Apa satu hal…” ini adalah pertanyaan yang perlu dibiasakan. Jika kita sudah terbiasa, maka kita bisa mengimplementasikannya dari level makro hingga ke level mikro.
Sebagai contoh, jika awalnya kapasitas kita hanya mampu menangkap dan mengingat “satu hal” dari sebuah buku, di tingkatan selanjutnya kita bisa bertanya “Apa satu hal paling penting dari bab pertama?”, lalu “Apa satu hal paling penting dari bab ke dua?”, dan seterusnya.
Efeknya, kita jadi lebih terbiasa “menerawang” benang merah di balik segala sesuatu, di berbagai level.
Kita jadi lebih terbiasa menangkap substansi, tidak terdistraksi oleh hal-hal yang non-substantif.
Ini tidak hanya berlaku pada buku. Ini adalah kebiasaan yang universal, yang bisa diterapkan dalam berbagai konteks.
Cukup 1%
Ini semua membawa saya pada gagasan bahwa untuk menjadi seseorang yang sangat keren, kita tidak perlu berusaha menelan semua atribut sebuah hidup yang keren.
Misalnya, kita menuntut diri kita untuk memiliki karir yang bagus, karya yang booming, bisnis yang ekspansif, investasi yang bertumbuh, pikiran yang tahu segala hal, dan lainnya di waktu yang sama.
Mengapa? Karena kita akan kewalahan. Jika kita kewalahan, upaya kita akan berumur pendek, tidak berkelanjutan, tidak konsisten. Lalu pada akhirnya kita akan menemukan diri kita belum beranjak jauh dari titik awal.
Alih-alih begitu, beritahukan kepada diri sendiri bahwa kita cukup menjadi 1% lebih baik hari ini dibanding hari kemarin. Itu saja. Lakukan setiap hari.
Jika kemarin menjelang tidur kita habiskan dengan berseluncur di Instagram, hari ini menjelang tidur kita habiskan dengan menonton TED Talks, mungkin?
Jika hari ini saya tidak mendapat asupan pengetahuan baru, maka besok saya akan menghabiskan 15 menit membaca Blinkist, dan seterusnya.
Cukup satu persen saja perubahan kecil yang kita lakukan untuk diri kita di satu hari, lalu kita kunci perubahan tersebut di hari-hari setelahnya. Bayangkan, berapa persen perubahan yang akan terjadi pada diri kamu setelah satu tahun?
Selamat bertumbuh 1% lebih baik setiap hari!
941 notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Text
Entah apa yang sebenarnya akan Kau tunjukkan. Tapi semakin nampak jelas bahwa menunggu dan saling menjaga adalah pilihan yang tepat, untuk sebuah hal yang semoga disempurnakan.
0 notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Text
Ketika menemukan sebuah alasan, bahwa ada yang belum selesai dengan diri sendiri. Semoga, masih ada dan selalu ada waktu.
1 note · View note
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Text
Barakallah Zahrin. What a romantic halal love story 😍
Aku selalu percaya, bahwa kebaikan yang diraih dengan cara yang halal ya akan nikmat sekali keberkahannya. Terimakasih sudah berbagi cerita ya, Zah 😊
diary ta’aruf - begin
Tumblr media
Kami melaksanakan akad nikah pada Sabtu, 10 Februari 2018. Alhamdulillah, alhamdulillah, dan Allahumma aamiin untuk semua doa dari keluarga dan teman-teman.
Sampai sini Diary Taaruf berakhir, tentang taaruf pertama dan terakhir, insyaAllah.. Tapi ta’aruf yang sesungguhnya sebagai partner hidup baru dimulai. Perjalanan sesungguhnya baru akan dimulai, bukan?  Semoga proses taaruf menuju pernikahan kami dapat menjadi pondasi yang baik untuk bangunan rumah tangga yang penuh berkah, menuju kebaikan demi kebaikan, menjumpa titik-titik takdir terbaik selanjutnya. Sebab seseorang akan mendapatkan apa yang ia niatkan, niat ini pula yang menjadi kunci diterimanya amal ibadah oleh Allah. Maka tugas kita adalah memastikan niat sudah benar dalam setiap detil prosesnya, berharap jaminkan keberkahan. Aamiin.
Termasuk pertanyaan yang paling banyak kuterima adalah, “bagaimana bisa yakin bahwa dialah jodohmu?” Ternyata teman-temanku banyak yang sedang galau memilih ya hehe. Maafkan jawabanku yang sederhana, “kalau kriteria mendasar kita sudah terpenuhi, sama-sama mau menerima kekurangan dan mau komitmen untuk hidup bersama, istikharah dan putuskan saja, nggak ada takdir yang salah.. lebih penting urusan selanjutnya; menjalani dan mensyukuri.” Membangun cinta.
Maaf juga ya isi diary-nya semua tentang idealisme-idealismeku sehingga cerita yang super sederhana jadi panjang. Maaf hanya tentang aku dan sudut pandangku; karena aku pun percaya tugas setelah ini harus selalu menitikberatkan ke aku; yang terbaik adalah yang tersenyum duluan, yang terbaik adalah yang meminta maaf duluan, yang terbaik adalah yang lebih dulu mau berubah, yang terbaik adalah yang penerimaannya lebih lapang, lebih ridha dan lebih pandai mensyukuri, yang terbaik adalah yang paling pertama mendo’akan dan seterusnya. Karena menikah diniatkan sebagai ladang amal yang utama, aku sungguh berharap itu aku. Doakan yaa. *Meski kalau Abang pasti tidak mau kalah :”)
Kepada Allah kami memohon taufiq. Wallahu a’lam bis shawwab.
Disclaimer: semua tulisan ini di-post setelah di-review dan mendapat izin dari beliau :)
—Klaten, 2 Maret 2018
Bagi yang baru mau scroll ke bawah, ini saya beri link yang urut.
http://hearttreasures.tumblr.com/post/171374018994/kisahku-bertemu-dengannya
http://hearttreasures.tumblr.com/post/171402147264/diary-taaruf-1
http://hearttreasures.tumblr.com/post/171409653099/diary-taaruf-2
http://hearttreasures.tumblr.com/post/171412285594/diary-taaruf-3
http://hearttreasures.tumblr.com/post/171412312044/diary-taaruf-4
http://hearttreasures.tumblr.com/post/171430123764/diary-taaruf-5
http://hearttreasures.tumblr.com/post/171430303989/diary-taaruf-6
http://hearttreasures.tumblr.com/post/171443995354/diary-taaruf-7
http://hearttreasures.tumblr.com/post/171444015984/diary-taaruf-8
Dijamin bosen! Enak dijalanin sendiri..wkwk Yang baik datangnya dari Allah, sementara banyak kurangnya dari hambaNya yang satu ini, nasihati saya tentangnya dan doakan ya. 
10 notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Text
Berproses
Ternyata berproses lagi dan lagi itu...melelahkan ya. Berpacu dengan waktu yang seakan-akan terus mengejar. Kadang bisa berlari ketika jalan terasa mulus, lalu kaki seperti gemetar ketika jalan berliku dan terjal. Belum lagi kalau jalan tiba-tiba seperti buntu, berada di dua pilihan, berbalik arah atau justru menebang pohon-pohon siapa tau ada jalan baru.
Tapi kalau ingat petuah bapak
"Dulu saya juga merasakan, sampai 6 tahun di negeri orang...memang jalannya nggak mudah,"
Dan bapak sudah melalui banyak, sementara saya anak bau kencur yang baru mulai.
Ketika terbersit ingin berhenti, hati kecil seperti menentang. Dia seperti berbisik, "apapun yang terjadi, jangan berhenti berjalan"
1 note · View note
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Photo
Terus akunya sekarang yang badai quarter life crisisnya belum kelar 😅
Tumblr media
Saya mendapatkan pertanyaan menarik. Ada beberapa teman terbaik yang menjadi penyimak perjalanan saya dari sebelum menikah hingga menjadi ayah. Mereka pasti tahu bagaimana perjalanan itu begitu berliku, tidak selurus cerita-cerita di buku-buku yang saya tulis sendiri.
LifeCrisis seperti apa yang menjadi titik balik?
Saya akan berbagi beberapa hal yang bisa dibagi.
1. Terkait Menikah
Tahun 2014 akhir hingga 2016 pertengahan adalah fase dimana saya mengusahakan diri untuk menikah. Semua berjalan dibawah bayang-bayang, alias diam-diam. Saya pernah berdoa sambil memaksa, bahwa harus orang ini, atau dengan orang ini. Saya kekeuh karena saya percaya bahwa segala sesuatu pasti bisa diwujudkan, asal jangan menyerah. Ini adalah salah satu sifat keperfeksionisan saya dalam hal lain.
Ternyata rumusnya tidak begitu dalam hal takdir pasangan hidup. Allah menjatuhkan saya berkali-kali. Dan saya mengulangi lagi dengan cara yang sama, dijatuhkan lagi. Sampai titik akhirnya, saya pasrah. Tidak sampai sebulan saya berpasrah, Allah datangkan seseorang yang kini menjadi istri saya.
2. Fase Stagnan
Pernah tidak, merasa bahwa dalam rentang waktu cukup lama, kita merasa seperti tidak kemana-mana, diam ditempat. Tidak bertumbuh baik secara ilmu, secara fisik, secara apapun.
Saya mengalami itu. Aktivitas usaha saya, alhamdulillah memberikan kecukupan yang menurut saya amat sangat cukup untuk ukuran baru lulus belum lama. Saya pernah sampai dititik, tidak tahu mau apa lagi di dunia ini. Ini mengerikan, seperti depresi. Saat kita benar-benar tidak punya keinginan, analoginya seperti kamu tidak ingin beli apapun karena seolah-olah semuanya telah terbeli, sementara kamu memiliki uang untuk membelinya. Sampai kamu sumbangkan-sumbangkanpun, uangmu justru bertambah.
Saya pernah dititik, tidak ada hal lain yang saya inginkan di dunia ini. Saya seringkali mengendarai mobil tanpa tujuan, berkeliling kemana saja sampai lelah. Menyendiri, sangat introvert padahal saya ENTJ. Itu adalah seperti fase kehilangan tujuan hidup. Saya tahu ada yang keliru dalam hidup saya.
Dan saya terus menerus mencarinya sampai saya menemukannya. Dan yang keliru adalah berkaitan sama poin pertama. Saya pernah membuat dreamlist/dreamboard di tahun 2012 dan semuanya tercapai di tahun 2015, dan semua hal yang saya tulis tersebut bersifat materi :) Disitulah saya mengerti, hidup ini bukan untuk mengejar materi karena itu berisi kehampaan. 3. Restu
Hal yang paling bisa membuatmu tenang dalam menjalani hidup adalah ridha orang tua.
Saya sering berbagi kisah ini ketika mengisi acara bedah buku ketika berbicara tentang perjalanan kepenulisan. Saya tidak linier dengan jurusan-jurusan yang saya ambil, SMA di IPA, kuliah di SeniRupa, dan berkarya di Kepenulisan Fiksi. Dan orang tua, pada waktu itu masih punya harapan sejak lama sekali; anaknya berkarya di instansi, jadi PNS :)
Jalan yang saya tempuh sekarang ini adalah jalan paling menenangkan karena semuanya sudah mendapatkan ridho. Rasanya masih mengganjal, saat kita ingin bekerja, berkarir, berkarya dalam suatu bidang, tapi orang paling dekat dengan kita justru berharap yang lain. Saya khawatir, ibu berdoa berbeda dengan isi doa saya XD
Akhir 2014 saya melakukan diskusi, memediasi impian-impian saya dengan presentasi ke kedua orang tua. Saya membeberkan recana hidup dari waktu itu (2014) hingga beberapa tahun mendatang. Semuanya saya katakan, detail terkait waktunya, mau jadi apa, bisnis apa, berapa potensi ekonominya, mau manikah, kapan menikahnya, dan kesiapan saya sejauh mana (termasuk kesiapan ekonomi karena waktu itu saya ingin memodali nikahan sendiri), tinggal dimana, dsb. Sampai orang tua tidak lagi ada pertanyaan apapun tentang anaknya ini. Hingga lahirnya kalimat ajaib yang intinya; Kami sebagai orang tua ridha sama rencanamu, Nak.
Selepas restu itu turun, semuanya berjalan dengan di luar dugaan, sekaligus saya tenang menjalaninya.
Ada tiga hal yang mungkin bisa saya sampaikan karena yang lainnya rahasia. Life Crisis akan menjadi pengalaman eksklusif masing-masing orang. Tidak sama satu dengan yang lain kasusnya. Dan saya percaya, kita pasti bisa melewatinya. InsyaAllah. 
Jangan berhenti melangkah :)
Salam hangat,
Kurniawan Gunadi
2K notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Video
youtube
Wao, berlapis-lapis. Dulu pingin banget pakai baju dengan rok mekar begitu. Maklum, tontonannya princess-princess gitu soalnya 😅
0 notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Text
Dan aku masih kopong pong soal ini 😮
Belajar dari Rumah Ibu Elly Risman
Nama Ibu Elly Risman pertama kali saya kenal dari sebuah poster seminar parenting yang saya lihat di media sosial saat saya masih di tingkat akhir perkuliahan. Siapakah beliau? Saat itu saya belum tahu. Hanya saja, semakin hari namanya semakin sering saya dengar, terutama ketika saya mulai berkenalan dan berkecimpung di dunia anak dan parenting.
Waktu berlalu, tapi kesempatan untuk bertemu dengan beliau belum juga tiba. Meminjam istilah cinta-cintaan ala anak zaman sekarang, saya hanya mengagumi beliau dari jauh, sambil kepo alias banyak mencari tahu tentang beliau dari media sosial: membaca artikel-artikel yang pernah dituliskan atau menonton video-video rekaman beliau ketika membahas isu-isu terkini tentang anak dan parenting. Satu hal yang saya dapat, berbekal ilmu yang tak terhitung banyaknya, beliau begitu serius mewakafkan diri untuk berkontribusi pada satu masalah ummat yang terjadi di negeri ini.
Sejujurnya, kesadaran saya untuk mulai mempersiapkan pernikahan dengan ilmu hadir dari beliau. Menikah perlu ilmu, perlu berdamai dengan diri sendiri dulu, perlu mengenal diri sendiri dulu, dan nasehat-nasehat senada nyata telah mengubah paradigma saya tentang jatuh cinta, menikah, dan menjadi orangtua.
Sejak bekerja di tempat dimana sekarang saya berada, meskipun rasanya satu fokus dengan apa yang Ibu Elly kerjakan, pertemuan itu belum juga datang. “Kapan yaa bisa ketemu dan cerita banyak sama Ibu Elly?” pertanyaan itu masih terus saya tanyakan. Hingga suatu ketika, kantor kami mendapat undangan eksklusif dari beliau untuk hadir di sebuah temu ilmiah dimana beliau akan mempresentasikan hasil penelitiannya tentang bagaimana pornografi berpengaruh pada perubahan otak. Maa syaa Allah, doa saya diijabah Allah. Lalu di akhir ketika berpamitan pulang, beliau memeluk saya sambil berpesan,
“Nak, pastikan kamu kelak menikah dengan ilmu, ya. Jangan terburu-buru, jangan asal jatuh cinta. Lihat negara kita banyak masalah, dan sebagian besar bermula dari pengasuhan yang salah.”
mendengarnya, saya mengangguk-angguk sambil menangis. Entahlah, haru sekali rasanya. Pesan yang sama masih selalu saya ingat sampai hari ini dan sebisa mungkin ingin selalu saya teruskan kepada orang lain, kepadamu juga yang membaca tulisan ini. Sejak pertemuan yang pertama itu, kesempatan bertemu dengan beliau semakin bertambah, meski tidak sering. Pernah sekali waktu saya menemui beliau di tempat praktiknya, dan pesan beliau masih sama: “Ayo dong, anak muda sebelum menikah itu melek pengasuhan!”
Hal yang paling menarik terjadi beberapa hari yang lalu, ketika saya dan teman-teman diundang ke rumah beliau untuk bertemu dan berdiskusi. Senang luar biasa. Rasanya seperti berlibur ke rumah nenek: mendengar banyak cerita tentang kehidupan nenek dan kakek di zaman dulu, sejarah bagaimana mereka akhirnya menikah dan tinggal di rumah yang masih ada sampai sekarang, cerita tentang betapa kayanya kebudayaan Indonesia, serta nasehat dan wisdom-wisdom kehidupan. Tak hanya itu, kami pun dijamu dengan masakan-masakan enak khas Aceh!
Sehari sebelum keberangkatan, saya bertanya kepada senior di lingkaran pekerjaan saya, “Pak, rumah Ibu Elly itu kayak gimana, sih?” Saya penasaran. Saya pikir, rumahnya mungkin akan seperti rumah-rumah pejabat yang pernah saya datangi: besar, mentereng, dengan barang-barang mewah di dalamnya. Tapi ternyata tidak. Senior saya itu menjawab, “Biasa aja, kamu engga akan takjub gimana gitu pas masuk rumahnya. Kalau Ibu mau, Ibu bisa saja bermewah-mewah, tapi Ibu lebih memilih untuk banyak bersedekah dan berwakaf daripada menghabiskan harta untuk kepentingan pribadi.”
Ketika tiba di rumah Ibu, apa yang senior saya bilang itu ternyata benar. Alih-alih mewah, rumah Ibu ini lebih tepat disebut bersahaja. Dengan segala kesederhanaan di dalamnya, rumah ini sangat hangat dengan atmosfer kekeluargaan yang terpancar dari berbagai sudut ruangannya, juga dari orang-orang yang tinggal di dalamnya.
“Teh, teteh udah ngerasa lagi kayak pergi ke Aceh belum?” bisik teman saya yang saat itu duduk tepat di sebelah saya ketika kami sedang berbincang-bincang dengan Pak Risman sambil mendengarkan logatnya yang unik khas Aceh itu. Ya Allah, saya tersenyum sambil menjawab pelan-pelan, “Ooh, begini kali ya rasanya kalau nanti pergi ke Aceh?” Teman saya itu pun tersenyum, rupanya ia teringat satu mimpi yang pernah saya bagi dengan teman-teman di kantor, yaitu pergi ke Aceh.
Obrolan pun jadi kesana-kemari, termasuk membicarakan masalah di negeri ini. Tak lupa, di sela-sela obrolan kami, Ibu pun menyampaikan,
“Nak, banyak masalah pengasuhan terjadi karena orangtuanya menikah asal-asalan dan tidak siap ketika menjadi orangtua.”
sebuah kalimat yang membuat saya dan teman-teman yang belum menikah menjadi bersyukur karena Allah ternyata masih memberi kesempatan bagi kami untuk bersiap dan belajar sebelum nanti dipinang oleh amanah peradaban.
Berkunjung langsung ke rumahnya, saya baru tahu kalau Ibu yang sering saya lihat di TV atau di acara-acara penting seputar anak dan keluarga ini ternyata pintar masak. Setiap harinya, beliau memasak 9 jenis makanan yang berbeda untuk suaminya. Maa syaa Allah, ini bukan hanya soal skill memasak, tapi juga tentang manajemen waktu dan kesediaan mengabdi sepenuh utuh kepada suami. Masakan Aceh yang Ibu buat hari itu adalah masakan Aceh pertama yang dirasakan lidah saya, dan ternyata … saya nambah tiga kali! Apalagi saat mencicipi Ayam Tangkap yang dilengkapi dengan daun salam koja itu, ditambah dengan sambal yang ternyata ditambah belimbing. Maknyus! Ibu pun berkali-kali bilang, “Ayo Nak, makanlah yang banyak. Mau apa lagi? Sini Ibu tambahkan.” Namanya anak muda, kami benar-benar literally makan banyak. Haha!
Banyak wisdom yang didapat dari kunjungan ke rumah beliau hari itu. Pak Risman berpesan kepada kami untuk menggenggam erat ketaatan kepada Allah dan kesungguh-sungguhan dalam berjuang, sementara Ibu Elly Risman berpesan tentang militansi untuk berjuang mengatakan kebenaran, melakukan kebaikan, dan tentunya persiapan pernikahan dan juga pengasuhan. Alhamdulillah ‘ala kulli hal. Semoga perjuangan yang tidak akan pernah selesai ini senantiasa diberi-Nya kemudahan. Selamat berjuang!
Picture: HN
636 notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 7 years ago
Text
Kabur
Akhirnya, setelah berkali-kali mikir, di awal semester ini saya memutuskan untuk delete aplikasi instagram. Hanya sementara, toh juga nggak delete akun, tapi nggak tau juga sampai kapan saya begini. Alasannya? Hmm...entahlah. Mulai merasa diri sendiri 'kecanduan' sosmed yang satu itu. Seringkali tangan nggak tahan buat dikit-dikit upload, ngepost sesuatu ada niat biar banyak yang nge-like, dikit-dikit lihat si A atay si B. Yang agak parahnya, ya saya kadang suka banding-bandingin hidup sendiri sama orang. Hehe, sosmednya sama sekali nggak salah lho ya, cuma ini emang saya pribadi mulai nggak nyaman dan bosan sama sosmed. Memang saya nya aja yang nggak bisa kontrol ego.
Satu lagi alasan kuat, semester inj ternyata target studi mulai terasa 'kejamnya' 😅 Semester ini saya pingin aja fokus dan bener-bener all out di urusan studi, pingin hasilnya lebih maksimal dari yang kemarin.
Ya gitu deh. Pertamanya facebook udah delete, efeknya jadi jarang buka, hanya sesekali via laptop. Nah ini instagram udah, kadang masih tergoda juga (beneran ya, susah juga buat nggak 'kangen' upload atau sekedar scroll ig orang). Tapi ini konsekuensi daripada saya sering gagal fokus karena susah ngatur ego itu.
Dan saya akhirnya condong lebih nyaman sama tumblr. Rasanya lebih tenang aja sih, mungkin karena lebih bisa banyak baca tulisan yang bisa buat motivasi dan instrospeksi diri.
Ya begitulah. Doakan ya biar saya lebih bisa fokus 😊
0 notes
khusnulfadhilahkf · 8 years ago
Text
Tentang Relationship
Sudah berapa weekend diisi dengan berkondangan ria. Ya Allah, ternyata saya sudah masuk dewasa dimana bukan lagi dapet undangan ulangtahun tapi dapet undangan nikah. Banyak teman seangkatan dan kakak tingkat yang sudah menggenapkan separuh agama, alhamdulillah :)
Rasanya udah 24 gini ya.
Sementara sebagian orang (termasuk saya) masih dalam tahap mempersiapkan diri, masih berkutat dengan prioritas lain. Sempet sih galau, kapan ya saya nikah? Haha, wajar kan? Tapi ketika ingat amanah yang masih diemban, jadi sadar diri juga. Pun melihat kehidupan teman dan kakak yang sudah menikah, ternyata kehidupan memang selalu penuh ujian. Nikmati aja proses masing-masing yang sekarang sedang dilalui kan?
Tapi masuk usia gini, nggak mungkin dong nggak pernah ditanya soal : Kapan? Udah punya pacar? Udah punya calon belum? Wajar kan ya. Anak SMA aja juga udah pada punya pacar.
Saya dulu sering bertanya-tanya, ketemu jodoh gimana sih? Anak polos yang nggak mudeng tentang relationship gitu, pun nggak tau rasanya kalau deket sama lawan jenis gimana. Hahaha.
Setelah seumuran gini, ketemu banyak orang, pernah deket sama satu dua lawan jenis, rasanya ya ternyata cuma gitu. Menentukan orang yang bener-bener cocok nggak semudah membalikkan telapak tangan. Sudah cocok pun, belum tentu bisa sama-sama karna ternyata ada tanggung jawab lain yang harus diselesaikan dlu (kok malah curhat?) 😅
Jadi, aku pernah pacaran? Pacaran bukan, deket iya, dibilang taaruf juga nggak tau apa sudah sesuai syariat apa belum. Biar Allah saja yang menilai.
Kadang ditanya (baik sama orang atau diri sendiri) nyari jodoh gimana? Ya saya maunya dengan cara yang baik. Kalau ditanya, pacaran boleh nggak? Hmm...saya pada akhirnya nggak mau jawab pertanyaan seperti itu. Kenapa? Semua orang udah punya akses buat mencari jawaban pertanyaan itu dan udah tau hukumnya gimana. Saya pun juga bukan ahli yang bisa menjawab tentang hukum Islam kan. Kalau untuk diri sendiri, saya nggak mau pacaran, tapi harus mengenal baik calon pasangan. Emang bisa kalau tanpa pacaran? Lah, kita punya temen biasa juga kalau kenal beberapa waktu juga udah bisa tau kan sifatnya gimana?
Ada orang yang setuju maupun nggak sama saya, pilihan kan? Masing-masing orang ternyata punya pemikiran sendiri tentang jalan yang mereka pilih. Tapi, entah dengan cara apapun, nyatanya impian semua orang adalah berujung pada kepastian kan?
Saya tengok kanan kiri lingkaran pertemanan.
Ada temen saya yang pacaran beberapa tahun, akhirnya putus dan sekarang kembali mesra dengan pacar barunya.
Ada teman saya yang pacaran beberapa tahun, alhamdulillah sekarang sudah menikah atau sedang on going menuju pernikahan.
Ada teman saya yang bertahun-tahun pacaran, tapi nggak berani menanyakan kepastian dan berujung galau.
Ada teman saya yang nggak pacaran, tapi nggak taaruf juga, tapi ada hubungan spesial. Sudah berencana menikah tapi Masnya masih menunaikan kewajiban.
Ada yang pernah taaruf beberapa kali tapi belum ketemu jodohnya...
Ada yang taaruf, proses hanya beberapa bulan, langsung menikah dan bahagia bersama pasangan dan balita-balita lucu.
Setelah menemui banyak bentuk hubungan itu, saya jadi paham sih, apapun 'bentuk hubungan' yang dipilih, ya harus tanggung jawab. Jangan maunya cuma seneng-senengnya aja, jangan berekspektasi terlalu tinggi tentang seseorang, karena tiap orang ternyata sama aja, punya kelebihan dan kekurangan. Dan, kalau menurut saya, kalau udah deket sama orang, orangtua wajib tau dan harus dapet restu untuk melangkah ke selanjutnya. Udah bukan masanya seumuran 20 keatas masih backstreet kaya anak SMP 😅
Daritadi ngomong apa ya saya? Intinya cuma random thougt aja.
Selamat mencari, selamat menunggu, selamat saling bebenah diri :)
1 note · View note
khusnulfadhilahkf · 8 years ago
Text
Ditambah lagi harus mau repot antar jemput TPA sementara anak lain bebas main di sore hari. Harus mau repot antar jemput sekolah dan les bolak balik sementara anak lain yang belum cukup umur belum punya SIM sudah bebas naik motor kesana kemarin. Harus mau repot nyiapin bekal buat sekolah sementara anak lain dibiarkan bebas jajan ini itu. Harus mau repot nungguin anaknya belajar sementara orangtua lain cuma nyuruh anak belajar sementara diri sendiri nonton sinetron.
Ya gitu, kayak yang ibu saya lakukan.
mau repot
“mbak, kalau kamu mau anakmu jadi anak yang mandiri, berdaya, peka dengan sekitar, terasah empati dan emosinya, itu gampang. kuncinya satu, kamu harus mau repot.
membuat anak terus-menerus merasa terhibur dan memilih menghindarkan anak dari layar sebelum waktunya memang repot. lebih enak beri saja teve atau hape, biar nonton dan berhenti rewel. tetapi ini melatih anak untuk bisa membuat dirinya sendiri terhibur dengan yang ada di luar layar. ada banyak yang lebih menarik di sekitar.
membuat anak mau makan sambil duduk, apalagi makan sendiri, dengan rapi, tidak acak-acakan, dan makannya tetap banyak memang repot. lebih enak gendong dan suapi sambil jalan-jalan, makannya biasanya akan lebih banyak. tetapi ini melatih kesadarannya bahwa dia sedang makan. bahwa makan harus duduk. bahwa makan adalah bagian dari bersyukur.
membuat anak mau buang air di toilet, bisa duduk tenang, mencatur setiap pagi dan malam, memang repot. lebih enak pakai popok sekali pakai, biarkan saja buang air sesukanya. tetapi ini mengajarkan aturan dan menunjukkan bagaimana berperilaku yang baik. lebih sehat.
membuat anak memiliki jadwal yang rutin, jam tidur rutin, jam makan rutin, jam mandi rutin, memang repot. lebih enak biarkan saja anak semaunya. tetapi ini mengajarkan kebiasaan, yang saat besar akan memengaruhi perilakunya pula, kedisiplinannya.
mengikuti dunia anak dan tidak "memutus” begitu saja yang sedang dilakukan atau diinginkannya memang repot. harus menunggu sampai puas main air di kamar mandi, harus membuntuti sampai puas memanjat tangga, harus mengikhlaskan rumah berantakan, repot. tetapi ini memberikan sinyal kepadanya bahwa dirinya disayangi, didukung, dan boleh belajar.
mbak, intinya, menjadi ibu itu bisa saja tidak repot, tetapi jika ingin anaknya jadi anak yang berdaya kelak, ya harus mau repot. di tengah segala kemudahan yang ditawarkan zaman ini, menjadi ibu harus pintar-pintar memilih, harus banyak-banyak sabar, dan lebih banyak lagi memaafkan.“
demikian nasihat ibu untuk saya. sulit bagi saya membayangkan kerepotan yang saya timbulkan untuk ibu saat kecil dulu. ibu tidak pernah mengeluh, tidak pernah lelah. semoga Allah memberikan cinta-Nya untuk ibu.
2K notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 8 years ago
Text
Obrolan Siang Bersama Bapak
Tadi siang di kala saya ngelab, teman mengirim WA yang memberitahukan berita gembira. Dosen pembimbing skripsi saya sudah dinyatakan lulus S3. Alhamdulillah, setelah perjalanan panjang penuh peluh itu akhirnya Bapak bisa menunaikan amanahnya. Dan ternyata, siang tadi Bapak juga mencari saya ke lab. Ah tersanjung, ternyata gini-gini saya sudah Bapak anggap seperti anak sendiri :") Memang, sudah lama saya ingin bertemu dan banyak bercerita dengan beliau, tapi urung karena beliau harus fokus.
"Bapaaak...selamat yaaa" Saya menyalami beliau. Senyum merekah dengan aura kebahagiaan yang jelas terpancar.
"Alhamdulillah, terimakasih ya, Nul."
Kami pun berbincang dan seperti biasa beliau bercerita dengan semangat. Perjuangan beliau selama S3 ini tidaklah mudah dan sampailah beliau di titik-titik penghabisan. Ya, semester ini adalah batas terakhir bagi beliau untuk menyelesaikan kewajibannya. Dan sabtu kemarin, beliau akhirnya sidang tertutup serta jurnal internasional sudah accepted.
"Kemarin, saya mau presentasi benar-benar ndak tahu lagi, Nul. Waktu saya mepet sekali"
"Iya ya pak?"
"Akhirnya saya doa begini: Ya Allah, mudahkanlah Hamba-Mu ini memahami dan menyampaikan sebagian dari ayat-ayat-Mu"
Sedetik kemudian, DEG. Kalimat beliau tersebut membuat hati ini tersentil. Luar biasa kepasrahan beliau dalam melibatkan Allah dalam segala urusannya. Betapa ilmu manusia memang tidak sebanding dengan ilmu Allah, seluruh kemampuan dan upaya dalam mengembangkan pengetahuan berasal dari Allah.
"Wah bapak...mantab jiwaa..."
"Hayok, kamu yang semangat ya Nul. Jangan lupa semua dicatat, bangun mind mappingmu yang baik dari sekarang ya"
"Siap, Pak"
0 notes
khusnulfadhilahkf · 8 years ago
Text
Ah, ini ngena sekaliii :")
Menjadi Hebat
Kau adalah gadis yang penuh rasa ingin tahu, sekaligus sebenarnya kau memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal besar. Kau punya kesempatan untuk melihat dunia, lebih dari yang setiap hari kamu lewati. Selain, kau juga memiliki hal-hal baik yang tersimpan, sesuatu yang membuatmu terlihat menarik sebagai perempuan.
Jangan biarkan pikiranmu dipenuhi oleh pikiran-pikiran yang melelahkan. Seperti temanmu yang ribut dengan riasan, sibuk bagaimana menarik hati orang lain, sibuk memikirkan memiliki pasangan di usia muda, kau jangan.
Kau adalah gadis yang haus akan ilmu juga aktivitas. Itu menjadikanmu cemerlang, bersinar karena kau menyibukan dirimu di ruang-ruang kebermanfaatan yang jarang terisi. Dan itu membuatmu amat mudah dikenali.
Kau adalah gadis yang cemerlang. Jangan biarkan tekanan sosial, kata orang, dan pandangan umum masyarakat mengalahkan keteguhan hatimu, mengerdilkan perananmu. Juga jangan takut untuk menjadi seseorang yang lebih, yang kata orang-orang nanti tidak ada laki-laki yang mau denganmu. Jangan dengarkan itu, dengarlah bahwa itu tidak ada hubungannya sama sekali.
Kau adalah gadis yang cerdas. Kau mampu membuat rumusan hidupmu sendiri, mampu menyesuaikan dirimu dengan keadaan, juga mampu mengubah keadaan disekitarmu.
Suatu hari, aku akan melihatmu berdiri tegak, menjadi perempuan, menjadi ibu peradaban yang penuh dengan hal cemerlang. Sesuatu yang menjadikanmu berbeda, itu menjadikanmu amat berharga. Kebaikan hati, kepedulian, keramahan, keluhuran budi, kecerdasan pikir, dan segala sesuatu yang membuat mampu menjadi cantik, tak peduli waktu, tak peduli penilaian.
Hingga suatu hari kudengar kau berkata padaku :
“Terima kasih Ayah, telah mengajarkanku menjadi perempuan yang demikian.”
Rumah, 26 Januari 2017 | ©kurniawangunadi
4K notes · View notes