Text
Ibadah panjang itu bernama pernikahan.
Sebab panjangnya, harus lebih panjang juga kesabaran kita. Sebab lamanya waktu yang akan dijalani, maka harus lebih lama juga kita bersabar dari gemericik permasalahan yang ada. Ada kalanya kita menjadi rival debat yang tiada habisnya. Tapi, jangan lupa, dulu kita juga pernah menjadi dua sejoli yang berjarak sedikit saja sudah rindu.
Seperti adanya sebuah perbukitan. Ada naik, ada turun. Mari kita naik pelan-pelan, agar bisa kita rasakan lelahnya bersama, sambil berdampingan saling memapah jika lelah. Ayo kita turun pelan-pelan, agar tidak terjatuh karena terburu-buru. Kita lalui bukit demi bukit ini pelan-pelan saja, ya. Aku ingin menghabiskan banyak waktu denganmu. Melewati bahagia, duka, marah, kecewa, bangga, dan sebagainya bersama.
Kamu sebelum bersamaku adalah orang asing. Begitu juga aku sebelum bersamamu. Menikah tidak kemudian menjadikan kita langsung mengenal satu sama lain. Kehidupan setelahnyalah yang kemudian melakukannya. Setiap hari kita saling berkenalan: dengan watak masing-masing, dengan cara kita marah, dengan cara kita tertawa dan bahagia, dengan pemikiran-pemikiran aneh yang ada. Mari kita saling berkenalan dengan pelan-pelan, tidak perlu terburu-buru. Mari kita nikmati rasa kaget, bingung, bahagia dan lainnya sedikit- demi sedikit.
Doaku masih sama sejak sebelum bertemu denganmu "Jika bersamanya Surga menjadi lebih dekat, maka dekatkanlah kami." Lantas apa yang kemudian menjadikan kita ragu untuk terus bertahan bersama? Sebab jika gagal, kita gagal bersama pula.
Mari kita belajar menemukan titik temu itu pelan-pelan, tidak perlu terburu-buru. Mari kita saling bersabar, memaafkan dan mencintai setiap hari dan selamanya.
117 notes
·
View notes
Text
Jejak-Jejak Doa #2: Menanti Kabar Bahagia
Pernikahanku memasuki usia 2 bulan ketika aku mulai bertanya-tanya "Kok aku belum hamil juga ya?" Bukan tanpa alasan, sebab saat itu banyak sekali teman-teman yang baru saja menikah, namun sudah update test pack garis dua. Memasuki bulan ketiga, aku belum hamil juga. Tanpa bisa ditahan, menangislah aku dipelukan suamiku ketika haid datang tepat waktu. Memang masih terlalu dini untuk khawatir. Tapi, ternyata perasaan itu muncul dengan sendirinya.
Bulan keempat pun datang, tapi kabar bahagia itu tidak kunjung mendatangi kami. Kami mencoba berikhtiyar dengan lebih baik: membeli ovutest, minum madu, makan yang bergizi dan lain sebagainya. Namun, lagi-lagi hasilnya masih nihil. Dada rasanya sesak setiap kali Ibuk menanyakan kabar. Sedih rasanya belum bisa memberikan kabar bahagia yang ditunggu-tunggunya, kehadiran cucu pertama.
Memasuki bulan kelima, aku mulai was-was. Aku mulai mempertanyakan diriku sendiri. Ada yang salah kah? Ada yang tidak benar kah ini? Kepercayaan diriku perlahan merosot. Aku pun mulai menyalahkan diri sendiri. Dalam keterpurukan itu, ada satu waktu di waktu dhuha, di mushola kantor, aku menangis hebat. Kuadukan semuanya pada Allah. Semua perasaan: takut, sedih, kecewa, marah, tumpah ruah saat itu. Sudah lama aku tidak merasakan sedekat itu curhat ke Allah. Baru terasa, kegundahanku akan masa depan selama ini mungkin karena kurang dekat dengan Dzat Yang Maha Mengetahui. Setelah momen itu, aku menjadi lebih siap dengan keputusan Allah, apapun itu.
Bulan ke enam, perasaanku menjadi lebih lapang dan ringan. Jika Allah izinkan, maka mudah bagi-Nya untuk meniupkan ruh ke dalam rahimku. Bilapun belum saatnya, maka hal itu pasti yang terbaik menurut skenario-Nya.
Dan, qadarullah. Memang sudah paling benar yang namanya berserah diri.
Aku hamil.
16 notes
·
View notes
Text
Jejak-jejak Doa #1: Permulaan
Bismillahirrahmanirrahim...
Insyaa Allah dalam beberapa waktu kedepan (belum tau akan selama apa karena menulisnya pun tergantung waktu luang dan mood) aku akan berbagi pengalaman pertamaku saat hamil dan melahirkan. Banyak pembelajaran yang aku dapatkan selama prosesnya. Semoga hal-hal yang aku bagikan ini dapat bermanfaat untuk orang lain atau paling tidak dapat memberikan pengetahuan baru. Aamiin. Tulisan ini akan dibagi dalam beberapa sub judul agar tidak terlalu panjang sekaligus agar mudah ditulis dan dibaca.
Oiya, kenalan dulu ya, dengan anak pertama kami.
Assalamualaikum, Om dan Tante, namaku Yafi. Sekarang aku tinggal di taman-taman Surga bersama Nabi Ibrahim AS. Aku senang sekali di sana. Semoga Umma, Aba dan Dedek Ziyan bisa main di sini juga sama aku yaaa. Aamiin.
12 notes
·
View notes
Text
Sejak Ziyan lahir, duniaku berputar di situ-situ saja: bangun pagi, memandikannya, menyusui, menimang dan mempersiapkan stok ASIP untuk kembali bekerja. Kegiatan yang kulakukan setiap hari. 24/7.
Ketika lelah dan rasanya ingin menangis sejadi-jadinya, aku selalu ingat nasihat Ibuk “Sebentar aja, nanti juga lupa capek-capeknya.”
Sejak kembali bekerja, semuanya dimulai lebih pagi. Sekarang aku paham kalimat yang dulu dikatakan orang-orang “Ibu adalah manusia yang bangun paling pagi.”. Hari ini aku bangun jam 3 pagi, terbangun karena harus pumping. Hari ini, lumayan aku bisa tidur sebentar sambil menunggu suami sholat subuh.
Ada banyak perasaan yang tidak bisa kusampaikan detilnya kepada orang lain. Kurasa hanya sesama ibu saja yang paham. Aku sedih, tapi juga bahagia dan bersyukur. Kadang aku mengeluh lelah, tapi rela melakukan banyak hal di waktu yang bersamaan (menggendong sambil mempersiapkan masakan, menimang sambil makan). Aku jadi mudah marah, meskipun aku sebenarnya tidak bermaksud demikian. Perasaanku campur aduk. Pikiranku (yang memang sudah sejak dulu penuh) sekarang semakin penuh saja, berjejalan. Kemampuanku menggunakan kaki untuk mengambil dan mengatur penempatan barang pun meningkat drastis.
Ada banyak yang kupahami setelah menjadi Ibu. Sekarang aku paham kenapa Ibuk dulu juga mudah marah dan cerewet. Sekarang aku paham kenapa perut Ibuk kendor. Sekarang aku paham kenapa untuk bangkit dari duduk saja Ibuk merasa kesusahan. Sekarang aku juga paham kenapa Ibuk dulu sudah lelah dan mengantuk meskipun baru pukul 9 malam. Ternyata, harinya sudah dimulai ketika kami masih tertidur pulas.
Sekarang aku juga paham bahwa seorang ibu adalah manusia paling sabar dan pemaaf. Tidak banyak yang diinginkan seorang ibu: semoga suami dan anaknya sehat dan bersedia memaklumi segala kekurangannya.
35 notes
·
View notes
Text
Assalamualaikum, Ainun. Apa kabar Ainun di sisi Allah?
Ainun belum hadir, tapi abangnya sudah. Meskipun, hadirnya tidak lebih lama dari 24 jam.
Besok ketika Ainun sudah lahir, kita tengok abang bersama-sama ya, insyaa Allah.
Besok ketika dunia sudah berakhir, kita berkumpul di Surga bersama-sama ya, insyaa Allah.
Dear, You
Assalamualaikum, Ainun. Apa kabar Ainun di sisi Allah?
Semoga Ainun tahu, doa Bunda selalu menyertai, bahkan mulai saat ini, saat ruhmu saja belum dihembuskan, saat sosok ayahmu saja belum nampak siapa dan di mana saat ini berada *lho kok baper :P
Ainun sayang, Bagaimana keadaan Surga saat ini? Bunda dulu juga pernah di sana lho, tapi Bunda pelupa. Sejak pindah ke dunia, Bunda tidak ingat lagi bagaimana indahnya. Ainun besok juga akan mengalaminya, tapi Bunda berjanji, sekuat tenaga, dengan segala upaya akan berusaha membawa kita semua kembali ke sana bersama-sama. Bersama kakek, nenek, om, tante, ayahmu, kakak atau adikmu tentu saja ya. Satu keluarga besar insyaa Allah.
Ainun yang cantik, Usia Bunda saat ini 23 tahun. Usia yang sesak dengan berbagai titik persimpangan hidup: lulus kuliah, menjadi manusia mandiri setelah 23 tahun tidak pernah merantau, diterima bekerja tidak lebih dari 2 bulan setelah wisuda (itu tiba-tiba sekali dan membuat kewalahan, tapi hal itu jugalah salah satu hal yang paling Bunda syukuri), sibuk menyiapkan kuliah lagi, sibuk memperbaiki diri setelah merasa futur lama sekali, sibuk merindukan kamu dan sibuk merindukan calon ayahmu #eh ngelantur ya hahaha.
Ainun yang shalihaah, Seperti kebanyakan perempuan muda pada umumnya :’), seperti kebanyakan perempuan muda yang beranjak dewasa, rasa rindu kepadamu semakin besar saja tiap harinya. Bahkan, jauh-jauh hari ini saja, Bunda sudah menyiapkan nama: Ainun Nisaa Adibah, Perempuan Ahli Ibadah dengan Mata Yang Bercahaya. Futuristik sekali ya hahaha. Maafkan angan-angan yang terlampau jauh ini :D
Ainun yang disayang Allah, Benar yang Ammah Sukma bilang bahwa memikirkan Ainun saja dapat mendorong semangat memperbaiki diri. Satu quote ini benar-benar mewakili
���Aku mendidik diriku sendiri. Karena aku ingin mendidikmu jauh sebelum engkau dilahirkan.”
anonymous
Siapapun yang membuatnya, semoga ia selalu disayang Allah!
Oiya, insyaa Allah jika Ainun benar-benar diijinkan Allah untuk mengunjungi tempat Bunda berada saat ini, nanti Bunda kenalkan dengan Kakak Lala ya. Namanya sama lho dengan nama Bunda: Latifa. Kakak Lala ini juga yang jadi kompor kenapa Bunda rindu sekali pengen ketemu sama Ainun wkwkwk. Semoga Ainun dan Kakak Lala besok bisa tumbuh bersama-sama dalam lingkaran persahabatan yang baik, sebaik persahabatan Bunda dan Ammah Ninin, Bundanya Kakak Lala. Semoga kita bisa menjadi keluarga besar yang berkah dan bahagia. Nanti akan ada teman-teman yang lain juga: Tante Zata Junior, Om Eki Junior, Om Erwin Junior, Onti Anna Junior, Tante Runi Junior, Tante Mia Junior, Tante Unyi Junior daaann masih banyak lagi :D.
Membayangkannya saja, Bunda sudah sangat bahagia. Semoga Allah mengijinkan umur Bunda bisa benar-benar sampai ke sana bahkan melampauinya. Kita aamiinkan bareng-bareng ya, Ainun.
Ainun yang cantik, shalihaah dan disayang Allah, Tolong sampaikan pada Allah: Terimakasih atas kebaikanNya selama ini :) Cukup rasanya tulisan kali ini. Ketika Ainun membacanya entah kapan, Bunda berharap Ainun tahu: Bunda mencintai Ainun jauh-jauh hari, beratus-ratus atau bahkan beribu-ribu hari sebelum Ainun hadir di dunia. Selamat bermain-main sama Allah. Selamat bertemu, kita, jika telah tiba waktunya :)
Jakarta Kamis, 23 Juni 2016, 02.02 WIB Latifatul Khoiriyah
*Tulisan ini dengan sangat jujur diakui terinspirasi dari tulisan milik Sukma Impian: Dear Lovely Maryam kepada calon anak perempuannya.
99 notes
·
View notes
Text
Pada akhirnya, aku tahu. Untuk menghadapi kehilangan kita tidak perlu bersiap-siap.
Sebab ketika hal itu terjadi, siap atau tidak, yang kita rasakan akan sama saja sesaknya. Juga, Allah sudah pasti membentuk hati kita sekuat yang dibutuhkan, setegar yang diperlukan. Meskipun, tetap akan ada ruang yang disisakan untuk rasa sedih dan kehilangan, semata-mata agar kita tetap sadar bahwa kita masih manusia yang penuh kelemahan. Setidaknya, saat itu, kita pasti mampu, bukan karena kita kuat, tapi karena Allah yang bilang begitu.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286)
20 notes
·
View notes
Text
Bahkan jika orang lain lebih beruntung, tugas kita tetaplah bersyukur.
—taufikaulia
1K notes
·
View notes
Text
Ini salah satu yang saya rasakan dan saya setujui ketika sudah semakin tua:
Se-tidak menarik apa pun obrolan orangtua, tolong dengarkan saja, tanggapi, lihat matanya ketika keduanya berbicara atau bercerita, perlihatkan bahwa kita antusias, pura-pura saja, takapa nanti akan terbiasa. Kita gak tau berapa banyak lagi waktu yang kita punya. Apakah hari ini hari terakhir atau beberapa hari menuju terakhir.
Orangtua butuh didengarkan. Buat keduanya tahu dan merasa bahwa sesibuk apa pun anaknya, akan selalu ada tempat yang lapang dan takterbatas waktu untuk mereka. Sementara kita akan selalu butuh do'a-do'a mustajabnya; do'a ibu yang langsung menembus langit, do'a bapak yang diam-diam dipanjatkan. Kita butuh kehadiran orangtua, aroma tubuh serta suaranya.
380 notes
·
View notes
Text
Tonton "Maher Zain - Bil-thikr | (Vocals Only Version - بدون موسيقى) | Official Music Video" di YouTube
youtube
Suka sekali pas bagian africannya :)
1 note
·
View note
Text
Biasakan untuk biasa saja.
Yang terberat itu bukan bagaimana mendapatkan sesuatu, tapi yang terberat itu melepas sesuatu yang bukan milik kita tapi kita merasa memiliki seutuhnya, seperti barang, jabatan, pekerjaan dan apapun yang sekarang sedang ada padamu. Gampang kok bagi Allah buat bikin semua tadi hilang. Gunain buat kebaikan, mumpung masih Allah titipi.
Jangan mencintai terlalu dalam, karena saat ia hilang kamu pasti akan sangat sakit hati. Tanamkan dalam jiwa bahwa semuanya ini akan ada masa pisahnya, tanpa pemberitahuan atau permisi. Mereka yang berat melepas, adalah mereka yang terlalu menggenggam cintanya, padahal soal hati itu tidak ada yang pasti, yang pasti hati itu selalu bergejolak dan berubah-ubah rasanya. Dan semua yang berlebihan, sudah pasti tidak baik.
Biasakan untuk biasa saja, biasakan merasa bahwa semuanya titipan, biasakan untuk menerima.
@jndmmsyhd
1K notes
·
View notes
Text
Wanita dan Kekhawatirannya
Ibuku bilang tiap wanita akan dihadapkan dengan apa yang ia takutkan, entah menunggu penantian siapa yang akan datang, entah pada mengidamkan seorang buah hati yang tidak kunjung datang, ada pula yang terlalu gelisah pada karir dan masa depan. Wajar kok, laki-laki juga sama. Tapi setidaknya, bagi wanita yang beriman ia akan tau pada siapa harus meletakkan keluh kesah dan kekhawatirannya, tidak berlarut dan mengumbarkan kegelisahan pada sembarang orang atau dunia sosialnya. Yang kurang dari wanita hanya kurang sujud dalam sholatnya, menangis dalam sepertiga malamnya, dan bakti pada ibu ayahnya.
Sebab rembulan tidak selamanya purnama, akan ada waktunya malam gelap dan pekat, menjadikan setiap wanita mengharapkan cahaya terang dari sang pemilik rembulan. Adanya ujian dan kekhawatiran agar wanita semakin dekat dengan Tuhannya, bukan malah dekat dengan semua manusia di dunia maya. Sebab solusi bukan datang dari sesama kita, tapi dari-Nya.
Wanita dan kekhawatirannya itu unik dan ajaib, sebagaimana hati mereka yang mudah berbolak balik, tidak menentu dan mudah goyah meski dengan angin kecil. Semakin ia menunduk akan semakin kencang pegangannya, semakin ia menjaga dirinya dan hatinya akan semakin kuat pondasinya.
Begitulah ibuku bilang dalam percakapan kecil dan celetukan tanpa sengajanya sore ini. Semoga Allah jaga setiap wanita yang menjaga harga dirinya.
@jndmmsyhd
1K notes
·
View notes
Text
Wkwkwkwkwkwk
Apa artinya jika kau menjadikannya Indomie tapi dia hanya menjadikanmu kodomo.
77 notes
·
View notes
Text
Penasaranmu itu tidak perlu diterus-teruskan. Setiap pertanyaanmu, jangan ditunggu jawabanya dengan terlalu hingga mengganggu jam tidurmu. Jika takdirnya kamu harus tahu, bagaimana pun caranya kamu akan tahu.
199 notes
·
View notes
Text
“Betapa mudahnya kita menasihati orang lain, sementara seringkali justru kita lupa bahwa yang terpenting dan justru yang paling susah adalah menasihati diri sendiri”
— Random thoughts, pernah baca di sebuah buku namun lupa buku apa,
390 notes
·
View notes
Text
Udah lama nggak nulis di tumblr, sekalinya mau nulis malah bingung apaan wkwkwk.
Oh ini aja. Jadi, saya punya geng SMA yang isinya 5 orang mbak-mbak. Empat sudah menikah, termasuk saya (yang dari 4 itu, 2 diantaranya sudah punya 2 anak) dan satu lagi masih belum tau maunya apa. Eh. Calon dosen ding, aamiin.
Nah, grup ini tu hampir tiap hari isinya mengeluh wkwkwk. Mulai dari keluhan mamak-mamak, keluhan sebagai istri dan keluhan sebagai menantu. Pokoknya muter-muter aja di situ. Tentu saja keluhan-keluhan ini tidak diketahui oleh para suami. Beberapa kali para suami pengen kepo, tapi tentu tidak semudah itu mehehe.
Beneran ada aja keluhannya, sereceh omongan tetangga karena anak nggak naik BB, atau cerita lucu, sebal dan menggemaskan tinggal bersama mertua, atau kehidupan menjadi ibu rumah tangga yang full beneran ibu rumah tangga daaann masih banyak lagi. Intinya mah, ibu-ibu banget.
Suatu hari, teman saya yang belum menikah akhirnya angkat bicara “Ngelihatin kalian gini, we jadi mikir-mikir lagi mau nikah kapan -_-” wkwkwkwk. Emang bikin demotivasi sih yaaaa. Tapi oh tapi, di setiap akhir keluhan itu kita biasanya bisa sama-sama ngasih motivasi lagi bahwa menikah, menjadi ibu dan menjadi menantu adalah ibadah. Memang harus sabar, memang harus bersyukur. Memang harus sabar dan bersyukur.
Jadi intinya tuh apa yaaaa?
Intinya, berkaitan sama cerita uwu-uwu yang banyak beredar di sosyel media akhir-akhir ini, sebenernya tuh pengen ngomong ke para jejomblo sekalian untuk supaya agar tidak terlalu silau dengan yang diperlihatkan di sana. Ini tu bukan karena saya dulu nggak silau juga. Justru karena saya silau jugaaa makanya saya pengen para sahabat yang belum menikah untuk lebih fokus pada kenyataannya. Menikah tidak seperti drama-drama korea atau kayak yang ditampakkan orang-orang di sosyel media. Kalau harapannya begitu, sungguh hanya kecewa yang didapatkan kelak.
Menikah itu perjuangan, ibadah bersama yang di dalamnya lebih membutuhkan rasa saling menghormati, menyayangi dan menghargai. Jadi ya, gitu. Persiapan diri itu lebih penting daripada komen “Ya ampun pengen ditaarufin juga dong kayak gitu” tapi giliran ditanya “Kamu nikah mau ngapain?” aja belum bisa jawab.
Hehe. Peace.
14 notes
·
View notes
Text
Makasih lho supportnya Mas~ Kayaknya bukan cuma 3 kali tapi berkali-kali deh wkwkwkwk
Dulu Yaya (pas jomblo) tiga kali gagal masak nasi goreng dan pernah nangis karena satu kegagalannya yang parah.
Sekarang, akhirnya dia bisa masak nasi goreng. Dan nasi goreng masakan Yaya jadi nasi goreng favoritku. Yaya alhamdulillah juga senang sama masakannya sendiri.
Akhirnya Yaya bangkit dari kegagalannya dan senang terhadap hasilnya sekarang.
Jadilah seperti Yaya.
4 notes
·
View notes