Tumgik
kalabendu · 5 months
Text
Tumblr media
LAUTAN DERITA YANG MERUNDUNG.
“Apa dampak terberat dari peristiwa ini terhadap hidupmu?”
Hari-hariku penuh mega mendung. Merasakan sakit karena derita merundung. Luntang-lantung sudah sebab kepalang buntung. Sudah dirundung, aku masih enggan berdo'a kepada Maha Agung. Pantas sajalah aku dikutuk untuk terus terpasung.
Mampus! Mampus! Mampus!
Gelakak dan pekikan Rasuni yang menghunus. Meminta diriku agar segera mampus. Kalau bisa bakar jisimku hingga hangus dan napas ini berhenti berembus.
MATI! KAMU MATI!
Rasuni, tanpa perlu kamu suruh aku sudah mati. Tidak lihatkah bila malam hari aku layaknya manusia ‘tak bernyawa lagi? Aku sudah mati, sedari kamu mencekik diriku hingga ketaksaan menghampiri. Aku sudah mati setiap kali kamu menghakimi dalam mimpi.
Aku sudah mati, Rasuni. Jiwaku telah mati hingga tidak bersisa lagi. PUASKAN KAMU? Aku akan hidup selamanya seperti ini. Dengan jiwa yang rusak dan mati diterkam oleh handai sendiri.
0 notes
kalabendu · 5 months
Text
Tumblr media
TOPENG PENGABAIAN KEMBALI.
TAGAR YANG PATUT DIPERHATIKAN : PERCOBAAN BUNUH DIRI DAN TENDENSI MENYAKITI DIRI.
“Semenjak kejadian menyakitkan tersebut, pernahkah kamu merasa ada batasan dalam cara kamu mengungkapkan duka? Dan pernahkah kamu berpikir untuk mengorbankan sesuatu agar kamu terdistraksi dari perasaan tersebut?”
Tentu saja ada, dan aku kembali gunakan topeng pengabaian. Kembali berpura-pura seolah diriku baik-baik dan tidak terluka. Padahal rasa kecewa terus membara, belum lagi amarah yang nyaris membinasakan jiwa. Walakin, perlu diketahui bahwa aku membuat batasan ini agar orang-orang tidak perlu tahu diriku serapuh itu, selemah itu, bahkan sudah berniat mati lebih dulu.
Kisikan-kisikan malam hari penuh kejahatan, seolah menggerakan jisim untuk kembali goreskan pisau di kulit putih dan lembut ini. Tendensi menyakiti diri terus menghampiri tatkala sedang sendiri. Entah puluhan atau ratusan goresan yang ada pada jisim, meski kesudahannya aku kembali menjadi gila lagi.
Mengorbankan sesuatu? Sepertinya harus nyawaku yang melayang lebih dulu agar bisa berjumpa Rasuni di neraka paling syahdu. Lagi-lagi, hal itu tidak berhasil barang sekalipun, musabab Tuhan masih menyayangi aku. Masih harus hidup bersanding dengan pilu yang teramat menyakiti hulu.
Cekikan Rasuni pada saban malam tidak lagi mampu. Laju kematian sudah membeku dan kamu tidak akan bisa buat diriku mati lebih dulu. Seberapa keras kamu meyakini daku untuk ke neraka itu? Sudah semampu dirimu, kan? Kapan hendak menyerah?
Aku sudah lelah, Rasuni. Jangan hantui aku lagi. Tunggu waktu saja, sebab kiamat sudah dekat dan aku akan menghampirimu di neraka. Tenang, tenang. Kita lekas berjumpa di neraka, segera. Setelah aku kumpulkan seluruh dosa manusia di dunia.
0 notes
kalabendu · 5 months
Text
Tumblr media
TENDENSI UNTUK MENYAKITI DIRI.
Kemarin aku sudah melakukan tahap pertama yang berakhir dalam kegilaan. Hari ini, aku harus kembali untuk ke tahap selanjutnya. Walau rasanya sulit untuk kembali, aku harus bisa.
Duduk diatas selira dan di hadirat sudah ada dokter yang kemarin menemani aku untuk menjalani pengobatan ini. Sedikit berharap untuk tahap ini, aku tidak segila kemarin.
“Waktu kamu mengalami itu dan sudah menerima kenyataan, emosi apa yang paling kuat kamu rasakan?”
Aku masih ingat dengan tepat kejadian waktu itu. Perasaan yang dirasakan juga masih terngiang dan barang mungkin terasa hingga kini. Rasa yang paling kuat adalah amarah. Bahkan, aku sendiri sulit untuk mengontrol emosi diri.
Banyak yang aku lakukan tatkala amarah meledak. Acapkali dominasi oleh menyakiti diri. Rasanya aku juga pantas merasakan hal ini. Benar kan?
“Siapa atau apa yang kamu salahkan atas apa yang terjadi?”
Aku. Hanya aku saja, sebab memang aku bersalah. Aku lah orang terakhir yang dihubungi Rasuni. Dia mungkin berharap bahwa aku akan setia menemani. Benar, Rasuni. Aku bersedia temani kamu hingga kapanpun. Namun, saat itu semesta tidak memihak kita untuk berhenti barang sebentar saja.
Andai kamu lebih sabar, andai aku juga lebih cekatan. Semua ini tidak akan terjadi dengan ironi. Tidak menumbuhkan emosi yang tidak mesti. Berujung tendensi menyakiti diri.
Lihatlah dua tanganku, Rasuni. Sudah banyak goresan nyeri dari pisau yang menghampiri. Tentu dilakukan diri sendiri sembari kamu menghantui. Apa dengan ini kamu mengampuni? Aku harap iya, karena tidak tahu harus berbuat apalagi.
Semoga ya, semoga dirimu tenang di neraka sana. Karena mati dalam keadaan keji, tidak boleh menapak surga dengan senang hati.
0 notes
kalabendu · 5 months
Text
Tumblr media
TIDAK MUNGKIN DIA KEMBALI!
TAGAR YANG HARUS DIPERHATIKAN : DEPRESI, HALUSINASI, DAN MENYAKITI DIRI.
Baru mampu memupuk keberanian untuk memijaki laboratorium yang akan menghapus kejadian malam itu. Malam mimpi buruk menerkam aku bertalu-talu. Rebah jimpa di atas salira biru untuk merawikan kejadian bertahun-tahun lalu.
“Bisakah kamu ceritakan tentang momen awal kamu mengalami peristiwa menyakitkan ini? Apa yang kamu rasakan dan pikirkan saat itu?”
Tarik napas.. Buang. Terus aku lakukan hingga tenang dan siap untuk bercerita. Dwinetra aku pejamkan barang sejemang seraya mengingat kejadian yang enggan aku ingat, sebenarnya.
BALIK KE MASA LALU...
Malam diselimuti keheningan dan ketaksaan, tungkai jenjang bawa daksa untuk kembali ke kediaman. Kuyu dan lesu perpaduan syahdu untuk dia selepas bekerja karena operasi anak bulu. Seluruh ruangan minim cahaya sebab tidak sempat untuk menyala.
Dia meraba-raba dinding hingga temukan saklar dan ruang utama menjadi terang. Kegiatan selanjutnya, dia menyalakan lampu-lampu guna menerangi ruang. Baru setelahnya Menik boleh membersihkan diri di kamar mandi.
Hawa kelahiran tahun 1993 ini menghabiskan waktu sekitar lima belas menit lamanya. Saking lelahnya dia, langsung ingin tidur. Mungkin karena masih dalam keadaan berduka juga dan tetap harus beraktivitas seperti semula buat energi terkuras sempurna.
Rentetan skincare sudah diaplikasikan ke iras menawan dia. Sekelebat memoar terputar tatkala Rasuni bermalam disini. Rasa rindu mencuat seketika seolah di atas pembaringan ada handai yang terlelap. Namun, kenyataannya kosong.
Lampu kamar, padam. Dia sudah tergeletak di atas pembaringan. Baru memejamkan netra, sayup-sayup rungu menangkap suara persis Rasuni memanggil asmanya.
“Menik..”
“Menik..”
Takut-takut berani dia buka netra perlahan. Di pojok kamar, nampak bayang hitam dengan mata merah menyalang. Sosok itu kian mendekati dia dan mulai pegari jelas oleh lampu tidur. Dia.. Rasuni.
“Menik.. mengapa kamu lupakan aku?”
“Mengapa kamu tidak datang menemaniku?”
“Kamu membunuhku, Menik.”
“Nggak! Aku nggak membunuhmu. Kamu bunuh diri, bukan salahku.”
Menik mengambil guling dan memukul bayangan hitam tersebut untuk pergi. Namun, momok itu tidaklah pergi dan terus berada di hadirat dia.
“KAMU PEMBUNUH! MENIK, KAMU PEMBUNUH.”
“NGGAK! AKU BUKAN SEORANG PEMBUNUH.”
“KAMU HARUS RASAKAN INI MENIK. RASA SAKIT YANG AKU ALAMI.”
Sekonyong-konyong dua yad dia mencekik leher dan momok Rasuni berdiri di atas jisimnya. Berusaha dia meraup udara agar tidak kehabisan dan bertahan sebisa mungkin.
“P-per-gi ka-m-mu.”
Lalu semuanya gelap. Dia kalah telak. Apa dia sungguh mati?
BALIK KE MASA KINI...
“Aku bukan pembunuh kan, dok? Ya, kan?”
Haus validasi sebab selepas bercerita napasku mulai memburu dan tanganku gemetar hebat.
“Dok jawab. Aku bukan pembunuh Rasuni kan?”
Lagi, dia kembali. Momok Rasuni hadir berdiri dibelakang dokter yang bertanya dengan keadaan persis yang aku lihat pada malam kematian.
“HAHAHAHAHA RASUNI. KATA DOKTER INI AKU BUKAN PEMBUNUH. BUKAN. SEORANG. PEMBUNUH.”
“DEMI TUHAN RASUNI. AKU NGGAK MEMBUNUHMU.”
Aku tidak dapat berpikir jernih. Tanpa aku sadari, sudah memukuli jemala dan menjambak surai jelaga ini. Sedetik tertawa, sedetik menangis. Nampaknya aku menggila, GILAAAAA! Sungguh, Rasuni. Aku ini bukan seorang pembunuh, tapi rasa bersalahku yang akan membunuh diri ini.
0 notes
kalabendu · 5 months
Text
Tumblr media
SEORANG KENYA BERSUKAT DARAH.
TAGAR YANG WAJIB DIPERHATIKAN : KEMATIAN, BUNUH DIRI, DARAH DAN MAYAT.
“Kita harus kuliah bareng!”
“Kita harus bersama terus pokoknya. Janji?”
“Janji!”
Kelingking dua teruni saling bertautan selepas mengucap janji dan berakhir saling tatap, lalu gelakak bersama.
Dua teruni—Menik dan Rasuni sudah selapik seketiduran. Berjumpa sedari masa Sekolah Menengah Atas yang kebetulan kala itu bangku yang tersisa disisi Rasuni. Mereka selalu bersama laiknya permen karet yang melekat pada sepatu; tidak terpisahkan. Di mana ada Menik, di sana ada Rasuni.
Saking nempelnya mereka, desas-desus buruk pun mengudara bahwa dia dan Rasuni adalah sepasang kekasih. Tanggapan dua teruni ini memilih ‘tuk acuh tak acuh. Bagi mereka, ikatan persahabatan ini tidak runtuh meski diterjang desas-desus rusuh.
Setelah lulus, mereka memilih merantau ke Jatinangor. Hanya jarak yang berhasil memisahkan kebersamaan mereka. Sejatinya dia senang pergi merantau, kausa tidak lagi dengar adu mulut yang buat pening jemala.
Kendatipun satu hunian, intensitas interlokusi mereka perlahan berkurang karena kesibukan masing-masing terutama dia yang mengambil jurusan Kedokteran Hewan. Ah, Rasuni juga tidak kalah sibuknya berkutat dengan tugas dan organisasi.
BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN...
Mereka sudah dewasa. Sudah mempunyai pekerjaan tetap masing-masing dengan jarak yang lagi-lagi memisahkan mereka. Kadangkala dia menyisihkan waktu demi kekasih ataupun Rasuni. Dia bahkan tidak ketahui perjalanan kisah cinta handainya saking sibuk mengurus klinik dan hewan-hewan yang sakit.
Sampai suatu ketika.. Hari dia sibuk, benar-benar sibuk sebab ada kegaduhan di petcare. Belum lagi harus menjalani operasi yang semakin menyita atensi.
Pekerjaan usai, dia terlalu terkejut banyaknya pesan dan panggilan masuk. Tentu saja dari Rasuni.
90 panggilan tidak terjawab..
123 pesan dari Rasuni..
Cergas dia melakukan panggilan ke handai, namun tidak kunjung dijawab. Rasa cemas menjalar ke seluruh jisim. Tidak berpikir panjang, dia lekas berangkat ke kediaman Rasuni saat itu juga.
Dari klinik ke kediaman Rasuni memakan waktu setengah jam. Turun dari taksi online, dia langsung tunggang-langgang ke kontrakan handai. Lampu kediaman padam, apa mungkin tidur?
Tatkala memegang gagang pintu, anehnya tidak dikunci. Baru membuka pintu, dia dikejutkan dengan sosok Rasuni yang gantung diri. Tubuh penuh sayatan dengan darah merah menetes ke lantai. Lidah menjulur dan netra yang terbelalak.
Menik terjatuh dan tidak percaya bahwa pemandangan di hadirat dia benar-benar handai. Di tengah keheningan malam, dia menangis sejadi-jadinya. Dadanya sesak, teramat. Seharusnya dia sempatkan lihat gawai. Andai dia lihat gawai, ini nggak akan terjadi. Andai dia tidak menyalakan mode hening, Rasuni tidak akan mati.
Semua pengandaian itu sudah tidak bisa terjadi lagi..
Pekikan histeria dan tangisan pilu bagai diiris sembilu dalam keheningan mengundang atensi warga sekitar. Berbondong-bondong keluar dari kediaman, lalu mengerubungi dia. Salah seorang memanggil polisi, sedang dia meratapi nasib bersalah yang menggunung tinggi.
Malam itu menjadi bibit malapetaka yang akan dia lalui dikemudian hari.
Tumblr media
Rasuni Larahiyang, sudah berpulang pada tahun 2020. Selamat tinggal, sahabatku. Dirimu akan aku kenang selalu, tapi jangan ajak aku mati lebih dulu. Karena aku bukan seorang pembunuh.
0 notes