jejovir
127 posts
Hello, i'm trying my best
Don't wanna be here? Send us removal request.
jejovir · 2 years ago
Text
Orang yang beriman itu tidak mengandalkan dirinya dalam memperbaiki dirinya, ia berharap Allaah memperbaiki amalnya, ibadahnya, urusan urusannya. Sebab kalau kita mengandalkan diri kita sendiri kapan selesainya urusan urusan kita, kapan kita akan bahagia. Kita yang lemah, tiada daya upaya tanpa pertolongan Allaah. Maka bila kita mengandalkan Allaah, hidup kita akan bahagia.
— ditulis dari faidah kajian Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri.
263 notes · View notes
jejovir · 3 years ago
Text
Renungan atas Dunia
Bahkan untuk mencicipi manisnya dunia saja kita harus berlelah-lelah. Bekerja siang malam, mengumpulkan uang, untuk mencicipi enaknya makanan mahal. Resah dan penuh kekhawatiran yang tak ada habisnya memikirkan untuk mencicipi dunia. Ingin segera menikah, ingin segera punya rumah, bisa ini dan itu, Semuanya dikerjakan untuk dunia, untuk status sosial, untuk gengsi dan hal-hal yang memunculkan rasa bangga pada hati kita.
Dunia yang kita kejar dengan melelahkan ini berakhir fana. Semua hal yang kita kerjakan dengan halal akan dihisab, semua hal haram yang kita lakukan akan dihukum. 
Harta dunia yang kita kerja pun hanya menimbulkan dua perkara, jika sedikit membuat kita sedih, jika banyak akan membuat hisab kita menjadi begitu sulit. Harta yang kita kejar siang dan malam, banyak ataupun sedikit, akan tetap mendatangkan fitnah.
Kalau mengejar dunia ini jadi orientasi, kayaknya kita akan sulit bahagia. 
Dan waktu sedang asik-asiknya mengejar atau menikmati dunia, eh tiba-tiba nyawa kita dicabut. ©kurniawangunadi | 00.09 WIB
540 notes · View notes
jejovir · 3 years ago
Text
Nggak Apa-apa
Nggak apa-apa kok kalau kamu merasa gagal di usia sekarang. Sudah menjelang usia tiga puluh tapi baru saja patah hati karena putus cinta. Merasa gagal karena belum mendapatkan pekerjaan yang seperti teman-temanmu. Merasa kok kayaknya perjuanganmu nggak ada habisnya. Serasa buntu jalan yang ada di depan mata. 
Nggak apa-apa kok kalau kamu merasa perlu untuk minta pertolongan. Alih-alih memendamnya sendiri dan menjadi sampah yang menggunung di hatimu. Membuat malammu kalau mau tidur jadi penuh kekhawatiran dan bangun pagi dengan ketakutan-ketakutan yang sama setiap hari. Nggak apa-apa kalau memang merasa diri kita nggak mampu buat melakukannya sendiri, merasa bodoh karena tidak mengerti, merasa kemana saja selama ini. Ayo, minta tolong itu nggak apa-apa.
Nggak apa-apa kok kalau kamu lagi sibuk sendiri. Saat dunia lagi banyak berita tentang isu perang, politik, dan sebagainya. Sementara kamu masih berjuang buat sekedar memenuhi kebutuhan dirimu. Sedang berjuang menghadapi masalah-masalahmu di dirimu, di rumah tanggamu, di keluargamu, di anak-anakmu, di pasanganmu, di sekolahmu, di manapun itu berada. Nggak apa-apa. dengan kamu menyelesaikan masalahmu dengan baik, itu sudah membantu kebaikan untuk dunia ini. 
Nggak apa-apa kalau kita merasa ini dan itu. Semua perasaan itu valid. Kamu hanya perlu jujur dan memahami bahwa memang saat ini, ya keadaannya seperti ini. Lalu, gimana caranya biar kita bisa memutus mata rantainya. Berjuang sekuat dan setenang mungkin, buat kita sendiri, bukan buat siapa-sapa :) ©kurniawangunadi
730 notes · View notes
jejovir · 3 years ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Jika ada kata-kata yang menyakitimu, menunduklah dan biarkan ia melewatimu (jangan dimasukkan hati agar tidak lelah hatimu) - Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu.
351 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
No one else cares for your success (as much as their own) so you have to care. You have to force yourself to get up early, you have to force yourself to turn your phone off and revise, you have to force yourself to workout, you have to care for the whole world because no one else cares until they start seeing results. And they won’t ever see your results if you don’t care enough first. It’s your life, they are your goals, your dreams, it will be your success but it has to be your effort and your work first and foremost x
64K notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
Nasihatilah Aku.
Seorang pria berkata kepada Dawud ath-Tha'i rahimahullah,
“Nasihatilah aku.”
Maka kedua matanya berlinang air mata dan berkata,
“Wahai saudaraku, sesungguhnya siang dan malam adalah fase-fase yang dilewati oleh manusia satu persatu, hingga semua itu berakhir sampai pada akhir perjalanan mereka, maka jika engkau mampu untuk menyiapkan bekal setiap hari bagi dirimu untuk menghadapi kematian, maka lakukanlah, karena sesungguhnya perjalanan itu akan berakhir dengan cepat atau bahkan lebih cepat dari apa yang engkau duga, maka hendaknya engkau membekali dirimu dan lakukanlah sesuatu yang perlu engkau lakukan untuk bekal itu, dan sesungguhnya aku tidak mengatakan kepadamu semua, sedang aku tidak mengetahui seseorang yang lebih mengabaikan waktu daripada aku sendiri.” (Shalah al-Ummah fi ‘Uluwwi al-Himmah, Sayyid ‘Afani)
***
Nasihat yang juga bisa dijadikan sebuah atensi sekaligus evaluasi bagi suami dan istri,
“Jika dalam satu hari tidak ada satu aktivitas pun yang kita upayakan untuk mendekatkan keluarga kita selangkah pada persiapan akhirat yang lebih baik, maka saya gagal. Kamu gagal hari itu.” (Ummu Balqis حَفِظَهُ اللهُ)
***
Semoga Allah Subhanahu Wata’ala karuniakan baik di waktu sendiri maupun telah berkeluarga untuk memelihara waktu dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada yang lebih berharga daripada waktu.
“Dan sesungguhnya karunia yang paling besar yang diberikan Allah Subhanahu Wata’ala kepada seorang muslim adalah menggunakan seluruh waktunya untuk beramal saleh.” (Dikutip dari buku 31 Sebab Lemahnya Iman)
Wallahu waliyyut taufiq.
132 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
Dia yang Menyenangkan dipandang lagi Menenteramkan di Hati.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya kalian tidak bisa menarik hati manusia dengan harta kalian. Akan tetapi kalian bisa menarik hati mereka dengan wajah berseri dan akhlak yang mulia.” (HR. Al Hakim dalam mustadroknya. Al Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih)
Diriwayatkan oleh Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu.” (HR. at-Tirmidzi no. 1956, Ibnu Hibban no. 474 dan 529, dll, dinyatakan sahih oleh Ibnu Hibban, dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “ash-Shahihah” no. 572)
Disebutkan sesama muslim bukan berarti tidak mengindahkan dalil berinteraksi dengan bukan mahram.
Adab seseorang kepada sesama muslim hendaknya tetap memuliakan serta menghormati mereka tanpa mendatangkan fitnah bagi keduanya.
Dalam journal Trends in Cognitive Sciences, benarkah senyuman itu menular?
“Salah satu kesimpulan yang didapat adalah bahwa seseorang cenderung memasang raut yang sama saat berkomunikasi dengan orang lain. Contohnya: saat seorang teman menyampaikan kabar baik dengan wajah gembira, maka secara tidak sadar kamu akan menunjukkan emosi yang sama lewat ekspresi wajah. Dengan begitu, kamu akan lebih bisa merasakan emosinya.”
Diriwayatkan oleh Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah! Siapakah kaum muslimin yang paling baik?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Seorang muslim yang tidak mengganggu orang lain dengan lisan atau tangannya.” (HR. Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42)
Diriwayatkan oleh Yahya bin Mu’adz rahimahullah, beliau mengatakan,
“Hati itu bagaikan periuk dalam dada yang menampung isi di dalamnya. Sedangkan lisan itu bagaikan gayung. Lihatlah kualitas seseorang ketika dia berbicara. Karena lisannya itu akan mengambil apa yang ada dari dalam periuk yang ada dalam hatinya, baik rasanya itu manis, asam, segar, asin (yang sangat asin), atau selain itu. Rasa (kualitas) hatinya akan tampak dari perkataan lisannya.” (Hilyatul Auliya’, 10: 63)
Meski demikian, tidak jarang ketika kamu tersenyum pada seseorang, namun mereka tidak selalu membalasmu. Kamu berkata baik, namun mereka berkata sebaliknya. It’s okay :)
Mengutip kata-kata Kak Herricahyadi حَفِظَهُ اللهُ,
“Tidak semua respon orang sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kadang niat baik bisa jadi tak terbalas; bahkan, menyakitkan. Persoalannya; apakah respon orang yang negatif itu justru menjadikan kita antagonis? Jangan pernah mau dikendalikan oleh sikap orang lain kepada kita. Baik-buruknya kita adalah manifestasi diri sendiri, bukan refleksi orang lain.”
Tumbuhlah menjadi demikian; dia yang menyenangkan dipandang lagi menenteramkan di hati.
249 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
“‘The trouble is you think you have time’”
©Quraners
Perbaikan diri yang selalu dipeluk dengan kata ‘nanti’ adalah satu dari sekian ‘karena’, kita selalu merasa punya waktu, hingga tak lagi ingat caranya muliakan waktu
436 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
/k•e-c•e_w-a/
Hari ini aku pelajari betul bahwa ada bagian dari kecewa yang bukanlah suatu hal baik.
Kecewa atas dasar rasa harap, ekspektasi, ingin yang tak sampai. Kecewa bukanlah pertanda baik.
Kecewa seakan mengajak untuk berhenti, bahasa kecewa yang ku pelajari hari ini adalah; it’s better left unsaid.
kecewa bukan lagi tanda untuk terus percaya better days are coming, but to leave it all behind and movin’ on, start the new one.
Bukan tentang not to trust anymore, but it’s about how we being careful about our thoughts.
Kita gak pernah tau semua hal, kita gak pernah tau isi hari dan pikiran manusia, kita bukanlah yang paling tahu.
Tapi, kita yang paling suka menebak.
Tidak menebak pun, rasa kecewa masih bisa hadir.
Hari ini aku belajar merasakan rasa kecewa.
Sudah, sudahi, sudah.
Kecewa itu bisa hadir kapan saja, dalam bentuk apa saja, untuk menunjukkan banyak hal.
Kecewa ku hari ini, menjawab seluruh harap dan doaku pada Tuhan kemarin untuk memudahkan pikirku akan iya dan tidak.
Aku tak pernah lupa bahwa sebagian lagi dari kecewa adalah hal baik, pertanda menyudahi suatu hal yang bisa jadi bukan hal baik untukku.
Kecewa bukan hanya tentang rasa sedih, marah, dan kesal, tapi juga tentang bagaimana kita melepaskan dan menyelesaikan.
Aku rasa kita sudah selesai.
2 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
About Loneliness on This Lonely Planet
Sometimes you don't want to be here.
You feel like you don't belong to anything or anyone on earth.
All you wanna do is dancing among the stars, wishing the moon are not too cold to embrace.
And perhaps aliens are not that scary.
Tumblr media
You think isolation is the cure for your heartbreak.
You think loneliness is the consolation for your desperation.
You think detachment from disappointment will bring you to happiness.
You convince yourself to stop "saving the world" so you can save your own soul.
But the voices don't stop there.
There's another part of yourself who is mourning; missing something you never belong to; trying to reach out to somebody because turns out, loneliness suffocates you.
And suddenly you crave for a smile, hug, phone call, or thirty seconds chit chat on a bus stop.
You wish someone will notice your existence for once.
Just to make it clear, that you're not forgotten.
Tumblr media
So here the contradictive part starts.
You miss the earth but you're too afraid to fall.
You miss the warmth of the morning but you're too afraid to wake up.
You miss the touch on your heart but you're too afraid to get hurt.
It's hard for human to maintain a good, stable, and interdependent relationship.
It's hard. Because it is important.
We'll never run out of disappointment. Because we, human, produce it.
We are also good producers for heartbreak.
Perhaps we could build Heartbreak Inc. for that.
I figured out the slogan:
"Prove you're not a robot!"
Tumblr media
But no matter how hard, imperfect, or complicated human relation is, doesn't mean we don't need it.
Sometimes we need to accept the flaw to see the beauty.
Sometimes we need to lower the wall to connect each other.
We already know how hard it is.
So, be grateful for relationship you grow from.
Forgive the imperfection.
Spread more compassion to each other.
No matter how far the distance, we all are bonded together as equal human being.
So, give your hand.
Give them another chance to gain your trust again.
Tumblr media
301 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
sahabat terbaik (2)
sekiranya teman-teman yang sudah menikah setuju tentang ini. jika ditanya siapa teman berceritamu sekarang, kemungkinan besar jawabannya adalah suamiku atau istriku.
ada yang sengaja menjadikan pasangan sebagai sahabat, tidak mau salah bicara kepada orang lain sehingga tak sengaja mengumbar aib. tapi saya rasa, kebanyakan ini terjadi secara alami. bagaimana tidak? dia orang yang kita temui setiap hari, berbicara dengan kita setiap hari, menjadi teman kita dalam mengurus semua perintilan rumah tangga.
sungguh, menikahlah dengan seseorang yang adalah sahabat terbaikmu. atau, menikahlah dengan seseorang yang bisa kamu jadikan sahabat terbaik. tidak terbayang bagaimana rasanya hidup dengan seseorang yang tidak bisa memahami kita, tidak mau mendengarkan kita, tidak mendukung mimpi-mimpi kita, tidak asyik untuk diajak bicara hal-hal yang remeh.
tapi demikianlah. sebagaimana persahabatan, akan ada kalanya kita kecewa, marah, sedih, atau cemburu. di sanalah jiwa ksatria seorang sahabat diuji. maukah meminta maaf jika salah, memberi maaf jika terluka--maukah selalu hadir. seperti kata teman saya, janganlah pernah berjanji untuk tidak pernah menyakiti. itu mustahil. berjanjilah untuk tetap ada ketika yang lain tersakiti.
dulu saya bertanya-tanya siapa atau seperti apa teman yang bisa saya sebut sebagai sahabat. rupanya sekarang saya tau. sahabat adalah seseorang yang dengannya, kita bisa jujur atas dan kepada diri sendiri. sahabat terbaik, adalah seseorang yang membuat kita tidak hanya menjadi diri yang paling jujur, tetapi juga diri yang berani mengakui.
sekarang saya memegang ini sebagai prinsip pernikahan. sebagai sahabat baik, saya harus selalu jujur dan berani mengakui. sebagai sahabat baik, saya juga harus belajar menerima--di mana menerima itu tak terjadi saat akad nikah saja, tetapi setiap hari setelahnya.
marry your best friend. or, you should make your spouse your best friend. you should be the best friend.
633 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
You.
Too beautiful to remember, yet too painful at the same time.
I don’t know why I’m so grateful, yet feel not enough at the same time.
I can feel laugh and cry forming at the same time.
So easy, yet so difficult to start.
A few, but a lot to remember.
A few, but too much to think.
A few, but memorized.
Happy, but not for a long time.
Sucks.
3 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
To the Things I Need to Say but Can't.
Teringat sebuah permainan yang pernah saya unduh, di mana di setiap levelnya ada misi yang harus diselesaikan. Ada yang tidak berlabel, berlabel super hard dan hard. Jika berhasil menyelesaikannya maka akan berlanjut ke level berikutnya, hal yang juga bisa dianalogikan ke dalam realitas kehidupan, ya kan?
Sejak terlahir ke dunia hingga akhir hayat nanti manusia akan melewati fase kehidupannya dan di dalam setiap fasenya, ujian akan selalu ada.
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji?” (QS. Al-Ankabut: 2)
Ibarat semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya.
“Pendaki yang sampai puncak hanyalah yang tangguh. Pejuang yang sampai kesuksesan hanyalah yang sabar. Kita diberi pilihan, menjadi manusia yang mudah rapuh oleh tantangan atau justru menghebat seiring hebatnya rintangan. Percayalah, badai selalu menyisakan pohon-pohon terkuat.” - Irfan Ramdhani (Tabah Sampai Akhir)
Mutharrif bin ‘Abdullah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah maka hamba yang paling dicintai adalah orang yang sabar dan pandai bersyukur. Yaitu, orang apabila diberikan ujian maka dia bersabar dan apabila diberi karunia maka dia pun bersyukur.” (At-Tahdzib al-Maudhu‘ li Hilyat al-Auliya’, hlm. 462)
Ust. Syafiq Riza Basalamah pun menuturkan, “Padahal kesabaranmu lebih baik dari itu, masa penantian solusi datang itu akan menjadi pahala yang besar. Tapi kadang kala kita lupa dengan faedah dan keutamaan sabar.”
Lalu, bagaimana mungkin kamu akan naik level jika mudah menyerah dan kurang bersabar?
“Katakanlah, ‘Pertolongan itu hanya milik Allah semuanya. Dia memiliki kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan’.“ (QS. Az-Zumar: 44)
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada ‘Abdullah bin Qois, “Wahai ‘Abdullah bin Qois, katakanlah ‘laa hawla wa laa quwwata illa billah’, karena ia merupakan simpanan pahala berharga di surga.” (HR. Bukhari no. 7386)
Laa hawla wa laa quwwata illa billah merupakan kalimat yang berisi penyerahan diri dalam segala urusan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hamba tidaklah bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa menolak sesuatu, juga tidak bisa memiliki sesuatu selain kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala (Rumaysho).
“Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107)
Lelah boleh; menyerah jangan.
218 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
Pribadi yang Memaku Jam Dinding di Dadanya.
Dikatakan oleh Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah bahwa,
“Saya melihat orang-orang, sosok-sosok yang begitu menjaga waktunya melebihi kalian menjaga uang kalian.”
Diriwayatkan oleh Imam Nawawi rahimahullah bahwa,
Jika beliau kelelahan maka akan ketiduran dan berusaha begitu; tidak tidur kecuali ketiduran. Jika beliau bangun maka bangunnya seperti orang yang kehilangan atau kemalingan. Karena bagi beliau yang paling mahal dari dunia adalah waktu bukan harta.
Ketika beliau bangun, “Ya Allah, saya sudah kehilangan waktu 5 menit, 10 menit.”
Kemudian melanjutkan membaca lagi, terus dipaksa. Itulah orang-orang yang berhasil.
Sedang kebanyakan dari individu saat ini, gemar bersantai-santai dan tidak merasa kehilangan. Buka media sosial, tiba-tiba waktu habis 1 jam, 1,5 jam, 2 jam biasa saja.
Dan inilah blind spot-nya manusia, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)
Padahal, kelak akan ditanya oleh Allah Subhanahu Wata’ala sebagaimana dalam (HR. At-Tirmidzi, Lihat Ash-Shahihah no. 946)
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabb-nya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).”
Dikatakan oleh Al-Imam At Taj As Subki rahimahullah bahwa Imam Nawawi rahimahullah itu kontinu dalam mengerjakan kebaikan. Tanda-tanda orang sukses adalah kontinu jika mengerjakan sesuatu; istikamah.
Dan beliau tidak menghabiskan waktu walaupun sesaat di aktivitas yang bukan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, hal maksiat atau hal mubah yang berlebihan.
Itu yang seharusnya diteladani, semaksimal mungkin jangan buang-buang waktu, semaksimal mungkin isi waktu dengan ketaatan apa saja - Ust. Muhammad Nuzul Dzikri.
Jadilah demikian, pribadi yang memaku jam dinding di dadanya, sehingga bukan kesia-siaan yang ditanamnya di dunia dan penyesalan yang dituainya di akhirat kelak.
Ditulis; untuk mengingatkan diri sendiri :)
180 notes · View notes
jejovir · 4 years ago
Text
Renungan Pribadi Soal Takwa
Disclaimer: ini bukan tulisan edukasi tentang konsep takwa. Ini sepenuhnya refleksi pribadi saya. Tidak disarankan untuk menjadikannya referensi. Mohon diproses dengan pikiran sendiri, tidak ditelan bulat-bulat. Jika tergelitik, silakan lakukan penelitian dan perenungan sendiri.
* * *
Pasti kita udah sering denger terminologi “takwa”.
Kalau ditanya apa itu takwa, kebanyakan orang akan menjawab: “Menaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya.”
Saya ngga pernah puas dengan definisi itu. Maaf ya, izinkan saya jujur secara brutal, definisi itu normatif dan ngga inspiring. Ngga menggugah selera untuk bersemangat mendapatkannya. (Pahami bahwa saya bukan bilang takwa itu ngga menarik, tapi pemaknaan/penafsiran kita atas konsep takwa yang belum memuaskan).
Iya, menurut saya, kalau sesuatu itu penting menurut sunnatullah (atau hukum alam, versi bahasa universalnya), maka secara alamiah pasti kita akan tertarik ke arah sana. Maka, saya curiga, jangan-jangan ada definisi yang lebih dalam, lebih menggugah, lebih membuka kesadaran daripada yang diajarkan di sekolah-sekolah.
Misalnya, siapa sih orang waras, berakal yang dalam hidupnya ngga pernah bertanya “Kenapa aku ada?”, “Untuk apa aku ada?”, “Apa yang penciptaku inginkan dengan menciptakan aku ke alam ini?”. Saya percaya ini pertanyaan yang universal, yang kalaupun ngga diajarkan di sekolah, secara alamiah kita akan mempertanyakan ini, cepat atau lambat.
Pertanyaan-pertanyaan itu penting. Mereka akan mendorong kita mencari Tuhan, memahami diri kita, mencari petunjuk dari Sang Pencipta–yang semua jawabannya sudah dipersiapkan oleh Allah untuk kita temukan. Karena itu, Allah sudah tanamkan stimulusnya berupa rasa penasaran yang instingtif. Kita tertarik untuk mengenali pencipta kita secara alamiah.
Nah, takwa itu disebutkan di berbagai ayat Al-Quran, menjadi tujuan dari berbagai perintah–yang salah satunya puasa di bulan Ramadhan, maka pastinya penting. Kalau penting, pastinya insting alamiah kita akan bereaksi secara positif (tergugah, terinspirasi) jika kita memahaminya dengan cara yang seharusnya.
Temuan Saya Akan Makna Takwa
Singkat cerita, saya menemukan definisi takwa yang memuaskan bagi hati saya. Saya menemukannya dalam tafsir Al-Quran “The Message of the Quran” karya Muhammad Asad. Definisinya:
Kesadaran akan kemahahadiran-Nya dan keinginan seseorang untuk membentuk eksistensinya berdasarkan kesadaran ini.
Atau sederhananya, takwa adalah “kesadaran akan hadirnya Allah”.
Buat saya, definisi ini lebih memuaskan daripada yang selama ini saya terima. Coba kita tempatkan kedua definisi takwa dalam konteks perintah puasa Ramadhan.
Dalam definisi takwa pertama, kita diwajibkan berpuasa dengan tujuan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam definisi takwa kedua, kita diwajibkan berpuasa dengan tujuan agar kita selalu sadar akan kehadiran Allah.
Kita tempatkan juga kedua definisi takwa itu dalam konteks ayat permulaan Al-Baqarah.
Dalam definisi pertama, Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, yang menginfakkan sebagian rezeki yang Allah berikan.
Dalam definisi kedua, Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang sadar akan kehadiran Allah. Yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, yang menginfakkan sebagian rezeki yang Allah berikan.
Gimana?
Apa lebih bisa dipahami? Apa lebih membuka kesadaran? Apa lebih menggugah? Kalau buat saya, iya banget.
Contoh Implementasi Pemaknaan Takwa
Ketika berpuasa, kita bisa aja minum atau ngemil di siang hari, selama ngga ada manusia yang liat. Tapi yang menahan diri kita apa? Kesadaran akan hadirnya Allah, yang mungkin ngga begitu kita ingat kalau kita ngga puasa.
Ketika berbuka, kita seneng banget tuh, kita berdoa sebelum berbuka, “Ya Allah, terimalah puasaku dan segala amal ibadahku hari ini”. Lagi-lagi, kita distimulasi untuk menghadirkan kesadaran bahwa apa yang kita lakukan ini disaksikan oleh Allah.
Dari situ, sebenarnya kita bisa lihat bahwa menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (khususnya shaum Ramadhan) adalah stimulan untuk membangun kesadaran akan kehadiran Allah.
Dengan syarat, ketaatan dalam perintah dan larangan-Nya dilakukan dengan benar ya: kalau shalat khusyu’, kalau puasa ikhlas (mindful, aware, niat dari dalam hati), kalau sedekah bukan untuk ngebuang recehan.
Sebaliknya, kesadaran akan kehadiran Allah juga akan memperkuat kemampuan seseorang untuk menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (”Oke, mau menghadap Allah nih, masa aku shalat pake baju bekas bobo?”). Jadi, saya pikir ini seperti continuous feedback loop.
Tips Mengasah Kesadaran Akan Kehadiran Allah
Oke, meskipun ini perenungan pribadi, karena ini dipublikasikan maka saya tetap harus bertanggung jawab menutupnya dengan baik.
“Mengasah kesadaran akan kehadiran Allah” adalah closing yang berat, tapi paling engga saya bisa bagikan beberapa usaha saya untuk melatihnya.
Pertama, bangun mental model hubungan antara kita dan Allah yang lebih personal. Alih-alih berpikir bahwa kita cuma satu makhluk yang ngga signifikan dan mungkin ngga Allah pedulikan karena Dia “sibuk” dengan alam semesta dan manusia lain yang istimewa, ingat bahwa Allah juga Maha Dekat, Maha Tahu, Maha Mendengar, Maha Menyayangi, Maha Memperhatikan sehingga kamu bisa berkomunikasi secara personal dengan Allah.
Dia tidak seperti manusia yang kalau banyak kerjaan pusing dan skip, Dia menunggu kamu untuk datang kepada-Nya. Berkomunikasi, berterima kasih, meminta maaf, berharap, menangis.
Ingat juga bahwa Dia available setiap waktu, ngga cuma di waktu shalat–misalnya. Lagi kerja, lagi ngasuh anak, lagi beberes rumah; lagi senang, lagi marah, lagi sedih; kamu bisa berkomunikasi dengan Allah tentang hal seremeh apapun.
Kedua, pahami bacaan dan doa-doa dalam ibadah. Iya, misalnya bacaan shalat, coba dipahami. Caranya jangan cuma baca artinya secara keseluruhan, tapi pelajari kata per kata.
“Rabbi”–wahai Tuhanku, “ighfirli”–ampuni dosaku, “warhamni”–sayangi aku, “wajburni”–cukupilah aku, “warfa’ni”–tinggikan derajatku, “warzuqni”–berilah aku rezeki, “wahdini”–berilah aku petunjuk, “wa’afini”–sehatkan aku, “wa’fu’anni”–maafkanlah aku.
Bisa pelajari juga akar katanya, misal “ighfirli” dari kata “ghafara”, yang artinya “mengampuni”, asal maknanya “menutup”. Wah ini bisa didalami lebih jauh lagi, silakan cari sendiri ya.
Sedikit belajar Bahasa Arab, biar setiap kita mengucapkan doa dalam shalat, hati kita tahu betul kita sedang berkomunikasi apa dengan Allah.  Biar setiap beristighfar, bertasbih, bertahmid, hati kita benar-benar mean it.
Ketiga, sering-sering mikirin what this life is all about. Bayangin setelah membaca ini kamu terkena serangan jantung lalu meninggal, kamu ngerasa siap apa engga? Kalau engga, kenapa? Karena ngga ada amal yang bisa dibanggakan? Kalau gitu itu PR kamu, segera bikin amal yang bisa kamu banggakan saat dihisab nanti.
Atau karena banyak dosa? PR kamu adalah taubat + mengubur dosa-dosa dengan amal baik yang banyak.
Kalau ingat bahwa kita belum siap dihitung amal dan dosanya di hadapan Allah, kita jadi bisa melihat apakah karir, bisnis, investasi yang kita upayakan itu adalah sarana mempersiapkan diri atau menjadi distraksi dari apa yang benar-benar penting.
Coba bikin daftar yang harus kamu siapkan agar jika suatu hari kamu terbaring di rumah sakit, sadar ga lama lagi kamu akan mati, hati kamu ngerasa tenang dan siap menghadap Allah, seperti yang dideskripsikan di Al-Fajr:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.”
Misalnya, jika profil kamu adalah seorang ayah dan suami:
1. Sedekah rutin untuk anak yatim (misalnya ini amal andalan kamu) 2. Istri dan anak yang siap ditinggalkan secara mental dan bertekad untuk menyusul saya di surga (melanjutkan berbagai amal sholeh sepeninggal kamu) 3. Rumah untuk anak dan istri biar mereka punya tempat bernaung 4. Passive income untuk menafkahi keluarga meski saya ngga ada, biar mereka ngga susah dan menyusahkan orang lain (3 dan 4 sekilas materialistis, tapi tujuannya bernilai amal sholeh)
Itu daftar simplistik dan contoh aja.
Poinnya adalah sering-sering melatih diri kita mengingat apa yang paling esensial dalam hidup (yaitu siap ketika sudah saatnya kita menghadap Allah) dan mengkalibrasi terus menerus kesibukan kita supaya selalu dalam kerangka membuat Allah ridha sama kita.
So, mari kita membangun, mengasah, dan menjaga kesadaran kita akan ke-Maha-Hadiran Allah.
Wallahu’alam.
2K notes · View notes
jejovir · 5 years ago
Text
you really broke my heart, but it’s okay
I probably deserve it :’)
0 notes
jejovir · 5 years ago
Text
He Loves His Mom, so I Love Him.
Suka gemas jika melihat potret keromantisan antara Ibu dengan anak laki-lakinya. Mama Sabai dan Bjorka; misalnya <3
Beberapa teman dekat juga dikaruniai anak laki-laki. Binar cinta yang terpancar dari tatapan mata seorang Ibu kepada anak lelakinya selalu sanggup membuat hati ini meleleh, duileh.
Pikiran pun mengawang sebagai tante saja diriku merasa cemburu nantinya jika mereka sudah beranjak dewasa kemudian mulai mengenal virus merah jambu apalagi emaknya, duh. Tante-tante posesif :(
Lalu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu,
“Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya.” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan)
Betapa kedudukan Ibu lebih utama karena perjuangannya sejak beliau hamil bahkan jika beliau meninggal ketika melahirkan maka beliau termasuk golongan manusia yang mati syahid. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Sebuah kisah yang juga sanggup menggetarkan hati yaitu baktinya Uwais Al-Qarni kepada Ibunya :’)
Uwais Al-Qarni adalah lelaki yatim dan bukan dari keluarga yang berada. Suatu ketika Ibunya ingin naik haji, ia pun merasa bingung karena naik haji membutuhkan perbekalan yang banyak. Sedangkan kendaraan unta pun mereka tidak punya. Ia pun mencari akal karena tidak ingin membuat kecewa Ibunya.
Untuk mewujudkan keinginan Ibunya, muncul ide di benak Uwais. Ia membuat kandang yang berada di puncak bukit untuk seekor anak lembunya.
Setiap hari selama 8 bulan ia harus naik turun bukit untuk memberi makan dan mengembalikan lembunya ke kandang, ia harus menggendongnya. Hal itu dilakukannya setiap hari selama 8 bulan. Saat musim haji tiba, lembu Uwais telah berbobot 100 kg, dan tubuh Uwais sendiri menjadi lebih berotot dan lebih kuat.
Musim haji pun telah tiba, latihan selama 8 bulan yang telah dipersiapkan ternyata untuk menggendong Ibunya menuju Tanah Suci. Uwais berangkat haji dengan menggendong sang Ibu yang sudah tua renta dari Yaman menuju Mekkah melalui padang pasir yang panas nan tandus. Ia rela menggendong Ibunya menempuh jalan yang sangat jauh dan sulit hanya untuk membahagiakan Ibunya. Maa syaa Allah, laa quwwata illa billah.
Saat melakukan ibadah Tawaf, Uwais masih tetap menggendong Ibunya mengelilingi Ka’bah. Di depan Ka’bah Ibu Uwais merasa sangat terharu melihat pengorbanan anaknya.
Uwais lalu berdoa “Ya Allah, ampuni semua dosa Ibu.” Ibunya heran mendengar doa anaknya dan berkata “Bagaimana dengan dosamu?”
Uwais menjawab, “Nanti Ibu masuk ke dalam surga, jika dosa Ibu diampuni. Cukuplah rida dari Ibu yang akan membawaku ke surga.” (dalamislamcom)
Maa syaa Allah, laa quwwata illa billah. :’)
“Jodohkanlah dengan seseorang yang senantiasa memuliakan Ibunya.”, menjadi salah satu pinta jika Allah menghendaki saya menikah karena jika ia senantiasa memuliakan Ibunya maka ia juga akan senantiasa memuliakan Ibu dari anak-anaknya kelak.
Betapa beruntungnya sebagai menantu, lalu mana mungkin saya cemburu dengan Ibu mertua yang sudah berhasil mendidik anak lelakinya dengan baik.
P.S: bisa menjadi bekal untuk para calon menantu (ketika anak perempuan menikah) :)
146 notes · View notes