Sebagai penikmat semesta, aku ingin berbagi ide-ide brilian soal kehidupan. ☺
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Jelen-Jelen Ke Dieng, Duh Nikmatnya!
Selasa malam, 11 Juni 2019, saya sekeluarga mantap berniat pergi ke Dieng Wonosobo. Malam itu, tepatnya pada pukul 01 pagi, mobil Avanza bernomor polisi B 1850 WVL memutar roda, menuju tujuan.
Tidak terlalu lama, langsung saja, dengan kecepatan purna sang sopir melumat perjalanan dengan optimal dan penuh perhitungan. Dengan jatah 1 kali pemberhentian di rest Area tol Cipali, kami tiba di pintu keluar tol Pejagan, Jawa Tengah, pukul 05.30. Itu artinya kita bisa menempuh jarak Bintaro - Pejagan hanya dengan waktu 4 jam saja!
Malang tiba, setelah tol Pejagan dilewati, semua penghuni mobil tak ada yang paham betul rute menuju Wonosobo. Parah! Tak ada jalan lain : andalkan google map!
Google map, sebagaimana pengalaman2 yang telah saya lalui sendiri, tak bisa terlalu diandalkan sebagai pemandu jalan. Sewaktu saya ke tempat wisata di Bogor, Curug Bidadari, saya pernah diajak masuk ke hutan demi menuruti panduan navigasi ala Google Map.
Hal ini pun terjadi saat kita ingin ke Dieng Wonosobo! Berjam-jam mobil yang kami tumpangi berputar di daerah Kebumen dan Purwokerto tanpa ada kepastian. Hanya karena kami mengikuti plat panduan dishub (yang jelas lebih otoritatif), kami diarahkan untuk putar balik atau berbelok. Tak terhitung pula kami digiring untuk masuk ke sebuah perumahan di daerah Purwokerto demi mengindahkan petuah Map, yang pada ujungnya malah berujung ke jalan buntu! Halah.
Rabu 12 Juni 2019 Jam 15.56 kami tiba di rumah kenalan kami semasa di perkuliahan, Bani Muammar, yang berdiam di desa Sedayu, Kecamatan Sapuran, Wonosobo. Jika ditotal, perjalan yang kami tempuh dari rumah hingga ke tujuan ini adalah 16 jam!
Rencana awal kami adalah mampir ke rumah kenalan dulu untuk sekadar mengistirahatkan badan, menginap, baru besok pagi melanjutkan perjalanan ke Dieng dan dilanjutkan pulang kembali.
0 notes
Text
Kutipan Pilihan Pidato Nobel Sastra Orhan Pamuk (Peraih Nobel Sastra Tahun 2006)
Rahasia penulis bukanlah inspirasi — sebab tak jelas betul dari mana gerangan datangnya — melainkan kekeraskepalaannya, kesabarannya. Pepatah Turki “menggali sumur dengan sebuah jarum” tampak bagi saya menjadi bingkai dalam pikiran para penulis. Dalam kisah-kisah lawas, saya menyukai kesabaran Ferhat, yang mengali menerobos gunung-gunung demi cintanya — dan saya memahaminya juga.
-----------------------
Untuk menjadi seorang penulis, kesabaran dan kerja keras belumlah cukup: Pertama-tama kita mesti merasakan dorongan untuk melarikan diri dari kerumunan, pergaulan, rutinitas, kehidupan sehari-hari, dan mengurung diri di dalam kamar. Kita ingin dengan kesabaran dan harapan bisa menciptakan dunia yang mendalam pada tulisan kita.
-------------------------
Seorang penulis berbicara tentang segala sesuatu untuk semua orang tahu namun tak tahu bahwa mereka tahu.
Untuk mengeksplorasi pengetahuan ini, dan untuk menyaksikannya tumbuh, adalah hal yang menyenangkan; si pembaca sedang mengunjungi sebuah dunia yang akrab sekaligus menakjubkan.
------------------------
Mengapa Anda menulis? Mengapa saya menulis? Saya menulis karena saya punya dorongan batin untuk menulis! Saya menulis karena saya tak bisa melakukan perkerjaan normal seperti orang-orang lain.
Saya menulis karena saya ingin membaca buku-buku seperti buku-buku yang saya tulis. Saya menulis karena saya marah kepada Anda semua, marah kepada siapapun. Saya menulis karena saya suka duduk di sebuah kamar sepanjang hari untuk menulis.
Saya menulis karena saya ingin orang-orang lain, kita semua, seluruh dunia, mengetahui kehidupan seperti apa yang kami jalani, dan terus kami jalani, di Istanbul, di Turki. Saya menulis karena saya menyukai bau kertas, pena, dan tinta.
Saya menulis karena saya percaya pada sastra, pada seni novel, lebih dari kepercayaan saya pada yang lainnya. Saya menulis karena ia adalah kebiasaan, gairah. Saya menulis karena saya takut dilupakan.
Saya menulis karena menyukai kejayaan dan kesenangan yang diwedarkan tulisan. Saya menulis untuk menjadi sendirian. Barangkali saya menulis karena saya berharap untuk mengerti mengapa saya marah, sangat marah, kepada Anda sekalian, begitu marah, sangat marah, kepada semua orang.
Saya menulis karena saya ingin dibaca. Saya menulis karena sekali saya menulis sebuah novel, atau seraut esai, selembar halaman, saya selalu ingin menyelesaikannya. Saya menulis karena semua orang berharap saya menulis.
Saya menulis karena saya mempunyai kepercayaan kekanakan kepada keabadian perpustakaan, dan dalam cara buku-buku saya tersusun di atas rak buku.
Saya menulis karena sungguh menggembirakan mengubah seluruh keindahan dan kekayaan hidup ke dalam kata-kata-kata. Saya menulis bukan untuk menceritakan sebuah kisah, melainkan menyusunnya.
Saya menulis karena saya ingin melarikan diri dari nubuat bahwa ada sebuah tempat yang mesti saya kunjungi — bagai dalam mimpi — tapi saya tak bisa ke sana. Saya menulis karena saya tak pernah bisa bahagia. Saya menulis untuk bahagia.
Orhan Pamuk, Pidato Peraihan Nobel Sastra. http://bit.ly/2ZgC66p
0 notes
Text
Pentingnya Istirahat
Manusia bekerja untuk melanjutkan eksistensinya. "Gerakkan tanganmu maka kau baru bisa makan!" Adalah jargon yang mengharuskan seseorang berjibaku melawan kemalasan untuk meraih penghasilan.
Namun, sadarkah kita?
Berapa kali kadang kita larut tenggelam dalam pusaran kesibukan dan lupa untuk mengistirahatkan gerak mesin tubuh kita. Seringkali kita buta untuk memberikan hak pada raga kita untuk terlelap menjumpai peristirahatannya.
Ouhh.
Apakah yang kita cari hingga berlelah-lelah seperti itu. Atau memang hidup kita ditakdirkan untuk menjadi hebat dengan cara terus bekerja agar menuai hasil yang besar kelak?
Bintaro, 07 Juni 2019
0 notes
Text
Mengukur Harga Kebahagiaan
Di antara harta yang sering dicari manusia dalam hidup ini adalah kebahagiaan. Telah banyak usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai hal tersebut. Karena tanpa ketenangan dan kebahagiaan apalah arti hidup?
upaya dalam mencari kebahagiaan, bentuknya sangat beragam. ada yang mengisinya dengan cara mendekatkan diri kepada yang maha kuasa ada yang menggunakan cara dengan cara berfoya-foya dan ada yang mewujudkan nya dalam bentuk menyebarkan kebahagiaan kepada orang lain.
Namun amat sangat disayangkan tatkala ada orang yang nihil memandang orang yang berupaya mewujudkan kebahagiaan tersebut dengan mengatakan : untuk apa dia melakukan itu toh hanya buang-buang uang dan waktu saja.
Ingat tidak ada waktu yang terbuang sia-sia jika dilalui dengan kebahagiaan!
Sebagai contoh, ketika ada seseorang yang mencibir orang yang tengah main petasan dan dia dalam keadaan berbahagia akibat petasan tersebut. "Untuk apa dia membeli petasan tersebut hanya membakar uang saja lebih baik dia membeli makanan." Nyinyirnya.
Salah pengertian! Salah tanggap! Salah menilai dan mengevaluasi orang lain!
Justru karena dia membakar uang tersebut lah dia bisa menjadi bahagia. Dia mendapatkan yang didambakan oleh seluruh manusia. Dia mendapatkan asas dicari oleh manusia. Dia mampu menggapai tujuan hakiki mengapa manusia diciptakan. Yakni menyongsong kebahagiaan!
0 notes
Text
Catatan Tentang Film Si Doel
Rabu, 05 Juni 2019, saat lebaran 1440 tiba, saya menghabiskan waktu untuk memenuhi tradisi ala warga muslim Indonesia (baca: Nusantara) : bersalaman-bersilaturahmi-makan2.
Diawali dari shalat Ied kemudian mematut diri depan rumah untuk bersua dengan tetangga seraya bersalaman meminta maaf atas kekhilafan, menjelang siang saya dan sekeluarga pergi ke kerabat yang agak jauh menggunakan kendaraan. Terus demikian hingga sore menjelang.
Malam hari, bosan dengan aktivitas bersalaman, saya menyempatkan diri untuk melihat jadwal film yang sedang tayang di bioskop hari ini. Gayung bersambut, ternyata ada film yang cukup menarik bagi saya : Si Doel the Movie 2.
Diantara tawaran film yang sedang tayang seperti Godzilla Aladin dan John Wick serta Si Doel, yang terakhir lah yang belum saya tonton. Download tix pakai dana dan menikmati pesona diskonnya.
Harga tiket yang semula rp55.000 ditambah rp3.000 untuk biaya admin, turun drastis menjadi hanya rp20.500. Yeay!
Si Doel adalah sebuah film yang tenar dan sangat membekas bagi generasi 90-an. Kisah yang mengangkat kearifan lokal budaya Betawi dibalut dengan kisah segitiga Sarah dan Zaenab serta diramaikan oleh tokoh-tokoh kocak seperti Mandra ini disajikan dalam bentuk yang lebih modern dan kekinian.
Kisah Dul adalah kisah yang penuh dengan drama yang menguras emosi penonton. Paduan antara sosok Dul yang plin-plan, Mandra yang lucu, Sarah yang tega serta Zainab yang begitu ikhlas menjadikan film ini begitu berkualitas.
Aktor-aktor utama seperti Si Doel Mandra Sarah Atun adalah pemain asli dari film yang diputar tahun 90. Pemain senior ini tampil memukau kendati kini mereka telah memiliki banyak kesibukan di luar aktivitas perfileman.
Film Si Doel tanpa tokoh Mandra adalah drama yang penuh nuansa melankolis. Terutama pada segmen Zainab bersua dengan Sarah yang datang dari Belanda melakukan negosiasi tentang siapa yang berhak menjadi pendamping Doel, pada momen tegang dan sedih itu, Mandra berhasil menyelamatkan penonton dari kesedihan yang berlarut dengan celetukan2 mautnya. "Cinta... Memang harus diperjuangkan" yang menjadi kata penutup film ini benar2 diejawantahkan oleh Zainab yang berhasil memenangkan pertarungan dengan Sarah (meski dengan cara Sarah yang mengalah demi kebahagiaan Zainab).
Sayang, segmen terakhir film yang masih menyisakan harapan kembalinya Sarah kepada Doel karena desakan sang anak mengharuskan penonton untuk sabar demi menunggu Si Doel jilid ketiga.💞
Derai tawa dan linangan air mata yang berkelindan menemani proses menonton film Si Doel adalah bukti bahwa film ini memang layak untuk ditonton. Selain sebagai nostalgia film ini juga mengajarkan bahwa segala sesuatu yang kita cintai memang layak untuk diperjuangkan!
Bintaro, 6 Juni 2019.
0 notes