Tumgik
irodhiyah · 2 years
Text
Sleep Training Journey Arzanka, Umma, dan Ayah
Tidak semua keluarga membutuhkan sleep training. Ada keluarga yang mungkin lebih senang untuk tidur bersama-sama, ada keluarga yang mungkin tidak memiliki sumber daya yang memungkinkan, tapi ada juga keluarga yang membutuhkan sleep training untuk meningkatkan kualitas hidup seluruh anggota keluarganya.
Inilah ceritaku melakukan sleep training untuk anakku yang berusia 18 bulan.
Sejak bulan April 2022, aku berkenalan dengan sleep training. Sejak itu pula aku memahami betapa pentingnya tidur bagi seorang anak dan dampak dari masalah tidur bagi pertumbuhan anak. Hormon pertumbuhan paling banyak dilepaskan di malam hari saat anak tidur, sehingga anak yang memiliki tidur berkualitas akan tumbuh dengan baik, begitu sebaliknya. Anak yang berusia 1 tahun seharusnya sudah mampu tidur sepanjang malam dan tidur kembali dengan sendirinya ketika terbangun.
           Sementara itu, anakku yang sudah berusia 13 bulan masih sering terbangun sepanjang malam, semakin malam waktu tidurnya (sekitar pukul 9 malam), dan harus diberikan asi agar tidur kembali ketika ia terbangun di malam hari. Tidak hanya itu, setiap malam proses menuju tidur berjalan cukup panjang, seringkali sudah 30 menit mimi asi ia masih tak kunjung tidur dan malah kembali bermain di kasur. Aku menjadi seperti terperangkap setiap malam dan merasa stress dengan proses tidur yang panjang, yang membuatku tidak bisa melakukan aktivitas lain di malam hari. Perasaan stress semakin tinggi karena tugas-tugas kuliah S2ku yang semakin menumpuk dan harus segera diselesaikan agar aku bisa lulus.
           Sedikit demi sedikit ku dalami metode sleep training dan memikirkan waktu yang tepat untuk melakukannya. Melalui bacaan di akun Instagram mengenai sleep training, video youtube pengalaman orang-orang melakukan sleep training, dan membaca buku-buku sleep training aku semakin paham dan yakin untuk mengaplikasikannya. Ketika melakukan sleep training ternyata bukan hanya ritual tidur malam saja yang penting tapi bagaimana orang tua mengatur waktu tidur, makan, dan bermain anak sesuai dengan usianya. Anak berusia di atas 12 bulan hanya membutuhkan 1 kali tidur siang selama 2 jam dan memiliki waktu bangun selama 4-5 jam sehingga orang tua perlu mengatur jadwal keseharian anak agar tidak terlalu lelah atau masih belum lelah untuk akhirnya bisa tidur malam di waktu yang telah ditentukan. Selain itu, ada banyak metode sleep training yang dapat digunakan seperti cry it out, ferber method, fading, dll. Pemilihan metode perlu disesuaikan dnegan karakter anak dan orang tua. Persiapan untuk melakukan sleep training juga tak kalah penting untuk diperhatikan. Jika sleep training dilakukan dengan pisah kamar maka orang tua perlu menyiapkan tempat tidur yang aman, lampu tidur, dan cctv untuk mengawasi anak.
Mempelajari mengenai sleep training tak berhenti sampai di situ. Selagi terus memperdalam, aku juga mulai mengajak suamiku berdiskusi pasca dia menyelesaikan studi S2nya. Aku sangat bersyukur karena ia setuju dan mau bersama-sama melakukan proses sleep training. Kami pun membuat timeline persiapan dan pelaksanaan sleep training. Kami mencat kamar, menempelkan stiker hewan, menyesuaikan bedrail dengan tempat tidur anak kami, dan membeli cctv. Kami berkomitmen pada 2 minggu pelaksanaan sleep training kami tidak pergi menginap kemana-mana. Sebulan sebelum sleep training dilakukan, kami secara rutin mengajak anak kami ngobrol mengenai rencana sleep training. Kami memberikan penjelasan tentang proses sleep training yang akan dilakukan dan alasan kami melakukan sleep training kepadanya. Kami pun membuat papan nama kamar agar ia semakin paham ia memiliki kamar sendiri, begitupun dengan kami. Kami meyakinkannya dengan mengatakan bahwa kami percaya ia bisa tidur sendiri tanpa kami.
September, 2022.
Sleep training dimulai setelah semua urusan kelulusan suami selesai. Kami paham betul bahwa proses ini tidak mudah sehingga kami perlu memilih waktu yang tepat untuk melaksanakannya. Hari pertama sleep training berjalan cukup melelahkan. Metode yang kami gunakan adalah Ferber, artinya kami masuk kamar untuk menenangkan anak pada rentang waktu yang telah ditentukan. Pada hari pertama aku masuk setelah 3 menit ia menangis, menenangkannya secara verbal selama 1 menit, dan keluar kamar. Aku masuk kembali setelah 5 menit untuk menenangkannya karena anak kami masih menangis. Terakhir aku masuk setelah 10 menit ia menangis, setelah ditinggal beberapa saat ia akhirnya tertidur. Akan tetapi, ia masih terbangun dua jam sekali dan menangis keras. Aku tidak dapat tidur dengan tenang sehingga kurang tidur. Pada hari kedua ia mulai bisa tidur setelah pengecekan kedua. Hari-hari selanjutnya ia mulai dapat tidur sendiri dan hanya menangis kurang dari 10 menit. Ia pun dapat menenangkan diri dan tidur kembali ketika terbangun di malam hari. Satu pekan terlalui dan kami bangga dengan anak kami yang telah mampu berusaha menenangkan diri ketika hendak dan terbangun dari tidur. Akan tetapi, memasuki pekan kedua aku mulai waswas, meskipun anak kami sudah bisa menenangkan diri ketika terbangun dari tidur, namun ia masih saja menangis selama 5 menit ketika hendak tidur. Aku khawatir ia mengalami trauma karena sleep training ini dan sleep training ini tidak berhasil.
Aku pun berdiskusi dengan seorang psikolog dan seorang teman dekat mengenai kekhawatiranku. Aku tidak mendapat jawaban yang pasti tapi diskusi dengan mereka membuatku mencari tahu sleep training lebih dalam lagi. Berhari-hari ku cari artikel jurnal dan buku mengenai sleep training¸ ku baca hal yang ku temukan itu hingga selesai. Berdasarkan penelusuranku, setiap anak memiliki waktu yang berbeda untuk benar-benar nyaman tidur sendiri sehingga orang tua tidak perlu membandingkan dengan anak lainnya. Selain itu, menangis selama 5 menit ketika hendak tidur adalah hal yang wajar, saat itu anak sedang mencoba menenangkan dirinya. Kecemasan perpisahan pun tidak akan dialami anak karena ia melakukan sleep training. Aku menjadi tenang dan lega. Aku bahagia karena telah berhasil melakukan sleep training.
Kualitas hidup anggota keluarga kami menjadi lebih baik setelah sleep training. Seluruh anggota keluarga dapat tidur dengan lebih nyenyak dibandingkan sebelumnya. Anak kami memiliki nafsu makan yang semakin baik. Kami memiliki quality time sebagai pasangan yang lebih luang. Aku pun dapat melakukan banyak aktivitas di malam hari seperti mengerjakan tugas kuliah di malam hari tanpa khawatir anak kami terbangun.
10 notes · View notes
irodhiyah · 2 years
Text
Beratnya Kehidupan Studi Ini
Studi profesi begitu sulit dijalani karena banyak hal di luar kontrol diri yang mempengaruhi. Meskipun diri sudah berusaha sebaik mungkin, secepat mungkin, pada akhirnya harus berdamai jika banyak hal terjadi tidak sesuai harapan. Pada akhirnya aku berusaha mendorong diri untuk rela dengan yang terjadi pada kehidupan profesiku, pasrah dan berserah, yakin bahwa Allah akan memberi kekuatan dan pertolonganNya. Aku ada di sini karena Allah yakin aku bisa memikul beban ini. Aku terpilih untuk menjalani studi ini karena Allah yang akan memberi banyak kemudahan disamping kesusahan yang hadir menghampiri. 
1 note · View note
irodhiyah · 2 years
Text
Ada banyak orang yang mengatakan bahwa menikah bukan menyelesaikan masalah, tapi menambah masalah dalam hidup. Aku rasa benar sekali yang mereka katakan. Dua tahun menjalani kehidupan pernikahan masalah selalu datang dan pergi. Satu masalah selesai, masalah lainnya dimulai. Rasa sakit, sedih, kecewa, takut ikut merasuki tubuh bersama masalah yang datang. Akan tetapi masalah bukan datang untuk membuat kita menyerah terhadap kehidupan pernikahan. Masalah datang untuk diselesaikan bersama, untuk upgrade diri, untuk lebih dekat dengan Sang Maha Penolong.
3 notes · View notes
irodhiyah · 2 years
Text
Aku kira sudah naik kelas. Ternyata perasaan ini masih terus ada dan menganggu. Akan tetapi, aku tetap melangkah bersama dengan perasaan ini.
Masalah yang datang memberi kita pelajaran dan membuat kita lebih kuat insyaa Allah. chiayoo
1 note · View note
irodhiyah · 3 years
Text
Tantangan Kehidupan Rumah Tangga
Kehidupan rumah tangga merupakan hidup yang penuh tantangan. Sejak awal kita dihadapkan oleh berbagai tantangan yang harus kita selesaikan. Ketika berhasil menyelesaikannya, tantangan baru dengan level lebih sulit pun datang. Kita diuji apakah mampu untuk menyelesaikannya ataukah memilih untuk mundur atau jalan di tempat.
Dalam menghadapi tantangan yang ada, kemampuan yang diperlukan adalah regulasi diri. Meregulasi perasaan-perasaan negatif yang muncul, meregulasi pikiran yang ruwet agar bisa tetap fokus menjalani hidup. Bukan melampiaskan kepusingan hati dan pikiran kepada orang lain.
Untuk bisa melewati tantangan yang ada keyakinan akan pertolongan Allah sangat perlu ditanamkan dalam hati. Yakin Allah memberikan tantangan sesuai kadar kemampuan kita, yakin dalam setiap kesulitan ada banyak kemudahan, yakin bahwa ada banyak pahala juga surga yang menanti sebagai balasan atas kesabaran menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Keyakinan ini yang akan membantu kita untuk tetap berdiri meski diterpa angin. Keyakinan ini yang akan memberi kita energi untuk terus berusaha meski tidak tahu kapan tantangan ini berhasil dilewati.
Agar bisa menjalani tantangan yang ada dibutuhkan kerjasama tim suami dan istri. Saling mendengarkan keluh kesah. Saling memberikan bahu untuk bersandar dan pelukan untuk menenangkan. Saling mendukung dan memberi keyakinan bahwa semua pasti bisa terlewati.
Depok, 22 Maret 2022 
Semoga aku, kamu, dan kita semua dimampukan untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan rumah tangga.
0 notes
irodhiyah · 3 years
Text
Menumbuhkan Anak yang Berkarakter dengan Disiplin Positif
Tumblr media
Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi anak baik, anak yang memiliki karakter dan akhlak yang mulia. Melakukan hal-hal baik karena dorongan dalam dirinya bukan sekadar karena takut dimarahi atau haus akan pujian. Menjalankan kewajiban karena sadar bahwa itu adalah tanggung jawabnya. Keinginan ini dapat dicapai dengan mengajari kedisiplinan pada anak. Kedisiplinan yang diajarkan kepada anak bukanlah kedisiplinan yang mengandung tindak kekerasan, ancaman, dan hukuman. Tapi kedisiplinan yang diajarkan dengan membangun kesadaran dan memberdayakannya. 
Disiplin pada dasarnya berarti memberikan instruksi atau mengajarkan sesuatu. Titik tekannya ada pada mengajarkan sesuatu. Semangat dari mengajarkan disini adalah dilakukan dengan tegas namun penuh kasih sayang. Ibn Majah pun menyampaikan bahwa, "Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh menimbulkan bahaya”. Artinya Islam pun tidak menganjurkan menyakiti anak baik secara fisik maupun emosional. Tidak pula membolehkan orang tua untuk melepaskan kemarahan dan frustrasi kepada anak-anaknya. Sebab anak merupakan amanah yang dipercayakan Allah kepada kita.
Salah satu metode yang dapat orang tua terapkan kepada anak adalah disiplin positif. Disiplin positif adalah cara mengajar dan membimbing anak-anak dengan memberi tahu mereka perilaku apa yang dapat diterima dengan cara yang tegas, namun baik hati. Cara yang tegas dalam disiplin positif tidak melibatkan hukuman terlebih kekerasan dan ancaman. 
Mengapa disiplin positif? Sebab disiplin positif akan menumbuhkan anak menjadi anak yang bertanggung jawab, memiliki disiplin diri, memiliki keterampilan memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama dengan orang lain. Penerapan disiplin positif dapat membangun kepercayaan dan memperkuat hubungan, serta membantu membentuk koneksi baru di otak anak. Selain itu, disiplin positif mampu membangun dan memelihara harga diri anak, menghormati anak-anak dan orang dewasa, mengajarkan anak bagaimana mengelola emosinya, serta mengajarkan anak menghadapi stres dengan cara yang sehat. Kemudian, dengan disiplin positif orang tua mengajak anak-anak untuk berkontribusi dengan cara yang berarti dan mengembangkan rasa signifikansi mereka. Hal ini pun dapat mengembangkan pemahaman yang kuat bahwa seseorang memiliki kekuatan atau pengaruh atas apa yang terjadi pada mereka dalam hidup.
Orang tua dapat menerapkan disiplin positif dengan mencari solusi yang “Masuk akal, saling menghormati, berhubungan, dan bermanfaat”, daripada “mengelola” perilaku buruk. Hal tersebut dilakukan dengan cara:
Tenangkan diri Anda sebelum memikirkan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Anda akan melakukan pemikiran terbaik ketika dalam keadaan tenang serta memberikan contoh keterampilan hidup yang penting bagi anak.
Tunjukkan rasa hormat dengan mendengarkan dan mengakui perasaan anak. Hal ini akan membantu Anda membantu membangun koneksi dengan anak Anda.
Jadilah teladan terhadap hal-hal yang Anda inginkan ada pada diri anak Anda.
Bicaralah dengan anak tentang apa yang terjadi setelah Anda berdua benar-benar tenang. Misalnya ketika Anak Anda tidak mau merapihkan mainan, tenangkan diri Anda terlebih dahulu, redam rasa marah yang muncul pada diri Anda, baru kemudian bicara pada anak Anda.
Hormati batasan anak dengan membiarkannya menghindari kontak mata dan biarkan anak yang pertama kali melakukan kontak fisik dengan Anda. Misalnya ketika Anda berbicara dengan anak Anda mengenai masalah yang terjadi, biarkan ia jika menunduk atau menatap ke arah lain. Anak mungkin malu atau takut dan butuh waktu untuk mampu menatap Anda.
Yakinkan anak bahwa Anda peduli kepadanya. Anda dapat mengatakan, “Yuk kita sama-sama pikirkan solusinya bagaimana supaya adek jadi anak yang lebih baik lagi.”
Mintalah anak untuk mengidentifikasi bagaimana dampak suatu kejadian terhadap orang lain. Anda dapat bertanya, “Kalau kakak enggak mau meletakkan sepatu di rak, kira-kira nanti orang yang lewat sini akan gimana ya?”
Gunakan pernyataan “saya” dibandingkan “kamu mengacau”. Lebih baik menyampaikan sesuatu mengenai diri Anda dan perasaan Anda dibanding mengenai hal yang dilakukan anak Hal ini dapat membantu anak tidak merasa dikritik dan tidak menjadi defensif. Anda dapat berkata, “Bunda merasa sedih saat adek nggak mau sikat gigi sebelum tidur. Bunda khawatir gigi adek sakit nantinya”
Mintalah anak untuk membuat rencana rekonsiliasi (cara memperbaiki hubungan) jika orang lain terluka atau harta benda dirusak. Misalnya ketika anak Anda menghilangkan mainan temannya, bicaralah mengenai bagaimana menyelesaikan permasalahan ini. Mungkin anak akan berpikir untuk meminta maaf atau menggantinya.
Bantu anak menemukan solusi untuk menangani situasi serupa di masa depan. Anda dapat berdiskusi dengan bertanya, “Gimana ya kak supaya kakak nggak bangun kesiangan lagi?”
Mintalah bantuan orang lain. Tidak apa-apa jika Anda meminta bantuan dan berbicara dengan seseorang yang Anda percaya untuk mendapatkan dukungan. Misalnya Anda dapat meminta bantuan suami Anda untuk berbicara dengan anak Anda.
Jangan pernah mendisiplinkan anak dalam kemarahan. Kemarahan hanya akan membuat efek jangka pendek dan rasa sakit hati pada anak. Mereka mungkin malah akan berbuat sebaliknya atau bersembunyi dari Anda untuk melakukan hal tersebut.
Tidak penting mengingat daftar panjang aturan mengenai kebenaran respons terhadap perilaku buruk. Namun, Anda dapat  bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan sederhana dan memutuskan sendiri.
Apakah cara tersebut menghormati orang lain? Apakah cara tersebut menghormati saya?
Apakah cara tersebut mengarah pada perasaan mengenai koneksi yang lebih baik?
Apakah cara tersebut mengajak anak untuk memiliki perasaan mengenai makna, nilai, atau kemampuan?
Apakah cara tersebut mendorong dan membantu anak mengeluarkan versi  terbaik dirinya?
Apakah cara tersebut akan membantu dalam jangka panjang?
Apakah cara tersebut mengundang perasan mengenai minat sosial dan komunitas? Apakah cara tersebut berkontribusi pada kebaikan bersama?
Selain cara di atas, ada beberapa cara yang juga dapat diterapkan orang tua seperti yang dilansir ibupedia dalam artikel di laman https://www.ibupedia.com/artikel/balita/10-cara-mendisiplinkan-anak-dengan-disiplin-positif. 
Setelah mengetahui manfaat disiplin positif dan cara menerapkannya sekarang saatnya untuk Anda mulai mempraktekkannya. Mulailah dengan hal sederhana yang mampu Anda lakukan. Jika dalam perjalanan Anda menemui kesulitan, masih sesekali menerapkan cara disiplin yang kurang tepat, atau anak Anda sulit sekali memperbaiki diri, hal ini tidak apa-apa. Tidak ada orang tua dan anak yang sempurna. Berilah kesempatan kepada diri Anda dan anak Anda untuk terus belajar.
Referensi
Parenting, H. (2021). Avoid These 10 Things When Disciplining Your Kids. Diakses dari https://www.halalparenting.com/avoid-10-things-disciplining-your-kids/
Rania, D. (20xx). 10 Cara Mendisiplinkan Anak dengan Disiplin Positif. Diakses dari https://www.ibupedia.com/artikel/balita/10-cara-mendisiplinkan-anak-dengan-disiplin-positif
Sound Discipline. (2015). What is Positive Discipline?. Diakses dari https://srhd.org/media/documents/What20is20Positive20Discipline1.pdf
YouTube. (2019). Apa Arti Disiplin Positif? YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=Iq9z--CNdW0. 
1 note · View note
irodhiyah · 3 years
Text
Cerita Hidup 3: Perjuangan Melahirkanmu, Arza.
Perawatanku terus berlanjut seperti sebelumnya. Makan, menonton TV, minum obat rutin, dan melakukan pemeriksaan tensi juga detak jantung bayi hingga pada hari Senin pemeriksaan USG kembali dilakukan. Aku ditemani umiku karena suamiku harus pergi bekerja setelah 1 pekan izin cuti.
Ketika masuk ruangan, dokter mengatakan kemungkinan aku bisa pulang jika proteinku bagus. Tapi, saat usg berlangsung ditemukan bahwa air ketubanku menyusut. Belum pada tahap berbahaya, namun tetap harus segera ditindak. Susterpun menelpon bagian NICU, memastikan ketersediaan NICU untuk bayiku jika kelak membutuhkan. Hasilnya, NICU masih penuh dan aku perlu menunggu ketersedian NICU untuk kemudian ditentukan jadwal operasi. Sorenya suster mengatakan kalau besok aku akan menjalani operasi caesar.
Rasanya lebih santai dan legowo. Aku berusaha menerima apapun skenario yang terjadi dengan terus berharap akan kesehatan dan keselamatanku juga bayiku. Aku pun mengabarkan orang-orang terdekatku. Meminta doa untuk kelancaran operasiku.
Esoknya, sejak pukul 2 pagi aku sudah mulai puasa. Aku juga dipasang cairan infus agar aku tak kekurangan cairan karena berpuasa. Semakin mendekati pukul 10 hatiku semakin dagdigdug. Pukul 9.30 aku dibawa ke ruang tunggu operasi. Tak lama kemudian masuk ke ruang operasi.
Ruang operasi terasa sangat dingin. Terdapat beberapa perawat dan dokter yang sudah berada di dalam. Aku diminta duduk membungkuk untuk melakukan anastesi. Proses anastesiku cukup rumit. Dokter menusuk-nusuk punggungku untuk menemukan tulangku namun tak kunjung ketemu. Dokter pun melakukan usg pada punggungku namun juga tak ketemu. Dokterpun mengganti bius lokal menjadi bius total. Punggungku yang telah tertusuk-tusuk rasanya sakit sekali ketika hendak kembali pada posisi tidur.
Aku dibius dan tak sadarkan diri. Beberapa jam kemudian aku mendengar suara suster mengatakan bahwa operasiku sudah selesai. Mataku tak bisa terbuka, perutku terasa perih, dan sekujur tubuhku terasa dingin. Suamiku datang mengunjungiku. Membantu menghangatkan kakiku yang sudah tak kuat lagi dengan rasa dingin itu.
Aku terus diobservasi di ruang observasi pasca operasi. Setelah itu aku diangkat dan dipindahkan ke tempat tidur. Aku didorong dari ruang observasi ke ruang perawatan. Mataku masih terpejam, namun telingaku dapat mendengar semua suara. Pasca operasi aku diperbolehkan makan dan minum, namun aku masih takut karena ada potensi mual. Baru sore hari ketika mataku sudah dapat dibuka aku mulai minum sedikit-sedikit.
Pukul 17.00 suster masuk membawa bayiku di dalam box. Rasanya haru sekali. Arzanka anakku selamat dan sehat sehingga ia diperbolehkan untuk rawat gabung dengan kedua orangtuanya. Suster menjelaskan bahwa aku harus menyusuinya setiap 2 jam dan mengganti popoknya saat sudah penuh. Pada hari ini, aku dan suamiku resmi menjadi orang tua.
1 note · View note
irodhiyah · 3 years
Text
Cerita Hidup Part 2: Hari-Hari di Kamar Perawatan
Aku terbangun dari tidurku. Ku tengok ke kanan, Mas Satria tertidur di atas matras tipis seadanya sambil memeluk foto USG kakak berusia 24 minggu. Ku liat ke depan, terpajang pula bingkai berisi foto USG kakak. Ternyata Mas Satria lebih mellow daripada aku.
Pagi ini kami akan bertemu dokter. Aku akan diUSG dan mendengar hasil pemeriksaan. Sekitar pukul 10 pun aku dibawa menggunakan kursi roda ke ruang praktek dokter di lantai 1.
Namanya dr RZ, dokter kandungan yang menanganiku selama aku di rumah sakit ini. Saat USG berlangsung dokter memberiku saran untuk hidup lebih rileks serta berusaha tenang dengan berzikir agar tekanan darahku bisa segera turun dan stabil. Kemudian pada akhir pemeriksaan, dokter sedikit menegur Mas Satria karena BBku yang naik terlampau tinggi. Sebenarnya saat kontrol ke bidan, bidan mengatakan baik-baik saja dg BBku saat itu. Tapi memang ku akui BBku naik terlalu banyak untuk ukuran tubuh yang ku miliki. Berat badan yg berlebih memang bisa menjadi pemicu sakit yg ku alami ini.
Selesai sudah pemeriksaan pagi ini. Alhamdulillah ternyata aku tak harus caesar dalam waktu dekat. Dokter akan memberi treatment untuk menurunkan tensiku dan menyiapkan bayiku jika harus segera dilahirkan. Sementara aku harus menjalani hidup lebih rileks untuk mencapai kesembuhan yang diinginkan.
--
Hari berganti. Tensiku masih turun naik tak stabil. Masih kisaran 150/110, pernah juga hingga 170/110. Rasanya sudah hampir putus asa aku menjalani perawatan ini. Aku tak mengerti mengapa tensiku masih turun naik sepert ini. Padahal aku sudah berusaha rileks, melakukan relaksasi dan butterfly hug, banyak zikir dan membaca quran, tidak memikirkan hal-hal yg membuatku stress, mengonsumsi berbagai obat-obatan, serta melakukan hal yg menyenangkan seperti bernyanyi bersama kakak bayi.
Aku pun menangis, hingga merasa tenang setelahnya. Ku coba membawa pikiran dan hatiku untuk meyakini bahwa tensiku adalah kuasaNya. Sementara tugasku adalah terus berusaha.
Memasuki hari kelima, kondisiku semakin tak karuan. Aku pun mendapat bantuan psikologis. Melalui videocall aku berbincang dengan mamih psikologku. Baru saja ia mengatakan "Apa yg isyah pikirkan?" Air mataku sudah menetes banjir. Ku akui padanya kalau banyak sekali kecemasan yang kurasakan. Aku khawatir jika anakku lahir prematur dan harus masuk nicu. Aku takut anakku belum siap hidup di bumi karena kondisi usia kehamilanku yg masih 33 minggu menuju 34 minggu. Selesai ku utarakan semua kecemasanku, ia mengajakku memikirkan hal-hal baik, keajaiban, dan rahmat yg pernah Allah hadirkan dan berikan untukku. Aku dibantu untuk menyeimbangkan rasa cemas dan rasa harapku. Aku dibantu agar ketika aku cemas yg harus segera ku akses adalah rasa harapku yg akan membuatku semakin tenang. Aku diingatkan untuk terus menyebut namaNya untuk memperoleh ketenangan.
Benar kata mamih psikologku, kalau saat ini yg ku harapkan adalah kesehatan dan keselamatan. Bagaimana pun jalannya itu. Benar juga kalau aku sebaiknya benar-benar meyakini jika Allah pasti berikan skenario yg terbaik untukku. Tugasku berusaha menjalani skenario itu dan berharap happy ending bagaimanapun jalan ceritanya.
Aku terus menjalani perawatanku. Kali ini dengan kondisi jiwa yang lebih baik. Setiap sebelum tidur aku mengajak kakak bayi berbincang mengenai hal-hal yang kami syukuri hari itu. Rasa syukur atas kesehatan yang Allah beri, banyaknya orang yang perhatian dan turut mendoakan, dokter yang merawat dengan baik, bidan-bidan yang menjaga dengan penuh keramahan dan hal lainnya. Paginya, ku awali hari dengan mengatakan kepada kakak bayi bahwa, "Hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan". Tak lupa ku tingkatkan kuantitas dan kualitas ibadahku agar semakin dekat denganNya.
Memasuki hari Keenam perawatan, dokter kembali melakukan pengecekan kondisiku melalui proses USG. Hasilnya Masyaa Allah. Kondisi kakak bayi sangat baik, BBnya sudah 2,2 kg, ari-ari dan air ketubannya bagus, paru-parunya sudah matang, detak jatungnya pun normal. Bahagia sekali rasanya, hingga ku umumkan kepada semua orang terdekatku.
Sorenya dokter spesialis penyakit dalam yang merawatku berkunjung. Ia memperbolehkanku melanjutkan perawatan di rumah karena kondiku yang terkontrol dengan obat. Tapi, dokter kandunganku berpendapat lain. Ia tak mau ambil resiko, ia memutuskan agar aku terus dirawat di RS hingga waktu tindakan caesar tiba. Artinya sekitar seminggu lagi aku akan menjalani hari-hari di kamar perawatan.
Tumblr media
1 note · View note
irodhiyah · 3 years
Text
Cerita Hidup Part 1: Aku Mengalami Preeklamsia Berat
"170/130 bunda. Nanti kita tensi lagi ya. Biasanya kalau baru dateng tensinya tinggi." Ucap bu bidan malam itu.
B: "Kita cek kakinya ya bun"
A: "Bengkak semua bu. Rasanya gak ilang-ilang, malah makin bengkak"
B: "Iya bun biasanya bengkak itu ada di tiga titik, ini di semua titik kakinya bengkak. Bunda tau preeklamsia?"
---
Malam itu aku dan Mas Satria pergi kontrol ke bidan. Aku yang rada mager keluar rumah belakangan ini mencoba menurut, meski sudah mepet jam praktek bidan selesai. Bidan menemukan ada 3 tanda PEB (preeklamsia berat) dalam diriku. Tanda itu diantaranya tensi yang tinggi (Aku 3x tensi berkisar antara 168-170/110), kakiku bengkak, dan protein dalam urinku positif.
"Engga akhir minggu ini ke dokternya ya. Besok harus ke dokter" Begitu tegas bu bidan.
Kami pun berdiskusi ke RS mana aku akan dirujuk. RS yang dipilih harus RS tipe B dimana tersedia NICU. Agar saat bayiku butuh NICU tidak repot harus merujuk ke RS lainnya. Selama beberapa saat kami berkoordinasi dan memutuskan pergi ke RS HGA. Kami memilih dr yang berpraktek paling pagi agar aku bisa segera mendapat pemeriksaan. Setelah selesai membuat surat rujukan dan mendengar penjelasan Bu Bidan tentang apa-apa yang harus kami lakukan, aku dan Mas Satria pulang ke rumah. Kami bersiap untuk pergi ke RS besok pagi.
Aku tak kunjung bisa tertidur nyenyak. Kepalaku sakit, nafasku berdetak cepat dan terdengar bising di telingaku. Akhirnya Mas Satria membangunkanku dan membawaku ke UGD malam itu.
"Dek ayo kita ke rumah sakit sekarang. Aku gamau sampai terlambat dan terjadi sesuatu sama kamu" Katanya
Pukul 23.30 kami sampai di UGD, aku diswab antigen, kemudian dibawa ke ruang bersalin. Bidan yang membawaku mengatakan tidak ada cara lain selain melakukan tindakan untuk menyelamatkanku. Bayiku harus segera di keluarkan.
Perasaanku tak karuan malam itu. Ini pertama kalinya aku masuk rumah sakit dan di saat itu aku baru benar-benar menyadari kalau aku dalam kondisi 'gawat'. Aku tak siap dan tidak dapat membayangkan harus bersalin di kehamilanku yang masih berusia 33 minggu.
Tidak lama aku sampai di ruang bersalin, bidan segera merawatku. Jantungku di rekam, urinku dites ulang, jantung bayiku juga ikut direkam. Obat penurun tensi yg berefek panas di sekujur tubuh dimasukkan selama beberapa kali.Beberapa suntikan obat penguat paru pun dimasukkan. Aku diminta makan sedikit dan minum obat penurun tensi.
Pukul 03.30 proses perawatan pertama dan proses administrasi selesai. Aku dan Mas Satria pun beristirahat.
Senin, 15 Maret 2021. Inilah awal dari perjalanan panjang tinggal di rumah sakit selama 11 hari. Perjalanan yang menyisakan kenangan penuh rasa syukur, sabar, dan harap.
0 notes
irodhiyah · 4 years
Text
Aku ingin bicara
Tentang hal yang aku suka
Dengan berbagai macam tema
Yang tak saling bersambung satu sama lainnya
Aku mau bercerita
Yang ku pikir dan ku rasa
Dengan rangkaian kata
Yang tak ada henti-hentinya
Aku ingin kau dengarkan semua
Dengan mata yang tetap terbuka
Juga telinga yang siap sedia
Dan lisan yang merespon dengan kata-kata
Cukup itu saja yang ku minta
Dari kamu yang selalu ku tunggu hadirnya
0 notes
irodhiyah · 4 years
Text
Jarak
Aku semakin paham, jika aku tak mampu bersahabat dengan jarak. Sebab aku tak kuat menahan rasa rindu. Aku juga semakin mengerti, kalau aku tak bisa berkawan dengan jarak. Sebab aku selalu ingin dekat, tidak jauh-jauh darinya.
Tiga hari bersama jarak membuatku tak berhenti menahan derai air mata. Meski terus keluar, air mataku pun tak ada habisnya. Tanyaku dalam hati, “Mungkinkah air mata ini akan habis dan mengering?”
Tapi, bersama jarak juga aku belajar untuk menyadari banyak hal dalam hidup. Tentang bersabar dengan rasa sakit dan derita yang dialami. Tentang bersyukur atas apa yang masih bisa dilakukan bersama. Tentang berjuang bersama dan memahami satu sama lain. Juga tentang terus berharap kepada Sang Pencipta meski berkali-kali ingin segera menyerah.
Depok, 19 November 2020
0 notes
irodhiyah · 4 years
Text
Episode Tiga: Menjaga Keberkahan
Akhir Februari 2020
Seminggu setelah ku putuskan untuk memulai proses dengannya membawa kami pada pertemuan dalam rangka mengenal satu sama lain. Kami bertemu di sebuah restoran di kawasan Jakarta ditemani dua orang yang mendampingi proses kami sejak awal hingga saat ini. Aku telah menyiapkan daftar pertanyaan kala aku mempertimbangkan untuk menjalani proses menuju pernikahan kami. Alhasil aku pun hanya perlu mengoreksi dan meminta saran beberapa orang terkait daftar pertanyaan yang telah ku susun rapi. Aku bagi daftar pertanyaan menjadi tujuh bagian. Pertanyaan dimulai dengan hal yang mudah sampai yang agak sulit. Secara umum pertanyaan yang ku susun seputar dirinya dan aktivitasnya, keluarganya, kesepakatan mimpi-mimpi kita, rencana ke depan, alasan menikah denganku, dan waktu ia akan ke rumah untuk menemui abi dan umi.
Pertemuan ini tak hanya menjembataniku untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang ku ajukan. Tetapi juga menjembataninya untuk bertanya berbagai hal serta menyepakati hal penting antara kami berdua. Pada akhir pertemuan kami pun bermufakat untuk melanjutkan proses dan menentukan rencana pertemuannya dengan orangtuaku di rumah.
Hatiku berkecamuk pasca pertemuan dengannya. Ada perasaan senang sekaligus khawatir terhadap harapan-harapan darinya dan orangtuanya. Sedikit perasaan takut akan beberapa hal yang mungkin ku jalani kelak bersamanya pun ku rasakan. Aku menjadi sangat ingin menceritakan segala yang terjadi pada hari ini kepada umi dan abi di rumah. Namun, jarak yang memisahkan membuatku harus sedikit bersabar, menyimpan sejenak semua cerita hingga Jum’at malam aku bertemu mereka.
--
Usai menyelesaikan kegiatan mengajar dan mentoring di hari Jum’at, aku bergegas pulang ke rumah. Ku bersihkan diri, ku tunaikan sholat, dan ku siapkan diri untuk memulai cerita panjang tentang pertemuan dengannya. Abi dan Umi menyimak dengan seksama. Mereka sedikit berkomentar, namun ku tahan sejenak hingga ku selesaikan semua cerita. Pembicaraan malam ini pun mengantarkan kami pada kesepakatan untuk menerima kedatangannya di tanggal 7 Maret atau hari Sabtu pekan depan.
Ternyata bukan hanya dia yang akan datang ke rumah untuk bertemu dengan orangtuaku. Tetapi orangtuanya pun memintaku untuk datang ke Sukabumi dan berkenalan dengan mereka secara langsung. Mendengar permintaan itu, aku panik dan terkejut. Berbagai kekhawatiran menghampiri pikiranku hingga aku menghentikan sejenak aktivitas yang sedang ku kerjakan saat itu. Tak lama setelah menenangkan diri, aku mencoba untuk menyiapkan diri untuk bertemu dengan calon mertua lewat artikel dan menonton video youtube. Aku pun memahami bahwa ketika bertemu calon mertua aku hanya perlu menjadi diriku. Proses bertemu dengan calon mertua bukan proses penilaian, namun proses untuk saling mengenal serta proses untuk memahami karakter, nilai-nilai, dan harapan dari calon keluargaku.  
--
Hari-hari menuju pertemuan istimewa satu pekan lagi ku lalui dengan memikirkan rencana-rencana selanjutnya. Ku pikirkan kapan waktu khitbah akan diselenggarakan, kapan waktu akad dan resepsi akan digelar. Saat memikirkan semua itu, aku teringat dengan sebuah wacana yang pernah ku impikan pada tahun sebelumnya. Wacana untuk melangsungkan khitbah dan akad secara bersamaan kemudian dilanjutkan resepsi di waktu yang berbeda. Ku pikir rencana ini adalah rencana yang baik karena sesuai dengan Sunnah Rasulullah SAW yaitu menyegerakan pernikahan. Selain itu, pada umumnya acara akad hanya dihadiri oleh keluarga dan teman-teman terdekat saja. Aku pun mematangkan ide ini dengan mengobrol bersama seorang senior dan tentunya dengan bertanya kepada Allah lewat sholat istikhoroh yang ku kerjakan setiap malam. Ku coba meyakinkan diri jikalau rencana ini merupakan hal baik untukku dalam agamaku, hidupku, dan akhir dari perkaraku maka akan Allah mudahkan dan berkahi jalannya.
Selepas memastikan gagasan untuk melangsungkan khitbah bersamaan dengan akad, aku pun menyampaikannya kepada abi sehari sebelum dia datang. Abi setuju dengan usulan yang ku ajukan. Namun, ummi pada awalnya tidak  setuju karena berbagai alasan yang ia pikirkan. Selanjutnya, aku kembali meneruskan istikhorohku, ku pasrahkan semua takdirku kepada-Nya, ku mohon takdir terbaik dari-Nya.
--
Saat ini hari telah berganti menjadi hari Sabtu tanggal 7 Maret 2020. Beberapa waktu lagi akan datang seorang lelaki menghadap orangtuaku untuk pertama kalinya. Pukul 10 ia datang mengenakan batik berwarna biru dan rambut yang sudah dipotong lebih rapi dari sebelumnya. Ia duduk dan berbincang bersama abi, umi, dan abang. Tak lama kemudian seseorang tiba untuk menemaninya berbicara dengan abiku untuk menyampaikan maksud kedatangannya. Mereka pun terlibat dalam obrolan seru yang cukup lama hingga pada akhirnya abi bertanya tentang tujuan kedatangannya. Aku berupaya mendengar dengan seksama pembicaraan itu dari balik pintu kamar. Suaranya terdengar sayup-sayup mengatakan ia datang untuk melamar. Abi pun menerima lamaran itu dengan senang hati dan tangan terbuka. Selanjutnya, aku melihat ia pergi ke luar dari rumah dari balik jendela selepas makan bersama.
Esok akan tiba saatnya aku bertemu dengan keluarganya. Berbincang bersama dan bermusyawarah mengenai rencana tanggal khitbah, akad, dan resepsi pernikahan. Artinya besok aku didampingi abang dan adikku akan menyampaikan ide untuk melangsungkan khitbah dan akad secara bersamaan. Aku bingung dan takut menghadapi hal itu, aku khawatir tak mampu menjelaskan latar belakang atas ide yang ku ajukan.  Kendati demikian, aku berikhtiar dengan bertanya kepada Allah mengenai jawaban yang perlu ku sampaikan saat ditanya alasan dibalik ide yang ku usulkan. Satu-satunya yang terbersit dibenakku hanya “karena ingin menjaga keberkahan”. Disamping itu, aku juga terus memanjatkan doa kepada Allah untuk diberikan yang terbaik. Seandainya menyegerakan akad dengan mengadakan khitbah dan akad secara bersamaan dalam waktu dekat merupakan takdir yang baik untukku maka mudahkahlah. Namun, apabila takdir terbaik untukku adalah menyelenggarakan khitbah baru kemudian akad dan resepsi dalam jangka waktu yang lebih panjang maka aku meminta kekuatan untuk menjaga hatiku di sepanjang jalan menuju pernikahan.
--
Pagi ini adalah hari yang sempat ku khawatirkan untuk ku jalani. Namun aku tetap berupaya menyiapkan segala yang terbaik untuk menjalani pertemuan pada hari ini. Aku bersama abang dan adikku menempuh perjalanan menuju rumah kakak dari keluarga pihak laki-laki yang akan ku temui. Untuk pertama kalinya aku bertemu dengan calon mama, bapak, teteh, mas, dan keempat ponakan di rumah dua lantai. Kami duduk dan berbincang mengenai banyak topik. Bapak bercerita tentang kisah hidup yang beliau lalui. Setelah beberapa saat, topik pun berganti membahas proses pernikahan yang akan kami jalani. Aku menyampaikan berbagai gagasan dari keluargaku mengenai rencana pernikahan kami. Aku menjelaskan tentang usulan untuk melangsungkan khitbah dan akad sacara bersamaan dalam waktu dekat untuk mengejar keberkahan Allah atas pernikahan ini. Mendengar alasanku seketika bapak setuju dan merestui. Setelah semua orang dalam forum setuju, tanggal 29 Maret 2020 pun disepakati sebagai tanggal pernikahan kami.
Tiga pekan lagi, jika Allah menghendaki aku dan dia akan menikah. Kami akan menjalani waktu bersama, belajar bersama, membentuk keluarga islami bersama. Aku percaya bahwa waktu antara hari ini hingga tanggal 29 nanti akan banyak ujian dan rintangan yang menghampiri kami berdua. Meskipun begitu, aku meyakini bahwa perjalan ini memanglah sebuah perjuangan. Perjuangan untuk menggapai pernikahan yang berkah. Perjuangan yang tak dijalani sendirian, namun bersama. Jikalau nantinya kutemui kesulitan, aku takkan memilih untuk mundur namun berupaya terus bertahan. Aku pun berdoa seandainya pernikahan ini adalah takdir yang terbaik untuk kami dalam agama kami, kehidupan kami, dan akhir dari perkara kami  Allah akan takdirkan, mudahkan, dan beri keberkahan.
--
Sungguh dugaan tentang banyaknya rintangan yang datang menuju waktu pernikahan dilangsungkan benar adanya. Keraguan, kegelisahan, dan ketakutan muncul satu persatu sepanjang jalan. Aku takut tak cakap mengatur keuangan keluarga, sementara tugas seorang istri adalah menjaga dan mengatur harta suaminya. Aku khawatir belum bisa menaati segala kebaikan yang suamiku kehendaki dengan sempurna, sementara surga dan nerakaku ada padanya. Aku cemas tak mampu menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik bersamanya. Aku juga mempertanyakan kemampuanku untuk beradaptasi dengan keluarganya, pemahaman dan penerimaanku terhadap kesibukannya, serta kemampuanku untuk berkomunikasi secara terbuka dengannya.
Agaknya aku menyerah bila terus mengungkung diri dengan perasaan-perasaan itu. Sebagaimana tekad yang telah ku ungkapkan kemarin, aku tak memilih mundur melainkan bangkit dan berupaya terus maju. Aku mengubah isi pikiranku dengan sudut pandang positif untuk menepis segala perasaan gelisah, takut, dan ragu. Aku menuntun pikiranku untuk tidak terlalu mengkhawatirkan masa depanku. Aku berkeyakinan bahwa aku adalah seorang pemain dalam kehidupanku, sementara Allah adalah produser dan penulis naskah hidupku. Tugasku adalah berikhtiar semampuku sebagai bukti kesungguhan untuk mendapatkan keridhoan dari Tuhanku. Urusan masa depan ada di tanganNya, bukan ditanganku. Aku pun berusaha untuk berfokus pada ikhtiar dan terus mengingat tujuan menjalani proses menuju pernikahan, sebab perkara hasil bukan bagianku. Aku juga memahami jikalau aku perlu bertawakal kepada-Nya, menyerahkan dan memasrahkan semuanya, serta meyakini  semua adalah milikNya dan Dialah yang akan memberi takdir terbaik untukku.
Aku tahu kehidupan pernikahan bukan hanya tidak mudah, tetapi juga akan sangat membahagiakan dan mampu dilalui. Kehidupan pernikahan tak dijalani sendiri, namun bersama dia, dan dengan Allah yang selalu membersamai. Adalah hal yang wajar ketika awal perjalanan pernikahan belum cakap mengatur uang, belum mampu taat dengan sempurna, merasa kaku saat berkomunikasi dengan keluarga baru, belum pandai memasak, melakukan berbagai kesalahan, serta bertemu dengan berbagai hambatan komunikasi. Pada hakikatnya aku sedang berproses, sedang belajar, dan sedang berusaha. Tidak ada titik sempurna, tidak ada keahlian yang diperoleh tanpa latihan. Aku pun perlu bangkit ketika gagal, belajar dari kesalahan, dan mencoba kembali dengan cara yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, aku mencoba mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepadaku dalam proses menuju pernikahan. Bersyukur karena Allah benar-benar menjagaku dan dia untuk meminimalisir interaksi yang tidak diperlukan dengan menganugerahkan juru bicara berupa abangku.
Singkat cerita, covid-19 yang tak pernah terbayangkan akan sedahsyat ini membuat semua aktivitas dibatasi termasuk menikah. Aku sempat merasa putus asa dan khawatir jika pernikahan kami tidak dapat dilangsungkan. Aku benar-benar tak tahu takdir seperti apa yang Allah berikan kepada kami berdua. Tetapi pada akhirnya Allah menganugerahkan kemudahan-kemudahan untuk tetap menyelenggarakan pernikahan di rumah. Kami pun berusaha beradaptasi dengan kondisi yang ada, merencanakan penerapan protokol kesehatan covid-19, dan membatasi jumlah orang yang hadir pada pernikahanku dengannya.
Ahad, 29 Maret 2020
Hari ini pun tiba. Hari dimana perjanjian agung diucapkan oleh seorang laki-laki bernama Satria Adhitama Sukma. Perjanjian yang disaksikan oleh seluruh anggota keluarga, teman, saudara, dan juga tetangga. Perjanjian yang membuat surga dan nerakaku ada padanya. Kini, peran sebagai seorang istri ku sandang dan petualangan baru akan segera ku jalani bersamanya.
Sejak hari ini pula, ku tumbuhkan cinta padanya dari nol dan kutambah serta ku kalikan tanpa ku bagi maupun aku kurangi supaya cinta itu berkembang tak terhingga.
Tumblr media
12 notes · View notes
irodhiyah · 4 years
Text
Mari ubah pola pikir dan hati :)
Semakin hebat ya orang di zaman ini. Banyak sekali yang berlomba-lomba untuk berbuat baik. Mereka memberikan kebermanfaatan lewat berbagai karya dengan minat dan perhatiannya masing-masing. Artinya juga, ilmu bukan dicari untuk diri sendiri tapi untuk dibagi kepada yang lain.
Kita jadi pihak yang iri hati lalu mengutuk diri atau pihak yang senang hati, bersyukur atas semua ini, dan semakin bersemangat untuk berbagi? Bisa jadi pada awalnya kita dipihak yang iri hati lalu mengutuk diri, tapi kemudian kita sadar dan merubah pola pikir ini. Tak masalah, karena memang seringkali seseorang melihat orang lainnya lebih baik dari dirinya sendiri.
Jika kita mau berdamai dengan diri dan merefleksikan lebih dalam tentang semua ini, mungkin kita akan menemukan kebahagiaan tersendiri. Kebahagian yang berasal dari pikiran dan hati yang memandang positif dunia luar dan diri sendiri. Pikiran yang memandang semakin banyak orang yang peduli, semakin banyak orang yang mau berbagi. Hati yang mensyukuri bahwa tak sedikit orang yang saat ini ingin menjadi sebaik-baiknya makhluk ciptaan Ilahi, orang yang bermanfaat untuk alam semesta ini.
Apabila kita memahami bahwa setiap orang punya perjalanan waktu sendiri-sendiri, maka pikiran terasa lapang dan hati terasa damai. Kita mengerti bahwa garis awal dan perjalan setiap orang berbeda satu sama lain. Takdir perjalanan setiap orang dirancang berbeda oleh Sang Ilahi. Kita tak perlu membandingkan diri kesana kemari, melainkan menganalisis diri yang kemarin dan saat ini. Selain itu, kita pun melihat karya-karya yang sudah coba kita geluti, bukan melupakannya dan merasa diri tak berbuat sama sekali.
Semangat berkarya kawan yang membaca tulisan ini, semoga Allah memberkahi :)
4 notes · View notes
irodhiyah · 4 years
Text
Episode dua: Dia datang di saat yang tak terduga
Februari 2020
Sejak memutuskan menjalani pekerjaan di Jakarta, rindu rumah dan seisinya semakin nyata terasa. Karenanya, aku begitu sering singgah dan berangkat selepas subuh menggunakan kereta. Handphone Oppo F1S milik almarhumah Mba Shofi senantiasa menemaniku di sepanjang jalan menuju kesana. Ku gunakan handphone itu untuk membaca quran, menyimak artikel-artikel pengembangan diri, juga berbincang dengan orang-orang yang ku kenal. Pagi ini sebuah notifikasi pesan whatsapp masuk mengagetkan aku yang sedang sibuk membaca. Pesan itu berisi sebuah pertanyaan, “Sudah siap untuk tahu orangnya?”. Seketika aku terdiam dan membisu. Sesudahnya aku berkata aku perlu waktu, untuk sholat istikhoroh terlebih dahulu dan menyiapkan diri untuk tahu.
Sepekan yang lalu aku memang mengirimkan sebuah PDF berdesign hijau berisi cerita tentang diriku, keluargaku, impian-impianku, dan harapan-harapanku mengenai seorang pendamping hidup dan kehidupan pernikahanku. Aku sudah membuatnya sejak setengah tahun lalu, tapi aku belum benar-benar berani untuk mengirimkannya kala itu. Setelah ku kirimkan file itu, aku tidak berpikir bahwa benar ada seseorang yang datang dan meminta berproses denganku. Rasanya sedikit penasaran tapi aku berusaha menahan rasa itu. Ku coba menata hati juga menasihati diri. Ku ingatkan diri kembali jika menyempurnakan separuh agama bukan hanya tentang dengan siapa, tapi karena apa. Kemudian, alasan itulah yang menjadi dasar menentukan siapa yang akan menghabiskan hidup bersama kita.
Esoknya ku panjatkan doa dengan penuh khusyuk selepas menunaikan dua rakaat sholat istikhoroh. Sholat yang ku jalani dalam rangka meminta petunjuk terbaik untukku. Kemudian, ku kirimkan pesan berisi jawaban kesiapanku untuk mengetahui orang yang hendak menjalani proses menuju menyempurnakan separuh agama bersamaku. Beberapa jam berselang, kala aku dalam perjalanan menuju sebuah masjid kesayangan mahasiswa Universitas Indonesia, ku terima sebuah dokumen berjudul “Profil Satria”. Mendadak aku menghentikan langkah kakiku dan bertanya pada diri sendiri tentang siapa Satria yang dimaksud dalam dokumen itu. Tanganku gemetar membuka dokumen yang saat ku buka muncul halaman berisi foto seseorang yang telah ku kenal sejak dulu. Aku pun mempercepat langkah untuk sampai di Masjid Ukhuwah Islamiyah, duduk, kemudian membaca dengan seksama seluruh kata yang tertulis disitu.
Sore itu seluruh tubuhku bergejolak, dadaku sesak, napasku tersenggal, perutku bergolak, menandakan betapa terkejutnya aku kedatangan seseorang yang selama ini ku kenal. Ku selesaikan pekerjaan di MUI bersama kedua temanku, sehabis itu aku pun bergegas pulang ke rumah. Aku tunaikan sholat sembari menunggu abi dan ummi duduk di ruang tengah. Ku hampiri mereka dan ku tanyakan kepada abi tentang yang ia tahu mengenai Satria. Kemudian ku katakan bahwa Satria memintaku untuk berproses dengannya. Abi dan ummi pun membaca cerita singkat tentang Satria, keluarganya, impian dan juga harapannya. Tanpa basa-basi dan pikir panjang, Abi dan ummi setuju serta mendukungku untuk berproses dengannya. Aku sedikit merajuk mengatakan, “Ih abi kan baru kenal sekilas”. Abi meyakinkanku bahwa abi melihat baiknya agama, akhlak, dan juga keluarga Satria, sehingga tak ada alasan untuk menolaknya. Ummi pun menambahkan, jika ada laki-laki baik yang datang kita harus menerima dengan bahagia. Usai berbincang dan mendengarkan persetujuan ummi abi, aku kembali ke kamar dan berpikir sangat lama. Lagi-lagi aku tak mampu memejamkan mata hingga tertidur nyenyak seperti hari biasa. Pikiranku terus berulang, pikiran tentang 3 pertanyaan “Kenapa dia yang datang?”, “Kenapa aku yang dipilih dia?”, dan “Kenapa secepat ini waktunya?”.
Aku berupaya menuliskan berbagai kegelisahanku tentang dirinya kepada seorang kakak yang sudah ku mintai nasihatnya sejak tahun lalu mengenai pernikahan. Kali ini ia berpesan untuk melaksanakan sholat istikhoroh dengan diri tenang dan hati lapang. Tujuannya agar aku mampu melihat petunjuk dari Allah dengan jelas dan tak samar. Ku sadari memang setelah menerima kabar pengajuannya, aku belum mampu sholat istikhoroh dengan nyaman, diriku merasa sangat gelisah. Aku pun akhirnya memutuskan untuk menenangkan diri, mendamaikan hati, kemudian sholat istikhoroh dengan hati tenang setelah tertidur beberapa saat.
---
Hari telah berganti dan matahari telah meninggi, ku kendarai motorku sejauh 1 km dari rumah menuju rumah mba dan abangku di perumahan sebelah. Pikirku merekalah orang yang mampu mendengarku dan memberiku jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi isi kepala. Aku bercerita secara menyeluruh terkait proses ini dan segala yang ku pikirkan juga ku rasakan. Mbaku mencoba menjelaskan beberapa hal yang kemudian membuatku lebih tenang dan mampu tidur siang dengan nyenyak membayar tidur di malam hari yang tak cukup lama.
Selepas tidur beberapa jam, tiga pertanyaan itu kembali menghampiri pikiranku. Aku berada pada kebingungan dan tak mampu menemukan jawaban yang membuat hilang gelisahku. Ku putuskan untuk mengambil jeda sejenak, diam dan merasakan tarikan serta hembusan nafas dari hidungku. Hingga akhirnya aku menemukan cara mendamaikan hati dan pikiranku adalah dengan menerima. Menerima kalau semua yang sedang ku alami merupakan sebuah kenyataan, menerima kalau seorang Satria benar datang dan memintaku berproses dengannya, menerima kalau segalanya adalah bagian dari takdir-Nya. Menerima takdir dengan menggantungkan jawaban dan berpasrah kepadaNya. Menerima dengan yakin bahwa semua ini merupakan proses belajar tentang kehidupan dari-Nya.
---
Ada banyak sekali keraguan yang menghampiriku, meski sejak awal aku merasa bahwa dia adalah seseorang yang baik agama dan akhlaknya, memiliki keluarga yang baik pula, serta visi misi pernikahannya sejalan dengan visi misi yang ku miliki. Aku ragu akan latar belakang pendidikannya yang merupakan sarjana hukum, sebuah jurusan yang bagiku “menakutkan” dan tak ku pahami sama sekali. Aku juga bimbang dengan kemampuanku untuk menemani Satria meraih mimpi-mimpi. Ku utarakan hal ini kepada seseorang yang mendampingi proses ini, berharap mendapatkan jawaban yang mampu menenangkan hati. Ia mengingatkanku tentang kesempatan meraih surga Allah yang seimbang dengan resiko yang akan ku jalani. Ia mengatakan tentang banyak pengetahuan yang akan bertambah dari perbedaan latar belakang jurusan pendidikan kami. Akhirnya ku sadari bahwa tak ada jalan yang mudah untuk mendapatkan tujuan yang mulia seperti ridho-Nya, karenanya aku perlu sangat berusaha.
Aku pun merangkai kata membentuk sebuah sajak tentang kedatangan yang tak pernah aku duga, juga takdir yang harus ku terima.
Kamu datang di waktu yang tak pernah aku duga. Membuatku bertanya-tanya dan semalaman terjaga. Berhari-hari ku pastikan bahwa ini nyata adanya. Bukan sebuah mimpi atau sekadar angan-angan belaka.
Logikaku tak mampu menjawab tanya, "kok bisa?". Sementara semua mudah bagiNya. Ia yang menulis skenarionya, Ia juga yang tentukan waktunya, serta orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Begitulah takdir dariNya. Datang di waktu yang tak pernah kita kira. Tidak menunggu kita siap menghadapinya. Karenanya kita perlu terus meminta ketenangan dan kelapangan hati untuk menerima dan menjalaninya. Kepada satu-satunya, Yang Maha Pencipta.
---
Selepas itu ku coba tepis raguku dengan merenungi kesiapanku. Kesiapan untuk mengarungi hidup yang baru. Kesiapan menangung segala resiko dan konsekuensi hidup dua insan yang menyatu. Kesiapan membuka ruang untuk suamiku. Kesiapan mengurangi otoritas diriku. Kesiapan hamil, melahirkan, mendidik anak-anakku dan menanggung peran baru dalam rumah tanggaku. Meski aku sedikit bimbang dengan kesiapanku, aku tetap berusaha mendamaikan diri dengan mendesain rencana untuk meningkatkan kesiapanku menjalani proses menyempurnakan separuh agamaku.
---
Sudah tiga hari sejak profil dirinya sampai kepadaku. Namun, aku masih tak memberi jawabanku. Ku pikir tahap selepas ini akan semakin serius, aku pun tak ingin main-main dengan keputusanku. Aku tak ingin sekadar memberi kesempatan kepadanya untuk mengenalku lebih jauh. Aku mau benar-benar yakin dengan langkah-langkah yang akan ku tempuh.
Sebelum mataku terpejam, aku berupaya menjawab tiga pertanyaan agar lebih yakin dengan keputusanku. Pertanyaan yang ku dapat dari seorang pembicara hebat di sebuah seminar pasca kampus. Tiga pertanyaan itu mencakup, “Apakah akan meningkatkan ketaatanku?”, “Apakah akan meningkatkan kebermanfataanku?”, dan “Apakah berjalan dengan orang yang baik yang akan menjadikan diriku lebih baik dari sebelum itu?”. Jemariku mengetik jawaban panjang dengan kesimpulan berproses dengannya menuju pernikahan akan meningkatkan ketaatanku dan kebermanfaatanku. Berjalan bersamanya pun akan menjadikan diriku semakin baik karena dirinya yang juga baik.
---
Ini hari keempat. Hatiku sudah lapang dan tak lagi mampat. Diriku pun sudah lebih siap. Jawabanku untuk melanjutkan proses dengannya akhirnya ku ungkap. Ku tancapkan tekad untuk menjalani proses yang penuh barokah dengan langkah-langkah yang mengarah kepada Jannah. Menjaga hati untuk tidak jatuh sebelum sah, membentengi diri dengan meningkatkan ibadah.
 Bersambung…
7 notes · View notes
irodhiyah · 4 years
Text
Episode Satu: Memilih Hidup
Januari 2020
Malam ini aku kembali tak mampu memejamkan mata. Bukan karena kantuk belum menghampiri, tapi karena pikiran yang tak mau terhenti. Sulit sekali rasanya menentukan hendak kemana melangkah, sebab selangkah saja seluruh hidupku akan berubah. Aku pun akhirnya tak berani memutuskan saat ini, bukan tak mampu memilih.
Ku coba mengurai benang kusut pikiran dengan menulis. Menulis pada sebuah layar handphone yang setia menjadi penampung seluruh isi hati dan pikiranku hingga hari ini. Mencurahkan segala hal yang merasuk dalam pikiran dan jiwaku di malam gelap ini. Menulis membuatku mampu memahami diriku, menulis membuatku sadar tentang banyak hal, dan menulis membuatku mampu tidur setelah terjaga karena kerumitan isi pikiranku.
Mungkin hidup akan lebih mudah dijalani bila aku menyelesaikan satu persatu impianku. Menjalani profesi psikologi, baru kemudian membentuk keluarga islami. Namun nampaknya bukan hal itu yang ku mau, bukan itu yang orangtuaku inginkan bagiku. Hanya saja aku ragu, apakah aku mampu?
Ada ketakutan yang mengusik kalbu. Ketika kelak aku menikah dan memiliki anak, apakah aku sanggup menambah urusan kehidupan dengan studi profesi psikologi?. Bagaimana jika nantinya aku harus merelakan? salah satu yang aku impikan.
--
Aku pun terlelap, meski tanya belum mampu ku jawab. Aku tertidur, meski ragu belum usai ku sapu. Namun hatiku menjelma tenang sebab telah jujur dengan rasa yang datang, dengan kebimbangan pilihan kehidupan, dan dengan keraguan akan kemampuan yang ku punya. Ku harap esok kedamaian menyelimuti raga dan jiwaku hingga aku mampu menjawab segala tanya itu.
--
Sinar mentari merasuk lewat sela-sela jendela kamar mungil. Kamar yang menemaniku beberapa tahun terakhir setelah kepergian kakak yang ku cintai. Ketika panutan hidupku telah pergi, aku pun harus berpikir sendiri hidup seperti apa yang hendak ku jalani. Tanpa gambaran yang selama ini dapat ku ketahui dari petualangan hidup yang ia lalui.
Pagi ini aku bersandar pada tembok yang penuh dengan bingkai ucapan selamat atas kelulusanku bulan Agustus lalu. Artinya sudah 5 bulan yang lalu aku menyandang gelar sarjana. Sepanjang 5 bulan itu pun aku mencoba menyiapkan diri untuk segala rencanaku di tahun ini. Aku mencoba mengingat segala yang ku impikan dan yang telah ku lakukan. Aku mencoba merefleksikan untuk menjawab semua  tanya yang semalam bersemayam.
Ku tuliskan kembali kata yang hadir, seolah sedang berbicara pada diri sendiri.
“Aku yakin bisa melakukan segala hal dan jika aku mulai tak yakin, maka aku perlu meyakini kalau Allah yang akan menolongku. Semua hal mungkin terjadi di dunia ini. Aku bisa melanjutkan studi profesi psikologi sambil menjalani hidup membentuk keluarga islami, aku pun bisa menjalani hidup bersama suami setelah menamatkan studi profesi psikologi, karena semua adalah bagian dari kehendakNya.”
Begitulah Allah, Ia pasti akan memberi kesanggupan pada hamba-Nya untuk melakukan berbagai kebaikan di dunia ini. Allah kirimkan banyak kemudahan pada setiap kesulitan yang kita hadapi. Ia juga menganugerahkan jalan keluar bagi siapa saja yang bertakwa kepadaNya. Kini tinggal sejauh mana kita sebagai hamba hendak mengimaninya.
--
“Life is like a multiple choice question, sometimes the choices confuse you, not the question itself.” –Anonymous
Sejak awal hidup itu memang pilihan, yang antara satu dan lainnya sering membingungkan. Tapi kita terus diminta untuk menentukan, bukan berdiam apalagi mundur ke belakang. Seseorang pernah membisikkan pedoman untuk memilih jalan. Katanya tentukan pilihan yang yang lebih banyak memberikan kemasalahatan sebab sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi kebaikan.
Setiap pilihan memiliki konsekuensi yang harus dihadapi. Masing-masing opsi tak ada yang menghadirkan 100% kenyamanan di hati. Oleh karenanya kita perlu berusaha sepenuh hati dan berdamai dengan keadaan juga diri sendiri. Berdamai bukan berarti pasrah dan menyerah. Tapi mencoba beradaptasi dengan segala yang terjadi. Mencoba kembali mengingat dasar kita menentukan opsi. Mencoba bersyukur atas semua nikmat sepanjang perjalanan ini. Mencoba bersabar atas ketidaksesuaian, atas kesulitan, atas ujian, atas hal-hal negatif yang menghampiri. Mencoba merima dengan hati lapang dan memikirkan cara terbaik untuk menghadapi keadaan saat ini.
--
Aku percaya menjadi lulusan s2 mampu memberi manfaat lebih banyak kepada manusia. Aku menyakini bahwa ilmu perlu terus dicari, otak perlu terus diisi, agar dapat lebih banyak memberi dan membantu orang-orang di dunia ini. Tapi kadang aku masih ragu pada diri sendiri ketika sadar jalan ini tak mudah dijalani. Kemudian aku pun mengingat kembali kalau Allah memberi potensi dan pertolongan hamba-hambaNya ini, juga senantiasa membersamai dalam setiap kondisi.
--
Aku masih menekan huruf-huruf pada layar kaca, membentuk rangkaian kata tentang nasihat yang hendak disampaikan kepada diri yang sedang bimbang. Kali ini tentang perkara pernikahan, yang mungkin bagi sebagian orang sangat didambakan, sebagian lainnya merasa ketakutan. Sementara aku masih ragu memutuskan.
Petuahku untuk diri, putuskan setiap pilihan dengan kesadaran sendiri, bukan karena permintaan orangtua, ketakutan hidup seorang diri hingga menua, ataupun karena angan-angan hidup bahagia seperti kisah di buku cerita. Lantaran menikah tidaklah sebercanda itu, menjalani pernikahan tidaklah semudah itu. Setelah kita mengikat janji dengan sebuah janji yang Allah sebut sebagai mitsaqan ghaliza (perjanjian yang kuat), terbitlah hak dan kewajiban yang perlu kita taati. Selepas itu pula, kita akan menjalani hidup berdua bersama pasangan hidup kita, melayaninya, menyenangkannya, juga melakukan beragam kebaikan dengannya. Kita pun tak lagi memikirkan diri kita, tetapi juga memikirkan keluarga kita bersama. Peran kita bertambah, tak hanya menjadi seorang anak, melainkan menjadi seorang istri, menantu, adik, sepupu, tante dalam keluarga yang baru. Artinya pikiran, hati, dan energi yang perlu dicurahkan pun meningkat.
Menikah, adalah ibadah yang dijalani sepanjang hidup kita, bukan sehari dua hari tamat. Ia dijalankan dalam rangka menyempurnakan separuh agama kita. Melaksanakannya berarti mengikuti sunnah Baginda Nabi yang mulia. Membangun dengan sebaik-baiknya artinya ikut andil dalam mewujudkan masyarakat madani yang didambakan semua.
--
Aku masih terus berusaha, mengelola keraguan yang ku rasa dengan bertanya. Aku bertanya kepada seorang kakak yang pernah menjalani kehidupan s2 dan mengasuh anak yang baru lahir di waktu yang sama. Ia membagi kisah kehidupannya, lika-liku yang dihadapinya, dan hal-hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Aku pun makin memiliki gambaran besarnya perjuangan yang akan aku jalani nanti ketika aku mengalami kondisi yang hampir sama, menjalani s2 dan mengasuh anak di saat yang sama, ketika akhirnya aku memilih menikah baru melanjutkan studi s2.
Selanjutnya aku kembali mengajukan pertanyaan, sebab bertanya adalah cara memperoleh jawaban untuk mengambil keputusan dan menepis segala keraguan. Ku coba meminta penjelasan tentang alasan dibalik keinginan umi dan abi agar aku segera menyempurnakan separuh agama. Beliau pun mencoba menanggapi dengan bijaksana, bertanya tentang apa yang ku rasa, dan memberi saran yang mempesona.
Sebenarnya aku tidak hanya bertanya kepada beberapa orang yang ku kenal, tetapi aku juga bertanya kepada Yang Maha Kuasa. Ku minta dengan sepenuh hatiku jawaban terbaik atas segala raguku, ketidakpercayaan diriku, juga kebimbanganku. Ku harap ketenangan pada kalbuku dan keyakinan menentukan keputusan itu. Hingga akhirnya ku ucap dengan menyebut nama-Nya untuk menyegerakan menyempurnakan separuh agama dan mencari seseorang yang mau mendukung mimpi-mimpi yang ku punya.
Bersambung..
11 notes · View notes
irodhiyah · 5 years
Text
Kita ini sedang menjalani hidup. Hidup yang dilalui dengan berbagai keputusan yang telah kita ambil. Keputusan yang diawali keraguan yang bermacam-macam. Keputusan yang sepaket dengan konsekuensi yang beragam.
Pada periode waktu tertentu, kita dituntut untuk mengambil keputusan-keputusan besar. Keputusan yang membuat hidup kita mungkin saja menjadi sangat berubah. Keputusan yang menjadikan kita menjalani hidup yang tak biasa.
Keraguan akan selalu tiba, tetapi keyakinan bisa kita ciptakan seutuhnya. Kesulitan akan selalu mampir, tetapi kemudahan juga akan terus hadir. Kuatlah dan yakinlah!
5 notes · View notes
irodhiyah · 5 years
Text
Berteman setulus hati?
Aku menyayangi temanku, dengan seluruh hatiku. Aku selalu berusaha membersamainya di setiap waktu, bagaimana pun keadaanya. Aku berusaha memberikan, apa saja yang terbaik yang bisa ku berikan kepadanya. Aku juga senantiasa mengusahakan terus menyemangati agar ia bisa berdiri tegak menjalani kehidupan.
Tapi pada suatu waktu, dimana aku merasa lemah, bingung bagaimana harus melangkah, membutuhkan seseorang membantu mengurai, dia tak ada di sisiku. Aku merasa sedikit bersedih, air mataku pun tak kuasa bertahap di pelupuk mata.
Pada saat itu aku menyadari. Memberi tak pernah boleh berharap balas budi. Tak semua orang mengerti apa yang temannya butuhkan. Tak semua insan bisa lakukan hal yang sama dengan yang kita lakukan. Jadi, ikhlaskan dan lepaskan..
Jika memang pertemanan ini dibangun setulus hati. Tak perlu berharap sesuatu kembali. Tak perlu berekspektasi diperlakukan sama dengan yg pernah kita lakukan. Tak perlu bersedih ketika dia melakukan hal yang mungkin kita anggap salah..
1 note · View note