Tumgik
indierhs · 3 months
Text
Meredup, dan aku ingin pulang, Tuhan.
0 notes
indierhs · 4 months
Text
Aku memikirkan tentang isiku sendiri, tentang kulitku. Isi yang dikelilingi kulit yang adalah aku. darah yang mengaliri aku.
Sementara kamu sudah bersama dia, dan aku bersama aku sendiri.
Semakin pagi, kamar terasa dingin dan bingkai jendela menggigil.
Jendela itu adalah jendela hatiku, dan pintu itu adalah pintu jiwaku
Seperti embun dari laut, kekosongan itu merasuki hatiku dan tinggal di sana untuk waktu yang sangat lama. Hingga akhirnya menjadi bagian dari diriku.
Ibarat hujan musim semi yang membasuh batu-batu di taman. Aku bernafas perlahan sembari menunggu fajar.
Terlalu banyak kebetulan, semua seakan berlomba pada satu tujuan: menyakiti aku.
3 notes · View notes
indierhs · 4 months
Text
Tumblr media
3 notes · View notes
indierhs · 11 months
Text
14
Sore itu aku bosan pulang ke rumah, hujan deras membuatku nyaman berbaur dengan gundah. Tapi aku hendak membuatkanmu sebuah hadiah, berwarna pelangi dan berbau aku. Aku sibuk membentuk coklat merupa peluru, mengukir senjata dari susu, sembari lirih menyanyikan lagu rindu. Memastikan semuanya siap membuatmu lumpuh, hanya hidup jika ada aku.
Lalu kau menolaknya, kau bilang tak perlu itu.
---Menulis saja lagi, aku rindu. Katamu
2 notes · View notes
indierhs · 1 year
Text
Malam itu aku menjadi peluru, menusuk langsung perutmu yang membiru. Aku membiarkanmu mati perlahan tanpa ragu.
Kamu menggeliat menikmati cerucup, matamu meredup. Menyerah tak lagi mau hidup.
Pukul empat lewat dua puluh, tubuhku dipenuhi peluh. Menyesali marah semalam yang angkuh, bergegas mengais tanah kuburmu yang mulai penuh.
Jangan dulu mati, hiduplah lagi hingga penat menggerogoti.
1 note · View note
indierhs · 2 years
Text
Ibu Mati Semalam
Ibu mati semalam, tulang-tulangnya patah ditabrak mimpi
Darahnya bercucuran mengurai ekspektasi
Ramai orang menghampiri, mencoba menghidupkan ibu kembali
Perlahan mayat ibu menyatu dengan jalanan, hilang
Jalanan menertawakan
Isi perut ibu berserakan, seolah melayang di antara hiruk pikuk malam
Ibu meraung menikmati mati
Bapak sedang berpura-pura tidur saat dikabari
Hatinya berdegup perlahan, matanya kehilangan sinar
Ia pasrah karena terlalu lelah untuk bahkan sekadar berdiri
Bapak mencari hiburan, ribut-ribut menyalakan televisi
Televisi menertawakan
Bapak mengambil belati, menusuk tubuhnya sendiri dengan hati-hati
Bapak mati, menyusul ibu agar tidak sendiri
1 note · View note
indierhs · 2 years
Text
Berulang Kali, Kali ini Kuyakini
Kemarin, aku memutuskan berhenti pada hal yang sangat aku sukai. Hijau rumput kuwarnai seperti pelangi, bau hujan kukencingi hingga pesing mengusir petrikor pergi.
Pipiku tak lagi merona merah saat mendengar suara sepatu memburu teras rumah, tak lagi mengaduh saat menyadari hatinya sesekali angkuh. Tak juga membatu saat suaranya tinggi menyanyikan sendu.
Mimpi tak lagi membuat ingin. Kini, malam hanyalah sayup dengkur yang dingin, aku berhenti berharap pada angin, ia menjelma badai mematahkan segala ucap berkeping.
Lupa pada luka membuat resah terasa indah, hingga air mata tak lagi mampu tumpah mereda gundah. Aku tak lagi abu-abu, bukan lagi bias hitam dan putih yang tak tahu ke mana menuju.
Kini, senyum merekah sendiri, melewati siang menuju pagi. Membercandai bulan lewat pantulan sisa-sisa hujan, tak lagi kelam.
Kunang-kunang mulai meredupkan terang, musim berganti, siang terus berulang, sementara kamu.. kubiarkan menghilang.
1 note · View note
indierhs · 2 years
Text
Aku Menangisi Buku, Lagi
Abang bilang agar aku hati-hati dengan buku-buku yang penuh dengan malang, dia tahu betul aku layaknya kertas yang mudah sekali menjadi biru, atau lekas memerah saat tak senang.
Abang suka saat aku mulai kembali membaca, berbinar bercerita betapa aku jatuh cinta pada kata-kata yang berbaris mesra. Lalu menangis tersedu karna pemeran utama mati disiksa.
Abang berpesan agar aku membaca di malam hari, saat bintang sudah terlelap, sendirian agar aku tidak tersenyum pada sembarang. Juga ketika melewati diksi yang penuh putus asa, tak ada yang melihat aku menjatuhkan air mata.
"Jangan baca siang-siang, nanti kamu gamang!" Ucap abang.
0 notes
indierhs · 2 years
Text
Bersamamu, di Halaman Belakang
Sore itu, tanganmu mengepal marah, muka memerah dan keringat mengucur basah. Kamu memaki, merutuki diri, menyesali kucing mati, dan aku berhati-hati menemani.
Suatu nanti, saat anak-anak lelah berlari, pergi pada jalannya sendiri. Kita melalui banyak pergi, menguatkan saat semua tak sama lagi, membagi air mata pada berbagai kisah dan elegi, entah hilang entah datang berganti.
Sementara kita melupakan sepi. Hingga tak berumur lagi, kita sepakat bersama-sama menangisi kucing mati, menertawakan politikus yang gagal lagi dan bersama merencanakan membangun candi. Berdua, di halaman belakang, nanti.
2 notes · View notes
indierhs · 2 years
Text
Bogor, 03 Juni dan Hujan
Elang yang terpaksa sejenak hilang, anak gagak menunggu induk dengan resah karna tak juga sampai di rumah. Aku yang entah mengapa menjadi marah.
Aku benci ketika air itu turun satu persatu, lalu menuju seribu kemudian menyerbu membasahi semua kering batu. Aku benci saat langit cerah terhalang ruam berwarna abu, udara dingin menusuk tulang seperti sembilu.
Entah kapan awalnya aku terbiasa memarahi hujan, ketakutan membayangkan basah sendirian, kebingungan mencari jalan, lalu hilang terlupa oleh kisah yang akan.
0 notes
indierhs · 2 years
Text
Seperti Kataku, Aku Memutuskan Melakukan Semua Hal yang Kumau
Pagi ini aku terbangun dengan perasaan baru, meluap ingin mencintaimu dengan terburu-buru, dengan gairah dan tanpa ragu.
Pelan-pelan aku menahan rindu, penuh tanya tentang siapa yang datang malam tadi di mimpimu, atau sekadar ingin tahu baju apa yang kau pakai malam itu.
Daripada menghabisi seluruh rambut dikepalaku, aku memutuskan untuk sembarangan mencintaimu, menjadi egois untuk memilikimu dengan caraku, semua tentangku dan apa yang kumau.
Pagiku tak selalu biru, sesekali ia hitam menuju kelabu. Tapi hari ini, pagiku menggebu: Aku mau kamu.
1 note · View note
indierhs · 2 years
Text
Botol kelima, dan aku masih terjaga.
Pada sepi yang sekali lagi, lagi-lagi aku melarikan diri. Bergelas-gelas bir, hiruk pikuk riuh di kepala, puluhan orang datang dan pergi, sepiring kentang goreng tanpa rasa, serta bayangmu yang tak juga pergi walau sudah beribu kali kupaksa.
Betapa aku berharap buih-buih ini bisa membuat aku gila, melupa bahwa hujan di hidupku tak juga menuju reda. Entah tentang mereka yang tak pernah menganggap aku ada, atau tentang hidupku yang tak juga menemui bahagia.
Kupayungi ragu dengan hati-hati, meniti malam perlahan, menunggu pengar yang tak juga kunjung datang. Pukul dua lewat empat puluh tiga, pada tegukan ke-dua puluh sembilan, aku masih saja menuju bintang. Tak juga menghilang.
Botol kelima, dan aku masih terjaga.
0 notes
indierhs · 2 years
Text
Lelaki itu
Lelaki itu terlihat gelisah, dalam diam dia menukar rindu dengan resah, berganti sepi yang berapi-api.
Entah mengapa dia diam pasrah, seolah rela wanitanya semakin jauh dan tak terjamah.
Lelaki itu tak pernah tahu, bahwa segala tentangnya selalu ditunggu, bahwa wanita itu menghamba kata cinta dalam setiap pilu.
Dan harapan, silang menyilang tertutup kenyataan.
Lelaki itu tetap di sini, menunggu pasti, tanpa tahu wanitanya sudah lama mati.
0 notes
indierhs · 2 years
Text
Kawan lamaku adalah sia-sia
Kawan lamaku kian temaram, tersakiti oleh harapannya sendiri, tak lagi mau berdiri. Ia rapuh karna habis-habisan dihantui mimpi yang tak terbeli.
Kawan lamaku, senang sekali bergelimang hitam, berenang dalam awan mendung yang tak juga berubah kekuningan. Semakin lama kepalanya semakin redup, terlihat jelas ia bosan berpura-pura hidup.
Kawan lamaku, bernama Hati, sia-sia sendiri.
0 notes
indierhs · 2 years
Text
Sebagian Aku adalah Batu
Langit siang ini berangsur kelabu, entah menuju hujan atau hanya bosan sepagian membiru.
Di balik jendela, sesekali aku meringis, bernyanyi, melantun kidung rindu, tersenyum, lalu pergi sembunyi, menangis.
Kepadamu aku mengadu, tentang hidup yang semuanya abu-abu. Tanpa meragu katamu: aku ingin bahagia bersamamu.
Padahal sebagian aku adalah batu. Tapi kamu selalu mau.
0 notes
indierhs · 2 years
Text
Mencuri Waktu
Pagi ini, tak ada lagi harapan warna-warni. Sisa hujan tak lagi menimbulkan wangi, seolah putus asa pada segala janji. Aku hanya ingin pergi, sendiri.
Aku benci berlama di jalan, membuang menit pada sesuatu yang bagiku tak sepadan. Aku enggan terlihat kasihan.
Aku mendahului lampu, sebelum hijau aku terburu melaju. Malam itu.. aku mencuri waktu.
0 notes
indierhs · 3 years
Text
Aku Membaca Suratmu
Aku membaca suratmu, satu persatu setelah mengancingkan baju.
Sesekali aku menahan nafas, karna suratmu berbau asap, membuat mual dan kadang terasa panas.
Aku terluka tanpa sengaja, tertancap diksi kisah lama seolah memaksa mengingat lara. Aku benci menangisi masa lalu, hal-hal yang tak berbalas terkait rindu.
Aku masih membaca suratmu, kali ini sebelum membuka baju.
0 notes