Text
Keuangan Rumah Tangga
Mungkin sebagian dari kita ada yang mengimani "uang suami adalah uang istri. Uang istri adalah milik istri." Tapi kata Allah di Surah An-Nisa Ayat 33 begini:
وَالَّذِيْنَ عَقَدَتْ اَيْمَانُكُمْ فَاٰتُوْهُمْ نَصِيْبَهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدًا
"...Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu."
Berikanlah kepada mereka "bagiannya" bukan "seluruhnya".
Makin mendalami Alquran, makin degdegan gak siiiiih? Kayak yang-- "duh udah bener belum, ya, jalan hidupku ini? Udah sesuai Alquran dan As-Sunnah belum, ya?" Gitu.
Dulu... Sebelum menikah, aku banyak bertanya ke beberapa orang terkait keuangan rumah tangga. Ada dua tipe yang kutemui: Pertama, yang memegang dan mengatur adalah Kepala Keluarga (kebanyakan yang begini adalah yang suaminya ustadz). Kedua, yang mengelola adalah Ibu Rumah Tangga (ini marak di kalangan kita). Yang lumayan bikin aku mengernyitkan dahi adalah mendengar alasan mereka, "gaji suami harus masuk semua ke istri biar kita gak minta-minta ke suami. Suami juga jadi gak bisa macem-macem di luar karena gak pegang uang." Batinku, "sebegitu tidak berdayanyakah hingga berumahtangga diliputi ketakutan?".
Berhubung aku tidak memiliki kecerdasan finansial, jadi, kami sepakat sepenuhnya diserahkan ke Mas Izul karena beliau punya kecerdasan logika matematika. Penuh perhitungan tapi gak pelit. Apalagi kalo buat orang lain, beuh, royallll. Dan setelah dua tahun dijalani ternyata nilai plusnya banyak banget, alhamdulillah. Paling terasa saat hamil, melahirkan, sampai sekarang. Aku gak pusing mikirin bayaran listrik, wifi, dan belanja kebutuhan pokok. Tau beres jadi bisa fokus ke anak. Gak repot juga pergi ke pasar karena bahan baku tersedia di kulkas, aku tinggal masak aja apa yang ada. Gak setres tabungan berkurang atau bertambah. Jembar atiku. Ayem uripku~
Masing-masing rumah tangga punya kenyamanan yang berbeda, ya, tentunya. Aku jadi inget obrolan sama @cicinina beberapa tahun yang lalu. Kita ini siapa, ya? Ibu mertua yang merawat dan membesarkan suami kita sampai sebegitu solehnya. Tapi setelah menikah, eh, kita yang menikmati hasil jerih payahnya. Masa iya kita juga mau renggut kebebasan finansialnya?
Sebetulnya, para suami pun pasti beradaptasi dengan perubahan hidup yang drastisss. Cuma gak pake drama aja, gak kayak perempuan yang ngerasa rugi kalo gak memenuhi 20 ribu kata dalam sehari. Pantaslah-yaa di neraka banyak perempuan, yaa? Banyak kali dosa lisan. Asik ngeluuuh aja. Wah. Jadi inget kisahnya Nabi Ibrahim yang dua kali berkunjung ke rumah anaknya (Nabi Ismail) yang kebetulan hanya ada istrinya. Ceritain jangan?
0 notes
Text
Perceraian dan Kematian--
Teman yang sudah bertahun-tahun lamanya belum pernah lagi sempat bersua memberi kabar bahwa kini ia telah menjanda.
Anak dari sepupuku yang baru saja lahir dinyatakan meninggal dunia. Padahal, mereka telah menanti kehadiran buah hati berbulan-bulan lamanya.
Seketika aku ingat kisah dari Ummu Salamah. Saat beliau ditinggal suaminya yaitu Abdullah ibn Abdul Asad yang termasuk dalam As-Sabiqun al-Awwalun dan syahid dalam Perang Uhud. Ia mengucapkan kalimat istirja' lalu berdoa:
"Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya."
Hal tsb ia lakukan berdasarkan Hadist Nabi sebagai berikut:
لا يُصِيبُ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مُصِيبَةٌ فَيَسْتَرْجِعَ عِنْدَ مُصِيبَتِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا. إِلاَّ فُعِلَ ذَلِكَ بِهِ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musibah. Kemudian ia beristirja (mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raji’un) saat musibah tersebut terjadi. Setelah itu berdoa, ‘Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya’. Kecuali Allah akan mengabulkannya.”
Setelah masa iddahnya selesai, Nabi Muhammad melamarnya. Ketabahan dan kesabarannya membuat Allah menjadikannya spesial.
Aku pun teringat kisah Ummu Sulaim. Anaknya sakit dan meninggal saat Abu Thalhah (suaminya) tidak di rumah. Saat suaminya pulang lalu bertanya, “Apa yang dilakukan oleh puteraku?” ia menjawab, "ia sedang dalam keadaan tenang." Ummu Sulaim kemudian menyiapkan makan malam dan berdandan dengan sangat cantik lalu melayani suaminya di atas ranjang. Setelah selesai, ia pun berkata kepada suaminya, "Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian puteramu.” Abu Tholhah pun bergegas ke tempat Rasulullah dan menceritakan tentang hal itu. Rasulullah pun bertanya, “Apakah malam kalian tersebut seperti berada di malam pertama?” Abu Tholhah menjawab, “Iya.” Rasulullah lalu mendo’akan, “Allahumma baarik lahumaa, Ya Allah berkahilah mereka berdua." Dan akhirnya, Ummu Sulaim pun hamil lagi.
Apa kira-kira hikmahnya? Sepatutnya kita tidak berbangga atas apa yang kita miliki dan tidak pula putus asa atas kehilangan karena Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun; semuanya berasal dari Allah dan kepada-Nya kita dikembalikan.
Wallahua'lam Bishowab.
1 note
·
View note
Text
Ramai Kasus Ibu Gorok 3 Anak Kandung
Dulu mau punya anak diskusinya lamaaaaa banget sama Mas Izul. Pertanyaan yang musti terjawab dengan benar. Niat yang wajib lurus. Makan waktu banget sampe ketemu di titik "oke, yuk, bismillah kirim proposal". Karena anak bukan tameng agar PASUTRI tidak bercerai, padahal (mungkin) dari awal udah porak-poranda. Bukan juga investasi akhirat agar kelak diselamatkan dari api neraka. Apalagi dijadikan ajang pembuktian kepada keluarga, sanak-saudara, dan tetangga. Sederhananya, anak bukan pemuas ambisi orangtua.
Aku jadi inget kajian kitab Adabul Islam Fii Nidzoomil Usroh sama Umi Fairuz Ar-Rahbini, katanya, yang paling utama dalam mendidik anak adalah ZUHUD. Bukan berarti membenci dunia, bukan. Bukan berarti juga diberi pakaian compang-camping. Makna zuhud adalah hati yang tidak terikat oleh dunia. Rasanya, kalau zuhud sudah mengakar di dalam rumah, insya Allah seluruh penghuninya gak akan depresi ketika gak bisa makan KFC. Gak akan minder gendong tas yang dibeli di kaki lima. Gak akan pusing menyaksikan trend kekinian yang gak ada habisnya.
Alhamdulillah, Biidznillah, Zuhud sudah tertanam di diri Mas Izul karena pembiasaan sejak kecil dari Ayah dan Mamah mertua. Semoga Allah Al-Wahhaab memberi kemudahan untuk mewariskan pada keturunannya.
“Para ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang cukup.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
1 note
·
View note
Text
Titipane Gusti
Dua hari yang lalu dimintai tolong handle anak tetangga karena ayah dan ibunya harus ke dokter. Meski sebentar tapi berhasil membuatku sadar bahwa anak adalah titipan. Muncul rasa degdegan saat ia berada dalam gendonganku dan melihat mereka berlalu. Bagaimanapun caranya ia harus nyaman dan aman. Jangan terluka apalagi trauma. Setidaknya sampai mereka kembali.
Lantas, apa kabar anak sendiri yang dititipi oleh Allah? Sudahkah amanah? Sudah terpenuhikah tangki cintanya? Haknya? Setidaknya sampai Allah memanggilnya untuk kembali. Duh, Ilafi... 😭😭😭
1 note
·
View note
Text
Ilmu dan Bijak
Sependek pemahamanku: semakin bertambah ilmu seseorang, maka semakin ia bijak untuk tidak menyalahkan pilihan orang lain.
1 note
·
View note
Text
Sortir
Patutnya kita memahami batasan diri. Jika dirasa peliknya sosial media mengganggu psikis kita, maka kita perlu memberi jeda untuk sementara tidak mengaksesnya. Jika dirasa sulit menerima seseorang dengan segala keburukannya yang tidak satu frequensi dengan kita, maka tidak perlu bersusah-payah bersikap ramah dan terbuka. Kita hanya perlu menghampar jarak untuk sekedar kenal saja.
1 note
·
View note
Text
Pilihan Perempuan
Ada seorang ibu yang membuat status berisi keluhan atas menyempitnya ruang gerak dalam bekerja karena harus mengikutsertakan sang anak.
Batinku, saat anak dewasa dan membaca status itu kira-kira apa, ya, responsnya? Apakah sedih karena merasa menjadi penghalang ibunya dalam bekerja? Ataukah marah karena ibunya tidak menikmati kebersamaan dengannya? Atau barangkali kecewa karena merasa tidak diharapkan kehadirannya? Atau, bahkan, mungkin berpikir ingin bunuh diri karena bingung dengan keadaan padahal dia pun tidak ingin dilahirkan?
Meski begitu, tentu ada alasan kuat di balik status tsb. Mungkin baginya tidak mudah bekerja dengan membawa anak. Ada rasa tidak enak dengan rekan kantor. Khawatir dianggap tidak profesional oleh atasan. Harus 7/24 bersama anak. Ya masak. Ya bersih-bersih rumah. Ya ngurus anak. Sedangkan biasanya ia terbantu oleh jasa ART yang juga merangkap sebagai pengasuh, sehingga saat pulang kerja-- rumah sudah bersih dan rapi, anak sudah makan, mandi, dan wangi. Kondisi yang belum pernah dirasakan sebelumnya mungkin membuatnya cukup keteteran.
Ah, kita tidak pernah tahu berapa banyak duri yang sudah ia pijak hingga bertahan sampai detik ini. Bisa jadi juga ia memiliki ujian hidup lain yang aku sendiri belum tentu sanggup memikulnya. Ya, you become the best version of yourself.
1 note
·
View note
Text
Renungan Merdeka dalam Pernikahan
Makna pernikahan bagiku adalah merdeka. Merdeka menjadi diri sendiri. Merdeka berpendapat dan berekspresi. Merdeka dari kemaksiatan dan penyakit hati. Terpenting merdeka dari segala belenggu yang bukan dari/oleh selain Tuhan.
Rasanya kita perlu belajar dari Rachel Vennya yang nampak dominan terhadap Niko Al-Hakim-- pada akhirnya mereka lebih cocok menjadi sahabat ketimbang PASUTRI. Kita juga perlu melihat Tiara Pangestika dan Arief Muhammad yang saling langgas dengan pilihan masing-masing namun tidak mengabaikan kedudukan di dalam rumah.
Sebelum menikah, kami diskusikan seeeegalanya sampai hampir tidak ada yang terlewat, semoga. Inget banget dulu Mas Izul bilang, "mau ambil alih (kerjaan logistik), silakan. Enggak mau juga gak apa-apa. Lagipula aku udah terbiasa ngerjain itu semua. Jadi kalo ada apa-apa, bilang. Tapi jangan nyuruh." Mas Izul tipe orang yang lemah banget secara bahasa, makanya lebih banyak mendengar daripada berbicara. Anehnya, sekali ngomong pasti daleeem dan luas maknanya. Semakin aku diberi kebebasan, maka semakin aku tidak ingin mengecewakan. Karena itu, ketika aku kalut-- aku biasa menanyakan kesediaannya. Meski pada kenyataannya justru beliaulah yang lebih sering menawarkan diri, "udah Neng mandi aja biar Mas yang ngepel, gimana?".
Begitu juga dengan sholat malam. Pernah suatu hari aku bilang, "sholat ih sana." Lalu respons beliau, "Neng kayak Hitler, ya." Hening seketika. "Kayaknya lebih enak ngajak daripada merintah." Katanya.
Dari situ aku sadar bahwa cara bicara kita dalam hal ini: pemilihan diksi-- memiliki peran penting terhadap respons seseorang. Coba, deh, rasakan perbedaannya:
"Cepet sholat!" | "Sholat, yuk!" | "Aku mau sholat, nih, mau ikut?"
"Jangan rokok terus" | "Coba dikurangin rokoknya" | "Gimana kalau dikurangi rokoknya?"
"Kamu ngepel, ya. Aku nyapu." | "Tolong pelin lantai, dong" | "Gimana kalau aku nyapu dan kamu ngepel? Kira-kira berkenan enggak?"
Bahagia dalam berumah-tangga bukan hanya perkara pergulatan di atas ranjang. Lebih dari itu ada jiwa yang perlu jembar.
"Mas, aku mau jadi ibu berkarir"
"Monggo..."
"Mas, aku mau jadi ibu rumah tangga"
"Monggo..."
"Neng, Mas ngopi, ya"
"Oke..."
"Neng, Mas ngudud, ya"
"Oke..."
"Neng, kalau Mas ikut proyek gimana?"
"Oke aja"
"Resikonya bakal sering lembur. Gapapa?"
"Badan Mas gimana?"
"Aku, sih, aman"
"Ya gas kalo gitu"
"Mas, aku ikut kelas itu, ya"
"Monggo..."
"Bayar sekian tiap bulan"
"Bisa..."
"Ilafi perlu Mas handle tiap malam ini dan malam itu jam segini sampe jam segitu"
"Bisa..."
"Aman di kantornya?"
"Diusahain..."
"Oke berarti?"
"Gaaaaas"
Di dalam pernikahan seharusnya tidak ada pilot dan pramugari. Juga tidak ada boss dan staff. Melainkan pilot dan co-pilot. Leader dan partner. Tidak ada yang mengatur dan diatur-- menyetir dan disetir. Tidak pula menuntut dan dituntut yang dikemas dalam bingkai "demi kebaikan (masa depan) bersama" padahal satu di antaranya merasa terpaksa mengatakan iya.
Setelah menikah tidak lantas berhenti mengembangkan diri, kan, ya? Mencoba banyak hal baru ataupun kembali menggeluti hobi lama-- sah-sah saja. Toh, masing-masing dari kita memerlukan space untuk diri sendiri. Don't worry. Rezeki bukan hanya berupa materil. Kesehatan dan Iman-Islam pun lebih patut kita syukuri.
Bukankah menikah membuat kita merasa tentram bagaimana pun situasi dan kondisinya? Entah itu up ataupun down.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir,” (QS Ar-Rum: 21).
Mari menikmati hidup! Jadikan dunia sebagai jalan menuju perjumpaan dengan-Nya. Semoga Allah senantiasa menjaga kebahagiaan lahir dan batin kita untuk mencapai sakinah, mawadah, warohmah.
2 notes
·
View notes
Text
Nilai Diri
Malam ini aku menghadiri acara aqiqah yang mengharuskanku bertegur-sapa kepada ibu-ibu lain lengkap dengan anak-anaknya.
Aku terkesima dengan hijab segi empat yang dikenakan oleh mereka. Menjuntai dengan begitu lebar dan cantiknya.
"Dulu aku gitu, tuh. Sekarang lebih sering pakai kerudung langsungan tanpa peniti di leher dan pin di dada sebelah kiri." Batinku.
Aku pun takjub dengan wajah mereka yang begitu glowing.
"Dulu aku gitu, tuh. Sekarang kusaaaam." Gumamku.
Apakah itu artinya aku mulai malas merawat diri? Ataukah pertanda bahwa aku sudah tidak lagi mencintai diri sendiri?
Sungguh suasana yang tidak terduga. Berada di tempat yang membuatku mengerdilkan diri sendiri. Ironi.
Seketika aku ingat kisah Kyai yang menyuruh santrinya menjual ikan Arwana. Singkat cerita, sang santri terkejut karena menyaksikan harga satu ikan yang berbeda-beda. Lalu sang Kyai memberi nasihat:
كُلُّنَا اَشْخَاصٌ عَادِيٌّ فِي نَظْرِ مَنْ لاَ يَعْرِفُنَا
Kita semua adalah orang biasa dalam pandangan orang-orang yang tidak mengenal kita.
وَكُلُّنَا اَشْخَاصٌ رَائِعُوْنَ فِى نَظْرِ مَنْ يَفْهَمُنَا
Kita adalah orang yang menarik di mata orang yang memahami kita.
وَكُلُّنَا اَشْخَاصٌ مُمَيِّزُوْنَ فِى نَظْرِ مَنْ يُحِبُّنَا
Kita istimewa dalam penglihatan orang-orang yang mencintai kita.
وَكُلُّنَا اَشْخَاصٌ مَغْرُوْرُوْنَ فِى نَظْرِ مَنْ يَحْسُدُنَا
Kita adalah pribadi yang menjengkelkan bagi orang yang penuh kedengkian terhadap kita.
وَكُلُّنَا اَشْخَاصٌ سَيِّئُوْنَ فِى نَظْرِ مَنْ يَحْقِدُ عَلَيْنَا
Kita adalah orang-orang jahat di dalam tatapan orang-orang yang iri akan kita.
لِكُلِّ شَخْصٍ نَظْرَتُهُ، فَلاَ تَتْعَبْ نَفْسَكَ لِتُحْسِنَ عِنْدَ الآخَرِيْنَ
Pada akhirnya, setiap orang memiliki pandangannya masing-masing, maka tak usah berlelah-lelah agar tampak baik di mata orang lain.
Ternyata aku keliru. Aku tidak perlu menjadi lebih baik dari orang lain karena yang terpenting adalah menjadi lebih baik dari diriku sendiri.
1 note
·
View note
Text
Buka catatan di ponsel ada judul Beralih Peran yang ditulis 21 Oktober 2021 oleh Ikrimah Vella Riyanti. Yha, aku sendiri.
Betapa tidak menyenangkannya menjadi dewasa. Banyak bakat yang dibuang. Suara yang terpaksa diredam. Jeritan yang tertahan karena harus diam.
Merdeka bagi setiap orang tentu berbeda. Namun nyatanya fatamorgana. Ah! Betapa indahnya hidup tanpa norma. Bebas berekspresi tanpa khawatir pada pencela HHHH delusi.
Habluminannas...
Habluminannas...
Jaga perasaan dan hati yang lain agar tidak tersakiti-- hingga lupa bahwa batin juga perlu terayomi. Haaah! Rindu rasanya berjalan tak tentu arah tanpa harus buru-buru pulang ke rumah. Rindu mengghibah seleb sampai politikus. Rindu diskusi receh bak intel perkara kasus.
Oh, ternyata, menjadi dewasa perlu kesiapan untuk tidak Ha Ha Hi Hi dengan sebaya, yah?
Geli bacanya, kan? Super duper egosentris.
Fix-laaaah perlu digubah! Yoooook!
Betapa penuh tantangan menuju dewasa. Banyak bakat terjeda. Suara yang musti direda. Jeritan yang perlu dinetralisir dengan ayat suci-Nya.
Menjadi merdeka adalah pilihan. Sejatinya, silakan tentukan.
Betapa harmoninya kehidupan disertai norma. Diatur sedemikian rupa mencapai toleran hingga hadir hukum alam.
Habluminannas...
Habluminannas...
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi)
Pepatah Arab mengatakan “Al adabu fauqol ‘ilmi” adab lebih tinggi dari ilmu.
Sesama manusia mampu memberi syafaat juga bisa menjadi sebab kita diharamkan dari syurga. Maka, kata Rasullah:
سلامة الإنسان في حفظ اللسان
"Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan." (H.R. al-Bukhari)
Seperti halnya Maryam binti Imran dan Hafsah binti Umar yang Allah bela karena diam.
Tidak apa-apa merasa rindu masa gadis yang bisa melanglangbuana. Namun sadarilah bahwa detik tetap bergerak yang mengharuskan kaki terus melangkah. Maka, nikmatilah setiap fase kehidupan.
Menjadi dewasa memang perlu kesiapan. Terpenting adalah penerimaan.
Maumere, 1 Maret 2022
aku yang tidak lagi seperti Aku.
2 notes
·
View notes
Text
Peristiwa Isra' Mi'raj saat Amul Huzni
Hari ini, 27 Rajab 1443 H menjadi hari peringatan Isra' Mi'raj. Isi kepalaku seketika kembali pada masa Amul Huzni yaitu tahun berkabung bagi Nabi Muhammad karena ditinggal oleh istrinya, Khadijah, dan pamannya, Abu Thalib. Beliau merasa seperti menjadi yatim-piatu untuk yang kedua kalinya karena di tahun yang sama pula orang-orang kafir Quraisy berencana membunuh dirinya, sehingga mengharuskannya berjalan diam-diam menuju Thaif dengan niat berlindung ke keluarga besar ibunya, Aminah. Namun, yang didapati justru tragis. Beliau dikejar-kejar seharian oleh masyarakat setempat, diusir, dilempari batu, disoraki seperti maling. Keluar-masuk kebun kurma untuk bersembunyi sampai jidatnya berdarah.
Malaikat penjaga gunung begitu marah dan bersiap jikalau Nabi Muhammad berkehendak-- maka akan dibenturkan kedua gunung di samping kota tersebut sehingga siapa pun yang tinggal di antara keduanya akan mati terhimpit. Namun, dengan penuh kelembutan-- Nabi Muhammad menjawab, ''Saya hanya berharap kepada Allah SWT, andaikan pada saat ini, mereka tidak menerima Islam, mudah-mudahan kelak mereka akan menjadi orang-orang yang beribadah kepada Allah SWT."
Kondisi mental yang sedang kacau-balau karena kehilangan dua orang tercinta dan terpenting dalam hidupnya. Ditambah lagi gempuran kebencian dari sekitar yang berusaha menyingkirkannya. Nabi Muhammad kehilangan rumah untuk pulang. Hingga akhirnya beliau kembali ke kota Mekkah di tengah malam buta saat para penghuninya sudah masuk ke dalam rumah. Nabi Muhammad sholat dan mengadukan kesedihannya. Saking lelahnya sampai tertidur meringkuk di depan pintu ka'bah. Lalu Jibril datang menyampaikan "Allah mengundangmu untuk melakukan perjalanan ke langit."
Terjadilah Isra' yaitu dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Lalu Mi'raj dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Peristiwa tersebut terkandung dalam Surah Al-Israh Ayat 1.
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْ��ًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
"Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."
Shallallaahu 'ala Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.
Wallahu'alam Bishowab.
3 notes
·
View notes
Text
Tentang Hijab dan Sholat 5 Waktu
Baru aja belajar tentang penggunaan hijab bagi anak perempuan. Katanya, waktu terbaik untuk "pembiasaan" menutup aurat itu 1 tahun sebelum baligh. Rata-rata baligh 9 tahun, berarti dimulai dari usia 8 tahun. Dilakukan minimal 21 hari secara konsisten, lebih afdol lagi 66 hari. Dibarengi dengan sounding. Sama halnya dengan sholat lima waktu.
Jadi kepikiran.
Menutup aurat dan sholat lima waktu itu kan sama-sama kewajiban. Maka, sounding dilakukan saat si anak bisa diajak komunikasi. Pun, usia 8 tahun sudah mumayyiz yang artinya ia mengerti baik dan buruk. Maka, besar harapan-- dia berhijab dan sholat karena dia paham esensinya. Bukan karena disuruh yang kemudian timbul keterpaksaan.
Ya Allah, degdegan.
PR banget gimana caranya Ilafi bisa memutuskan sendiri memilih Islam biar gak sebatas "aku muslim karena orangtuaku muslim."
Eh! Terlampau jauh. Toilet Training dulu.
1 note
·
View note
Text
Jalan Hidup
Berhenti berkarir untuk membersamai anak 7/24 adalah keputusan yang tidak mudah bagi manusia ambisius sepertiku. Apalagi, takdirku sebagai anak sulung.
Maaf, ya, Mah... Pak...
Hasil dari jerih payah Mamah Bapak membiayaiku hingga strata satu belum terlihat dari mata duniawi. Meski begitu, semoga jalan hidup yang aku pilih bisa menjadi sebab diharamkannya Mamah Bapak dari api neraka.
1 note
·
View note
Text
Menjadi Ibu
Dulu... Aku kira aku bisa melakukan seeeegalanya tanpa ada satupun yang terabaikan. Ternyata... Setelah jadi ibu-- standar "abai" seketika berubah, malah muncul "rasa bersalah". Apalagi kalau kondisinya mengharuskan anak yang mengalah.
Ambisi untuk berkiprah perlahan mereda karena fitrah ibu hadir dengan gairah yang lebih menyala. Meski sesekali masih muncul hasrat untuk kembali let's go do act! Tapi aku pilih menahannya karena tidak ingin menyesal dan semakin merasa bersalah.
Setiap harinya dia bertumbuh dan berkembang sehingga aku perlu hadir dan siap-sedia. Terlebih lagi usia 0-2 tahun adalah fase crucial antara Trust vs Misstrust.
Karirku bisa kutunda. Golden Age anakku gak bisa dijeda. Sabr. Akan ada masanya bisa kembali menggelora. Semoga Allah senantiasa menuntunku di jalan-Nya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
Wahai manusia, sesungguhnya janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah. (Q.S Fathir: 5)
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah itu benar. Dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi. (Q.S Ghafir: 55)
1 note
·
View note
Text
Twitter
Dari twitter. Sama seperti tiktok yang pada akhirnya aku uninstall juga.
Narasinya cukup seru buat jadi bahan diskusi sama Mas Izul. Perkara Hablumminallah dan Hablumminannas. Hayo, yang mana dulu? Wkwkwk.
"kurang-kurangin ngomongin surga-neraka."
Suka banget sama kutipannya.
Hm, jadi inget kisahnya Rabiatul Adawiyah yang berjalan di Kota Baghdad sambil menenteng air dan memegangi obor di tangannya. Seseorang pun bertanya kepada beliau hendak dikemanakan air dan obor tersebut? Beliau pun menjawab:
“Aku hendak membakar surga dengan obor dan memadamkan neraka dengan air ini. Agar orang tidak lagi mengharapkan surga dan menakutkan neraka dalam ibadahnya.”
Btw, Mahabah yang tersemat pada nama depan anakku diambil dari Konsep Mahabbah dalam dunia tasawuf yang dikenalkan oleh beliau. Iya, beliau: ibu para sufi.
0 notes
Text
Komentar yang Dikomentari
Iseng buka galeri ada screenshoot ini👇🏻
Kayaknya capture itu jadi bukti hari terakhir aku buka tiktok, deh, sebelum akhirnya memutuskan uninstall. Jadi, ceritanya muncul vt di FYP lalu ada komentar tersebut.
(((Karena ayah juga bisa berperan seperti ibu)))
"Enggak. Enggak gitu. Ibu bisa jadi ayah tapi ayah gak bisa jadi ibu karena 'fitrah ibu' tidak bisa diwakilkan oleh siapapun."
Tadinya mau ikut nimbrung ninggalin komentar begitu tapi aku urungkan niatku. Kenapa? Kenapa, ya? Ya karena bakal melebarrrr sedangkan yang aku tanggapi "hanya" pernyataan dalam tiga kurung. Apalagi dari komentar sebelumnya bawa patriarki. So, you do you.
1 note
·
View note
Text
Mendalami Rezeki
Beberapa hari yang lalu-- aku cari inspirasi DIY mainan untuk Ilafi di Pinterest yang memang udah harus naik level. Dapet deh! Botol bekas udah sedia. Kardus dan solatip juga ada. Tapi Ramanya belum bisa. Sabtu-Minggu belio tetep ngantooor. Sempet kepikiran mau beli aja tapi pun belum ada kesempatan ke Gramedia.
Qadarullah, malam ini tetangga ngasih bingkisan yang ternyata isinya adalah yang dibutuhkan. Masya Allah. Allah menggerakkan hati mereka untuk melangkah ke sana tanpa diduga. Padahal, dari awal bulan rasanya aku lebih banyak berdiam diri di dalam rumah jadi belum sempat lagi ngumpul sama mereka.
Jadi inget Surah At-Talaq Ayat 3:
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
"Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu."
Benar. Rezeki tidak hanya berupa materi. Tetangga yang baik pun adalah rezeki yang patut kita syukuri.
0 notes