Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Setelah sekian lama tdk berhadapan dg rentetan task terkait keahlian.
Memutuskan mengambil 'mommy gap year' adalah rizki yg tak terganti. 2,5 tahun kuputuskan untuk fokus membersamai anak2. Tak terasa mereka bertumbuh dengan cepat hingga kurindu masa2 newborn nya. Kurindu ketakberdayaan mereka yg sepenuhnya bergantung padaku. :"
Mixed feelings. Saat kembali memutuskan untuk menjadi sebaik2ny manusia (yg memberikan banyak manfaat), banyak rasa yg berkecamuk dlm hatiku.
Mudah2an selalu dikutkan utk menempuh jalan terbaik versi Nya. Mudah2an selalu ikhlas Lillahita'ala
5 notes
·
View notes
Text
Pindah rumah
Deg2 serr. Yg biasanya selalu ada org tua yg membantu. Hanya diri sendiri yg bisa diandalkan. Eh pak suami masuk hitungan diri sendiri ya, kita kan satu (aihh)
Tempat baru. Amanah baru. Perjuangan baru. Ada yg mau mampir berkunjung? 😆
Bismillahirrahmaanirrahiim
0 notes
Text
Ternyata sesekali perlu menantang diri keluar dr comfort zone, menghadapi tantangan baru, supaya terus inget manisnya saat mendapatkan jawaban dari doa2, romantisnya berduaan dg Yang Maha Kuasa, rindunya berpeluh saat memaksimalkan ikhtiar. MasyaAllah moga semua urusan dan hajat kita dimudahkan, dilancarkan dan mendapat berkah. Aamiin
0 notes
Text
Pernah gak sih merasa kalut sekalu2nya trs setelah dpt insight dr bbrp pihak, ternyata kalutnya kita tuh krn pikiran kita sendiri.
Setelah 28 tahun hidup, baru berani mencoba konsultasi dg psikolog krn merasakan cemas berlebih sampai physically feels wrong. Dada sesak, berasa kyk mau jatuh tp gak jatuh2 (bhs sundanya mah ngalenyap).
Dari sesi konsultasi itu aku baru tersadar "oh ternyata aku sampai begini krn pikiranku sendiri". Ya memang faktot luar berpengaruh besar hingga membentuk jalan pikirku itu.
Dan memang perlu 'orang luar' yang bisa menyadarkan kita kalau kita tuh kenapa.
Ternyata untuk tetap mindful dalam segala aspek saat kita sudah beranjak dewasa ini sungguh menantang sekali. Harus banyak belajar dan membuka wawasan supaya tak terperosok dalam satu kubangan. Yuk bangkit, yuk kuat.����💪🙂
0 notes
Text
Menata Hati
Allah tidak akan lupa untuk menguji hambaNya yang beriman. itu adalah pegangan ku setiap sedang menghadapi ujian, pun merasa terlena dengan urusan dunia.
apa yang harus aku pilih bila menghadapi pilihan hidup? apa yang harus kulakukan dalam menyikapi setiap permasalahan hidup? bagaimana aku melalui semuanya agar tak goyah imanku? kemana aku harus pergi bila berdiam diri sudah tak memungkinkan lagi?
kalau lagi begitu, pak suami biasanya selalu mengarahkanku pada satu titik tujuan, “yang paling baik untuk agama”. hehe... bingung gak sih menjabarkannya? iya soalnya general banget ya, awalnya akupun masih ragu2 tiap dijawab begitu. tapi lama-lama semakin menunggu jawaban itu kalau lg kalut sama hidup >.<
kuncinya, supaya bisa teguh dalam iman, kita harus menata dulu hati kita. “kalau ada yang kotor2 ya harus dibersihkan dulu” gitu katanya. membersihkan hati yang kotor? otentu prosesnya panjang dan pasti ada ujiannya. kenapa hati bisa kotor? bisa karena bakat nya demikian atau karena lingkungan yang mengarahkan dia untuk punya kebiasaan mengotori hatinya huhu sedih ya..
“kamu pernah gak sih terpikir kenapa seorang anak ngerasa sedih pakai baju bekas kakaknya? ya karena mungkin orangtuanya atau saudaranya atau kerabatnya atau tetangganya mendoktrin bahwa hal itu adalah menyedihkan. sangat mungkin kalau si anak ga terpikirkan untuk sedih kalau lingkungannya gak mengarahkan demikian bukan?”
pernah kubaca juga di salah satu teori posdisc, kalau seyogyanya peran orang tua dalam membersamai tumbuh kembang anak adalah membantu anak mendefinisikan semua yang dia hadapi (perasaan, logika berpikir dll). anak mungkin asik bereksplorasi dengan kreatifitas tanpa batasnya, orangtua hadir karena mereka memerlukan penerjemah atas kejadian2 yang mereka hadapi *cmiiw
lalu aku yang sekarang sudah terbentuk seperti saat ini harus gimana? ya menata hati kembali, ternyata proses mengenali diri sendiri ini tak mudah dan agak tricky ya. tp dampaknya kemana-mana :”
0 notes
Text
Hidup untuk siapa?
beberapa kali mencoba menerka dengan berpikir “kedepannya kalau dikasih jatah umur mau jadi seperti apa?” ditambah kini datangnya 2 amanah yang akan ikut kemanapun aku mengambil langkah hidup menjadikan pertanyaan itu semakin sering terlintas.
beberapa nasihat yang masuk sedikit menggelitik akal sehatku
“kita ini hidup untuk anak”
hidup untuk anak sebenarnya tidak sepenuhnya salah, melainkan seperinya kalimat itu agak kurang lengkap. kalian ingat bahwa ketika di alam barzah setiap manusia bahkan seorang ibu akan lupa pada anaknya. bagiku, ini adalah salah satu petunjuk yang mengarahkan kita untuk memprioritaskan hal2 terkait menyelamatkan diri kita sendiri. tidak, sebelum jauh2 ke alam barzah, ingatkah kita saat berjalan2 naik pesawat ? arahan mbak2 pramugari saat kita naik pesawat biasanya kurang lebih begini “ saat dalam kondisi darurat hingga tekanan udara berubah drastis, maka alat bantu pernapasan akan turun secara otomatis. sebagai perhatian, bagi para orang tua harap memakai alat bantu bernafas untuk dirinya sendiri dahulu baru membantu memasangkannya kepada anak-anak anda”
sejauh perjalanan motherhood ku yang baru seumur jagung ini, yang kupikir harus menjadi perhatian utama adalah kesehatan jiwa dan raga diriku sendiri. bagaimana tidak, hampir 2x aku merasakan baby blues yang entah sudah masuk ke dalam tahap post partum depression atau tidak (semoga tidak). setiap kali aku merasa ada yang salah dengan diriku, harus aku ambil jeda walau harus berpisah sejenak dengan anak2 (tapi tetap memastikan mereka dalam kondisi aman saat kutinggalkan).
aku masih belum selesai dengan innerchild ku. bahkan menemukan fitrahku pun masih panjang sekali perjalanannya. belum lagi pengetahuan seputar parenting saat ini berkembang luas dan masih banyaaak sekali yang belum sempat kupelajari. (eh maaf kok jadi terkesan mengeluh ya)
Subhanallah.... mohon kekuatan untuk memenuhi amanah yang Kau titipkan ini yaaAlah
0 notes
Text
Biasanya setiap kali kita menghindari satu perkara, Allah punya skenario terbaikNya utk mempertemukan kembali kita dgn perkara tsb. Maka dr itu, selesaikanlah setiap perkara yg kita hadapi hingga tuntas :"
0 notes
Text
Aku mau saat aku dan anak2 pulang k rumah, ada tangan yg menyambut hangat shg rumah terasa hidup dan selalu dirindukan :"
YaaAllah, kuatkanlah kami menjalani amanah ini dg penuh, kuat, dan sabar. Semoga kita semua selalu sadar dan ditempatkan pada jalan terbaik utk setiap skenario Allah🙏
0 notes
Text
Kurasa beginilah cara Allah menyelamatkanku
Aku ditempatkan pada posisi untuk hanya bisa mendoakan kebaikan.
Bahkan untuk berusaha berpikiran negatif pun aku tak sempat. MasyaAllah tabarakallah wa alhamdulillah
Semoga lelah ini akan selalu liLlah
0 notes
Text
Semua ada waktunya
Begitu tulisan yg tertera di profil WA ibu mertuaku.
Berawal dr kehawatiran2 ibu pada anaknya, berujung melekat kental padaku
Jd ingat, seorang psikolog yg kuikuti akunnya di media sosial pernah berkata, bahwa suatu postingan media sosial itu sebenarnya adalah netral. Yg membuatnya bernilai positif atau negatif adalah diri kita sendiri. Kita perlu pintar2 mengolah informasi2 yg didapat menjadi input yg kita butuhkan saja. Yg membawa pada kemunduran, keburukan, dsb perlu kita saring sendiri
Saat ini, byk timbul kubu2 yang diiming2i oleh berita di media sosial. Ya, contohnya adalah ibu rumah tangga. Mulai dari bekerja tidak bekerja, punya anak vs child free, melahirkan caesar vs vaginal dll.
Sebenarnya bila dikaitkan dengan aspek 'waktu', dengan kita menyadari bahwa setiap orang telah dipetakan dalam porsi rezeki dan waktunya masing2, maka cukuplah dengan yg didapat saat ini.
Aku masih percaya bahwa rezeki tidak akan tertukar. Setiap insan ada rezekinya (insyaAllah). Tugasku saat ini sebagai seorang istri dan ibu adalah menjadi penunjuk arah yang tepat untuk keluarga kecilku, menjaga titipanNya dan mengatur agar rezeki yg kami terima mendapatkan berkah. Apalagi yg mau dikejar?
0 notes
Text
Mengisi rumah
Perkara mengisi rumah tidak hanya terkait dgn furnitur, fungsi ruang dan teman2nya. Mengisi rumah juga berkaitan dgn aktivitas sehari2 yg disusun penghuninya.
Bismillah semoga berkah
0 notes
Text
Biasanya perasaan pengen julid thd org yang ngejulidin kita adalah krn tidak ingin mengakui kebenarannya.
Misalnya:
X:" eh kok km begitu sih? Suaminya kemana ?"
Turns out
-membela suami (krn merasa memang tdk perlu menjelaskan panjang lebar suami kita sdg dlm kondisi apa)
-menyimpan perasaan kesal
-membahas momen tsb dgn org lai sambil mempermasalahkan pembicara
-pendengar ikut terbawa emosi krn mendengar cerita sepihak
Menyeramkan sih menurutku. Sepatah kata yg niatnya hanya utk basabasi bisa berujung dosa besar.
Mungkin dgn mengakuinya, utk diri sendiri saja, sudah cukup memutus rantai dosa d atas.
Apalagi bila bisa memulai membiasakan diri utk menahan basabasi yg tdk perlu
0 notes
Text
Jikalau kelak muncul penyesalan dlm membersamai/mendidik anak dimomen golden age mereka. Jangan kau limpahkan penyesalan itu dengan membayarnya pada cucu mu nanti. Sungguh, hal itu bukanlah membantu melainkan memunculkan permasalahan baru. #notetomyself
Sejauh yang kutau, momen bersama anak takkan terulang. Sebaik2nya yang bisa kita lakukan sebagai orang tua adalah belajar dan selalu mindful dalam membersamai anak. Saat ini saja sudah dpt kurasakan rindu membersamai si sulung saat masa2 awal kehidupannya. Padahal usianya saat ini belum genap menginjak 2th.
Saat anakmu kelak (insyaAllah) mendapatkan amanah utk memiliki anak. Maka saat itu adalah momen mereka utk menjadi orang tua baru. Momen mereka utk membangun pondasi pendidikan yang akan menjadi bekal membersamai anak2nya sepanjang hidupnya. Momenmu sudah terlewat. Bersyukur dengan yang kau dapatkan saat ini dan biarlah anak2mu bertumbuh dengan momen barunya secara penuh. Jangan kau singgung2 apalagi diberi intervensi. Luka lama anakmu akan terpancing kembali dengan intervensi2 yang kau beri.
Tak perlu menjadi orang tua yang sempurna. Jadilah orang tua yang cukup baik dengan segala kekuranganmu. Kita tdk dapat mengontrol semua hal untuk sesuai dg harapan. Pasti akan ada saja kurangnya. Panggil bala bantuan dan jadilah ibu yang bahagia. Sungguh, ibu yang bahagia akan membawa keluargamu selalu ada dalam naungan suasana yang positif
0 notes
Text
Tak biasa, dlm kamus hidupku, menggibah anggota keluarga. Komunikasi dlm keluargaku 28 thn ini selalu terbuka dan terasa nyaman. Memang komunikasi ini pula yg membuat rumah terasa hangat. Kondisi pandemi mendorong kami melakukan video chatting hingga lebih dr 3x dlm sehari. Dan yg kutahu, kerabat2 dekat pun biasa melakukan itu.
Semoga budaya baik dpt berlanjut.
0 notes
Text
Cerita bersalin part 3
Tak lama kemudian dokter tiba di depan mata (pertama kalinya dalam hidup merasakan sangat dibantu secara langsung oleh sosok dokter untuk menempuh perjuangan antara hidup dan mati). Saat itu langsung dicek bukaan dan ternyata bukaan sudah lengkap. Dokter mempersilahkan ku untuk mengejan karena mungkin beliau tidak tega melihat ku bila harus menahan sakit lebih lama. Seluruh suster panik dan diminta untuk gerak cepat
Kondisi saat itu, sudah dilakukan tes swab antigen dan tes darah. hasil tes swab masih belum keluar, aku berjuang di balik tirai ugd sendirian. Yups pak suami masih harus tes swab juga dan mengurus beberapa administrasi di luar tirai (hanya terpisah tirai tp terasa sangat jauh :"))
Pada akhirnya semua siap menyambut sang bayi mungil ditengah segala keterbatasan. Setelah 3x mengejan, terdengar suara tangisan bayi yang tak lama kemudian dibawa utk dibersihkan dan dikumandangkan adzan oleh bapaknya.
Tak henti2nya rasa syukurku malam itu, masih dapat ku ingat dengan jelas bagaimana rasa sakit hingga senangnya. Sisa tenaga yang rasanya masih cukup utk membuatku terjaga hingga pagi hari kupakai utk chatting dg keluarga mengabarkan kalau telah kedatangan anggota baru.
Ternyata Allah permudah jalannya. Allah sangat paham kemampuanmu, Allah sang Pemilik Rencana terbaik hidupmu. Semuanya terjadi atas kehendakNya. Tidak ada yg kebetulan. MasyaAllah Alhamdulillah :"))
0 notes
Text
Cerita bersalin part 2
Memasuki kehamilan anak kedua dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari kehamilan anak pertama lumayan menghemat waktu dan biaya utk mempersiapkan proses kehamilan, persalinan dan perawatan bayi. InsyaAllah masih banyak pengetahuan yg dapat diingat dibandingkan yg terlupakan dan barang2 yg diperlukan utk menyambut sang buah hati masih banyak yang dapat dimanfaatkan ulang.
Yang berbeda dr kehamilan anak kedua adalah fokus untuk menikmati masa2 kehamilan agak berkurang karena si sulung sedang dalam fase aktif2nya. {{Tp disisi lain jangan lupa juga utk banyak bersyukur. Berjuang merawat anak sendiri tanpa bantuan pengasuh memang rezeki luar biasa yg tak terganti. Karena periode emas anak takkan bisa terulang huhu}}. Meski demikian, tetap perlu bonding dengan si janin d dlm rahim spy semua proses bisa berjalan lancar dan minim komplikasi (trust me bonding ini dampaknya besar sekali)
Menuju hari H perkiraan lahir, pandemi mulai mengganas. Kasus harian bertambah lebih dari 20ribu. Mulai tegang dan berpikir macam2. Bagaimana kalau proses persalinan tidak lancar? Bagaimana kalau tidak sanggup melaluinya? Bagaimana kalau positif covid? Bagaimana kalau berujung operasi? Bagaimana kalau ini? kalau itu? Dankusadari, prasangka2 diatas adalah bisikan setan yang membuat kita kurang bersyukur dan bersuudzan pada Allah.. astaghfirullahaladziim
Ikhtiarku sehari2 pun diisi dengan olah fisik, olah jiwa dan hati. Olah fisik tentunya kegiatan esential bagi ibu hamil tua terutama yg berkaitan dgn area panggul ke bawah. Ibu hamil tua harus mempersiapkan tenaga untuk menyambut momen persalinan yang akan sangat melelahkan. Sebaiknya ditambah dengan latihan mengatur nafas dan persiapan2 printilan lainnya yang dapat mendukung proses melahirkan minim trauma. Tp karena hari2ku sudah padat dengan kegiatan bersama si sulung, jadi tdk sempat hehe. Olah fisik kulakukan dengam berjalan kaki keliling rumah minimal 15 menit sehari (powerwalk kalau gak cape, kalau cape jalan biasa aja. Jalan keliling komplek saat itu sdh tdk berani krn pandemi). Disamping itu, ngepel menggunakan tangan supaya banyak jongkok, naik turun tangga, dan kegiatan bersih2 rumah lainnya yg mendukungku utk banyak bergerak.
Selanjutnya olah jiwa kuisi dengan mendekatkan diri kpd Allah. Perbanyak ibadah sunnah, dzikir pasca shalat dan kucoba sering2 membaca surat Al-Waqiah.
Dan terakhir olah hati. Berusaha untuk selalu husnudzan bagiku takbisa kulakukan sendiri. Setiap perasaan yang terlintas di hati selalu kubagikan pada pak suami untuk mengkonfirmasi apakah rasa ini merupakan respon positif atau negatif. Semua dilakukan hingga perasaan terhadap hal2 terkecil. Ya, supaya hatiku terarah untuk selalu memandang setiap hal dengan baik. Bersyukur pak suami paling ahli menilai pandangan ku klu udah mengarah menuju sisi negatif..
Pagi hingga siang sebelum persalinan, hari2ku berlalu seperti biasa hingga malam sebelum tidur terasa keram di perut bagian bawah. Kupikir krn menahan kencing, alhasil kucoba menghitung kontraksi palsu yang sebenarnya sdh hadir sejak 32 minggu kehamilan dan datang tidak beraturan hingga malam itu. "Ah masih 15 menit sampai 20 menit sekali". Berujung tertidur jam 11.30 malam. Tiba2 jam 12.30 terasa ada tekanan di area punggung bawah. Sejujurnya bingung apakah ini mules krn hendak buang air atau memang kontraksi. Masih sempat mencoba buang air namun sakitnya tdk hilang. Paksuami terbangun dan mencoba bergegas utk membawaku ke RS. Jam 01.30 berangkat ke RS meninggalkan si sulung bersama ortuku dan adikku. Sampai RS jam 01.55. Dicek suster sdh bukaan 9 menuju 10 (antara senang dan bingung). Kondisi pandemi, saya dan suami belum melakukan swab. Dan ternyata para perawat pun bingung dengan prosedur yg harus dilakukan bila pasien blm punya hasil tes swab antigen namun bukaan sudah lengkap..
Bersambung ke part 3
0 notes
Text
Cerita bersalin part 1
Pengalaman persalinan yang minim trauma sangat sangat didambakan oleh setiap wanita. Tentunya tidak akan datang dengan sendirinya karena momen melahirkan adalah kejadian besar yang perlu persiapan dan penanganan khusus ditambah dengan pertaruhan nyawa sang ibu maupun anak.
Ceritaku pada persalinan anak pertama lebih dari cukup utk membuatku banyak bersyukur. Sedikit cerita, banyak ilmu yang masih sangat perlu dipelajari utk menyambut kelahiran anak pertama. Sehingga, proses persalinan pun memerlukan sedikit intervensi yang cukup membuat trauma bila dilakukan pada persalinan2 selanjutnya. Persalinan pertama mengalami bantuan induksi. Atas pertimbangan medis, krn kondisi plasenta dan air ketuban yg kurang baik, dokter meresepkan induksi dengan dosis ter rendah.
Bersyukur saat itu dilatasi serviksku sudah menuju bukaan 3. Dan terlihat maju terus. Setelah pak suami shalat maghrib dan segala persiapan selesai, (termasuk persiapan kemungkinan berujung dioperasi) perawat datang dan induksi dimulai.
Bukaan 3- kontraksi tidak terasa mengganggu sama sekali
Selepas isya- mulai tidak sanggup berdiri. Menahan setiap gelombang kontraksi sambil berdzikir dan semakin kesakitan
Jam 20.30 masuk ruang bersalin (alhamdulillah bukaan maju terus)
Selanjutnya sdh tdk mengenal waktu. Hingga mamaku bersorak, "itu kepalanya sdh kelihatan sus, kok belum boleh ngeden? Dokternya masih lama?"
Semua ingatan malam itu masih terlintas jelas, bunyi hiruk pikuk perawat, suara diri sendiri menahan kesakitan hingga dzikirpun hanya bisa diucapkan dlm hati saking tidak kuatnya menahan induksi.
Sempat terucap olehku "ma, boleh minta udahan aja gak induksinya, udah gak kuat.. nanti lagi aja dilanjut" (ntah kenapa kepikiran sakitnya bisa dipause dulu, terus dilanjut lagi nanti kalau sdh siap, haha)
Mama sontaka menjawab "huss, jadi orang tua gak bisa bilang gak kuat utk urusan anak. Pasti bisa, ayo sedikit lagi"
Tak lama dokter muncul dari balik pintu seraya berkata "ayok, dimulai". Tetiba tubuh yg sdh kehabisan tenaga melawan sakitnya induksi dipaksa utk mengejan hingga perlu dilakukan berkali2 utk bisa melahirkan bayi pertamaku itu... sampai terdengar suara tangisan anakku yang pertama.
Sejak detik itu, hidupku berubah. Seluruh dunia terasa lega, langsung kulupa rasa sakitnya induksi yang kukeluhkan bbrp jam sebelumnya. Ingin ku peluk sang bayi segera, namun perawat perlu melakukan pemantauan terlebih dahulu.
Rasa kantuk pun menyerang, berat sekali mataku untuk terbuka. Dokter meminta pak suami untuk memantauku agar tidak tertidur. Setidaknya 3 jam pasca persalinan. Beraaat sekali, berkali2 aku diberi air minum dan diajak ngobrol. Dan 3 jam pun terlewat hingga akhirnya rasa kantuk menghilang diganti perasaan ingin bertemu dengan sang anak.
MaasyaAllah tabarakallah.. seluruh perjuangan ini kusimpan disini untuk mengingat2 betapa perlu banyak bersyukur atas amanah pertama yang Allah titipkan ini. Berlanjut kelahiran sibungsu pada postingan selanjutnya ya
0 notes