Hai, bisa tetap bertahan dalam kehidupan juga termasuk pencapaian. fighting!
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Teruntuk pasanganku kelak, karena pertemuan kita yang sedikit lebih lama,
Aku harus melalui jalan panjang yang begitu berliku untuk menujumu. Hatiku sudah berulang kali jatuh pada manusia lain selainmu.
Pemandangan-pemandangan indah di sepanjang jalanku sudah pernah ku kenalkan pada selainmu. Keraguan-keraguan yang mungkin nanti ku rasakan terhadapmu, pernah juga ku rasakan sebelumnya. Kata-kata yang ku pakai untuk menyambutmu, adalah hasil dari perbincangan dengan berbagai manusia di sepanjang perjalanan di mana aku bertumbuh dalam badai dan terik yang mungkin berbeda dengan yang menerpamu.
Dan aku menulis ini sebab seorang manusia baru mulai mengacau persembunyianku, memecah pertapaanku.
Namun lagi-lagi keraguan masih menjadi yang terkuat. Apakah ini jelmaan dari doa-doamu?
2 notes
·
View notes
Text
Selalu bertanya-tanya sekaligus was-was. Kapan bom waktu itu meledak mengabarkan sebuah nama yang sebenarnya dia perjuangkan?
1 note
·
View note
Text
Sedang bahagia karena hal-hal kecil
Bahagia karena ngantuk berat, lalu tidur nyenyak dan mendapati mimpi random, mencium dan menikmati aroma hujan, merasakan lelahnya tubuh setelah beraktivitas seharian, dan masih banyak lagi.
Menyadari bahwa tubuh dan jiwa bekerja sama baiknya, rasa-rasanya hidup sudah sangat cukup dan sempurna.
Ketika ada yang bilang "keluarlah dan temui orang baru", aku membatin "apa bedanya dengan melihat orang "lama" dengan cara yang baru?" Karena menurutku manusia itu "sama" yaitu memiliki banyak sisi, dan kemunculannya tergantung pada lingkungan dan isi tangki energi mereka.
Dan tidak akan ada kata selesai untuk mengenali manusia.
0 notes
Text
Aku harap kamu segera menikah agar musnah harapanku. Sesungguhnya harapan yang koma menghidupkan sakit yang berkepanjangan tanpa tempo. Lain lagi jika kau membuat mati harapanku, tempo sakitku hanya sehari, seminggu, atau paling singkat satu jam sejak takdir mengabariku.
Semoga takdir menikah lebih cepat mendatangimu, dibanding aku.
1 note
·
View note
Text
Refleksi dunia dari separuh kacamata yang gosong
Solo, 26 September 24
Hujan lebat di malam sehari setelah ulang tahunku. Aku ingin menanyakan pada Tuhan, apakah ini berkah atau pertanda jika Dia sedang mengganti air mataku yang tumpah siang tadi. Petir bersahutan terdengar seperti melodi yang menenangkan. Mengusir suara dengan intonasi tinggi yang selepas siang terus berputar memenuhi gendang telingaku. Manusia yang terlau bodoh tapi suka mendebat sepertinya memang pantas disambar dengan intonasi tinggi. Setidaknya untuk meningkatkan hormon kortisol sampai level yang cukup untuk membungkam mulutnya. Manusia yang gemar bertahan dalam argumenya dan butuh jembatan untuk berpindah mungkin pantas sekali ditutup mulutnya, supaya ia tidak terus menerus berkoar menyuburkan sampah telinga.
Hujan makin deras. Sepertinya sudah cukup, aku tidak perlu menangis lagi. Semesta sedang menggantikan peranku.
Hal yang menyakitkan, bukan refleksi terbalik ku di mata orang lain, melainkan persepsi yang dikoyak tanpa penjelasan apalagi bukti yang bisa membawaku pada persepsi baru. Aku tidak cinta mati dengan opiniku. Menemukan fakta baru justru menjaga cinta tetap bergelora.
Jika tidak bisa menolak argumenku dengan fakta setidaknya jangan menyambarku. Separuh pandanganku menjadi gosong, seluruhnya serupa jelaga. Aku tidak mau lagi bersuara.
1 note
·
View note
Text
Aku tidak bisa menjadi ateis karena masih butuh lampu di jalan-jalan gelapku, kepastian dalam ketidakpastian, dan samsak dari segala kekecewaan.
Mistis? Bukan soal, bukankah penghambaan dimulai dari psikis?
2 notes
·
View notes
Text
Katanya cinta itu keiklasan, tapi ternyata tidak ada iklas tentang pernah menunjukkan perasaanku padamu tapi tak disambut.
Meski sadar tidak ada pembenaran dari memaksakan rasa, egoku tetap terluka.
Hatiku tetap murkaa dan pikiranku tetap merana.
Berharap semua tentangmu lenyap tanpa bekas. Bertepuk sebelah tangan cukup menutup semua jalan ke arahmu.
Namun, bukankah aku setuju tentang selalu ada jalan kembali ke titik semula setelah bertepuk sebelah tangan? Mengapa dalil itu menjadi cacat ketika berhadapan dengan kisah sendiri?
5 notes
·
View notes
Text
Menurutku kunci utama minimalis dalam hubungan yaitu hindari asumsi, kunci serepnya sadar posisi. Kalo ternyata asumsinya salah, ya "know your limit". Hargai orang yang menghargaimu dan prioritaskan orang yang memprioritaskanmu. Waktu ini terlalu singkat hanya untuk basa basi.
Aku si paling minimalis.
1 note
·
View note
Text
Tidak peduli tentangmu sudah menjadi sebesar-besarnya harapku
Tapi entah mengapa, setiap yang kau kabarkan mendebarkan jantungku
Menggali kubur doa-doa yang lalu
Menggelitik jejak yang berkelit di antara perasaan dan penalaran
Berjuta kali pun bersua, resah tidak akan pernah menjadi rumah.
0 notes
Text
Aku termasuk yang mempercayai pernikahan dan cinta itu berbeda. Mencintai tidak membutuhkan apapun selain hati. Sedangkan pernikahan mirip dengan jual-beli. Harus ada harga yang dibayar, harus ada nilai tukar yang setara.
Makin ke sini makin sadar bahwasanya aku masih dalam fase berani mencintai bukan menikahi.
2 notes
·
View notes
Text
Tetaplah jauh, jangan mendekat, tetaplah acuh!
Aku tidak ingin bunga-bunga yang layu kembali mekar. Sekalipun mekar sudah hilang tempat baginya. Taman sudah berubah menjadi danau, yang ketika malam memantulkan cahaya bulan dan jika siang menghayati takdir kehidupan. Itu lebih berguna daripada taman yang mengharap kunjungan.
1 note
·
View note
Text
Kemarin ada kenangan, esok ada harapan, dan hari ini adalah kesempatan!
0 notes
Text
Cerita yang ku tulis sudah sampai pada prolog. Akhirnya sudah tidak bisa diubah lagi. Kecuali kalo kau mau membuat cerita baru dari sudut pandangmu. Bisa jadi akan menjadi kisah bahagia yang tiada akhir.
1 note
·
View note
Text
Berkendara dengan kecepatan 40km/jam. Melewati jalan yang sudah sangat dikenal. Pohon-pohon di tepian jalan yang belum berubah, masih pendek dan berwarna hijau legam. Sambil memandang lampu kendaraan yang menjelma kunang-kunang, kepalaku memutar rekaman perbincangan beberapa menit yang lalu bersama seorang teman. Apa yang ku bicarakan tadi? Siapa tadi yang berbicara? Benarkah itu aku, manusia dewasa diakhir kepala dua, yang kerap menghabiskan 12 jam sehari untuk bekerja. Rupanya serabut tipis idealisme masih menjalar dalam otaknya, persis seperti sehelai rambut putih yang menjulur dari kulit kepala.
Apa yang ku bicarakan tadi? Pendidikan? Sekolah yang bebas berpikir sedari kecil? Hahaha lucu sekali.
Seandainya aku bisa sekolah di manapun, berguru dengan siapapun tanpa kekhawatiran. Kali ini aku tidak sependapat dengan Tan yang mengatakan “Idealisme menjadi kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh seorang pemuda”. Menurut pikiranku yang sedang kalut “Idealisme menjadi kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh seorang pemuda yang berkecukupan” karena kenyataanya idealisme sulit untuk membuat kenyang.
3 notes
·
View notes
Text
Bu, sekarang aku sudah bertemu hal-hal yang dulu terlihat jauh. Aku juga sudah berhasil menunaikan perintahmu. Selanjutnya aku harus bagaimana? Kau di mana? Sedikit pun tak menyahut panggilanku. Apa karena aku jarang pulang jadi kau tidak mau menemuiku? Haruskah aku kembali ke rahim mu saja? Atau minggat ke sisi lain bumi, sambil menunggu perjumpaan kita?
9 notes
·
View notes
Text
Segelas es teh di 10.13 am
Segelas es teh reguler yang begitu manis dan mendebarkan
Aku tidak pernah menyangka berada dalam perjalanan sehaus ini
Sendi-sendi dalam tubuhku kembali segar, rasa rasanya aku mampu berjalan jutaan mile lagi.
1 note
·
View note
Text
Malam pertama setelah perpisahan.
Selepas beberapa hari bersama keluarga
Ku rasakan perih sebab kehilangan.
Ada lubang menganga di dalam kepala, bekas pertemuan singkat bersama beberapa saudara.
Tiap kali pulang, aku selalu menolak tanggal, karena aku mau tetap tinggal. Aku ingin tiap istirahatku dalam rangkulan aroma ayah ibu.
Namun seketika, aku merasa tidak berdaya. Secara iba gerombolan awan mendung menyelimutiku, lalu mengucurkan air, membasuh debu-debu yang menutupi kerendahan diriku.
Bagaimana caranya aku bisa secepatnya mengabadikan malam, sehingga aku bisa beristirahat dengan nyaman? Akan ku temani ayah, sambil menghitung untung dari ternak-ternakku yang terus bertambah. Ku hibur ayah, sambil memetik buah dan sayur mayur di kebun belakang rumah.
Aku begitu muak dengan jarak panjang, yang memisahkan siang dan malam.
Yang memisahkan tempatku dengan tempat masa kecilku.
Ku rasa tidak ada manusia yang benar-benar mampu sendiri
Kecuali ditopang kewajiban menjadi pribadi yang berdikari.
1 note
·
View note