Tumgik
heremystories-blog · 6 years
Text
ABG Masa Kini
Bukan hal yang asing lagi, ketika kamu melihat seorang anak kelas satu sekolah dasar lebih aktif bermain di instagram daripada bermain masak-masakan bersama teman-temannya di luar rumah.
Bukan hal yang aneh lagi, ketika kamu sering mendengar seorang anak sekolah menengah pertama berbicara tentang cita-citanya sebagai Youtuber, daripada menjadi seorang dokter.
Inilah kenyataan yang menggemaskan meskipun sebenarnya menggelisahkan. Haha. Apa boleh buat? Jaman sudah berubah bung :(
Eits, tapi kita tak boleh diam terus. Justru sifat diam dari kitalah yang banyak menjerumuskan mereka. Minimal, jauhkan gadget-mu ketika ada saudaramu yang masih di bawah umur. Ajak mereka bermain tanpa gadget. Dan inilah yang masih terus kuusahakan ketika bermain bersama sepupuku yang sudah puber sejak dini :(
5 notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
lingkar
“Build your circle carefully. Gather people around you who will reinforce your growth”
Suatu hari, saya larut dalam sebuah obrolan yang ringan namun cukup serius. Waktu itu kami membicarakan tentang seorang kawan perempuan yang tengah dilanda kebimbangan untuk menikah. Di satu sisi, hatinya selalu berbunga setiap kali melihat mereka yang sudah berumahtangga. Ia sadar bahwa ia menginginkan hal serupa. Tapi di sisi lain, ketika ia menceritakan keinginannya tersebut ke beberapa rekan dekatnya di kantor, ia harus mendapati kenyataan yang berseberangan.
Rekan-rekannya berbagi kisah tentang sisi-sisi tidak menyenangkan dari pernikahan. Tapi, cerita yang disampaikan terdengar kurang berimbang sehingga hampir seluruh isinya merupakan pengalaman yang terdengar tidak mengenakkan. Katanya, “kalau udah nikah, perempuan enggak punya bebas kaya pas masih sendiri” atau “kamu udah enggak akan bisa seneng-seneng lagi, lho”. Akhirnya, kawan kami yang masih melajang menyimpulkan obrolan itu dengan kalimat penutup: pernikahan tidak akan membuatmu bahagia. Wow.
Di kesempatan lain, Citra pernah bercerita tentang rekan kerjanya yang terbilang unik. Sebut saja ia T. Keunikan T adalah ia rutin membagikan kisah tidak menyenangkannya dalam hal mengurus anak semasa Citra tengah mengandung. T sering berkisah kepada Citra bahwa menumbuhkembangan anak itu melelahkan sekali. Baginya, proses mengurus anak begitu menguras pikiran, tenaga dan waktu. Secara tidak langsung, ia mengesankan bahwa memiliki anak hanya akan membuat ibu manapun menderita.
Saya yang mendengar Citra berkisah, cuma bisa tertawa kecil. Pikir saya, “kok ada ya orang yang bercerita hal seburuk itu ke ibu hamil yang lagi bayangin banyak hal nyenengin untuk kelahiran anak pertamanya”. Dengan kondisi hormonal ibu hamil yang cenderung lebih sulit ditebak dibandingkan perempuan yang tidak sedang mengandung, tentu watak T yang antik itu kerap menjadi pencetus naik-turunnya suasana hati di masa mengandung Citra dulu.
Mungkin dua kisah di atas cukup mewakilkan pengalaman kita sehari-hari. Di kehidupan nyata, ada sebagian orang yang terbiasa memberikan pengaruh negatif pada hal positif apapun yang tengah kita pikirkan. Bukan pengaruh yang sifatnya sementara melainkan secara permanen berasal dari watak mereka yang memancarkan hawa negatif di manapun mereka berada kepada lingkungan di sekitarnya. Di mana mereka ada, di sana hadir interaksi yang cenderung tidak mengenakkan. Kita tahu bahwa kita pernah bertemu dengan orang-orang semacam itu.
Di luar sana, sudah tentu ada begitu banyak pasangan yang bahagia dengan pernikahannya. Juga ada banyak ibu yang bersyukur serta bahagia dengan anak-anaknya. Tidak semua orang merana dengan rumah tangganya juga tidak semua ibu menderita dalam menjalani perannya. Seringnya, kita tidak bisa memilih siapa saja yang bisa berada satu lingkungan dengan kita. Tapi kita masih bisa memilih siapa yang layak kita jadikan orang-orang terbaik untuk diakrabi dalam keseharian.
Mungkin kebimbangan kawan kami tidak akan sedemikian menguat andai keinginan baiknya tidak berbalas kisah nyata mereka yang tidak bahagia dengan rumah tangganya. Untung istri saya tidak pernah sesaatpun menyesali kehamilannya karena kisah susah yang dibagi oleh rekan kerja yang tidak bahagia dengan perannya sebagai ibu. Kalau bahagia merupakan pilihan, maka ia juga harus datang dari pilihan atas lingkungan terdekat kita. 
Kalau tak sanggup menasihati mereka yang hawa negatifnya begitu kuat, maka abaikan dan tinggalkan saja. Sudah semestinya waktu kita tidak terkuras terlalu banyak karena pengaruh negatif dari luar.
Jadi, jangan pernah sekalipun menyepelekan penentuan orang-orang yang layak kita akrabi. Jangankan diakrabi, orang-orang yang kita ikuti di linimasa saja bisa menyumbang pengaruh terhadap keputusan kita. Saat linimasa kita diisi oleh para penghina kekuasaan, maka jangan heran kalau sikap kita pun lama kelamaan akan terlihat serupa. Bukankah bahkan keputusan untuk membeli barang saja bisa dipicu oleh selebgram yang tengah menggunakan barang sejenis di linimasa?
Setiap hari kita harus membuat pilihan, setiap saat kita mesti berkeputusan dan tentu kita akan menjalani apa yang telah kita putuskan sebelumnya. Maka, kita perlu sekuat tenaga bertahan pada lingkaran pergaulan yang menopang kita terus tumbuh ke arah kebaikan. Ingatlah bahwa jalan hidup yang kita tempuh akan selalu dibentuk oleh keputusan-keputusan yang kita ambil sebelumnya. Tidak berlebihan rasanya kalau kita terus mengelilingi diri dengan orang-orang terbaik untuk keputusan dan jalan hidup yang juga baik.
402 notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
Jangan Takut Dengan Lamanya Kesendirian (2)
Sering banget saya dengar komentar orang, “belum nikah? Ngejar karir ya Mbak? Sibuk sekolah ya Mbak?” Gusti Allah, karir kok dikejar. Mending ngejar Lee Jae Hee.
Saya yakin bukan hanya saya yang mengalami, pasti juga dialami banyak perempuan di usia yang seharusnya sudah menikah tapi belum. Ketika saya melihat sekeliling, yang telat menikah memang banyak yang setipe dengan saya sih : suka kerja, suka sekolah, mandiri, dan semacam itu. Perempuan yang terlihat tidak butuh laki-laki.
Tahukah kamu, jika kondisi seringkali sebaliknya? Maksudnya, justru karena kami belum menikah, makanya memilih sibuk dalam pekerjaan, pendidikan, dakwah, kegiatan sosial, dan semacamnya. Mengapa? Bukan pelarian, tapi karena kami adalah perempuan - perempuan cerdas yang tahu benar letak kebaikan.
Bukan karena ga butuh laki-laki lalu ga nikah. Justru karena kami belum menikah, maka kami melatih diri untuk melakukan segalanya sendiri. Gak sedih kok, bahagia saja, hanya kurang lengkap tentunya. Seriously, perempuan mandiri tetap butuh lelaki. Saya sepenuhnya menyadari ini ketika kapan hari ga bisa ngangkat galon ke kamar yang berada di lantai 2. Rasanya pingin nangis dan teriak di tengah hujan, “aku pingin nikaaaaah biar ada yang angkatin galon!!!”
Jedderr, jedderr!! Lalu hujan makin deras dan kamar bocor parah. Lalu saya pingin teriak lagi pada ibu kost, “Teteeeeh, saya pingin nikah biar ada yang benerin genteng!!!”
No, itu hanya becandaan saya di tengah kondisi yang saya anggap kurang enak. Sorry bro, fungsi suami bukan hanya untuk angkat galon atau benerin genteng, no no. Maksud saya adalah, itu hanya sedikit kejadian yang menjadi hikmah bahwa perempuan tetap butuh laki - laki, untuk hal - hal yang lebih besar tentunya, membangun keluarga yang bermanfaat salah satunya.
Well. Jika belum ada keluarga yang harus diurus, apakah kami harus duduk lunglai menunggu jodoh? Dalam hal percintaan barangkali kami terlambat dan belum beruntung, tapi kami yakin bahwa ada banyak hikmah mengapa kami masih sendiri. Salah satunya adalah dengan memperbanyak ladang amal, melalui cara apapun.
Beruntunglah yang sudah menikah dan ladang amalnya makin luas. Agak sedih jika sudah menikah malah tidak berbuat apa - apa. Masih sedikit beruntung yang belum menikah tapi diberi rezeki ladang amal yang luas. Yang paling sedih adalah belum menikah, ga punya ladang amal. Jangan jadi yang terakhir ya.
Kadang - kadang saya mikir, ngapain saya ngejar karir sampai gak nikah - nikah? Lah, kalo bisa nikah cepet mah hepi banget, ga perlu kerja keras, udah ada yang nafkahin. Justru saya kerja keras karena belum ada yang nafkahiiiiiin, plis deh. Hahaha.
Beberapa waktu lalu kakak sepupu nge-chat. Dia bercerita tentang teman dekat saya ketika SD (usianya lebih tua dari saya), dimana kakak teman saya ini adalah teman dekat kakak sepupu. Kata sepupu saya, “si itu Din, belum nikah, padahal udah jadi dokter loh.”
Saya jawab, “Mbak, menjadi dokter dan menikah adalah dua jenis rezeki yang berbeda, jadi ga ada korelasinya kalau jadi dokter lalu jodoh jadi dekat. Barangkali, dia yang belum menikah itu jauh lebih bermanfaat karena dia dokter loh, dari pada yang sudah menikah tapi ga berbuat apa- apa.”
Bermanfaat tidak perlu bertitle sih, hanya saja menjadi dokter adalah contoh ladang amal yang menurut saya hebat jika dilakukan dengan bakti dan ikhlas. You name it simple good things that you can do, like ngajarin ibu - ibu PKK menjahit, atau kegiatan apapun. Pada intinya, sibukkan diri mencari ladang amal.
Semoga dengan menyibukkan diri berbuat baik, kita akan segera dijodohkan dengan pasangan yang juga sibuk berbuat baik. Lalu nanti menjadi keluarga yang sibuk membangun kebaikan.
Ah, tiba - tiba jadi ingat novel Ari Nur yang judulnya Diorama Sepasang Al-Banna. Ciee….uhuy uhuy..sekarang saya bisa menangkap makna filosofis di dalam novel yang menceritakan tentang sepasang arsitek itu. Bahwa pernikahan haruslah memperkuat teguhnya kita pada agama, bahwa pernikahan seharusnya menggabungkan dua kekuatan untuk membamgun peradaban. Tsaahh.
Maka, sebelum punya pasangan, semoga kita tetap menjadi Al-Banna meski masih sendirian, hingga saling disebelahkan di pelaminan.
Aiihhh,,,saya jadi baper sendiri gini.
1K notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
5 Alasan Warganet Mengunggah Status di Media Sosial
Sketchnote di atas saya ambil dari satu artikel menarik di sini. Kira-kira ada yang mau nambahin? 😁
153 notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
Kebaikan
Barangkali keikhlasan gw berbuat baik rutin diuji karena gw ga lulus - lulus juga dari ujian itu, which is kadar ikhlas gw masih rendah.
Kadang, agak sering juga, gw mikir, katanya kalo kita sedekah kita akan diganti dengan berkali - kali lipat? Kenyataannya, gw malah kena tipu, piutang usaha belum juga dibayar (itu juga kalo mereka niat bayar), dan sering dipertemukan dengan kondisi dimana gw harus merelakan harta gw entah karena untuk patungan yang ujung - ujungnya gw tekor, atau kondisi orang lain yang ya kebangetan banget kalo gw ga bantu. 
Gw ga bilang kalo gw baik, kalo gw baik gw ga akan mikir keluhan yang sebenarnya adalah suudzon sama Allah ini. The point is, gw seringnya pamrih ketika habis bantu orang, berharapnya Allah bantu gw. 
Sampai kemarin siang, gatau kenapa, tiba - tiba gw keinget sebuah tulisan yang gw lupa penulisnya. Seriously, kalau ada yang inget, mohon ingatkan. Tulisannya kira - kira begini,
“balasan dari sebuah kebaikan adalah kebaikan - kebaikan selanjutnya.” 
Bagi gw, kalimat ini begitu ambigu. Tapi salah satu pemahaman yang gw percaya adalah, bahwa ketika kita berbuat baik, Allah sayang. Semakin kita berbuat baik, Allah makin sayang. Dan ketika Allah ingin lebih sayang sama kita, Allah kasih kesempatan berbuat baik lebih banyak, biar alasan Allah makin sayang juga makin banyak.
Akhirnya gw mikir, balasan setelah kita berbuat baik tidak selalu sama jenisnya : memberi materi lalu dibalas dengan materi. Bahkan juga ga selalu dengan kemudahan duniawi. Seringkali kita dipaksa untuk berbaik sangka dengan semakin banyaknya kesulitan sesaat setelah berbuat baik. Bukan sebab Allah tidak membalas kebaikan kita, tapi Dia membalasnya dengan cara yang tidak kita ketahui.
Siapa tahu, seharusnya di jalan kita kecelakaan tapi ditolong Allah sebab sedekah kita? Siapa tahu, seharusnya kita melalaikan sholat subuh karena ketiduran tapi Allah membangunkan kita melalui keributan tetangga sebab infaq kita di hari sebelumnya? Siapa tahu, sedekah kita yang sedikit itu habis untuk menggugurkan dosa kita yang sebumi dan lautan?
Kita hanya perlu yakin bahwa Allah tidak pernah mengkhianati janji. Kita hanya perlu lebih ikhlas untuk berbuat kebaikan. Kita hanya perlu lebih berlapang dada bahwa kebaikan yang Allah beri tidak selalu berwujud kekayaan dunia. Kita hanya perlu lebih peka dan berbaik sangka. 
Pada akhirnya, salah satu rezeki besar (yang bisa dipicu dengan perbuatan baik kita) yang tidak kita sadari adalah berwujud kesempatan berbuat baik. Berwujud dipertemukannya kita dengan orang atau hal - hal yang butuh tindakan kita. Berwujud dipertemukannya kita dengan kondisi yang memerlukan bantuan kita. Kita diberi kesempatan berbuat baik lebih banyak, dan semakin kita mengambil kesempatan itu, semakin banyak kesempatan datang.
Lalu Allah semakin sayang.
622 notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
:"""
Pengorbanan Perasaan
Sewaktu kecil dulu, kita tidak begitu paham bagaimana perasaan orang tua. Saat kita menangis, merengek meminta sesuatu. Saat kita sakit, kemudian terbaring beberapa hari. Kita tidak pernah tahu.
Sampai kita sebesar ini, barangkali kita juga tidak cukup tahu apa yang sebenarnya orang tua rasakan. Seberapa besar pengorbanan rasa mereka hingga kita sampai bisa berjalan sejauh ini.
Saat kamu mengatakan cita-citamu untuk merantau jauh, menempuh studi di luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Mereka bersedia mengorbankan rasa rindu mereka, membiarkan langkah kakimu pergi dengan tenang -dan ringan- untuk menggapai mimpi-mimpimu. Mereka bersedia menahan kangen, perasaan yang lazim. Perasaan-perasaan lain seperti kesepian, juga hal-hal lain yang tidak sanggup diungkapkan. Saat mereka mengingat betapa riuhnya rumah saat kamu masih ada di sana. Rasa cemas setiap hari memikirkanmu di perantauan, hingga tidur mereka tidak nyenyak sampai menerima kabarmu. Meski cuma pesan singkat.
Kemudian, saat kamu berbicara tentang seseorang yang kamu sukai. Saat mereka harus berkorban lebih besar lagi atas perasaannya. Merelakanmu memilih hidupmu dengan orang lain. Dan merelakan diri bahwa dirinya tidak menjadi prioritas utamamu lagi. Kamu memiliki keluarga kecil yang harus kamu urus.
Mereka harus menahan rindu, menahan kesepian, menahan berbagai perasaan yang mungkin baru akan dimengerti saat nanti kita berkeluarga dan memiliki anak.
Perasaan yang mereka korbankan begitu banyak. Rasa cinta, rasa rindu, rasa cemas, rasa khawatir, dan segala perasaan yang diciptakan Tuhan di dunia ini, mereka harus menanggungnya. Dan yang kita tahu hanya beberapa, yang kita tahu hanya sedikit. Sementara kita sering mengeluh kepada mereka. Atas batasan-batasan yang mereka buat, atas aturan-aturan yang tidak bisa kita terima, atas nasihat-nasihat yang menurut kita kuno.
Kita merasa lebih maju dalam segala hal, tapi kita lupa kalau kita tidak pernah bisa mengalahkan pengorbanan mereka sedikitpun. Yogyakarta, 5 Oktober 2017 | ©kurniawangunadi
2K notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
Apa Sebab?
Apa sebab orang bisa menyukaimu, bahkan jatuh hati? Padahal engkau tidak cantik seperti yang lain, bukankah itu perasaanmu? Kamu merasa tidak juga lebih pintar, lebih baik, bahkan lebih salehah. Tapi mengapa ada yang bisa menyukaimu? Bahkan rela jauh-jauh datang ke rumahmu, rela bekerja lebih keras untuk mempersiapkan hari-hari baik kemudian hari denganmu.
Apa sebab orang bisa menyukaimu? Sekalipun menurutmu, dirimu begini dan begitu?
Apa hendak dikata. Bukankah berulang kali kamu dengar bahwa cantik itu relatif, berdasarkan perasaan. Bukan berdasarkan standar iklan di televisi. Bahkan, sejauh mana ukuran kebaikan seseorang itu juga relatif. Baginya, kamu itu baik, dan itu lebih dari cukup untuk mengalahkan pikiranmu tentang dirimu sendiri yang merasa kamu belum cukup baik.
Apa sebab orang bisa menyukaimu, bahkan jatuh hati? Barangkali itulah sisi yang tidak bisa kamu lihat. Ada orang yang bisa melihat sesuatu yang tidak bisa kamu lihat dari dirimu sendiri. Dan memang, kita tidak bisa menilai diri sendiri dengan baik.
Boleh jadi, masa lalumu amat buruk, tapi baginya itu tidak berarti. Boleh jadi, kulit wajahmu kusam dan gelap, tapi baginya itu tidak berarti. Boleh jadi kepandaianmu tidak seberapa, tapi baginya itu tidak berarti.
Lalu kira-kira apa yang berarti darimu baginya? Barangkali kamu akan menemukan jawaban itu nanti di tatapan matanya, juga bagaimana setiap kata-kata yang keluar darinya, juga bagaimana ia memperlakukanmu. Barangkali juga kamu tidak akan menemukan jawaban itu segera. Butuh bertahun-tahun untuk mengerti dan memahami, mengapa ada orang yang bisa menyukaimu, bahkan jatuh hati.
Yogyakarta, 5 Oktober 2017 | ©kurniawangunadi
5K notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
Yang Terlewatkan
Semua yang telah terlewati, tidak dan jangan pernah ada yang menjadi sesal. Ada dan selalu ada hal-hal yang memang tidak bisa kita raih setinggi apapun kita berusaha melompat untuk menggapainya. Ada hal-hal yang tidak berjalan bersisian dengan harapan-harapan. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada perasaan-perasaan yang memang tidak bisa selesai.
Biarlah semua itu mengalir seperti udara, menempati semua ruang yang mungkin untuk diisi. Dan kita bisa bernafas dengannya, menjalani hidup dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan secara harmonis. Menerimanya, mengakuinya, dan bersedia memeluknya.
Semua yang sudah terlewati tidak untuk diandai-andaikan. Tidak untuk dibayang-bayangkan. Biarkan itu menjadi bagian dalam hidup kita yang bisa menjadi pembelajaran berharga untuk siapapun yang mendengarkannya, mengetahuinya, melihatnya, bahkan yang turut serta menjadi saksi-saksi. Biarlah ia tetap seperti itu, seperti apa adanya.
Semua yang sudah terjadi, tidak perlu dikubur. Sebab itu bukanlah sebuah kematian, kenangan itu tidak bisa mati. Ia akan tetap hidup, semakin berusaha kita ingin membunuhnya, ia akan tetap hidup, justru semakin hidup.
Hari ini, memang rasanya tidak menyenangkan. Dan mungkin, entah sampai kapan. Tapi, sungguh ada satu hal yang harus diketahui. Bahwa kalau kita belum juga bisa memetik hikmah darinya, selama itu pula kita akan sulit menerima segala hal yang telah terlewati.
Yogyakarta, 1 Oktober 2017 | ©kurniawangunadi
2K notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
Menjadi Tidak Terkenal Adalah Kehidupan
Pekerjaan saya saat ini mengharuskan saya untuk punya kebiasaan memantau tren dan mode yang sedang berkembang. Mulai dari melihat artis – artis yang saat ini sedang di gandrungi, selebgram yang sedang diminati, youtuber yang subscribe nya gila gilaan. Semua itu mesti dilakukan supaya saya bisa mendefinisikan desain – desain baju yang cocok bareng teman teman. Membuat brand yang kuat. Serta menyusun strategi marketing yang tepat sesuai situasi dan kondisi pasar.
Kadang kala saat melihat kehidupan orang yang sedang saya pelajari lewat media sosialnya itu, membuat saya tertegun kok bisa ya punya follower ig sampe 18 juta orang (sambil geleng – geleng kepala). Saya menemukan mereka – mereka yang terkenal di media sosial umumnya memiliki kemampuan yang baik dalam menampilkan sebuah sisi kehidupan mereka. Sambil memperhatikan dan mempelajari itu semua, saya suka istighfar banyak – banyak karena seperti yang dipublikasikan oleh United Kingdom’s Royal Society for Public Health beberapa media sosial terutama instagram merupakan media sosial paling buruk bagi kesehatan mental. Bagaimana tidak home kita sering kali disajikan secara gratis kehidupan teman – teman kita yang menyenangkan (karena tentu sebagian besar orang lebih suka membagi sisi menyenangkan hidupnya). Melihat teman – teman kita jalan – jalan sementara kita terkurung di depan laptop ngerjain segudang kerjaan. Kita melihat banyak orang memiliki pencapaian di usia yang sama, sementara kita masih berjuang dengan mimpi – mimpi kecil kita. Kita sejenak dibuat lupa, bahwa yang kita lihat ibarat bagian depan purnama yang cemerlang, bagian gelapnya kita sama sekali tidak tahu. Kita terlanjur membanding – bandingkan diri kita mungkin hanya karena jumlah likers dan komen yang tidak sebanyak si anu. Kita melihat teman – teman kita melakukan banyak hal berarti, sementara kita karena sibuk membandingkan jadi lupa melakukan hal berarti. Sering kali saya istighfar saat mulai membandingkan diri dengan orang – orang terkenal itu, lebih sulit lagi kalau godaannya adalah keterkenalan teman yang kita kenal.
Sejak media sosial menjadi sebuah kebiasaan dalam kehidupan kita, kita mungkin sedikit atau banyak terobsesi untuk menunjukkan diri kita. Menampilkan apa – apa yang kita punya. Menunjukkan kita telah melakukan ini itu. Tapi hal – hal seperti itu takkan memberikan kebahagiaan permanen, seperti permen yang terasa selama ia tak mencair sepenuhnya di mulut.
Saya jadi ingat perkataan abang di suatu hari, “biarlah abang hidup di dunia nyata”. Dan benar, sedikit sekali waktu yang abang habiskan untuk media sosial. Abang cuma punya facebook itupun jarang disentuhnya.  Kehidupan nyata yang membuat kita lupa untuk ingin terlihat, untuk ingin terkenal, untuk ingin diketahui eksistensinya. Kerjaan abang baca buku, belajar, melakukan kegiatan – kegiatan bermakna yang tak perlu diketahui orang lain. Tahu – tahu ngasi kabar kalau semua nilai – nilainya A+ mumtaz, dapet IPK di atas 4,9 dari skala 5,00. Sepertinya kehidupannya baik – baik saja tanpa keterkenalan, bahkan saya baru tahu bahwa di kalangan mahasiswa madinah dari berbagai negara abang terkenal sebagai  seorang cendekiawan. Dan yah, kehidupan abang baik – baik saja tanpa lampu sorot mengarah ke arahnya. Abang hanya melakukan hal biasa dengan cara terbaik, kualitasnya yang membuatnya bersinar dengan sendirinya tanpa perlu diminta. Karena menjadi tidak terkenal justru kehidupan yang sesungguhnya.
Seperti kehidupan yang dijalani oleh salah seorang ulama besar generasi tabiut tabi’in, Abdullah bin al-Mubarak. Beliau mengatakan tidak dikenal dan tidak disanjung adalah kehidupan. Menjadi biasa di mata manusia adalah harapan. Salah seorang murid beliau, Hasan bin Rabi’, bercerita, “Suatu hari, aku bersama Ibnul Mubarak menuju tempat minum umum. Orang-orang (mengantri) minum dari tempat tersebut. Lalu Ibnul Mubarak mendekat ke tempat peminuman umum itu, tidak ada orang yang mengenalinya. Mereka memepet-mepet bahkan mendorong-dorongnya.
Ketika keluar dari desak-desakan tersebut, Ibnul Mubarak berkata, ‘Yang seperti inilah baru namanya hidup. Ketika orang tidak mengenalmu dan tidak mengagung-agungkanmu’.” (Shifatu Shafwah, 4/135).
Terkenal ataupun tidak yang terpenting kita mestilah bahagia menjalani hidup yang hanya sekali ini, tak perlu membanding - bandingkan cukup bergerak dengan sekuat tenaga. Tak perlu merasa rendah diri disadari ataupun tidak eksistensinya sebagai manusia, sebab kita itu sama istimewanya dengan manusia manapun di muka bumi. Sebab, sama sama di perhatikan Allah sampai ditugaskan dua malaikat untuk memperhatikan kita raqib dan atid. :)
  ©Alizeti
1K notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Note
Halo Kak, saya Nurul, masih mahasiswi, tapi semangatnya luntur. Saya mau nanya Kak. Kakak, punya mimpi? Nah terus pernah ga, ngerasain ga punya mimpi? Pernah ngerasain teramat sangat ga bisa apa-apa? Kalo pernah, bisa tolong ceritain Kak menghadapinya dulu gimana? Terima kasih.
Ketika Mimpi Harus Berhenti Sementara
Halo, Nurul! Saya juga mahasiswa, dong. Dan saya sangat menikmati status sebagai “mahasiswa”, entah kenapa. Mungkin karena pada babak menjadi mahasiswa, liberasi pemikiran-kehidupan-spiritualisme begitu kental sehingga kita bisa menjadi apapun yang kita mau. Masa-masa di mana kebebasan dari realita dan idealisme berwujud nyata; sebab mahasiswa hidup di antara keduanya. Jadi, buat kalian yang masih berstatus mahasiswa, bersyukurlah dan nikmati segala yang ada di babak ini.
Ah, luntur itu biasa. Jangankan semangat, keimanan saja naik-turun. Pernah tidak punya mimpi? Sering. Ketika saya tidur lalu tidak bermimpi. Haha. Saya merasa rugi sih jika tidak bermimpi. Sebab ketika saya tidak melakukan sesuatu berarti saya membuang-buang waktu; termasuk jika tidak bermimpi. 
Tapi kalau kondisi hampa yang membuat kita kehilangan arah, kosong, jauh dari mimpi (bahkan cenderung pesimis), rasa tak ada yang peduli, dan semisalnya, tentu pernah. Saya biasa membaginya menjadi dua.
Pertama, jika saya hampa ruhiyah (spiritualitas), merasakan kegersangan, jumud, dan cenderung futur (berkurangnya kualitas ibadah dan aktivitas dakwah). Jika tidak sadar, ini fatal dan menjadi penyebab banyaknya mereka yang bermentalan dari jalan kebenaran, mewajari dosa, bahkan murtad. Ketika saya sanggup menyadarinya–alhamdulillah, saya akan kembali ke titik di mana saya menemukan momentum. Sebagai contoh, momentum saya ada di tarbiyah adalah saat saya taubatan nasuha di acara muhasabah Tafakur Alam Rohis SMA 28. Yang saya ingat betul waktu itu adalah saya meresapi nasyid Raihan yang berjudul Damba Cinta-Mu (download di sini: klik), sambil mendengar spoken word dari kakak-kakak mentor, seketika saya menangis meronta. Momen itu adalah titik balik saya berjanji memperbaiki diri dan semakin mengenal diri-Nya. Ketika saya merasakan hampa ruhiyah, saya akan swa-muhasabah. Paling simpel, saya akan mendengarkan kembali nasyid tersebut. 
Kedua, jika saya hampa cita-cita, merasakan kekosongan masa depan, tak tahu harus melakukan apa, merasa salah jalan, merasa tak bisa berbuat banyak, hilang gagasan, merasa tak ada yang mendukung, atau apapun yang menjadikan kita seolah-olah nothing. Saya biasanya menghabiskan waktu di Gramedia untuk mengikis perasaan tersebut. Saya mengisi kepala dengan gagasan-gagasan baru; entah yang sifatnya teknis seperti bisnis atau usaha, yang sifatnya motivasi, atau yang sifatnya penyegar pikiran. Kadang juga saya berkhayal sambil mengeluarkan ide-ide gila. Intinya adalah terus membuat otak saya berpikir, sebab diam itu berarti mati. Seperti yang saya sebutkan di atas, jika saya berhenti bermimpi, saya telah membuang-buang waktu. Dan, cara saya untuk terus bermimpi adalah dengan memberikan rangsangan kepada otak untuk terus berpikir.
Sebab menurut sains, mimpi adalah apa yang kita pikirkan terakhir sebelum tidur. Jika kita tidak memikirkan apapun, maka peluang untuk bermimpi itu kecil. Saya paham maksud kamu dengan “mimpi” adalah cita-cita. Namun, saya membicarakan mimpi yang sesungguhnya yang juga berkaitan erat dengan cita-cita. Sebab kuncinya ada di “terus membuat kepalamu berpikir”. 
125 notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
Sedang jatuh cinta sama quotes ini. Mungkin karena lagi relate banget kali ya sama mood akhir-akhir ini yang suka nge-down. Nge-down karena ngeliat cewek jaman now pada bening-bening semua. Pada pinter gitu nge-make-up ala-ala korea :') Terus langsung liat diri sendiri yang beli make up aja tuh rasanya pelit gitu. Mendingan duitnya dihabisin buat manjaain si perut dah haha😂 . . Terus ada juga yang bilang, cantik itu katanya investasi. Jadi ya wajar aja kalau banyak wanita yang senang mempercantik dirinya, investasi bruh. Eh tapi sebenernya investasinya itu buat siapa ya? Buat diri sendiri atau untuk suami? Kalau investasinya untuk suami, kok rela dibagi-bagi ke yang belum halal?🙈 . Kalau kata team dakwah @hijabalila "Muslimah sejati itu, cantiknya disimpan untuk suami." 😊 . Dan entah kenapa kata-kata itu menghipnotis diri ini untuk jangan terlalu berlebihan menggunakan makeup di tempat umum. Sewajarnya aja lah. Wkwk gausah yang aneh-aneh. Supaya gak tabarruj juga gitu. Yah, biar tampang kucel yang penting eug bukan banci thailand lah yhaa😂
0 notes
heremystories-blog · 7 years
Text
Tulisan : Orang yang Tepat
Kalau kamu merasa kamu pendiam, mungkin itu hanya karena kamu belum bertemu dengan orang yang tepat untuk kamu ajak bicara. Kalau kamu sangat pemalu, mungkin itu hanya karena kamu belum menemukan lingkungan yang tepat untuk menjadi ruang yang nyaman bagimu agar kamu bisa menjadi dirimu sendiri. Kalau kamu merasa kamu kurang dalam segala hal, mungkin kamu belum bertemu dengan orang yang lebih kurang darimu, atau bisa juga orang yang mengagumimu pada hal-hal yang selama ini kamu keluhkan.
Seringkali, segala kekhawatiran kita terjadi kita hanya belum bertemu dengan orang yang tepat. Segala persepsi kita tentang diri sendiri itu hanya lahir dari pikiran kita, bukan orang lain. Sehingga, bertemu dengan orang yang tepat memang sebuah hadiah yang tak ternilai.
Orang yang tidak hanya bisa membuat kita menjadi diri sendiri, melainkan orang yang sekaligus bisa menjadi lingkungan yang kita bisa tinggali. Hidup dalam lingkungan tersebut, nyaman memang. Tapi, zona nyaman yang membuat kita terus tumbuh tentu lebih baik daripada kita harus keluar darinya kan?
Kalau kita tidak atau belum juga menemukan orang yang tepat tersebut, bukankah tidak ada salahnya kita berusaha untuk membuat diri kita menjadi orang yang tepat untuk orang lain?
:)
©kurniawangunadi | yogyakarta, 21 september 2017
3K notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
Jalan
Ada yang setelah sekian lama menunggu, akhirnya berujung temu. Ada pula yang sebaliknya, menunggu seseorang sekian tahun, ternyata digantikan dengan seseorang yang lebih baik. Yang lebih siap. Meski tak terduga sebelumnya. 
 Ada yang diam-diam mendoakan, menyodorkan proposal di tiap sujud panjangnya pada Allah, ternyata entah bagaimana cara Tuhan mempertemukan, doa-doa itu dikabulkan. Ada yang sudah demikian gigihnya mencintai dalam diam, mendoakan di sepanjang malam, tapi Allah punya suratan lain. Meski takseindah milik Fatimah yang dalam senyap mengagumi Ali, tapi menurutNya–garis ini sudah yang terbaik. 
 Ada yang sedang menggugu, hatinya baru saja patah. Tapi tetiba, Allah kirim obat merah. Yang perlahan menyembuhkan, yang mau dengan sabar membangun lagi kepercayaan. 
 Ada yang butuh bertahun-tahun untuk kembali menata serpihan, tak apa, pada akhirnya dia menemukan jalannya. Mungkin romansa bukan genrenya. Tapi tak pernah ada prasangka buruk padaNya. Barangkali, nanti di akhirat Allah simpankan satu yang paling baik untuknya. Biar kali ini ia hidup dengan cinta yang lain; cinta pada ilmu pengetahuan, cinta pada pengabdian, cinta pada kebermanfaatan, cinta pada keluarga dan sahabat-sahabatnya. 
 Ada yang sedang menata diri. Biarkanlah, jangan dipanas-panasi. 
 Ada banyak jalan, ada banyak kisah. Ada banyak yang bisa diambil pelajaran, ada banyak pula yang bisa kita petik hikmah. Setiap kisah, punya air matanya masing-masing, punya tawanya masing-masing. 
Selamat menata prasangka baik, selamat menjalani jalanmu dengan sebaik-baiknya! Perdengarkanlah kisahmu nanti, untukku. Agar aku bisa belajar juga dari situ.
2K notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
Cerpen : Cantik, Hanya Untuk Dilihat.
Beberapa waktu yang lalu, saya dan teman lama terlibat dalam sebuah diskusi. Mungkin karena tidak lama ngobrol ngalor ngidul. Diskusi kami membahas banyak hal. Salah satu hal yang kami ingat adalah tentang fenomena orang-orang yang begitu ingin menampilkan sisi-sisi pribadi dari hidupnya.
Rela menjadikan privasinya sebagai sesuatu yang umum. Rela memperlihatkan detail-detail dirinya secara total dan menjadi sesuatu yang umum. Pembahasan ini sebenarnya tentang kasus krisisnya tentang pasangan hidup ditengah-tengah kariernya yang menurutku sudah cukup. Juga usianya yang menurutku lebih dari cukup untuk masuk ke jenjang tanggungjawab yang berbeda. Dan saya sudah menikah, mungkin sebabnya pembahasan itu menjadi lebih realistis. Tidak seperti dulu, beberapa tahun yang lalu.
Salah satu katanya itu menarik, “Kalau melihat perempuan-perempuan yang hilir mudik di instagram itu, cantik-cantik sih emang, captionnya pun luar biasa bijak. Tapi buatku, mereka itu hanya untuk dilihat, tidak sampai membuatku ingin menikah dengannya.”ujarnya
Tentu jawaban ini bisa didebat, tapi aku tidak ingin mendebatnya. Apalagi itu hanya timbul dari asumsinya, tidak mengenal dengan baik dan personal siapa perempuan-perempuan yang hilir mudik di media sosialnya itu. Tapi aku lebih tertarik, sebab mengapa hal itu muncul di pikirannya.
“Entahlah. Mungkin karena gue anak ekonomi kali ya, tapi mungkin ini enggak ada hubungannya. Kalau kita berpikir secara ekonomi, ketika kita mau menjual sesuatu, katakanlah promosi. Kita akan menampilkan yang terbaik yang bisa kita jual kepada calon pembeli. Kalau kita tidak punya ini, kita punya itu. Kalau semua itu ditarik ke sisi manusia. Kita bisa melihat secara langsung, kalau kita tidak memiliki kecerdasan yang cukup, kita akan menawarkan tenaga atau kekuatan kita. Kalau kita tidak punya kekuatan juga kecerdasan, kita mungkin bisa menawarkan hal yang lain. Sampai ada yang paling ekstrem seperti menawarkan tubuhnya, organnya, bahkan bayinya untuk dijual.”
Aku berusaha menyimak, cara berpikirnya memang sedikit menarik.
“Di media sosial itu, orang tidak punya berusaha menampilkan agar menjadi punya. Manipulatif. Berusaha tampil secara fisik menarik. Entah dari tubuh, gaya hidup, makanan yang dimakan, tempat bepergiannya, dan sebagainya.”
Saya manggut-manggut.
“Dan terakhir, ketika ia tidak memiliki hal lain seperti kecerdasan atau kemampuan-kemampuan lainnya, ia akan menampilkan kecantikannya. Sebagai nilai jualnya.”
“Kesimpulannya apa?” tanyaku.
“Gue nyari yang cerdas, yang rendah hati, yang tahu adab dan menjaga diri. Dan yang seperti itu, gue tahu mereka nggak akan menawarkan dirinya melalui kecantikan diri. Dengan make up, pakaian paling anggun, sambil makan cantik di tempat hits. Karena mereka tahu dimana nilai jual mereka. Bukan di kecantikan.”
Saya manggut-manggut lagi. Dulu saya menemukan istri saya di organisasi, bukan di instagram sih.
“Dan yang seperti itu, mainannya tidak di dunia maya.” ujarnya mantab, sambil menyeruput es teh terakhirnya.
Yogyakarta, 19 September 2017 | ©kurniawangunadi
3K notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Text
To Be Ready
Sehabis menonton 500 Days of Summer, ada satu kutipan yang nempel banget di pikiran saya.
Kutipan itu, terjadi dalam obrolan antara Tom yang diperankan Gordon-Levitt dan Summer yang diperankan Zoey Deschanel - artis favorit yang masya-allah-cantik banget-matanya. Saya pernah lihat Zoey di beberapa film, tapi di film ini saya baru sadar, yang bikin dia cantik banget adalah matanya. 
Sampai-sampai ada akun lawak di Tumblr: @guyswithzooeyes​ yang didekasikan untuk menempelkan mata Zoey di banyak muka artis lainnya.
Obrolan itu terjadi saat Tom menanyakan apa yang terjadi dengan hubungan Summer sebelumnya yang gagal dan tidak berlanjut.
“What happened? Why didn’t they work out?”
Jawabannya, menampar dan membuat saya berpikir sejenak.
Tumblr media
“What always happens. Life”
Konteks obrolan tadi mungkin tentang hubungan. Tapi jawaban Summer, adalah jawaban sederhana untuk banyak mozaik kehidupan.
Dalam banyak titik di kehidupan kita, ada hal-hal yang berubah begitu saja. Tidak ada rencana, tidak ada tanda-tanda, tapi kehidupan terjadi dan perubahan harus dialami.
Boom. Just like that.
Kitanya sih mungkin ga pernah kepikiran untuk menjalaninya. Kita mungkin punya bayangan yang berbeda. Kita mungkin sudah menggambar peta dan menuliskan rencana; tapi kehidupan datang dan kita harus menerima.
Dulu, atau bahkan mungkin sampai sekarang, saya masih sering percaya bahwa hidup itu bentuknya lurus-lurus saja. Tapi semakin dewasa, semakin banyak bertemu masalah dan orang yang berbeda-beda, ternyata hidup tidak semulus yang saya kira.
Tumblr media
Saya sudah sering melihat gambar ini sebelumnya. I used to take it as a joke. Turns out, it’s not.
It never was.
Hidup hadir dengan kejutan-kejutan tidak terduga. Sama seperti melakukan perjalanan, kita harus punya rencana. Tapi kita juga harus selalu siap dengan kemungkinan salah jalan, tetiba turun hujan, bertemu jalan buntu, atau tetiba harus berputar dan pindah haluan.
We gotta learn how to pivot.
Saya mungkin sudah lumayan sering cerita di blog/podcast bahwa saya contoh nyata salah jurusan, tapi pemikiran tentang itu tidak ada sebelumnya.
Saya ingat dulu waktu SMA, saya anak olimpiade Biologi. Saya pikir, saya memang anak biologi. Saya pikir, sains adalah ladang saya untuk berkontribusi. Saat membuka diari semasa SMA (iya saya punya diari), saya pernah punya cita-cita menjadi saintis lab yang menemukan unsur baru. Saya juga pernah bercita-cita menjadi wildlife photographer, jurnalis National Geographic, atau pembawa acara program seperti BBC Wildlife.
Tapi ternyata kehidupan terjadi. Life happens.
I learned. I met people. I changed.
Then, I moved on.
Kita mungkin berharap perubahan terjadi di saat kita siap. Sayangnya, waktu adalah misteri dan kehidupan tidak pernah mau berkompromi.
Saya jadi teringat dialog di film Doctor Strange, sesaat sebelum The Ancient One meninggal dan menitipkan pesan agar Strange bersiap melanjutkan perjuangannya.
Strange mengelak dan berkata, “I’m not ready”.
Jawaban The Ancient One menampar dan jujur apa adanya.
“No one ever is”, katanya sambil memegang tangan Strange. “We don’t get to choose our time”
Tumblr media
Kehidupan mungkin terjadi di saat kita siap, tapi lebih sering lagi, kehidupan datang agar kita siap.
Kita tidak pernah bisa memilih kapan waktu yang tepat untuk kita. Tapi percayalah, Tuhan selalu menyiapkan skenario terbaik-Nya.
So next time Life happens and put you in a condition you don’t want, maybe you may want to think it for a while.
Tumblr media
Maybe, He wants you to be ready.
899 notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Note
Dea....tadi aku lihat videonya Dedy Corbuzier sama ustadz Wijayanto yang ngomongin kafir. Well kalo denger jawabannya bapak ustadz, diplomatis banget sih. Aku pengen dapet penjelasan dari kamu. Soalnya kamu biasanya bisa jelasin dengan gamblang banget dengan bahasa yang enak. Kalau misal agamaku katholik, kamu nyebut aku kafir apa ahli kitab? Sebenernya pengen tanya via japri. Tapi lebih suka via tumblr biar kamu jawabnya bisa panjang hoho. Happy ramadhan btw 😊 Awal juli aku di Sby. Ayok ngopi
Haloo mas anon yang tidak anon ~XD sorry baru sempet jawab pertanyaan ini. Sampe diingetin via WA :p
Jawaban pertanyaan ini panjang kali lebar. Saya butuh suasana tenang biar ga keliru.
Jadi begini mas……
yang pertama, mas harus tau bahwa istilah kafir itu ada bukan untuk blasphemy atau bullying. Tapi karena sekarang banyak orang yang menggunakan istilah tersebut untuk kepentingan masing-masing, kata kafir itu jadinya berasosiasi dengan kebencian dan makian.
Jadi kalau kita bahas istilah kafir di tulisan ini, mas harus ngerubah persepsi terlebih dahulu untuk menempatkan istilah ini di posisi yang netral. 
Yang kedua, kalo mas baca terjemahan Al Qur’an dan menemukan ayat-ayat yang menyuruh kami memerangi kafir, mas perlu tahu kalo ayat itu turun berkenaan dengan kafir yang memerangi ummat Islam. Jadi nggak semua kafir harus diperangi. Perkara ini, saya bahas lagi di paragraf selanjutnya.
Nah….kafir dari segi bahasa artinya tertutup. Kalau secara istilah artinya adalah orang yang hati dan akalnya tertutup sehingga tidak bisa menerima kebenaran Islam. Dalam islam itu ada konsep rukun Islam dan rukun iman. Kalau salah satu rukun islam tidak kami tunaikan, Islam kami tidak sempurna tapi kami tidak masuk golongan kafir. Kalo salah satu rukun iman tidak dipenuhi, kami bisa langsung masuk golongan kafir. Simpelnya seperti itu.
Rukun islam pertama itu syahadat yang mempersaksikan bahwa Allah itu Tuhan kami dan Muhammad itu Rasulullah. Kalau kami bersyahadat, otomatis kami sudah memenuhi dua rukun iman yaitu iman kepada Allah dan iman kepada Rasulullah. Konsekuensinya, kami harus menunaikan satu rukun iman lagi yaitu iman kepada Kitab Allah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an) dimana Al Qur’an mendefinisikan kafir seperti yang saya sebutkan di atas.
Salah satu ayatnya bisa di cek di sini QS 5:17
Itu yang mendefinisikan Al Qur’an, bukan saya. Jadi saya nggak bisa mengganti definisinya. Dan saya harus percaya definisi ini sebagai konsekuensi karena saya memilih Islam.
Memang dalam Al Qur’an ada banyak ayat yang bicara bahwa orang kafir masuk neraka. Dan lagi-lagi ini wilayah believe. Percaya atau tidak, kami yang muslim diwajibkan percaya. Yang non muslim, sama sekali nggak diikat dengan Al Qur’an. Jadi nggak perlu terprovokasi dengan ayat ini.
Di awal tadi, saya kan nyebut kalo kafir itu bukan dibuat untuk blasphemy atau bullying. Ini label yang digunakan untuk kepentingan yang lebih luas. Contohnya….negara Islam itu kenal konsep zakat dan jizyah. Zakat dibebankan kepada penduduk muslim, jizyah dibebankan kepada kafir (atau kalo mas belom nyaman dengan istilah ini, selanjutnya tak sebut non muslim). Dimana besaran zakat itu jauh lebih besar daripada jizyah.
Kami mengenal dua jenis non muslim. Yang pertama kafir harbi yaitu orang non muslim yang memerangi kami. Yang kedua adalah kafir dzimmi atau ahlu dzimmah, yaitu non muslim yang tidak memerangi islam.
Dalam hal berhubungan antar sesama manusia, hak ahlu dzimmah ini sama dengan sesama muslim. Mereka berhak dijenguk kalau sakit, berhak ditolong bila terjebak dalam kesulitan, berhak dijamin keamanannya saat beribadah, berhak dapat jaminan sosial kalau berada di negeri muslim dan seterusnya. Kecuali dalam hal warisan, pernikahan dan kepemimpinan negara. Kami tidak diizinkan menikah dengan non muslim. Non muslim juga tidak berhak dapat warisan dari orang muslim. Tapi dalam islam kan ada konsep hibah (pemberian), harta orang yang meninggal itu boleh dikasih ke orang lain maksimal 1/3 baru habis itu dibagi ke ahli waris. Nah orang non muslim, biasanya dapat jatah dari yang1/3 bagian tadi. Biar bisa sama-sama legowo.
Nah masalah kepemimpinan kenapa tidak diizinkan? Pemimpin itu harus mengerti seluruh hak dan kewajiban rakyatnya. Dalam islam itu agama bukan sekedar jadi tatacara ritual ibadah, dia juga mengatur kehidupan yang lebih luas. Dikhawatirkan kalau pemimpinnya non muslim, nanti hak dan kewajiban rakyat tidak terpenuhi dengan baik. Tapi non muslim tetap berhak dimintai pendapat dalam hal bernegara karena negara Islam itu mengayomi seluruh manusia, bukan yang muslim aja.
Trus gini, masalah kepemimpinan tadi itu berlaku di negeri yang udah menerapkan syariat Islam aja. Kami nggak diizinkan untuk memaksakan masalah pemimpin ini ke negeri yang tidak didasari syari’at Islam. Di Indonesia, orang non muslim berhak mencalonkan diri. Dan kami sebagai muslim berhak untuk tidak memilih dengan reason “tidak diizinkan oleh agama”, undang-undang nya dijamin pasal 29 UUD 1945. 
Kalau sampai kejadian yang terpilih itu non muslim, tidak ada perintah dalam Alqur’an agar kami memerangi pemimpin tersebut. Karena yang terpenting adalah kami sudah berusaha menjalankan Islam semaksimal yang kami bisa.
Perlu mas tahu, Islam tidak menyuruh kami untuk berperang hanya karena agama yang berbeda. Kami hanya disuruh berperang bila ada kedzaliman yang ditebarkan. Itupun ada tahap-tahapnya. Hal ini bisa dibaca dibuku ustadz Salim A Fillah yang judulnya Lapis-lapis keberkahan dalam bab Atap Naungan Islam. Hanya saja, kebetulan ada banyak kisah tentang orang yang kafir sekaligus dzalim dan seringkali yang disorot cuma kafirnya doang. Bukan zalimnya. Tentang ini, coba baca kisah tentang Khosrou (Persia), Vlad Dracul (Turki Ottoman), atau Perang ‘Ain Jalut.
Pada prakteknya dalam kaitan hubungan politik muslim dan non muslim, di Dinasti Abbasiyah ada banyak ilmuwan dan politikus yang non muslim dan sangat dihormati. Mas juga bisa baca kisah tentang masjid Umar sebagai contoh toleransi yang diajarkan. I can’t write those stories here. It’s too long. Mending mas baca sendiri.
Kalau kafir harbi, memang harus diperangi untuk menghilangkan kerusakan yang lebih besar. Logikanya kan sama kayak Indonesia yang memerangi Belanda zaman penjajahan. Perang itu sesuatu yang kita benci namun dalam kondisi tertentu, kita memang harus berperang.
Dalam Al Baqoroh (lupa ayatnya), ada lafadz Laa ikraaha fid din. artinya tidak ada paksaan dalam beragama. It means kami tidak boleh memaksakan keyakinan kami ke orang lain. Kalau yang demikian saja nggak boleh, apalagi berperang tanpa sebab.
Jadi saya berharap phobia terhadap Islam bisa berkurang dengan penjelasan ini.
Apakah mas bisa saya sebut Ahli Kitab?
Sebelumnya kan saya bilang kalo salah satu rukun iman adalah beriman kepada kitab Allah. Kitab itu ada empat yaitu Taurat, Injil, Zabur, Al Qur’an. Dimana keempat-empatnya mengajarkan tauhid (beriman kepada Allah).
Injil yang kami imani berbeda dengan injil yang mas percayai. Taurat yang kami imani juga berbeda dengan taurat yang diimani orang Yahudi. Ahli kitab adalah orang-orang yang percaya dengan Injil dan Taurat kami yang artinya mereka juga percaya tentang kenabian Muhammad SAW, percaya bahwa Tuhan mereka adalah Allah. Bukan yang lain. Itu artinya, ketika Ahli kitab itu bertemu dengan Rasulullah, mereka otomatis akan berislam dan langsung menjadikan Al Qur’an sebagai panduan hidup mereka. Karena dalam kitab mereka, diberitahukan bahwa Muhammad adalah penyempurna risalah.
Ahli kitab yang disebutkan dalam Al Qur’an itu sudah tidak ada hari ini. Mereka ada di era antara masa Nabi Isa AS sampai Nabi Muhammad SAW. Kalau mas pengen tau profilnya Ahli Kitab, mas bisa cari dengan keyword Waraqah bin Naufal. Beliau masih family dengan Khadijah isteri Rasulullah.
Di penjelasan ini nggak ada yang ditutupi, dan saya berusaha ngasih gambaran utuh sejauh yang saya tau. Dan saya ngejawab, Insya Allah bukan buat nyenengin kamu hehe. Kalau memang ada yang terlewat, mungkin saya yang khilaf.
Endingnya, saya harus nyebut mas apa? Kriterianya Insya Allah sudah sangat gamblang untuk disimpulkan sendiri. Mustahil ada orang yang muslim sekaligus kafir. Tapi manner yang diajarkan Al Qur’an terhadap orang kafir itu tidak seseram yang kamu bayangkan meskipun juga tidak seindah yang kamu harapkan.
Banyak yang berharap kami mengganti kriteria dalam memilih pemimpin. Tapi lagi-lagi, Al qur’an ada untuk kami jalankan. Tidak ada tawar menawar dalam hal ini.
Happy dapat THR, happy cuti bersama :p
1K notes · View notes
heremystories-blog · 7 years
Quote
Aku suka masa - masa di mana kau sibuk mencari bahan untuk membuka pembicaraan.
(via jagungrebus)
331 notes · View notes