Text
Di Sanalah Zakariya Berdoa Kepada Tuhannya
saya hanya menyalin tulisan ini, penulisnya menuliskannya di sini :”). semoga Allaah memberikan keberkahan pada penulisnya :”). Jazaakalllaahu khairan sudah menulis ini.
—
Hunalika da’a zakariya rabbah.
Saya sangat menyukai surah Maryam. Membacanya selalu menumbuhkan bunga bahagia di dada. Rima ayat yang selalu manshub (berakhiran fathah) membuatnya begitu syahdu dilantunkan. Tetapi kali ini bukan tentang Surah Maryam. Adalah surah Ali Imran yang sedang memenuhi pikiran saya. Sebagai penyuka surah Maryam, tentunya surah Ali Imran menjadi sidekick bagi pengembaraan kisah salah satu keluarga yang diutamakan oleh Allah. Karena Imran adalah ayah dari Maryam. Dan bersama dengan keluarga Ibrahim, keluarga Imran adalah diantara keluarga yang Allah tinggikan melebihi segala umat.
Terkisah di surah Ali Imran, setiap kali Zakariya, paman Maryam yang mengasuhnya sejak kecil, mengunjungi Maryam di mihrabnya di sisi Baitul Maqdis, Ia selalu mendapati makanan terhidang di sisi Maryam. “Dari manakah engkau mendapat makanan ini?” Tanya Zakariya kepada Maryam. “Makanan ini datangnya dari sisi Allah,” Jawab Maryam. Mari kita perhatikan apa yang selanjutnya terjadi.
Hunalika da’a zakariya rabbah. Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya.
Zakariya menyadari bahwa ini adalah sesuatu yang luar biasa. Dan Mihrab Maryam adalah tempat yang istimewa. Maka seketika Zakariya mengangkat tangannya dan berdoa. Ia tumpahkan segala pintanya atas sesuatu yang ia telah bersabar begitu lama.
Rabbi habli min ladunka dzurriyyatan thayyibah, innaka sami’uddu’a. Wahai Tuhanku, berilah aku dari sisiMu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.
Zakariya mendambakan anak begitu lama. Maka tersebab doa di tempat yang istimewa ini, Allah mengabulkan pintanya. Melalui Jibril, tersampailah kabar kepada Zakariya ketika ia sedang beribadah di mihrabnya. “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran Yahya, yang membenarkan kalimat yang datang dari Allah, yang dihormati, yang pandai menahan diri, dan seorang nabi yang termasuk dikalangan orang-orang shalih.”
Hunalika da’a zakariya rabbah. Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya.
Di sini saya menyadari seringnya kelalaian itu datang. Bahwa ada hal-hal yang dapat begitu cepat menghubungkan kita dengan Allah. Baik berupa tempat maupun saat-saat tertentu. Tetapi kita sering meremehkan dan lalai darinya. Kita mengetahui kemustajaban doa diantara Adzan dan Iqamah. Begitu juga ketika turun hujan, ketika sujud dalam shalat, ketika meminum air Zamzam, dan banyak lagi waktu-waktu mustajab lainnya. Atau tempat-tempat mustajab seperti Multazam, Raudhah, dan padang Arafah. Tapi seberapa sering kita mewaspadai datangnya waktu-waktu itu dengan antusias untuk kemudian melantunkan doa-doa kita?
Jika boleh meminjam salah satu teori dalam Astrofisika, Wormhole, lubang jalur yang menghubungkan dua titik tertentu di ruang angkasa, yang memungkinkan perpindahan secara drastis yang tidak dibatasi hukum-hukum ruang dan waktu normal. Maka jika boleh mengumpamakan, mungkin inilah Wormhole yang mengantar doa-doa kita melesat menuju Allah.
Atau dalam bahasa yang lebih syahdu yang sering digunakan dalam pembicaraan suluk, mungkin inilah manzilah-manzilah. Stasiun-stasiun persinggahan yang mengantar ke tujuan yang satu. Sebagaimana bulan, matahari dan benda-benda langit lainnya yang telah Allah tetapkan manzilah-manzilah (tempat-tempat) dalam perjalanannya. Maka ada manzilah-manzilah yang telah Allah tetapkan bagi hambaNya untuk menujuNya.
Hunalika da’a zakariya rabbah. Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya.
Maka sadarkah kita akan sebuah manzilah besar, manzilah induk, yang merangkum sekian banyak arus jalur perjalanan? Adalah Ramadhan, manzilah induk itu. Ia merangkum sekian banyak manzilah dalam satu manzilah besar bernama Ramadhan. manzilah diantara adzan dan iqamah, manzilah sujud dalam shalat, manzilah sahur dan berbuka, manzilah hari Jumat, manzilah lailatul qadar, dan manzilah-manzilah lainnya. Semuanya dapat kita singgahi di dalam manzilah induk yang juga penuh keberkahan; Manzilah Ramadhan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya setiap muslim pada tiap siang dan malam harinya di Bulan Ramadhan, memiliki doa yang mustajab.” (diriwayatkan Al Bazzar, Shahih menurut Albani)
Bulan Ramadhan adalah “Hunalika da’a zakariya rabbah” kita. Hadiah istimewa dari Allah. Jangan tahan lisan kita dari mengadu dan berdoa kepada Tuhannya. Berdoalah, Tuhan kita Maha Mendengar doa.
261 notes
·
View notes
Text
Pernikahan yang disyukuri.
Dua orang yang tidak saling mengetahui sebelumnya, yang tidak pernah berjumpa sebelumnya. Atas kebaikan Allaah menyatukan dua hati dalam satu biduk rumah tangga.
Pernikahan itu tidak tegak karena rupa yang elok atau harta, akan tetapi dia tegak dengan agama dan akhlak.
(Syaikh Muhammad Mukhtar Asy Syinqithi rahimahullaah)
Benarlah, dalam pernikahan memang tidak tegak karena rupa yang elok. Sebab rupa yang elok dengan seiringnya waktu akan jua layu. Tidak juga tegak karena harta, sebab harta bisa kapan saja hilang dari genggaman.
Namun pernikahan akan tegak dengan agama dan akhlak. Bagaimana tidak, ketika salah satu pasangan melakukan banyak kesalahan, maka pasangannya memberinya maaf yang begitu lapang untuknya. Kalau bukan sebab Allaah yang memerintahkan untuk memaafkan dan sabar sebab akhlak yang baik tentulah pernikahan itu tidak akan berjalan dengan baik.
Inilah mengapa pentingnya agama, akhlak dan nilai diri yang harus dimilki oleh pasangan. Oleh karenanya sebelum memutuskan menikah perhatikan betul seperti apa cara dia beragama, seperti apa keluhuran akhlaknya dan nilai diri pada dirinya. Terutama sifat sabar dan pemaaf. Sebab tidak hal tidak mungkin ujian dalam rumah tangga itu akan selalu datang silih berganti. Maka disinilah letak kesabaran dan maaf satu sama lain akan diuji.
Mengapa hal ini menjadi penting? Sebab rumah tangga adalah salah satu ibadah terlama yang bisa kita lakukan sampai akhir hayat kita. Dan ia tidak akan tegak hanya bermodalkan cinta saja, ataupun harta, jabatan saja. melainkan agama, akhlak dan nilai diri.
Terutama pada suami, sabar dan maafnya mungkin 2 kali lebih lapang bila dibandingkan dengan istri. Mengapa demikian? Sebab seorang wanita terkadang kalah oleh perasaannya sendiri. Perasaannya seperti cuaca yang mudah berubah-ubah. Kau tau cuaca kan? Sebentar hujan, panas, petir, tsunami, terik, badai, topan , angin puting beliung dan cuaca lainnya yang tidak bisa diprediksi. Sementara laki-laki adalah sebuah negeri yang harus tabah menerima hal itu semua.
Kalau bukan sebab Allaah yang memerintahkan sabar, maka rumah tangga tidak akan berjalan dengan sebagaimana mestinya. Akan ada selalu pertengkaran setiap harinya. Kalau bukan Allaah yang memerintahkan untuk menjadi pemaaf, maka akan terasa berat menjalankan rumah tangga setiap harinya. Itulah mengapa agama menjadi penting pada urutan pertama. Sebab, jika ia paham perihal agamanya. Ia akan paham bagaimana Allaah memerintahkan yang Maaruf dalam menjalaninya.
Perihal akhlak pun demikian, buah dari tauhid adalah akhlak yang baik. Jika dia memahami perihal tauhid dengan benar, maka dia akan berakhlak baik sebagaimana mestinya. Dan terakhir perihal nilai diri yang ada pada pasangan.
Dalam pernikahan bukan hanya kebahagiaan kemana-mana ada yang nganter atau nemenin jalan-jalan saja yang nanti kita rasakan, namun juga nemenin pasangan kita saat ia melalui masa sulitnya, saat ia merasa terpuruk di titik rendahnya, saat ia sedang tidak baik-baik saja dengan dunianya. Pernikahan tidak hanya bercerita tentang kebahagiaan saja, namun juga bercerita tentang ujian yang akan datang silih berganti.
Tidak ada pernikahan yang selamanya akan baik-baik saja tanpa ujian. Semua orang yang berada di dalam biduk rumah tangga akan mengalami ujian pernikahan. Bahkan pernikahan manusia terbaik sekalipun juga melalui ujian yang tidak pernah mudah, bukan?
Dalam pernikahan suami istri yang saling mencintai dan saling memuji satu sama lain, bukan berarti keduanya tak pernah tersakiti, tak pernah kecewa. Mereka pasti akan melalui fase ini. Semua orang dalam pernikahannya pernah kecewa, pernah bersedih, pernah juga tersakiti. Namun sekali lagi diantara keduanya akan saling-saling banyak memberikan udzur satu sama lain, saling sabar, saling memaafkan, berlapang dada, dan berupaya menjadikan rumah tangga sakinnah mawaddah warahmah.
Karena diantara keduanya memahami, pernikahan yang mereka jalani ini menapak di bumi, dan bumi tempatnya ujian untuk berlelah dan bersusah payah. Sebab pada akhirnya tujuan akhir dari semua ini adalah surga Allaah Ta'ala. Sehidup, sesurga bersama.
Perihal pernikahan yang disyukuri adalah perihal saat mendapatkan pasangan yang kesabaran, dan kelapangan hati seluas langit yang entah dimana batasnya. Yang saling memberi nasihat satu sama lain untuk tetap bisa berjalan bersama-sama. Sebab berapa banyak kita temui pada hari ini mereka-mereka yang diuji oleh Allaah melalui pasangannya yang setiap hari bikin ngelus dada..
Semoga tulisan ini menjadi pengingat untuk diri, agar lebih banyak syukur sebab Allaah memberikan seseorang yang kebaikannya tidak bisa dituliskan satu persatu. Jangan lepaskan untuk mendoakan kebaikan selalu untuk pasangan kita kepada Allaah. Sebab salah satu bentuk syukur kita kepada Allaah adalah mendoakan hal baik untuk kebaikannya. Dan doa adalah bahasa cinta paling sederhana. Terimakasih, mas. Terimakasih..
Selepas hujan di balik jendela || 06.46
498 notes
·
View notes
Text
Been long time not releasing any cruel idea on my mind to this tumblr!
Having some (what will I call them), the situation is between stranger and friend, not so friend but I do know them some. Surley they were just so funny that could bring me to the next level of jokes LOL. But they too gave me some advices (they are older than me) about some hacks of life and why young people must have idealism.
The feeling of after HA HA HI HI, then I shut up listening to the advice is like you have a glass full of water, then you drank it, then again you filled it with fresh water. So FULLLLL dan REFRESHHHHH
I know they are not just a good people, but will be a good leader someday. Never doubt bout it hohooh
0 notes
Text
“perempuan itu menang dengan dua cara: mengalah dan mengabdi. laki-laki itu menang dengan dua cara: menjaga dan menghargai.”
— (via prawitamutia)
1K notes
·
View notes
Text
Temen-temen, rekom podcast berbahasa indonesia yang kocak dong 😆 buat temen nyuci. Biar ga nyanyi mulu
17 notes
·
View notes
Text
Wisdom Blessing
“Ya ini sekarang tugas kamu, untuk mencari wisdom blessing nya ituu. Entah rencana apa dari yang di atas kan kita ngga tau. Bayangin lho mbak, ternyata jalan rezeki saya menjadi dosen hanya dengan memundurkan masa studi saya! Hahaha.”
Ada hikmah besar dari pertemuan saya dengan salah satu dosen siang itu. Dosen yang ditakuti oleh hampir semua mahasiswa, karena intonasi bicaranya yang keras khas orang Sumatra, ‘hukuman’ yang cukup bikin ngeri, dibumbui dengan otak cerdas yang hobi nerbitin paper dan bisa memperoleh gelar tertinggi seorang dosen di umurnya yang masih muda. Kombinasi yang pas antara cerdas dan killer.
Siang itu saya menemui bapak untuk revisi hasil sidang pendadaran. Rasa deg-degan menghantui saya menjelang pertemuan dengan bapak. Setelah mengambil nomor urut bimbingan, saya duduk dengan salah satu teman yang kebetulan masih dalam proses bimbingan.
“Aku bakal diapain ya ?”. Gumamku. “Ah, paling bapaknya lupa sama aku. Kan aku sidang udah 10 hari yang lalu.” “Semoga ngga ditanyain aneh-aneh deh.”
Setelah masuk ruang dengan disambut oleh senyuman yang sedikit di paksa, senyum gengsi khas dosen, bapak memulai pembicaraan. “Saya ngga marah kok, mbak. Beneran deh. Saya ngga bales WA bukan karena marah. Waktu itu saya cuma senyum baca WA dari kamu”.
Deg.
Ngga nyangka ternyata bapak masih ingat betul wajah dan pesan saya di WA. Bapak bilang bahwa saya pernah melakukan kesalahan pasca sidang.
“Aduh. Kok bapaknya masih inget sihh huhu. Bakal jadi panjang nih..”
Ya, saya pernah 'mendikte’ bapak hanya untuk keperluan yudisium saya. Walaupun sebenarnya maksud saya adalah menemui bapak dalam waktu dekat ini. Bukan berarti mendikte pengen ketemu besok. Atau ketemu nanti jam sekian. Engga kok. Engga sama sekali. Waktu itu saya cuma cari peluang, kali aja dosen akan ngerti kalau ada mahasiswa yang punya keperluan 'cepat’. Tapi kalaupun dosen pada sibuk dan ngga bisa ditemui, ya saya terima kok.
Waktu itu saya memang mengejar yudisium yang deadline nya tinggal 2 hari lagi. Karena kalau saya ngga berhasil yudisium di periode ini, berarti wisuda saya mundur, tanggal kelulusan saya mundur dan yang paling parah adalah harus bayar UKT lagi. Manteb kan ?
Yudisium dalam 2 hari sebenarnya bisa dikejar, dengan syarat dosennya gampang ditemui dan BAIK. Tapi apa daya ? Saya terlalu egois, dengan men-judge bahwa ketiga dosen penguji saya kurang baik, termasuk si Bapak.
Bapak kurang suka dengan mahasiswa yang 'mendikte’. “Yang namanya mahasiswa ya harus hormat dengan dosen. Kamu yang harus menyesuaikan waktu dengan saya, bukan sebaliknya. PD amat ya kamu pengen cepet-cepet saya kasih tanda tangan”, kata bapak dengan nada tinggi sembari senyum getir.
Pembicaraan di awal berlangsung agresif. Saya cuma bisa senyum sambil manggut-manggut dan sesekali menunduk. Antara ingin mengiyakan kalau saya memang salah dan ingin membela diri. Bapak kasih wejangan ke saya selama +- 15 menit. Lama ? Banget. Tapi saya berusaha kontrol diri saya.
Bapak memang tipe cerdas, yang bisa tahu hanya dengan meilhat. Sehingga justifikasi ke saya meluber sampai ke mana-mana. Mulai dari suku, tempat tinggal, wajah sampai ke kemapuan bahasa inggris. Tapi it’s okay, saya mengikuti alur pembicaraan bapak dengan selalu tersenyum hihi :)))
Nada bicara bapak tidak menyiratkan bahwa bapak marah. Nadanya halus dan tetep senyum. Walaupun kata-katanya tajem banget :( Akhirnya saya minta maaf ke bapak. “Iya pak saya minta maaf ya pak..” kataku singkat. “Ya ya ngga papa. Saya kan dosen kamu. Saya masih punya tanggung jawab untuk mendidik kamu. Besok kalau di dunia kerja, ya beda lagi. Kamu udah ngga punya siapapun yang bisa bela kamu. Dia atasan, bukan lagi pendidik. Dia ngga akan bertanggung jawab atas perbuatan kamu”
Bapak menerima maaf saya dan pembicaraan kami mulai menuju skripsi.
Di tengah-tengah diskusi, bapak masih aja mengaitkan-ngaitkan dengan kesalahan saya. Entah udah kebal atau gimana, saya ngga sakit hati sama sekali, bahkan respon saya cuma senyum geli. “Ya ampun, si bapak gitu ya, salah dikit aja ‘nasihatnya’ sampai mana-mana”. Bener-bener bikin mahasiswa jadi diam seribu kata.
“Ya udah gini aja. Yang penting kamu lulus sidang kan ? Ini cuma masalah waktu kok mbak. Teman-temanmu yang bisa wisuda agustus ya karena mereka sidangnya lebih dulu dari kamu. Ya udah adil kan. Saya yakin kamu tuh bener-bener ngga bisa buat kejar agustus karena emang mepet…”
“Toh udah ngga bayar uang kuliah kan, mbak ?”, lanjut bapak.
“Masih bayar, pak. Tapi 50% dari UKT awal”, kata saya.
“Hmmm masih bayar ya ? Masih mahal ya walaupun cuma 50%. Coba aja klarifikasi ke akademik. Kan bisa aja ada pengembalian uang.”
“Gini mbak…”, kata bapak sembari membenahi posisi duduk dan melipat tangan. “Mungkin besok akan ada wisdom blessing, kalau di sini kita sebutnya hikmah. Jadi bisa aja memang wisudamu mundur, masih harus bayar juga. Tapi yaudah itu rencanNya. Besok pasti bisa diambil hikmahnya.”
Hening sejenak. Bapak masih menatap saya tajam.
“Kamu tahu perjalanan saya menjadi seorang dosen ?”. Tanya bapak sembari senyum simpel.
“Engga pak.” Jawab saya sudah rada malas.
“Jadi gini. Kisahku hampir sama seperti kamu lho mbak. Dulu saya nekat ambil KKN di semester 9. Jadi semester 1-8 saya habiskan buat ambil mata kuliah yang aneh-aneh. Teman-teman saya sudah lulus, yasudah saya masih menetap di kampus hahhahaa…” Cerita bapak sambil ketawa tidak lepas.
“…harusnya bisa lho saya lulus dalam 8 semester. Nah karena keputusan aneh itulah saya malah dikenal dosen-dosen saya. Ada pak parno, pak banar, bu sri.” lanjut bapak.
“Oooohhhh iya pak ?” Jawab saya antuisias. Padahal saya ngga tau arah bicaranya mau dibawa kemana.
“Tapi ternyata mbak, wisdom blessing nya adalah saya direkomendasikan menjadi dosen oleh beliau-beliau yang kenal saya hehehe. Ngga nyangka ya ? ” Bapak cerita sengan gaya ‘bos’ khas beliau.
“..iya mbak cuma karena hal kecil itu saya bisa jadi dosen” lanjut bapak sembari senyum.
“Oohhhh ternyata begitu pak …” Jawab saya sambil merenung.
Kini saya paham. RezekiNya memang amant sangat luas. Kita sebagai makhluk-makhluknya ngga akan pernah tau pintu rezeki mana yang menjadi takdir kita. Juga, atas mundurnya wisuda saya, mundurnya tanggal kelulusan hingga tuntutan pembayaran uang kuliah, saya yakin itu adalah skenario terbaikNya.
“Ya ini sekarang tugas kamu, untuk mencari wisdom blessing nya ituu. Entah rencana apa dari yang di atas kan kita ngga tau. Bayangin lho mbak, ternyata jalan rezeki saya menjadi dosen hanya dengan memundurkan masa studi saya! Hahaha.” Bapak tersenyum getir, mungkin mengingat masa-masa susah ketika menjadi mahasiswa.
“Kan saya ngga tau kehidupanmu seperti apa. Tapi salah satu wisdom blessing yang kelihatan di masa ini, ya adalah ini. Kamu bisa ketemu saya. Bisa tambah ilmu kan ? Ini nih tentang integral dan sigma yang dibalik. Bisa jadi hal-hal kecil seperti ini akan jadi hal yang besar di kemudian hari.” Bapak terlihat serius menatap saya.
Fix, iya bener kata bapak. Bahwa wisdom blessing yang keliatan jelas adalah bahawa saat itu, pukul 13.30 sampai 14.05 saya bisa duduk berhadapan dengan bapak profesor termuda di prodi saya, dikasih wejangan yang entah menyakitkan, menyudutkan atau menyenagkan hingga cerita inspiratif, hampir saja saya meneteskan air mata di dalam ruang. Karena apa ? Perasaan takut yang dibalut dengan rasa haru di ruangan berukuran 5x4 itu. Ternyata bapak ngga semenakutkan bayangan saya. Bapak ngga sekejam apa yang dikatakan teman-teman saya. Sampai pada suatu kesimpulan, bahwa yang dilakukan bapak selama ini hanyalah berusaha TEGAS.
Memang beliau yang sering tidak meluluskan mahasiswa ketika sidang pendadaran. Tapi itu dilakukan karena bapak ngga suka sama mahasiswa yang ngga serius. Artinya gini, topik skripsi apapun yang kita pilih, ya kita harus kuasi. Sampai se-detail mungkin. Kami memang masih S1, ilmunya belum banyak. Tapi kan itu konsekuensi kita dalam mengerjakan skripsi.
Dulu saya pernah mikir, bapak tuh ngga pernah kasih toleransi ke mahasiswa S1. Harusnya kan kita ngga bisa dibandingin sama mahasiswa S2 bahkan S3. Mereka jauh lebih berpengalaman dan pasti ilmunya lebih ‘banyak’, walaupun banyak itu relatif. Tapi balik lagi ke konsekuensi, kalau topik skripsi yang diambil berat, sekelas tesis gitu, ya itu tanggung jawab kita untuk menyelesaikannya dengan serius. Ngga asal pengen yang ‘wah’ tapi kitanya ga mumpuni.
Pertemuan ditutup dengan diskusi yang buntu karena saya masih ga bisa jawab pertanyaan dari bapak hehe.
“Yaudah besok kesini lagi ya. Tuh kan, PR nya dikit kok masih belum bisa jawab. Jangan buang waktu dengan hal yang kaya beginian ya mbak,” bapak bicara dibalut dengan senyum ‘ejekan’nya.
3 notes
·
View notes
Text
Belajar lalu Berproses
Hidup di tempat yg sedari dulu selalu aku hindari. Karena sesak, individualis, potensi banjir, hingga ritme kerja yang kurang aku sukai.
Tapi ternyata Allah ingin aku terjun ke dalam sesaknya Jakarta. Allah ingin aku membuka mata, bahwasanya yang buruk menurutku, belum pasti memang buruk bagiku dari kacamata Allah.
Seminggu, sebulan, hingga kini delapan bulan lamanya aku ditempa.
Aku ditempa dengan caraNya yang halus namun selalu terngiang di hati.
Dulu, saat pertama kali naik KRL dalam rangka lomba ke Bogor, aku mantab 90% untuk tidak memilih Jakarta sebagai tujuan perantauanku selanjutnya. "Huh orang2 di stasiun udah kaya zombie semua. Aku ndak sanggup", gumamku.
Tapi, ternyata setelah aku jalani, aku merasa lebih dekat kepada orang2 yg belum pernah aku temui sebelumnya. Dengan orang2 yg merelakan tempat duduknya untuk orang lain, padahal ya bisa jadi dia sudah berdiri berapa jam lamanya sebelum itu. Dengan orang2 yg pantang lelah dan loyal, para penjaga stasiun maupun KRL, aku selalu salut dengan beliau2 yg selalu sabar dan maksimal dalam menjalankan tugas, meski aku tau beliau sangat lelah batinnya melihat orang2 sangat sulit diatur. Dengan orang2 yang dengan keterbatasannya namun tetap memikirkan orang lain. Sesungguhnya yg ini membuatku sangat malu.
Dulu, saat beberapa kali 'main' ke jakarta, aku tidak pernah merasa nyaman ketika naik ojek online. Pernah karena salah titik lalu aku dimarah2i, pernah juga diajak ngebut (sengebut2nya) di jalan sempit sampai2 aku hanya bisa istighfar, tak pernah diajaj ngobrol sepanjang jalan. Beda sekali dengan fasilitas ojol di Jogja yang drivernya selaluuuuu bikin aku sungkan karena ramahnya.
Tapi, kini aku mlah merasa dekat dengannya. Dimarahi, dijutekin ? Hm sudah biasa, pun aku malah menjadi memaklumi marahnya mereka, karena toh aku juga yg salah. Diajak ngebut ? Ya ditegur doong. Kamu punya hak bersuara kan.
Lalu, ketika sekalinya dapet yang adem macem driver si jogja. Aku pun lagi merasa2 selalu mendapat hikmah sari setiap kata yang meluncur dari driver. Tentang perjuangannya cari rejeki, pagi sampai malam; tentang malamnya yg ia habiskan untuk tidur dari minmarket satu ke lainnya karena rumahnya jauh; tentang perjuangan seorang ibu yang pernah bawa anaknya juga ikut serta di dalam mobil.
Tugas dari Allah kini sudah berhasil aku peluk dalam tulisan. Esok saatnya jadi pribadi yang lebih 'renyah' karena sudah ditempa di ibukota hehe.
Jangan lelah belajar ya, dimanapun kamu berada, dan sebenci apapun kamu dengan keadaan.
-ditulis 1 tahun yang lalu, 9 November 2019
0 notes
Text
Hello tumblr !
Barusan telah terjadi pergolakan batin antar Hani dan Hani. Bukan, bukan tentang untuk makan di luar padahal Ibu masak macam-macam, bukan pilihan antara dengerin murotal atau lagu-lagu asoy, bukan juga pilihan mau baca buku atau stalking IGnya doi.
Pergolakan batin yang ini, adalah karena sudah hampir 3 bulan aku ga dapat gaji bulanan, yang mengakibatkan adanya pergolakan batin antara diskonan skincare dan mantab-mantab (Makan Tabungan) wkwkwk. Bukan mantab-mantab yang ono ._.
Dulu jauh sebelum ada babang corona, juga ditambah sebelum memilih resign, yang namanya pakaian dan skincare menurutku adalah aset. Karena cara berpakaian akan memperlihatkan identitias, begitu juga dengan skincare yang berita baiknya bisa dianggap sebagai salah satu alasan atas amanah tubuh ini, agar tetap terjaga, ngga kusam, dll.
Jadi, kalau memang cocok di mata dan di harga, pakaian selalu jadi priotitas. "Toh besok juga terpakai", dan memang 99,5% aku gak pernah gak memakai pakaian yang aku beli secara sadar. Sisanya 0,5% ya karena memang gak sadar waktu beli.
Kembali lagi ke pergolakan batin yang ini. Selain karena aku ngga pengen mantab-mantab di waktu dekat ini, juga karena emang gak pernah kemana-mana sih ya. Jadi motivasi untuk merawat diri juga turun :(
Buka Shopee. Search merk tertentu. Lalu di official store nya pada diskonan!!!
Ha ha haa, diskonn!! Kapan lagi merk ini ada diskon segede inii. Mana kata rang-orang ni stok cepet banget habis (Hani sisi kiri)
Inget duwit di ATM mu itu gak seberapa. Lebih stres ga punya uang, atau ga beli skincare ? Ya mbok mending buat investasi noh pada ribut sama BRIS. (Hani sisi kanan)
Tapi tapi tapii, self-love gitu, lho. Udah lama kan ga beli toner, serum, dan se marganya. (Hani sisi kiri)
Self-lav, self-lov @#$$%&*(^&#
Tu loo, toner juga masih nangkring dengan cantik. Serum juga masih sisa-sisaa. Cukup kalau 1-2 bulan lagi. Berarti butuhmu belum urgent. (Hani sisi kanan)
...................
10.45 PM akhirnya menyerah dengan perdebatan sengit ini. Dan menyerah pada benteng yang aku bangun kurleb 6 bulan ini. Akhirnya checkoutt jugaa ha ha haaa haaa haaa
Aku puas tertawa, menertawai diri sendiri ~~
0 notes
Text
Four-week with emptiness
Sejak tanggal 1 Agustus lalu aku memilih untuk rehat dan jadi jobless sampai tanggal 30 Agustus besok.
Awal2 rasanya girang gitu akhirnya lepas dari beban kerja yang banyak misuh-misuhnya. Bener2 lepas kaya habis ngelahirin anak eh. Selega itu rasanya.
Lanjut dengan beberapa proyek freelance data.bee dan kedatangan sepupu yang numpang WFH di rumah selama 1 minggu. Habis itu gantian ponakan pertama dan kedua nginep di rumah kurlsb 4 hari, jadilah aku part time tutor anak SD dan full time pengawas tontonan youtube di TV.
Seneng banget sih bisa menjalani hari dengan hal-hal tak terduga gini. Lebih lagi aku belajar banget rasanya jadi ibu rumah tangga. Yang paginya beberes rumah, lalu mikirin anak-anak, nyeritain tiap detail yang mereka tanyakan, jadi guru belajarnya mereka dan belajar banget gimana membahasakan hal yang kompleks menjadi sederhana biar mereka ngerti.
Tantangannya beuuhh minta ampun dah anak zaman sekarang kan, fokusnya ke game dan youtube. Ponakan pertama tuh game addict banget. Kalau ponakan kedua physical addict, lebih suka kegiatan yang ada fisiknya kaya main layangan, olahraga, sepedaan, tapi ya sering lupa rumah gitu loh.
Dari sekian banyak interaksi dengan bocil, poin terpenting yang aku dapatkan adalah berapapun umur mereka, kalau orangtua atau orang terdekatnya tekun mendidik dan mengasuh, mereka akan terbentuk menjadi seperti apa yang kita mau; tapi tentu semakin besar usianya akan semakin susah.
Tapi lagi-lagi ini perspektifku dimana aku belum pernah meniqa palagi punya anak wkwk
Beneran sih tapi ponakan keduaku itu susah bener kalau disuruh belajar. Maunya cuma sama aku doang. Sama uti san kakungnya ga mau. Pelan-pelan, dengan berbagai analogi dan pembahasaan yang menguras energi, dia mulai ngerti. Trus suatu hari dia masih inget apa yang aku kasih tau ke dia, itu rasanya bahagiaaaaa banget :)
Hari ini. 18 Agustus 2020. Rasanya kosong gitu. Gaada tamu yang dateng lagi wkwk. Udah bosen di rumah, tapi kalau keluar juga gaada partner. Aelaah dari dulu juga selalu begini. Di masa kosong kek gini, selalu berpikir positif adalah KOENTJI. Biar pikiran gak kemana-mana, biar tetap bisa memaksakan produktif, biar ga marah-marah ga jelas, biar tidak merasakan kesendirian yang menyakitkan sadaiiss wkwk.
Trus jadi salut gitu sama wanita yang memilih menjadi ibu rumah tangga yang posisinya belum punya anak dan juga suaminya kerja di luar rumah (kantor misal). Jadi posisinya dia bener-bener sendiri gitu di rumah, nunggu suaminya pulang. Pasti mbaknya selalu punya cara untuk tetap waras dan produktif. Dan tidak semua wanita sanggup untuk itu.
Pada akhirnya, semua pilihan selalu melahirkan konsekuensi. Dan kita tak bisa menghindari itu. Konsekuensi pun melahirkan perjuangan yang berbeda konsekuensi, berbeda pula perjuangannya.
Dari berbagai titik perjuangan itu, suatu saat akan kita temukan pola dan garis penghubungnya.
Tmg, 18 agustus 2020 | 10:21 A.M.
1 note
·
View note
Text
Me right now.
Meminimalisir buka IG, kalaupun buka IG cuma buat scroll explore beberapa menit, buka stori influencer untuk cari info dan insight.
Walaupun hampir 4 bulan di rumah, meminimalisir ketemu tetangga (entah ini sudah arah ansos atau bukan). Ya kalau lagi papasan tetep ngobrol sih. Cuma ngga memiliki keinginan untuk ngobrol hahahihi.
Berita terkini ? Cuma baca email dari catch me up tiap jam 6 pagi, buku youtube di malam hari, sesekali nonton tv (yang merah ama biru) kalau beritanya menarik.
Grup WA cuma grup tim kantor, temen deket, dan keluarga aja yang kebaca. Yang lain banyak ketimbunnya.
Setelah kurang lebih 2 bulan berasa diem di gua dengan segala isi kepala yang berantakan dan ga ngerti apa-apa tentang dunia di luar, tapi efeknya adalah jauuhhh merasa lebih tenang dan makin mudah mencintai diri sendiri. Ternyata tak harus pergi ke pantai pasir putih untuk dapat pikiran setenang ini 😂
Dalam beberapa hal, semakin tidak tahu akan semakin tenang hidupmu.
Taufik Aulia
2K notes
·
View notes
Text
Sometimes, you have to remember that you aren’t the center of your husbands universe. He also has things going on inside of him which are difficult or stressful. He also is tired, overwhelmed, or insecure. You might feel justified to complain about your burdens, but is he allowed to do the same?
-Via Wives of Jannah
61 notes
·
View notes
Text
Menarik sekali, dibawakan dengan bahasa yang lebih simpel dan praktis. Jazakallah mas!
Renungan Pribadi Soal Takwa
Disclaimer: ini bukan tulisan edukasi tentang konsep takwa. Ini sepenuhnya refleksi pribadi saya. Tidak disarankan untuk menjadikannya referensi. Mohon diproses dengan pikiran sendiri, tidak ditelan bulat-bulat. Jika tergelitik, silakan lakukan penelitian dan perenungan sendiri.
* * *
Pasti kita udah sering denger terminologi “takwa”.
Kalau ditanya apa itu takwa, kebanyakan orang akan menjawab: “Menaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya.”
Saya ngga pernah puas dengan definisi itu. Maaf ya, izinkan saya jujur secara brutal, definisi itu normatif dan ngga inspiring. Ngga menggugah selera untuk bersemangat mendapatkannya. (Pahami bahwa saya bukan bilang takwa itu ngga menarik, tapi pemaknaan/penafsiran kita atas konsep takwa yang belum memuaskan).
Iya, menurut saya, kalau sesuatu itu penting menurut sunnatullah (atau hukum alam, versi bahasa universalnya), maka secara alamiah pasti kita akan tertarik ke arah sana. Maka, saya curiga, jangan-jangan ada definisi yang lebih dalam, lebih menggugah, lebih membuka kesadaran daripada yang diajarkan di sekolah-sekolah.
Misalnya, siapa sih orang waras, berakal yang dalam hidupnya ngga pernah bertanya “Kenapa aku ada?”, “Untuk apa aku ada?”, “Apa yang penciptaku inginkan dengan menciptakan aku ke alam ini?”. Saya percaya ini pertanyaan yang universal, yang kalaupun ngga diajarkan di sekolah, secara alamiah kita akan mempertanyakan ini, cepat atau lambat.
Pertanyaan-pertanyaan itu penting. Mereka akan mendorong kita mencari Tuhan, memahami diri kita, mencari petunjuk dari Sang Pencipta–yang semua jawabannya sudah dipersiapkan oleh Allah untuk kita temukan. Karena itu, Allah sudah tanamkan stimulusnya berupa rasa penasaran yang instingtif. Kita tertarik untuk mengenali pencipta kita secara alamiah.
Nah, takwa itu disebutkan di berbagai ayat Al-Quran, menjadi tujuan dari berbagai perintah–yang salah satunya puasa di bulan Ramadhan, maka pastinya penting. Kalau penting, pastinya insting alamiah kita akan bereaksi secara positif (tergugah, terinspirasi) jika kita memahaminya dengan cara yang seharusnya.
Temuan Saya Akan Makna Takwa
Singkat cerita, saya menemukan definisi takwa yang memuaskan bagi hati saya. Saya menemukannya dalam tafsir Al-Quran “The Message of the Quran” karya Muhammad Asad. Definisinya:
Kesadaran akan kemahahadiran-Nya dan keinginan seseorang untuk membentuk eksistensinya berdasarkan kesadaran ini.
Atau sederhananya, takwa adalah “kesadaran akan hadirnya Allah”.
Buat saya, definisi ini lebih memuaskan daripada yang selama ini saya terima. Coba kita tempatkan kedua definisi takwa dalam konteks perintah puasa Ramadhan.
Dalam definisi takwa pertama, kita diwajibkan berpuasa dengan tujuan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam definisi takwa kedua, kita diwajibkan berpuasa dengan tujuan agar kita selalu sadar akan kehadiran Allah.
Kita tempatkan juga kedua definisi takwa itu dalam konteks ayat permulaan Al-Baqarah.
Dalam definisi pertama, Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, yang menginfakkan sebagian rezeki yang Allah berikan.
Dalam definisi kedua, Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang sadar akan kehadiran Allah. Yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, yang menginfakkan sebagian rezeki yang Allah berikan.
Gimana?
Apa lebih bisa dipahami? Apa lebih membuka kesadaran? Apa lebih menggugah? Kalau buat saya, iya banget.
Contoh Implementasi Pemaknaan Takwa
Ketika berpuasa, kita bisa aja minum atau ngemil di siang hari, selama ngga ada manusia yang liat. Tapi yang menahan diri kita apa? Kesadaran akan hadirnya Allah, yang mungkin ngga begitu kita ingat kalau kita ngga puasa.
Ketika berbuka, kita seneng banget tuh, kita berdoa sebelum berbuka, “Ya Allah, terimalah puasaku dan segala amal ibadahku hari ini”. Lagi-lagi, kita distimulasi untuk menghadirkan kesadaran bahwa apa yang kita lakukan ini disaksikan oleh Allah.
Dari situ, sebenarnya kita bisa lihat bahwa menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (khususnya shaum Ramadhan) adalah jalan menuju kesadaran akan kehadiran Allah.
Dengan syarat, ketaatan dalam perintah dan larangan-Nya dilakukan dengan benar ya: kalau shalat khusyu’, kalau puasa ikhlas (mindful, aware, niat dari dalam hati), kalau sedekah bukan untuk ngebuang recehan.
Nah, kesadaran akan kehadiran Allah juga akan memperkuat kemampuan seseorang untuk menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (”Oke, mau menghadap Allah nih, masa’ aku shalat pake baju bekas bobo?”). Jadi, saya pikir ini seperti continuous feedback loop.
Tips Mengasah Kesadaran Akan Kehadiran Allah
Oke, meskipun ini perenungan pribadi, karena ini dipublikasikan maka saya tetap harus bertanggung jawab menutupnya dengan baik.
“Mengasah kesadaran akan kehadiran Allah” adalah closing yang berat, tapi paling engga saya bisa bagikan beberapa usaha saya untuk melatihnya.
Pertama, bangun mental model hubungan antara kita dan Allah yang lebih personal. Alih-alih berpikir bahwa kita cuma satu makhluk yang ngga signifikan dan mungkin ngga Allah pedulikan karena Dia “sibuk” dengan alam semesta dan manusia lain yang istimewa, ingat bahwa Allah juga Maha Dekat, Maha Tahu, Maha Mendengar, Maha Menyayangi, Maha Memperhatikan sehingga kamu bisa berkomunikasi secara personal dengan Allah.
Dia tidak seperti manusia yang kalau banyak kerjaan pusing dan skip, Dia menunggu kamu untuk datang kepada-Nya. Berkomunikasi, berterima kasih, meminta maaf, berharap, menangis.
Ingat juga bahwa Dia available setiap waktu, ngga cuma di waktu shalat–misalnya. Lagi kerja, lagi ngasuh anak, lagi beberes rumah; lagi senang, lagi marah, lagi sedih; kamu bisa berkomunikasi dengan Allah tentang hal seremeh apapun.
Kedua, pahami bacaan dan doa-doa dalam ibadah. Iya, misalnya bacaan shalat, coba dipahami. Caranya jangan cuma baca artinya secara keseluruhan, tapi pelajari kata per kata.
“Rabbi”–wahai Tuhanku, “ighfirli”–ampuni dosaku, “warhamni”–sayangi aku, “wajburni”–cukupilah aku, “warfa’ni”–tinggikan derajatku, “warzuqni”–berilah aku rezeki, “wahdini”–berilah aku petunjuk, “wa’afini”–sehatkan aku, “wa’fu’anni”–maafkanlah aku.
Bisa pelajari juga akar katanya, misal “ighfirli” dari kata “ghafara”, yang artinya “mengampuni”, asal maknanya “menutup”. Wah ini bisa didalami lebih jauh lagi, silakan cari sendiri ya.
Sedikit belajar Bahasa Arab, biar setiap kita mengucapkan doa dalam shalat, hati kita tahu betul kita sedang berkomunikasi apa dengan Allah. Biar setiap beristighfar, bertasbih, bertahmid, hati kita benar-benar mean it.
Ketiga, sering-sering mikirin what this life is all about. Bayangin setelah membaca ini kamu terkena serangan jantung lalu meninggal, kamu ngerasa siap apa engga? Kalau engga, kenapa? Karena ngga ada amal yang bisa dibanggakan? Kalau gitu itu PR kamu, segera bikin amal yang bisa kamu banggakan saat dihisab nanti.
Atau karena banyak dosa? PR kamu adalah taubat + mengubur dosa-dosa dengan amal baik yang banyak.
Kalau ingat bahwa kita belum siap dihitung amal dan dosanya di hadapan Allah, kita jadi bisa melihat apakah karir, bisnis, investasi yang kita upayakan itu adalah sarana mempersiapkan diri atau menjadi distraksi dari apa yang benar-benar penting.
Coba bikin daftar yang harus kamu siapkan agar jika suatu hari kamu terbaring di rumah sakit, sadar ga lama lagi kamu akan mati, hati kamu ngerasa tenang dan siap menghadap Allah, seperti yang dideskripsikan di Al-Fajr:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.”
Misalnya, jika profil kamu adalah seorang ayah dan suami:
1. Sedekah rutin untuk anak yatim (misalnya ini amal andalan kamu) 2. Istri dan anak yang siap ditinggalkan secara mental dan bertekad untuk menyusul saya di surga (melanjutkan berbagai amal sholeh sepeninggal kamu) 3. Rumah untuk anak dan istri biar mereka punya tempat bernaung 4. Passive income untuk menafkahi keluarga meski saya ngga ada, biar mereka ngga susah dan menyusahkan orang lain (3 dan 4 sekilas materialistis, tapi tujuannya bernilai amal sholeh)
Itu daftar simplistik dan contoh aja.
Poinnya adalah sering-sering melatih diri kita mengingat apa yang paling esensial dalam hidup (yaitu siap ketika sudah saatnya kita menghadap Allah) dan mengkalibrasi terus menerus kesibukan kita supaya selalu dalam kerangka membuat Allah ridha sama kita.
So, mari kita membangun, mengasah, dan menjaga kesadaran kita akan ke-Maha-Hadiran Allah.
Wallahu’alam.
2K notes
·
View notes
Text
TandaTanya #9
Mas, nanti buka puasanya ashar aja yuk ?
Obrolan pukul 13:00 ....
N : Mas, nanti buka puasanya ashar aja yuk ?
R : Helehh. Ashar ke maghrib kan bentar lagi, zam.
N : Tapi aku haus banget e
R : Kamu tu jangan banyangin hausnya. Bayangin aja kalau kamu tu lagi males makan, trus masakan di rumah adanya yang nggak kamu doyan. Kaya cacing goreng hooeek....
....Kalau kamu bayangin bakso, indo*mie telur, nasi goreng sosis, es teler, es buah, fan*ta, sop buntut, ya nanti jadi nggak kuat
^ Nizam (8 tahun) dan Rama (11 tahun)
1 note
·
View note
Text
TandaTanya #8
What is the greatest fear on your mind ?
Eumm
Eummmmm
Emmmmm
Hhmmmmm
Hemmm
Terlalu kusut pikiranku tentang takut-takut-takut. Jadi keinget dulu waktu wawancara beasiswa juga pertanyaan senada hampir selalu dilontarkan ke calon penerima beasiswa. Mungkin dengan mengerti ketakutan yang dipikirkan atau dirasakan, itu akan bisa membuat kita semakin mengenali diri sendiri dan jadinya tahu apa yang harus dilakukan untuk nge-handle nya. **bingung kata di bhs indo yang cocok untuk gantiin "handle" itu apa aakkk
Jadi, walaupun pakai superlative (-est), tapi gw akan coba buat poin-poinnya nya dulu.
Here it is
Takut menjadi hamba yang perilakunya tidak mendapat ridho
Takut ada tikungan dan susah untuk kembali lagi. Baik masalah horizontal maupun vertikal. Di kehidupan bermasyarakat gw takut terlalu idealis dan terlalu menjauh dari kehidupan bermasyarakat itu sendiri. Di kehidupan horizontal beuhh gausah ditanya pasti banyak banget godaan2nya.
Takut menjadi tidak berguna. Udah jelas lah ya
Takut menjadi harapan bagi orang lain. Maksudku, aku dengan ke-apa-adaanku, maka tolonglah berharaplah tidak lebih dari yang tampak
Takut menjadi beban orang sekitar. Ini miris sebenarnya. Nyatanya gw belum pernah benar-benar merasakan sih. Tapi dengan membayangkan aja udah bikin bulu kuduk berdiri
Pasti jawaban calon penerima beasiswa jauh beda dengan yang gw jabarin dong haxhax.
Mungkin dengan merasakan takut, manusia jadi lebih sadar bahwa dia cuma seonggok jasad yang dibuat dari tanah dengan ruh atas genggamanNya.
.......
Tmg, 9 mei 2020
22:08
1 note
·
View note
Text
TandaTanya #7
Percaya ndak tentang keberuntungan ?
Nggak percaya sihh. Cuma ga ada definisi khusus juga kenapa ngga percayanyaa eumm sampai akhirnya kemarin denger ocehannya Dzawin di podcast DC bahwa ...
"Keberuntungan adalah kemampuan yang bertemu dengan kesempatan"
I do agree (eh gamau campur2 ding). Masukk banget win!!
Simpelnya, sebelum denger definisi di atas, gw berpikir kalau memang keberuntungan itu ada, kenapa ada orang yang sukses berat tapi memilih bunuh diri sebagai jalan akhirnya, atau kenapa ada orang yang hidupnya kekurangan, sakit2an namun selalu tersenyum dengan segala alasan.
Ya nyatanya, manusia diciptakan dengan kemampuan adaptasinya yang luar biasa, sehingga hidup dalam kondisi seperti apapun harus selalu bisa menciptakan kesempatan dan mengasah kemampuan, kan ?
Dan bagi mereka-mereka yang terlihat seperti beruntung sepanjang waktu, hidupnya mulus kaya dorayaki; aku yakin mereka adalah yang sepanjang hidupnya selalu mengasah kemampuannya, berpikir positif, cerdas melihat peluang, dan berani mencoba.
Ehh tapi bukan berarti sebaliknya ya. Bukan berarti yang tidak mulus hidupnya itu adalah yang mageran, glundang-glundung di kasur, noo. Kembali ke definisi Dzawin, mungkin, bisa jadi kemampuan yang diasahnya belum klik sama kesempatan yang ada, bisa juga karena dia terlalu melihat kesempatan besar di depan, cuma kalah saing sama yang lebih cepat ambil peran.
Yahh gitu memang hidup. Membuat linear 2 hal aja sampe berdarah-darah.
Tapi yo ndak apa-apa,
urip kudu urup, kan ?
;))
Tmg, 15 Ramadhan 1441
19:59
1 note
·
View note
Text
TandaTanya #7
Semua ini, baru dirasakan untuk pertama kalinya, kan ?
Untuk balita yang sedang belajar jalan, ia harus melalui fase guling badan, merangkak, berjalan tertatih dengan dipegangi, hingga akhirnya bisa berjalan dengan tumpuan kakinya sendiri. Panjang dan melelahkan, ya ?
Untuk remaja yang sedang pertama kalinya hidup merantau, mengurus cucian sendiri, mencari makan sendiri, beres-beres kamar sendiri, ditambah rindu orang tua serta kampung halaman, dan beban tugas kampus. Terasa menyesakkan, ya ?
Iya, memang tidak ada yang mudah untuk sebuah awalan. Maka, semua orang yang hidup di era kuarter pertama 2020 akan mengalami sebuah awalan dengan ekspresi yang dirasakannya masing-masing.
Bahwa baru pertama kalinya, sektor pendidikan diberhentikan secara masif, masjid untuk sementara waktu ditiadakan program-programnya, karyawan yang tidak urgent tidak diperbolehkan masuk kantor. Iya, baru pertama kalinya kan ?
Maka kondisi saat ini memang melelahkan. Tapi kita tetap harus melaluinya dan harus lulus di ujian akbar ini.
Percayalah, esok ketika masa ini usai, kita akan menjadi pribadi yang semakin dewasa dan matang. Kita pernah melalui masa sulit ini bersama. Kita akan lulus juga bersama 😊❣❣
Tmg, 8 Ramadhan 1441
21:29
0 notes
Text
TandaTanya #6
Apa yang terjadi saat dunia memasuki hati ini ?
Pada saat itulah hati kita tersandera dan menjadi budak. Dan pada saat itu juga dunia yang tadinya berada dalam kendali kita, mulai mengendalikan kita.
(Yasmin mogahed)
Mudah bagi setan untuk menunjukkan sisi indahnya dunia, pun mudah bagi manusia untuk terperdaya indahnya dunia. Bahwa salah satu penjuru godaan setan dari kanan adalah membelokkan hal2 baik menjadi sebuah hal yang buruk secara halus dan tidak disadari.
Pelajaran besar dan terus-menerus, adalah harus selalu mawas diri. Sekalinya terperdaya, maka harus balik lagi ke jalan yg benar, sekalipun pasti terjal.
Bismillah ya. Semoga selalu bisa kembali ke jalan ridhoNya.
Tmg, 5 Ramadhan 1441
12:32
1 note
·
View note