Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Miguel is calling...
Krisan bener bener syok… bingung harus jawab Miguel apa. Padahal cuma diajak nyetak pamflet sama spanduk, yang mana emang tugas mereka berdua, tapi rasanya kaya Miguel asked her out.
Menurut pesan terakhir, mereka janjian jam 4 sore. Tapi pas jam menunjukan pukul 15.45 sore, Krisan gelisah bukaan main. Kelasnya sudah bubar sejak 15 menit lalu, tapi dia masih terdiam di bangkunya… memikirkan apa yang harus dia katakan kepada Miguel, apakah akan canggung berdua aja sama Miguel. Krisan menghela napas panjang sampai akhirnya beranjak dari kursinya menuju toilet. Sedikit memperbaiki riasannya hari ini, mengoleskan kembali lip tint nya, menyisir rambutnya perlahan dan berbicara pada dirinya di cermin “lo bisa Krisan, tenang aja, fokus".
15.55 Krisan turun dari kelasnya menuju parkiran, dilihatnya Miguel sudah standby didekat sana, mengecek handphone nya. Handphone Krisan berdering, nama Miguel terpampang dihadapannya dengan tulisan “Miguel Indrawan Njotorahardjo is calling”. Krisan sedikit gugup, lalu menjawabnya.
Miguel : “San, sorry ganggu ga? Lo dimana? Udah selesai? Gue udah diparkiran.”, tanya Miguel dengan cara berbicaranya yang cepat dan lucu seperti rapper.
Krisan : “gue udah menuju parkiran, ini gue liat lo”, sambil melambaikan tangan dan hampir tertawa mendengar suara Miguel yang seperti rapper menghujaninya dengan pertanyaan tersebut.
Miguel : “gue kira lo belum kelar, ayo kita segera cabs, tapi sorry banget sebelumnya, karena gue hari ini bawanya motor”
Krisan : “it’s okay”
Miguel : “maaf banget ya, takut cantik lo hilang karena naik motor gue, atau gue harus pinjem mobil temen gue nih?”, sambil mengedipkan sebelah matanya ke Krisan.
Krisan : “bjir apasih lo, berlebihan banget deh, udah cepet jalan aja ayo.”, jawab Krisan tersipu akibat perkataan Miguel barusan, dia berharap mukanya tidak memerah, karena saat ini jantung nya gak karuan.
Miguel : “hahahaha, okay okay, sini gue pakein helm dulu”, Miguel memasangkan helm di kepala Krisan yang membuat Krisan mematung melihat mata Miguel dalam jarak kurang dari 2 jengkal. Krisan masih mematung saat helm nya selesai dipakaikan, seakan akan dia bermimpi bisa sedekat ini dengan Miguel…
Krisan : “gue bisa sendiri halo?”, jawab Krisan cepat dan membatin dalam hatinya, mungkin ini yang bikin cewek cewek gak waras sama Miguel… semua love language dan love itu sendiri ada padanya. Miguel begitu mudah disukai dan dicintai karena the way he treated every women wah gak ada yang ngalahin. Namanya juga....Miguel.
Perjalanan mereka ke tempat printing memakan waktu 30 menit, gak sejauh itu, tapi terasa jauh seperti perjalanan ke Puncak, karena sesaat Krisan naik ke motor Miguel yang cukup besar itu, tangan Miguel meraih tangan Krisan dan menempatkannya di kedua sisi jaketnya. Krisan sempat menolak karena jantungnya saat ini benar benar gak karuan. Miguel kembali menempatkan tangan Krisan ke sisi jaketnya sambil bilang “pegangan San, nanti jatoh.”, he’s litteraly buat Krisan jatoh, iya jatoh hati sama Miguel. Sorry. Dalam hati Krisan, “apa Miguel selalu kaya gini sama cewek cewek yang nebeng/diboncengin dia?”, Krisan benar benar gak habis pikir Miguel seperti ini sama dia, masih seperti living in her own dream. Krisan gak ngejawab Miguel setelah dia bilang untuk pegangan, tapi Krisan menuruti Miguel, that’s why perjalanan mereka terasa jauh.
Sesampainya ditempat printing, Miguel berusaha menolong Krisan membuka helm nya, namun kedahuluan Krisan, Krisan berusaha mengatur jantungnya biar nggak berdetak lebih kencang, Miguel hanya tersenyum ketika Krisan memberikan helm nya kepada Miguel.
Setelah mereka mencoba masuk ke tempat printing, handphone Krisan berdering kembali, Krisan mengecek nya, nama Sabrina muncul. Krisan menyuruh Miguel masuk duluan sementara ia mengangkat telpon dari sahabatnya itu.
Sabrina : “lo dimana June?, kok gue cari lo gaada? Udah balik?”, serbu Sabrina.
Krisan : “DIEM, gue lagi sama Miguel nyetak pamflet sama spanduk acara”, sahut Krisan.
Sabrina : “wtf, demi apa? tiba tiba? coba pap”
Krisan : “ogah, jangan ganggu gue, nanti gue ceritain!”, jawab Krisan cepat dan menutup telpon Sabrina.
Krisan masuk ke dalam tempat printing, ia mencari sosok Miguel dan menghampirinya.
Krisan : “udahan Guel?”, tanya Krisan.
Miguel : “udah, gue udah bilang sama mas nya untuk di cetak, tapi katanya kita butuh nunggu 2 jam untuk spanduknya, untuk pamfletnya bisa diambil besok.”, jawab Miguel.
Krisan : “hooo gitu, 2 jam ya”, Krisan berfikir keras apa yang harus dilakukan sambil menunggu spanduk 2 jam.
Miguel : “kita ngopi aja dulu kali ya sekalian nunggu spanduknya jadi?”, tanya Miguel.
Krisan : “hmmm...boleh sih, yaudah kita ke sebelah aja, tadi gue liat ada tempat kopi.”, jawab Krisan.
Miguel : “okay, yuk”, sambil berjalan keluar.
Krisan mengikuti langkah Miguel ke cafe sebelah tempat printing tersebut, membukakan pintu agar Krisan bisa masuk lebih dulu, kemudian Miguel mengikuti. Krisan memesan 1 ice cafe latte dan satu cheese cake. Sedangkan Miguel memesan 1 ice americano dan 1 red velvet cake. Setelah menerima pesanan mereka, Krisan mulai menyuap cheese cake kesukaannya, diikuti Miguel yang juga memasukan red velvetnya kedalam mulut dan menggumam “hmmm, this one is good”, kemudian menawarkan Krisan untuk mencobanya, “aaaaa, cobain dikit deh, ini beneran enak”, kata Miguel. Krisan hanya bengong melihat Miguel berniat menyuapinya. Krisan mengambil alih sendok Miguel tapi ditahan, Miguel dihadapannya berusaha menyuapinya sesendok kecil red velvet miliknya. Sambil menahan mukanya yang merona, Krisan membuka mulutnya dan menikmati red velvet dari Miguel. Miguel sekarang tersenyum jahil dihadapannya, entah apa yang Miguel pikirkan, tapi kewarasan Krisan hampir lenyap. 2 jam terasa singkat untuk mereka yang terlenyap dalam obrolan seru, dari fotografi sampai kehidupan pribadi. Mereka memutuskan kembali untuk mengambil pesanan mereka. Setelah mereka mengambil spanduk tersebut, Miguel membuka pembicaraan lagi.
Miguel : “San, mau pulang atau lo ada acara lain abis ini?”, tanya Miguel.
Krisan : “Gak ada sih, seharusnya gue udah bisa balik”, jawab Krisan.
Miguel : “Okay, kalau gitu gue anter balik aja ya, kita kan searah juga”, tanya Miguel.
Krisan : “Slow sih, gue bisa pesen ojek online dari sini, lo kalau ada acara lain silahkan lanjut aja”, jawab Krisan.
Miguel : “Ngga kok, gue anter lo balik aja, nanti lo kasih tau gue patokannya pas udah mau sampe rumah lo ya”, sahut Miguel.
Krisan : “Beneran gapapa nih? Thanks ya, sorry ngerepotin lo”, jawab Krisan.
Miguel : “No need to, udah buruan naik”, sahut Miguel sambil kembali memasangkan helm ke kepala Krisan.
Satu hal yang Krisan pelajari tentang Miguel hari ini, love language nya sejauh ini adalah act of service. Baru sehari Krisan udah sangat nyaman dibuatnya, Miguel begitu perhatian, that’s why wanita mana yang ngga kelepek kelepek dibuatnya.
1 note
·
View note
Text
Krisan - Miguel
Miguel, satu satunya cowok yg bisa buat Krisan kaya cegil (cewek gila). Krisan rela jadi apa aja buat Miguel asal dia bisa dapetin hatinya Miguel. Sayang, pada akhirnya Krisan cuma bisa jadi “temen deket” Miguel. Entah apa yang Miguel cari, tapi Miguel nampaknya gak tertarik buat kasih hatinya untuk Krisan atau siapapun.
Berawal dari sama sama menjadi panitia acara kampus, mereka akhirnya deket. Krisan jelas naksir Miguel dari pandangan pertama. Gimana gak naksir coba, tampang ganteng luar biasa yang dipancarkan Miguel mungkin bisa bikin satu kampus naksir dia. Hidung yg mancung sempura, kulit tanned skin nya yg kena cahaya ilahi kalau lagi main basket/main futsal bisa bikin cewek cewek stress. Matanya yang coklat bulat dan garis wajahnya yang tegas rasanya bikin semua cewek gila pengen neriakin nama dia kalau lagi turun dari motor gedenya dan buka helm, atau saat dia turun dari mobil kesayangannya (BMW E39 klasiknya tahun 1995) yang sama gantengnya dengan Miguel.
“Rasanya seperti melihat malaikat turun dari Surga”- Krisan.
Apalagi kalau udah kenal dia, ramah sama semua orang bikin orang salah tingkah.. bahkan salah paham. Miguel bener bener cowok social butterfly yang mana kita tahu bahwa cowok cowok begini adalah cowok redflag. Namun karena Miguel tidak sombong dan luar biasa ramah, kadang dia jadi cowok greenflag yg gak ada celah. Tapi Krisan gak peduli. Mau Miguel cowok redflag atau greeflag, Krisan udah buta warna, dia udah bener bener buta karena naksir Miguel.
Pas tahu sama sama jadi panitia acara kampus, Krisan nervous luar biasa. Dadanya berdegup kenceng sampe mungkin orang lain bisa notice dia, terutama temen temen deketnya.
Sabrina : “June, lu tau Miguel jadi panitia juga?”
Krisan : “hah? Mana gue tau anjir, tapi demi apa dia jadi panitia?”
Sabrina : “demi njir, coba lu liat grup, dia baru dimasukin ke grup panitia”
Krisan : “holy shit, anjir gue kudu gimana ni?!”
Sabrina : “dah kata gua sih ini kesempatan lu bisa liat muka dia dari deket, biasanya kan lu cuma berani mandangin dia dari jauh”
Krisan : “orang gila, gue lebih gak yakin bisa fokus jalanin tugas negara kalau begini”
Accidentally, Krisan dan Miguel berada di satu divisi yang sama, secara teknis mereka melakukan dokumentasi saat acara berlangsung dan juga mempersiapkan segala jenis banner, design sampai pamflet acara. Mereka terpilih sebagai divisi ini karena mereka berdua menyukai fotografi. Krisan dan Miguel cukup nyambung untuk berbicara tentang fotografi, disitulah menjadi awal perkenalan mereka.
Miguel : “hai, gue Miguel”, sambil mengulurkan tangannya ke Krisan.
Sapaan Miguel ke Krisan hampir bikin jantungnya berhenti berdetak, walau tersipu malu hatinya tapi tetep menjaga kewarasannya biar terlihat cool, Krisan mengulurkan tangannya ke Miguel, tangan yang selama ini gak pernah dia bayangin bisa digenggam secara langsung. Tangan yang selama ini dia dambakan, tangan besar yang biasanya Krisan lihat sangat lihai memasukan bola ke keranjang, terulur indah dihadapannya.
Krisan : “hai, gue Krisan”, sapa baliknya sambil tersenyum simpul padahal jelas jelas hatinya gak karuan.
Miguel : “jadi, kita mulai dari mana? Mau bagi tugas sama gue atau kita kerjain bareng bareng aja?”, tanya Miguel dengan pasti.
Krisan : “which one do you prefer? Gue ngikut aja”, balas Krisan, masih berharap mereka ngerjain kerjaannya bareng bareng.
Miguel : “okay then, gue prefer kita bagi tugas biar efisien. Karena lo bisa design, lu coba design pamflet dan spanduknya, untuk tugas lapangannya biar gue yang urus. Nanti kalau udah jadi kita diskusiin lagi, gue yang cetak. Di hari H lebih baik kita bagi tugas untuk fotonya.” Jelas Miguel.
Krisan : “okay, gue coba design dulu nanti kita putusin oke atau ngganya”, jawabnya padahal berharap bisa ngerjain designnya bareng Miguel.
Miguel : “okay, gue save nomor lo ya, just in case design nya udah jadi, kabarin gue. Jangan lupa save nomor gue juga.” Jawab Miguel.
Krisan : “noted, done.” Jawab Krisan.
Krisan gak berhenti tersenyum sepanjang jalan pulang, dia gak bisa fokus selain memainkan ulang percakapan nya dengan Miguel dipikirannya. Terus terus dan terus. Sampai akhirnya ia sadar sudah tiba dirumahnya.
0 notes