Text
(Pesan Untukmu.. Saat Orang Yang Kamu Cintai Menikah Dengan Orang Lain)
Perjuanganmu selama ini nampaknya belum berhasil, ya. Mau bagaimana lagi, dia telah memilih yang lain. Cinta sejati memang tidak dimulai dengan memaksa, bukan?
Walau pun pada akhirnya ia tidak memilihmu, meski ia telah menjadi kekasih orang lain, hidup harus tetap berjalan dan cerita hidupmu harus tetap ditulis.
Ingat, kamu sudah melewati hal yang lebih pahit dari ini. Lagi pula, ketika Allah tidak mengabulkan keinginanmu bersanding denganNya bukan berarti Allah tak sayang, kan?
Boleh jadi dia memang tidak baik untukmu. Allah ingin kamu dapat yang lebih baik lagi. Ada hal yang tidak bisa kamu lihat sekarang dan itu akan terbuka seiring waktu berjalan
Bisa jadi, sebenarnya kamu juga belum siap saat nanti telah bersamanya. Allah tak ingin kamu kesulitan lebih jauh lalu kemudian Ia kirimkan orang yang lebih siap mendampinginya
Lagi pula, kalau kita benar mencintainya bukankah kita harus bahagia meski dengan siapa pun ia nanti bersama….
Dan, kalau boleh jujur pada diri sendiri, bukankah orang yang menikahinya juga merupakan saudara kita. Saudara sebab keimanan yang sama. Harusnya kita lebih tenang, kan?
Besarkan hatimu, Allah sedang menyiapkan yang lebih baik. Tinggikan harapanmu, Allah sedang menyiapkanmu mendapatkan yang terbaik Jangan terlalu larut dalam kesedihan…
8 notes
·
View notes
Text
Allah yang Melamar
Pernah berada di suatu titik.
Lelah. Tak berdaya.
Segala ikhtiar telah diupayakan.
Melamar pekerjaan dengan menyusun CV profesional, membentuk portofolio kerja hingga berhari-hari dengan jam tidur yang kurang, menghubungi instansi yang bersangkutan namun tak jua ada jawab, dan mengirimi surat lamaran kerja namun tak pula ada sedikitpun peluang yang terlihat.
Belum lagi rasa rapuh dan futur yang menguasai diri ini pasca Covid kemarin. Terlalu lama off, baik tidak mengisi ataupun tidak diisi kajian dan berpartisipasi banyak rangkaian acara, membuat diri ini terlalu malu untuk muncul dan hadir di depan khalayak massa. Membuat diri ni terlalu down, drop dan ingin segera menghilang. Lelah berjamaah. Ingin keluar dari barisan. Karena pada nyatanya diri ini memang lebih suka lingkungan yang sepi, menyendiri dan merasa repot harus bersosialisasi atau berjamaah.
Hingga di suatu waktu diri ini sudah mulai pasrah.
Tak pernah lagi melakukan hal bodoh seperti mengecek email setiap bakda subuh ataupun sebelum tidur--demi menanti balasan dari surat lamaran kerja yang di kirim ke berbagai instansi.
Hingga di suatu waktu diri ini sudah tak peduli lagi harus bekerja apa--demi membuat diri ini move on dari masa lalu.
Tiba-tiba, pada tanggal 5 Agustus 2021, Allah memberi saya kejutan.
Rasanya, seperti Allah datang untuk melamar saya.
Allah memang selalu punya rencana yang terbaik bahkan jauh dalam jangkauan logika manusia. Bahkan benarlah kalau ada yang mengatakan rezeki itu suka datang dari arah yang tak disangka-sangka.
Sore itu, saya mendapatkan pesan whatsapp dari media pusat yang ternyata tujuannya menghubungi saya adalah untuk mengajak saya bergabung dengan mereka. Mengelola fanspage, menjadi admin, menjadi operator live streaming setiap pekan, dan menginput data dari website resmi adalah jobdesk yang ditawarkan kepada saya.
Sungguh seperti sebuah keajaiban.
Matahari seolah muncul dengan terik di tengah-tengah hujan deras. Sunshower. Keadaan yang sebelumnya mendung dengan awan kelabu hingga mengundang gerimis dan kelak menjadi guyuruan hujan yang tak berkesudahan, turun dengan lebat, tiba-tiba saja ada cahaya matahari yang menyinari langit dan menghadirkan angin syahdu serta menjadikan hujan yang tadinya lebat menjadi perlahan berhenti turun jatuh ke bumi.
Saya tak peduli apakah kelak saya akan memperoleh mukafaah dari sana atau tidak. Yang jelas, ini adalah salah satu nikmat dari Allah SWT untuk mengeluarkan saya dari hari-hari tanpa kesibukan yang sudah menjadi rutinitas saya selama 4 tahun terakhir.
Rasanya hampa, kosong dan aneh jika hari yang saya lalui tidak sepadat biasanya. Rasanya aneh jika tidak bekerja dan tidak ada deadline yang menggebu-gebu. Dan rasanya akan menyakitkan jika terlalu lama tidak mendapatkan pekerjaan karena saya akan terus terjebak dengan bayang-bayang masa lalu.
Begitulah kisah ini bermula.
Dari seorang wanita naif yang dulu sama sekali tak mengerti dunia kerja.
Seorang wanita yang tak mengerti apakah portofolionya selama ini ditonton dan dilirik oleh instansi terkait.
Seorang wanita yang kerap menunggu balasan email lamaran kerja setiap pagi, siang, sore bahkan menjelang tidur, namun tak jua satupun ada balasan layaknya kisah-kisah para freshgraduate pada umumnya.
Seorang wanita yang sedang futur, lelah berjamaah dan berkali-kali meminta keluar dari barisan kepada orang tuanya.
Seorang wanita yang masih saja terjebak dengan kenangan buruk masa lalunya karena tak ada kesibukan yang membuat pikirannya teralihkan.
Seorang wanita yang bersedih melihat teman-temannya sudah ada yang bekerja di instansi lain, punya bisnis yang sukses ataupun pada menikah satu persatu.
Sepertinya, Allah memang sedang sangat menguji kesabaran saya.
Hingga memberi rezeki yang tak pernah terduga-duga sebelumnya.
Mana pernah saya memiliki nyali untuk bisa bergabung dengan media pusat.
Paling yang saya ingat, hanya sedikit terbesit untuk bisa bergabung di tim media dakwah, namun rasanya kecil kemungkinan untuk bisa bergabung dengan media pusat.
Bahkan yang paling parah, saya tak pernah mengirimkan sama sekali surat lamaran kerja, CV Pribadi saya, ataupun portofolio karya-karya saya baik berupa desain, video ataupun audio.
Namun, Allah datang melalui perantara salah seorang dari tim media pusat untuk merekrut saya bergabung dengan mereka. Rasanya benar-benar tersentuh, sy yang biasanya melamar pekerjaan ke sana kemari seolah kini giliran saya yang dilamar oleh Allah melalui perantara orang tersebut. Direkrut itu sama saja seperti saya dilamar--begitu pikir saya.
Rasanya juga, Allah benar-benar masih mencintai hambanya yang penuh kehinaan dan banyak dosa ini. Bagaimana tidak? Disaat motivasi untuk keluar dari jamaah dan berhenti berdakwah dengan para pengemban dakwah lainnya sangat sering menggoda jiwa dan hati diri ini, Allah tiba-tiba datang untuk merangkul saya. Seolah menahan saya untuk berbuat demikian. Seolah menunjukkan langsung kasih sayang Allah, bahwa saya tak boleh berhenti, bahwa saya harus segera bangkit dari rasa futur saya, bahwa saya harus tetap berjamaah dan berdakwah dengan barisan. Itulah mengapa Allah tiba-tiba melamar saya untuk bergabung dengan tim media pusat.
Masya Allah, skenario Allah yang Maha Indah.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya untuk mendapatkan pekerjaan di tempat ini bahkan tanpa mengirim sedikitpun berkas persyaratan kerja pada umumnya.
Bahkan tiba-tiba saya dimasukkan menjadi panitia acara besar 1 Muharram 1443 H, yakni Hijrah Bareng-Bareng bukan seperti jobdesk yang ditawarkan sebelumnya, saya malah disuruh menjadi desainer dari rangkaian acara tersebut.
MasyaAllah, jika bukan karena kehendak Allah, jika bukan karena Allah yang menggerakkan hati mereka, bagaimana mungkin mereka bisa mengamanahkan hal tersebut kepada saya disaat saya sama sekali belum pernah memberikan portofolio kerja saya selama ini?
Kisah mengharukan tersebut insyaAllah akan saya lanjutkan pada postingan berikutnya.
Menggambarkan bagaimana Allah memang Sang Maha Pemberi Kejutan.
Allah memang tak pernah meninggalkan hambaNya sendirian.
Allah memang akan selalu memberikan hikmah dibalik kejadian paling buruk sekalipun.
Karena Allah selalu ada untuk hamba-hambaNya.
Yang dicintaiNya.
Bahkan yang hina di mataNya.
Allah selalu ada untuk kita, selama kita selalu berusaha mempercayainya.
Dan tak ragu akan kuasanya.
MasyaAllah, tabarokallah.
#UngkapanRasa 05 Agustus 2021.
10 notes
·
View notes
Text
Dialog kedai kopi #1
Di saat senja datang, seperti biasa kakiku tak sedikitpun beranjak dari sudut ruang tersebut. Ku sandarkan punggungku pada kursi kayu dengan ukiran disekelilingnya. Aku begitu menyukai tempat ini. Begitu juga dengan kenangan bersamanya.
Ini adalah waktunya. Bulir hujan jatuh membasahi kaca jendela kedai kopi tempat dimana aku berada saat ini. Tak lama bau tanah basah pun samar-samar tercium. Mengganggu kerja indra penciumanku. Ya, bagiku semua itu menenangkan tapi juga tak menyenangkan. Selalu saja jika itu tentang hujan, itu juga selalu tentang dirinya. Seorang pria di masa laluku. Yang tanpa permisi menjejas relung sukmaku. Dia yang tanpa malu-malu mengenalkan rasa rindu dan cinta secara bersamaan padaku. Pada seorang gadis polos yang tak tau-menau tentang apa itu arti cinta.
Segera ku usir sepercik kenangan yang terlintas. Ah, terjadi lagi. Ku tegakkan punggungku yang kini tak lagi bersandar pada kursi kayu. Dengan jemari tanganku yang terbebas, segera kukaitkan pada pegangan cangkir tersebut. Ku hirup dalam-dalam aroma kopi yang menguar. Memang tak bisa kupungkiri lagi, aroma ini menguar bersama memori tentangnya. Aku kembali tenggelam dalam jejak-jejak perjalanan yang pernah kutapaki bersamanya. Rindu. Hanya satu kata itu yang dapat menafsirkan keadaanku saat ini.
Bicara soal rindu. Rindu memang tak seharusnya berakhir pilu. Tak pula berujung sendu. Meski kerap kali mengalun dalam haru dan hanya pada namamu ku selalu terpaku. Tapi ku tau, semua itu hanya semu. Kau kurindu, tetapi hanya anganmu yang bisa kurengkuh. Tidak dengan ragamu ataupun hatimu. Keduanya tak bisa ku miliki. Karena kini, kau telah bersama perempuanmu.
Di tempat ini juga kau mengakhiri semuanya. Hanya kita berdua diantara dua kursi dan satu meja yang membatasi ruang gerak kita. Mata kita bertemu, tapi rasanya tak seperti dulu. Ku menilik manik matamu yang hitam kelam. Tetap saja aku tak menemukan apapun.
“Mari kita akhiri saja” pria itu memulai.
“A a apa? Apa yang kamu maksud?” Hebat. Pria itu membuatku tergagap. Mulutku yang hendak menempel pada bibir cangkir, ku urungkan dengan segera.
Dapat ku amati gerak-gerik pria dihadapanku ini. Ia tampak sedikit gelisah, dan berulang kali menengok sisi kanan dan kirinya. Lalu tak lama pria itu menghembuskan napasnya dengan kasar sampai terdengar samar-samar mencapai indra pendengaranku.
“Kau tak mengerti dengan yang ku ucapkan? Apa kurang jelas yang aku pinta?” Pria itu menjawab pertanyaanku dengan sebuah pertanyaan. Salah satu alis pria itu terangkat saat mengucapkannya dan ia juga mulai berdecak kesal.
Aku pun yang terdiam hanya bisa membalas dengan beberapa kali gelengan kepala. Sebagai jawaban atas pertanyaannya.
“Ayo kita putus, akhiri saja hubungan ini. Aku dan kamu, kita cukupkan semuanya sampai disini” Ucapnya sambil menatap kosong secangkir penuh single Americano-nya dengan kepulan asap menguar diatasnya.
Hening. Lidahku kelu. Senyum yang membingkai wajahku pun lenyap. Entah sejak kapan air mulai menggenang di pelupuk mata. Selama sepersekian menit tak ada sepatah kata pun yang tertoreh keluar dari tenggorokan. Aku mencoba mengatur deru napasku yang semakin terasa sesak. Dan segera kuhapus air mata yang menjejak menuruni pipiku.
“Kenapa?” Tanyaku takut-takut dengan nada bergetar.
“Kita tidak akan pernah cocok, aku dan kamu. Umur kita terpaut terlalu jauh, 8 tahun. Lagi pula, sebenarnya aku lebih suka wanita yang sudah berkarir daripada seorang mahasiswa semester awal seperti dirimu”
Kata-katanya begitu menohokku. Sejenak aku tertunduk, mengutuk apa saja yang sedang berkecamuk dipikiranku. Termasuk pria di hadapanku. Kendati inginku ini hanyalah sebuah imaji atau mimpi. Tolong bangunkan aku.
Remasan jemari tanganku kian menguat, sampai kuku panjang melukai kulit tanganku. Sakit. Dan aku tersadar bahwa ini bukan mimpi belaka. Kembali ku mendongak, menatap wajah pria yang duduk dihadapanku. Aku juga memiliki alasan, tapi selama ini aku memilih bungkam.
“Apakah perihal umur saja yang menjadi masalah?”
“Ya” Pria itu hanya menjawab singkat dan sekenanya.
“Apa bukan karena ada perempuan lain yang dulu pernah menjajaki hatimu?” Tanyaku sedikit acuh.
“Jaga ucapmu. Jangan sembarangan”
“Aku hanya bicara kenyataan”
“Kenyataan apa yang kau ketahui tentangku?” Pria itu bertanya dengan agak lirih dan tanpa menatapku. Tapi indra pendengaranku mengangkapnya.
“Banyak. Tepatnya seminggu yang lalu. Awalnya aku tak begitu curiga kau memblokir kontak WhatsApp-ku, dan yang kupikirkan saat itu hanyalah kau sedang sibuk mengajar mahasiswamu sehingga tak mau diganggu. Meskipun tak seperti biasanya. Biasanya kau tak pernah keberatan jika kita sekedar saling menyapa lewat jejaring sosial. Lalu, terjadi lagi. Aku secara tak sengaja melihat Instastory perempuan itu. Kau pergi bersamanya ke bioskop pada sabtu malam itu kan? Aku menghubungimu pada saat itu juga. Tapi semua kontakmu tak dapat dihubungi. Itu aneh. Nah, sekarang semuanya sudah jelas. Apa karena perempuan itu? Kau ingin kembali padanya?” Terangku panjang lebar. Aku sudah tak bisa lagi menahan gejolak yang berkecamuk di dada. Tapi aku masih berusaha mengesampingkan sedikit perasaanku. Aku tak mau ada pertikaian.
Pria dihadapanku hanya terdiam. Ia kembali menyruput single Americano-nya sehingga tampak mencapai dasar. Lalu dia berdeham pelan.
“Ya, kau benar”
Tiga kata yang melesat keluar dari mulutnya, seolah mampu membuatku terjatuh lebih dalam. Seketika juga aku merasa menjadi seseorang yang paling tak di inginkan. Seluruh dunia mengutukku dan seolah tak mau menerima kehadiranku.
“Aku mencintainya, sangat.” Pria itu kembali menambahkan.
Aku mencintaimu, bodoh.
“Lalu apa arti diriku bagimu?”
“Mungkin aku telah salah mengartikan dirimu sebagai kekasih. Kau dan aku. Kita lebih pantas menjadi sepasang kakak dan adik saja. Tak lebih dari itu. Aku paham bahwa aku telah banyak melukaimu. Tapi kau tau. Perempuan itu bersungguh-sungguh, dia meminta maaf padaku, dia ingin aku kembali padanya. Tidak. Bahkan kedua orang tuanya juga mendatangiku. Mereka berharap aku dapat menerima kembali putri mereka dalam kehidupanku seperti dulu ”
“Apa kau telah lupa dengan apa yang dia lakukan terhadapmu dan ibumu?”
“Aku sepenuhnya masih ingat. Aku pun tau sebenarnya tak mudah menerima permintaan maaf darinya. Tapi pada saat kedua orang tuanya sendiri yang memintaku, aku kembali teringat tentang keadaan keluarganya. Aku tak bisa meninggalkannya seperti ini”
“Itu namanya kasihan. Bukan cinta”
“Rasa kasihan pun tak apa. Waktu akan menjawab semuanya”
Hening pun kembali melingkupi kebersamaanku dengan pria dihadapanku. Tak ada yang berani untuk kembali memulai pembicaraan. Baik diriku maupun dirinya, sedang bergolak dengan pikiran masing-masing dan perasaan yang terombang-ambing.
Ada air mata yang melesak keluar dari mataku. Pipiku yang sedari tadi telah mengering, kini kembali terbasahi. Perlahan air mata itu menuruni kulit pipiku, dan kembali menjejak disana.
“Kau ingin bersamanya?”
Pria itu lagi-lagi hanya diam tak menjawab. Ia mematung tampak terkejut dengan reaksiku.
“Jika kau ingin bersama perempuan itu, maka pergilah”
Tak menunggu waktu yang lama, pria itu pergi meninggalkanku. Derap langkah kakinya kian lama semakin jauh dan tak terdengar.
Pria itu benar-benar meninggalkanku.
Dan kini hanya tinggal aku dan beberapa barista di kedai tersebut. Aku yang memutuskan untuk berdiam diri, tidak akan beranjak untuk menghampirinya atau pun pergi darinya. Menoleh untuk yang terakhir kali bahkan tak kau lakui. Dan apakah kau tau? kau pun tak mengucapkan kata maaf padaku.
Kau dengan egomu yang pergi meninggalkanku.
--- To be continue ---
15 notes
·
View notes
Text
Ku merindu kala itu
Dalam seribu diam yang membisu
Ingatan demi ingatan mengantarku
Kembali pada sosokmu
Diantara rintihan kalbu
Jiwaku terbelenggu
Kendati imaji terus berotasi pada sosokmu
Menahan rasa ingin selalu bersua
Menyiksa, itu sudah pasti
Rasa benci kian memeluk diri
Mencaci dan memaki diri sendiri
Rindu ini hanya bisa kutangisi
Dan yang kulakukan hanya menipu diri
Memasang topeng lagi dan lagi...
1 note
·
View note
Text
Tuhan tau
Cinta bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan
Menunggu juga bukanlah hanya sekedar berupaya
Ikhtiar jelas sebagai penyeimbangnya
Lalu bertemanlah dengan sabar dan do'a
Terlebih dengan rasa ikhlas untuk menerima setiap takdirNya
4 notes
·
View notes