“Blessings arrive with gratitude [to Allah], and gratitude is connected with more [blessings], and the two are tied together: more blessings from Allah will never stop unless gratitude from the servant stops.”
—ʿAlib. Abi Talib radijAllahu anhu // [Ibn Abi Al-Dunya, Al-Shukr article 18.]
Tsur, goa itu sempit seakan tak punya ruang tuk kau bisa merenggangkan otot-ototmu. Gelap, jika kau melihatnya, kau takkan percaya bahwa dulu ia pernah jadi persinggahan dua tokoh teragung sepanjang sejarah manusia, 3 hari lamanya.
Rasulullah ﷺ dan sahabatnya, Abu Bakr Ash Shiddiq. Keduanya bertolak dari Makkah menuju negeri Madinah. Namun kafir Quraisy tak membiarkannya. Diumumkanlah oleh pembesar Quraisy, “siapa yang bisa membawa Muhammad kembali ke Makkah, hidup atau mati, maka baginya 100 ekor unta!”
“Kala itu, ketika Aku dan Rasulullah ﷺ di Goa Tsur”, tutur Abu Bakr sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik, “kaki-kaki orang musyrikin sungguh berada di atas kepala kami. Maka aku bilang pada Rasulullah; kalau mereka mengangkat kaki, kita pasti akan terlihat.”
Saat-saat mencekam antara hidup dan mati. Bayangkan, dua manusia hebat itu dikejar oleh puluhan pemburu berpengalaman dan ‘pembunuh bayaran’, belum lagi penunggang kuda tangguh dan ahli pencari jejak terbaik di Makkah.
Namun, jika kamu disana, kamu seketika akan menjadi manusia paling tenang.
Ya, paling tenang, ketika jiwamu berdesir mendengar suara indah baginda Rasulullah ﷺ berbisik padamu,
“wahai Abu Bakr, apa pendapatmu tentang dua orang (Rasul dan Abu Bakr), kemudian Allah hadir menjadi yang ketiga?”
Lagi-lagi suara agung itu berbisik tepat di hadapanmu, sembari yakin dan sama sekali tak ada guratan ketakutan,
“…jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”
(QS At Taubah 40)
Allah menutup kisah Rasul dan Abu Bakr di Goa Tsur dengan firman-Nya, “Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
Kita, diajak berpikir tentang; betapa Mahabesar Allah yang skenario-Nya selalu istimewa. Allah ingin kamu tahu, bahwa jika dunia berkumpul untuk menghabisimu, sungguh itu takkan mengkhawatirkanmu selagi akidahmu yakin. “Jangan bersedih, sungguh Allah bersama kita.”
Jangan bersedih. Hidupmu sedang tak mulus, hubunganmu dengan orang-orang yang kau cinta sedang pupus, cita-citamu tak kunjung lulus. Ketika masalah demi masalah menghantammu, “jangan bersedih, Allah bersama kita.”
Namun, sedihlah kamu! Sedihlah terus! Kalau bersama Allah kamu tak mau. Galaulah terus! Bimbanglah terus! Jangan tanya kenapa, Tuhan saja kau tak pernah meminta, pada nikmat saja engkau kufur, pada hidup saja kau banyak mengeluh.
“Jangan bersedih”, adalah janji-Nya untukmu yang senantiasa yakin dan sabar dalam ketaatan. Namun jika kau berpaling, mau kau kumpulkan emas setinggi gunung, mau kau keliling dunia tetap saja begini, “Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS Al An'am 125)
1 February 2018, 2:34PM.
.
“Sungguh engkau diciptakan bukan untuk membalas orang yang menyakitimu, kewajipanmu hanyalah bersabar. Kerana sabar merupakan adabmu kepada Allah ﷻ.”
(Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri)
Bersabarlah, sesungguhnya perkara yang menjadi ujian buat kamu itu akan memberikan kebahagiaan buat kamu baik cepat atau lambat.
“Jika harus terpaksa membenci sesuatu, maka yang aku benci adalah momentum dan waktu, bukan manusianya. Terkadang kita hanya lupa, yang jahat adalah waktu yang tidak tepat, bukan manusianya. Tapi kau juga perlu tahu satu hal, aku pemaaf, tapi aku juga pengingat yang baik. Selamat merayakan hari kehangatan, aku memaafkan siapapun yang pernah menyakitiku.”
It’s hard to stay patient, and wait for things in life, but remember that Allah swt is Al-Aleem, the all knowing, he is way more knowledgeable than any of us, and keep faith in his plans and trust in him.
If Prophet Ya'qub didn’t want his son, Sayyiduna Yusuf to tell a dream he had to his brothers out of worry that it would trigger ill feelings in their hearts which would eventually lead to him being harmed then what should be our case when we display all the gifts Allah has given us? عليهما السلام
Photos of pizza, steaks, burgers and desserts on Snapchat before we even eat. Announcing engagements before things are certain, our best nikah photos, latest baby scans, and our kids looking really cute on insta and Facebook. New job, better body, newer car, more exciting holidays updated on What’s App every few hours. If Prophet Yusuf was advised not to share his dream - what do you think about sharing too much of your dunya? Take precautions, seek Allāh’s protection, and be sensible. It just takes one eye for everything to be destroyed.
“Barangsiapa mengucap “Astaghfirullah alladzi laa ilaaha illa huwa alhayyul qoyyum wa atuubu ilaih” sebanyak 3 kali, maka akan diampunkan dosa walaupun dia termasuk orang yang lari dari medan perang.” - [Hadis Riwayat Abu Dawud]
Sumber : فاذكروني // Terjemahan : Ustaz Ali Zaenal Abidin dari MADRASAH AT-TAZKIAH
I wrote a poem about it, and then threw it away, because that’s the last thing I need right now: More words dedicated to people who will never dedicate a single thing to me.
Charlotte Green, You Say You Don’t Want A Boyfriend, But You Know That’s Not True
(via thelovejournals)