Text
Saatnya Kita Mengaji Lagi
@edgarhamas
Kalimat menyentak hari ini dalam bacaan saya adalah nasihat Abu Darda dalam Hilyah, "Belajarlah sebelum ilmu diangkat. Sungguh diangkatnya ilmu adalah dengan wafatnya para ulama.”
Ia seperti oase di tengah keringnya keadaan, saat kita tak benar-benar belajar dari ahli ilmu.
Death of expertise, adalah salah satu musibah paling mengerikan di era kita. Media sosial menjadi panggung siapa saja, dan ironisnya: yang tidak berilmu garang bersuara.
Umat dilanda berisik dan kebingungan. Yang berilmu, ditutupi oleh mereka yang bergimik. Berantakanlah kita.
Di antara kebingungan ini, mari kita benar-benar melihat dari siapa kita mengambil agama ini.
Siapa guru-gurunya, apa kitab yang beliau baca dan kaji, bagaimana adabnya pada ilmu dan ulama; dengannya kita bisa menemukan kemurnian di tengah kebisingan.
Setelah terbiasa kita dalam kajian-kajian bertema, mari mencoba ikut kelas kajian kitab; yang sederhana saja, sambil juga memulai belajar bahasa Arab.
Dan engkau akan merasakan sebuah "sense of moving forward", rasa bergerak maju dan takjub karena sedalam itu ilmu ulama kita.
Ada yang bilang, jika kau selesai membaca sebuah buku, maka kau akan melihat dunia dengan sudut pandang yang baru.
Apalagi jika belajar Islam dengan jalan yang dilalui oleh para ulama; sungguh kita akan melihat dunia dengan sudut pandang yang setiap detailnya menjadi istimewa.
"Ah, aku lelah belajar. Waktuku habis dalam bekerja dan mencari nafkah."
Sejatinya itu pernyataan wajar, tapi hendaknya kita tahu bahwa seseorang akan Allah mudahkan meluangkan waktu jika memang telah tulus niatnya.
Mari kurangi scrolling berlebih itu, dan kita akan sadari...
Bahwa masih banyak ilmu di luar sana, bertebaran bagai bintang, terhampar di banyak kajian dan majelis-majelis, yang bukan sebatas demi agar kau dan aku bisa temukan ketenangan.
Ia lebih dari ketenangan: ia adalah kemapanan berpikir, ketajaman kesimpulan dan detailnya tadabbur.
114 notes
·
View notes
Text
Menasihati Diri Sendiri
Kehidupan dunia itu kalau dikejar, melelahkan, dan tidak akan ada ujungnya.
Kamu boleh berhenti, tapi setelah mencoba melakukan semua hal yang bisa kamu kendalikan.
Masalah itu pasti akan terus menerus ada, di tahapan hidup manapun, di siapapun. Jadi, banyak-banyaklah belajar dari orang lain yang telah melewati masalah-masalah yang sedang dihadapi. Biar nggak stuck.
Nggak perlu ngurusin orang yang banyak drama.
Rezeki itu dari Allah, bukan dari manusia, bukan dari tempat kerja. Jadi, nggak usah takut buat ngambil keputusan besar kalau di kerjaan itu udah nggak lagi sejalan sama nilai-nilai yang kamu pegang.
Belajarlah untuk bertabayun, karena kamu pernah di fase hanya mendengarkan satu persektif seseorang dan kamu percaya, tapi akhirnya kamu sadar bahwa orang yang kamu dengarkan itulah yang sedang bermasalah hidupnya. Jangan telan mentah-mentah apa kata orang lain tentang seseorang sampai kamu menemukan buktinya.
Kalau kamu lagi buntu sama jalan yang diambil, itu bukan karena jalannya memang buntu, tapi kita kadang nggak sadar kalau sebenarnya kitalah yang bertugas untuk membuka jalan itu. Karena tujuanmu memang harus menempuh jalan yang belum pernah ada. Jadi, jangan dulu menyerah! Kamu ingin menasihati apa untuk dirimu sendiri?
357 notes
·
View notes
Text
menuju sakinah
yang perempuan minta dari laki-laki: kepastian. yang bisa laki-laki beri kepada perempuan: kejelasan.
yang laki-laki minta dari perempuan: kepemilikan. yang bisa perempuan beri kepada laki-laki: ketaatan.
yang harus perempuan upayakan sendiri: kesiapan. yang harus laki-laki upayakan sendiri: kesetiaan.
yang perempuan dan laki-laki sama-sama dapatkan: ketenangan. sakinah.*
*syarat dan ketentuan berlaku
328 notes
·
View notes
Text
bulan
"bentar-bentar. bulannya bagus banget Kic."
"..."
"kenapa? kok diem?"
"pernah lihat bulan pas lagi bagus-bagusnya juga. supermoon. 10 tahun yang lalu."
dia menyisir tanganku dengan jemarinya, mengerti. sebelah tangannya tetap mengemudi. "izinin aku bikin kenangan yang banyak sama kamu Kic. setiap kamu lihat bulan, dengar hujan, menulis, kamu akan ingat aku."
"..."
"kalau sudah haji, rumah sudah jadi, kita lihat aurora ya Kic."
mataku berembun seperti jendela di sebelahku. seketika langit terasa tak begitu tinggi.
78 notes
·
View notes
Text
Adegan Dewasa yang Tak Disangka
Hal yang tak pernah kusangka saat dewasa adalah menyaksikan bagaimana rumah tangga teman (yang dikenal) berguguran. Sebabnya macam-macam, tapi sebagian besar karena kurangnya komitmen salah satunya. Kurangnya komitmen ini bentuknya macam-macam, mulai dari pengabaian hingga perselingkuhan.
Hal yang kemudian menjadi sulit bagiku saat menjalani kehidupan orang dewasa adalah saat dua orang yang rumah tangganya gugur ini, kukenal semua. Saat dulu masih remaja, dimana kami bertemu, ngobrol, diskusi dan segala macam hingga akhirnya mereka menikah kami pun datang ke hari pernikahannya.
Adegan dewasa seperti ini, tak pernah diajarkan sebelumnya tentang bagaimana aku harus menyikapinya.
Ditambah, melihat fenomena kurangnya komitmen dalam pernikahan begitu bertebaran di media sosial. Dari mulai KDRT yang disiarkan, perselingkuhan, dan berbagai macam hal yang kupikir dulu aku akan jauh dari lingkaran kejadian seperti itu tapi ternyata justru terjadi di lingkaran pertemananku.
Penilaianku terhadap beberapa orang yang pernah kukenal di masa lalu telah sepenuhnya berubah disebabkan oleh bagaimana ia merusak pernikahannya, bagaimana ia memperlakukan pasangannya, dan serupa itu.
Pernikahan sendiri bukan hal yang mudah buat dijalani. Selain tidak mudah bagi kita, itu juga ditambah dengan upaya setan untuk berusaha menceraikan suami dan istri. Ditambah dengan media sosial yang menyuarakan berbagai macam value yang tidak sejalan dengan islam (karena saya muslim, saya pake value ini).
Value pribadi yang lahir dari luka dan trauma, dianggap sebagai kebenaran umum dan semua orang harus seperti dia. Dan dengan kosongnya ilmu dan komitmen dalam pernikahan, seseorang menelannya mentah-mentah. Menjadikannya panutan, tanpa sadar telah menghancurkan rumah tangganya sendiri.
Naudzubillah. Semoga kita diberikan keselamatan dalam menjalani satu fase penting dalam kehidupan ini, kehidupan berumah tangga yang sungguh-sungguh sakinah, mawadah, warahmah. Aamiin
298 notes
·
View notes
Text
Semua Masalah Pasti Punya Solusi
Pasti.
Saya percaya begitu karena premis berikut:
1. Dibutuhkan kecerdasan tertentu untuk menyelesaikan masalah. Semakin kompleks sebuah masalah, semakin tinggi requirement kecerdasannya. Kecerdasan di sini bukan sebatas kecerdasan akademis atau intelektualitas, tapi kecerdasan dalam makna luas. Jadi jangan insecure kalau IQ kita biasa aja.
2. Kita gak tahu batas maksimal dari POTENSI kecerdasan kita. Manusia itu didesain Allah untuk bisa belajar dan berkembang. Jadi jangan berpikir kamu yang sekarang adalah versi final. Kamu bisa jadi lebih cerdas dari yang sekarang. Kamu itu gak diciptakan sekali jadi, terus beres. Kamu itu masih dalam proses penciptaan. Tiap hari ada sel baru yang diciptakan di tubuh kamu. Adilnya Allah, sekarang kamu punya andil untuk ikut membentuk diri kamu.
3. Solusi suatu masalah itu bisa banyak dan bisa dalam bentuk yang berbeda dengan bayangan kita. Jadi jangan fixated alias ngotot solusinya harus sama dengan yang kita mau. Misal, seseorang yang kita cintai meninggal dunia dan kita berduka. Kita mau orang yang kita cintai itu hidup lagi. Apakah ada solusinya? Ada. Apakah solusinya menghidupkan orang mati? Bukan. Solusinya bisa jadi belajar memproses rasa duka, konsultasi ke psikolog, ikut komunitas, atau yang lain. Maaf, bukan bermaksud menggampangkan. Poinnya, solusi gak selalu bisa sama dengan kemauan kita. Tapi toh pada akhirnya ada cara untuk menghadapi masalah itu kalau kita cukup terbuka dan mau berusaha nyari.
Ini kesimpulan untuk menjahit semua premis itu.
Kalau kita terjebak sama suatu masalah, bisa jadi karena level kecerdasan kita saat ini ga cukup untuk menghadapi masalah itu. Kita butuh level kecerdasan yang lebih tinggi.
Kata Einstein, kita gak bisa menyelesaikan suatu masalah dengan tingkat berpikir yang sama dengan saat masalah itu tercipta. Karena bisa jadi asumsi, perspektif, dan metode kita adalah bagian yang membuat masalah itu tetap ada.
Kita perlu tanya diri kita sendiri:
"Apa hal fundamental yang belum aku tau tentang masalah ini?"
"Bagaimana orang lain menghadapi masalah ini?"
"Kenapa ada orang lain yang bisa sementara aku gak bisa?"
"Apa bedanya antara aku dan mereka?"
"Gimana hal-hal bekerja dalam situasiku sehingga menyebabkan masalah ini?"
"Apa hal-hal yang bisa aku intervensi yang kemungkinan mengubah keadaan?"
"Apakah solusi yang aku bayangkan memang satu-satunya solusi?"
"Apa aja hasil yang bisa aku harapkan kalau solusiku emang ga mendatangkan hasil yang kuharapkan?".
Tapi kalau kita udah berpikir, "Aku emang ga becus", "Emang nasibku gini", yaudah wasalam. Kamu baru saja membatasi nasib kamu sendiri.
Semua yang saya bicarakan ini pada dasarnya implementasi dari growth mindset.
Sepenting itu lho growth mindset.
127 notes
·
View notes
Text

Oh Allah, sepanjang kami masih hidup di dunia. Anugerahkanlah kepada kami sebanyak mungkin kesempatan untuk beramal. Jika ada kesempatan beramal, bukakanlah mata hati kami mengenali setiap kesempatan, dan mudahkanlah kami untuk bersegera mengambil kesempatan itu.
Aamiin.
473 notes
·
View notes
Text
Pesan Untukmu
Tulisan ini mungkin akan segera menemukanmu, atau mungkin membutuhkan beberapa waktu, entah sehari, seminggu, sebulan, bahkan mungkin beberapa tahun kemudian.
Tulisan ini dibuat di 23 Januari 2025, sebuah penanda waktu yang mungkin bagimu adalah hari yang membahagiakan atau mungkin hari yang membuat sedih. Setiap orang punya ceritanya sendiri di tanggal yang sama.
Aku hanya ingin mengatakan kepadamu bahwa kamu telah berjalan sejauh ini, masih bertahan hingga saat ini. Meski pikiranmu berkecamuk, beberapa kali ingin menyerah, banyak sekali pertanyaan di kepalamu yang membuatmu sulit tidur, serta bingung menerka kemana dan seperti apa ujung dari jalan yang lagi kamu lalui. Bahkan beberapa di antaranya, ada yang sempat kepikiran untuk mengakhiri hidup tapi itu tidak dilakukan hingga saat ini. Bukankah itu hebat? * * * * *
Saat orang lain mungkin telah memiliki apa yang kita inginkan, mencapai apa yang kita harapkan. Sering kita bertanya-tanya, mengapa bagi kita jalan ke sana itu terasa sulit. Ada banyak hambatan, bahkan harus muter-muter. Kadang kita juga berpikir, kenapa untuk memahami sesuatu butuh waktu yang lama. Saat belajar hal baru, kita butuh waktu setahun, mereka sebulan sudah bisa. Kenapa semuanya terasa sulit buat kita? Bahkan saat mereka memiliki impian-impian, hal-hal di sekitarnya tak memberatkan. Mereka mendapatkan dukungan tanpa harus memikirkan tanggungan lain, seperti kita yang mungkin harus banyak berkorban untuk keluarga, saudara, bahkan diri sendiri.
Saat malam menjelang, pelan kita tutup pintu kamar dan sendirian. Pikiran kita terasa rumit, terasa sulit untuk melihat kenyataan bahwa menurut kita, kita belum mencapai apapun. Hal-hal yang jadi impian kita rasanya seperti khayalan saja.
Itu adalah pikiran yang membuat kita sulit bahagia.
Sementara di lain waktu, saat kita berkendara, saat kita bertemu dengan banyak orang di luar sana. Hidup yang menurut kita merana ini, ternyata adalah hidup yang begitu nyaman. Kita masih bisa berteduh saat hujan, masih bisa menikmati makan setiap hari, masih ada waktu untuk berselancar di dunia maya, masih memilik pakaian yang bisa berganti-ganti, masih punya waktu untuk mengaji, dan banyak hal lainnya.
Ahhh kadang hidup yang kita jalani ini, terasa sesak bukan karena apa yang kita miliki, tapi kita terlalu banyak memikirkan apa yang tidak kita miliki.
Rasanya, kita sebenarnya sedang diuji dengan ketakutan diri. Takut akan penilaian orang, takut akan kemiskinan, takut akan hilangnya kesempatan, takut akan umur yang semakin bertambah, takut salah memilih pasangan. Semua rasa takut itu seolah menjadi pemutus jalan antara kita dan masa depan. Sehingga kita terus menerus hidup di hari ini, dengan keadaan yang seolah tak pernah beranjak karena kita tidak pernah berani.
Tidak berani untuk kelelahan nmemperjuangkan impian, tidak berani untuk membuat kesalahan, tidak berani untuk membuat keputusan, tidak berani untuk menghadapi kenyataan, tidak berani untuk bertemu dengan hal-hal yang tidak sesuai ekspektasi.
Jangan-jangan jarak kita dengan tujuan hanya sejengkal, hanya saja butuh keberanian. Sementara kita terus menerus hidup dalam rasa takut seolah tidak punya Tuhan? * * * * *
Tulisan ini mungkin akan kamu temukan suatu hari nanti, entah kapanpun itu ditemukan dan kamu sedang tidak nyaman menjalani hidupmu sendiri? Coba lihat lagi, ada berapa banyak pilihan yang kamu miliki jika kamu berani? Sesuatu yang selama ini kamu berpikir bahwa kamu tidak punya pilihan. (c)kurniawangunadi
345 notes
·
View notes
Text
reminder dari tulisan setahun yang lalu 🥹✨
Semua Butuh Ilmu dan Upaya
Terkadang, ada kesempatan baik yang datang pada kita disaat kita merasa belum 'siap' atau belum 'pantas'. Dan, baru-baru ini aku menyadari jika siap atau pantas itu bisa kita ciptakan. Merasa tidak siap atau tidak pantas adalah gambaran bahwa kita seutuhnya adalah manusia biasa yang sadar kalau kita memiliki kekurangan atau batasan. Yang paling penting, soal kesempatan yang datang itulah, yang bisa jadi gak akan muncul lagi nanti. So, tugas yang harus dituntaskan adalah menyambut kesempatan dengan kesungguhan dan totalitas. Sabar dan bertahap dalam beproses, tanam mindset untuk terus mengupayakan, sembari memohon agar terus dikuatkan, insyaaAllah kita akan berprogres. Mungkin progressnya sedikit. Tapi kan, sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit, kan? Setiap kesempatan yang hadir kepada kita adalah bentuk bahwa Allah ingin kita upgrade menjadi lebih baik. Dan menjadi lebih baik artinya harus ada pengorbanan untuk memantaskan. Maka, disinilah kita butuh ilmu. Agar kesempatan baik yang datang bisa kita tebarkan manfaatnya. Agar manfaatnya meluas, dan bukan hanya kita saja yang merasakannya. Semoga, pada setiap kesempatan yang Allah hadirkan untuk kita, semangat untuk belajar dan upaya untuk menghadirkan yang terbaik dari diri kita semakin terpantik. Dan semoga, kita tidak mudah berpuas dan terus berbenah untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, aamiin.
09 Januari 2024
-Yang sedang belajar dan berbenah~
17 notes
·
View notes
Text
Memaknai Keputusanmu di Antara Pilihan
Orang lain hanya akan melihat keputusan yang kamu ambil, mereka tidak akan pernah melihat pilihan-pilihan yang kamu miliki.
Sehingga, ketika kita hanya dinilai dari keputusan kita, jangan berkecil hati. Sejatinya mereka tidak pernah tahu struggling-nya kita terhadap pilihan-pilihan yang ada saat itu. Dan keputusan kita saat itu adalah keputusan terbaik dari semua pilihan yang kita miliki.
Mari kita lihat dengan hati yang lebih lapang pada setiap pilihan yang kita miliki. Sebab, dalam hidup ini kita tidak perlu menjelaskan kepada semua orang tentang pilihan yang kita ambil.
Meski dinilai tidak menguntungkan, memilih yang tak pasti, memilih yang sulit, memilih yang nggak ada uangnya, dsb.
Selama kamu yakin sama pilihanmu dan mau sama risikonya. Ambil dan jalanilah, kemudian tutup telinga.
Pada akhirnya, kita perlu percaya kepada Allah bahwa keputusan yang kita ambil lahir dari ilham yang diberikan-Nya. Ada hal-hal yang tidak kita tahu soal masa depan, rasanya mungkin khawatir dan menakutkan. Tapi percayalah, jarak antara kita dengan banyak kebaikan di depan, kadang hanya di masalah keberanian buat mengambil keputusan. (c)kurniawangunadi
564 notes
·
View notes
Text
Kenal Cinta
Beberapa hari terakhir ketika sesi 1on1, kurang lebih ada 5 orang. Pembahasan yang didiskusikan tidak jauh dari cinta. Normal, ketika seseorang telah menjalani fase mendekati umur 30 dan perkara harus membuat keputusan soal cinta ternyata tidak semudah itu. Bahkan terasa lebih rumit daripada memilih jurusan kuliah dulu waktu SMA atau memilih pekerjaan yang terjadi di fase yang sama, fase-fase Quarter Life Crisis.
Ada satu hal yang ingin kugaris bawahi dari beberapa tipe masalah yang sedang terjadi di diskusi kemarin. Salah satu opsi untuk bisa membuat proses perjalanan cintamu lebih terarah, lebih masuk akal, lebih lapang untuk dijalani, yaitu hadirkanlah orang ketiga di antara kalian.
Siapakah orang ketiga itu?
Orang-orang yang kalian sepakati akan menjadi penengah, penasihat, tempat cerita, tempat bertanya/konsultasi, bahkan menjadi penengah saat kalian buntu karena perselisihan. Orang-orang yang kalian kenal baik dan juga mengenal dengan baik kalian atau cukup salah satu. Orang yang telah menjalani pernikahan sekian lama dengan baik atau orang yang memiliki ilmu atas beberapa masalah yang mungkin kalian temui seperti masalah hukum-hukum agama, finansial, dsb.
Mereka yang menjadi orang ketiga adalah orang yang tidak memiliki kepentingan kecuali membantu kalian menjalani kehidupan rumah tangga kalian dengan baik.
Sebab, ditengah-tengah jalannya rumah tangga. Masalah akan pasti ada, itu keniscayaan. Sekalipun kamu menikah dengan orang yang kamu cintai dan mencintaimu. Masalah tidak akan hilang begitu saja karena alasan tersebut. Dan ujian yang akan dihadapi, biasanya akan terus naik level.
Sehingga, ketika kalian sedang tidak bertegur sapa, tidak bisa saling memahami, keras terhadap pendapat masing-masing. Datanglah kepada orang ketiga tersebut. Orang-orang yang telah kalian sepakati sebagai orang yang akan didengar pendapatnya, dipertimbangkan pandangannya.
Kalau kata anak zaman sekarang, mentor.
Yes, find your mentors dalam konteks menjalani kehidupan berumah tangga :)
90 notes
·
View notes
Text
Memilih Pasangan Hidup
Setiap orang jelas memiliki valuenya masing-masing. Dan ketika kita bicara value, ini bisa bertentangan satu sama lain. Hanya saja, tulisan ini tidak ingin mempertentangkan itu. Penulis akan menggunakan sudut pandang orang pertama yang bersumber pada pengamatan, karena ini hal yang dirasa berlaku secara universal. Ada tiga hal yang mau kutulis, di luar soal bagaimana hubungan ia dengan Tuhannya. Aku mau nambahin beberapa aspek yang menurutku sangat krusial untuk dipertimbangkan secara mendalam.
Pertama, cara bicara dan apa yang dibicarakan. Karena dua hal tersebut mencerminkan isi kepalanya. Kalau kamu mendapati orang yang suka bergunjing, sindir menyindir, memfitnah, berkeluh kesah, berkata kasar, dan berbagai macam pembicaraan buruk. Pikirkan ulang untuk memilihnya sebagai pasangan hidup. Mungkin ia bisa jadi fit sama kamu, tapi apakah itu yang kamu harapkan saat kalian menjadi orang tua dan mendidik anak? Sampai sekarang, dalam berbagai kesempatan dan pengamatan. Kenapa anak-anak yang kutemui bisa sekasar itu, bisa senegatif itu, salah satunya dampak dari bagaimana bahasa dan cara bicara sehari-hari orang tuanya. Apalagi saat di level orang tua menganggap pembicaraan itu sebagai hal yang biasa, bukan hal buruk.
Bagiku, lebih penting mengajarkan anak bisa berbahasa yang baik alih-alih bisa banyak bahasa. Karena kalau ia bisa menggunakan bahasa yang baik, tahu tata bahasa, tahu kapan penggunaan dan cara menggunakannya dalam beragam situasi. Itu jauh lebih penting daripada ngajarin dia bisa bahasa macem-macem. Nanti kalau sudah besar, ia bisa belajar bahasa-bahasa yang lain. Kedua, hubungannya sama harta. Ini sebuah hal yang mungkin tidak bisa secara kasat mata dilihat, tapi bisa diamati jika sudah mengenal. Bagaimana cara pandangnya terhadap uang. Apakah segala sesuatu diukur dari uangnya. Apakah uang jadi tujuan hidupnya. Apakah pengambilan keputusannya sangat bergantung dengan ada tidaknya uang. Dan berbagai percakapan yang bisa kamu simpulkan sendiri, ini orang dikit-dikit nyingung duit. Mulai pertimbangkan lagi. Uang (harta) penting, tapi bukan segalanya. Tidak semua hal didunia ini diukur dengan uang. Nanti kita lupa untuk bisa belajar ikhlas, bisa belajar tulus. Mengira semua hal pasti ada maksud dan tujuannya. Melakukan sesuatu karena ada maunya. Karena nanti anak-anak pun akan belajar cara hidup dan cara berpikir kita sebagai orang tuanya. Dan saat itu, saat kita mulai berhitung. Semuanya akan jadi transaksional. Ketiga, bagaimana ia ngehargai dirinya sendiri dan ngenal dirinya sendiri. Orang-orang yang pandai menghargai dirinya sendiri akan mudah respect sama orang lain. Bisa membuat keputusan-keputusan penting untuk dirinya dengan lebih mudah. Nanti, saat kita jadi orang tua. Ada banyak sekali keputusan yang bakal diambil, aku nemu banyak sekali orang tua yang membuat keputusan yang bagiku aneh, bahkan cenderung tidak masuk akal untuk hal-hal yang amat sederhana. Penilaian ini memang subjetif, tapi jika mau dilihat secara objektif pun tetap aneh.
Kemampuan untuk membuat keputusan yang baik adalah bekal yang krusial saat jadi orang tua. Karena waktu anak-anak kita masih kecil, kitalah yang akan membuatkan keputusan untuk mereka. Menemukan orang yang mengenal dirinya dan menghargai dirinya sendiri jadi sesuatu yang menurutku perlu untuk diupayakan. Selain kita juga berusaha untuk jadi seperti itu. Seseorang yang tak bisa membuat keputusan justru akan merugikan dan merepotkan orang lain, entah anaknya sendiri, pasangannya, atau bahkan orang-orang di sekitarnya. Semoga membantu :) (c)kurniawangunadi
467 notes
·
View notes
Text
Memilih Pasangan Hidup
Setiap orang jelas memiliki valuenya masing-masing. Dan ketika kita bicara value, ini bisa bertentangan satu sama lain. Hanya saja, tulisan ini tidak ingin mempertentangkan itu. Penulis akan menggunakan sudut pandang orang pertama yang bersumber pada pengamatan, karena ini hal yang dirasa berlaku secara universal. Ada tiga hal yang mau kutulis, di luar soal bagaimana hubungan ia dengan Tuhannya. Aku mau nambahin beberapa aspek yang menurutku sangat krusial untuk dipertimbangkan secara mendalam.
Pertama, cara bicara dan apa yang dibicarakan. Karena dua hal tersebut mencerminkan isi kepalanya. Kalau kamu mendapati orang yang suka bergunjing, sindir menyindir, memfitnah, berkeluh kesah, berkata kasar, dan berbagai macam pembicaraan buruk. Pikirkan ulang untuk memilihnya sebagai pasangan hidup. Mungkin ia bisa jadi fit sama kamu, tapi apakah itu yang kamu harapkan saat kalian menjadi orang tua dan mendidik anak? Sampai sekarang, dalam berbagai kesempatan dan pengamatan. Kenapa anak-anak yang kutemui bisa sekasar itu, bisa senegatif itu, salah satunya dampak dari bagaimana bahasa dan cara bicara sehari-hari orang tuanya. Apalagi saat di level orang tua menganggap pembicaraan itu sebagai hal yang biasa, bukan hal buruk.
Bagiku, lebih penting mengajarkan anak bisa berbahasa yang baik alih-alih bisa banyak bahasa. Karena kalau ia bisa menggunakan bahasa yang baik, tahu tata bahasa, tahu kapan penggunaan dan cara menggunakannya dalam beragam situasi. Itu jauh lebih penting daripada ngajarin dia bisa bahasa macem-macem. Nanti kalau sudah besar, ia bisa belajar bahasa-bahasa yang lain. Kedua, hubungannya sama harta. Ini sebuah hal yang mungkin tidak bisa secara kasat mata dilihat, tapi bisa diamati jika sudah mengenal. Bagaimana cara pandangnya terhadap uang. Apakah segala sesuatu diukur dari uangnya. Apakah uang jadi tujuan hidupnya. Apakah pengambilan keputusannya sangat bergantung dengan ada tidaknya uang. Dan berbagai percakapan yang bisa kamu simpulkan sendiri, ini orang dikit-dikit nyingung duit. Mulai pertimbangkan lagi. Uang (harta) penting, tapi bukan segalanya. Tidak semua hal didunia ini diukur dengan uang. Nanti kita lupa untuk bisa belajar ikhlas, bisa belajar tulus. Mengira semua hal pasti ada maksud dan tujuannya. Melakukan sesuatu karena ada maunya. Karena nanti anak-anak pun akan belajar cara hidup dan cara berpikir kita sebagai orang tuanya. Dan saat itu, saat kita mulai berhitung. Semuanya akan jadi transaksional. Ketiga, bagaimana ia ngehargai dirinya sendiri dan ngenal dirinya sendiri. Orang-orang yang pandai menghargai dirinya sendiri akan mudah respect sama orang lain. Bisa membuat keputusan-keputusan penting untuk dirinya dengan lebih mudah. Nanti, saat kita jadi orang tua. Ada banyak sekali keputusan yang bakal diambil, aku nemu banyak sekali orang tua yang membuat keputusan yang bagiku aneh, bahkan cenderung tidak masuk akal untuk hal-hal yang amat sederhana. Penilaian ini memang subjetif, tapi jika mau dilihat secara objektif pun tetap aneh.
Kemampuan untuk membuat keputusan yang baik adalah bekal yang krusial saat jadi orang tua. Karena waktu anak-anak kita masih kecil, kitalah yang akan membuatkan keputusan untuk mereka. Menemukan orang yang mengenal dirinya dan menghargai dirinya sendiri jadi sesuatu yang menurutku perlu untuk diupayakan. Selain kita juga berusaha untuk jadi seperti itu. Seseorang yang tak bisa membuat keputusan justru akan merugikan dan merepotkan orang lain, entah anaknya sendiri, pasangannya, atau bahkan orang-orang di sekitarnya. Semoga membantu :) (c)kurniawangunadi
467 notes
·
View notes
Text
Setelah menikah nanti, pikirkan dan antusiaslah setiap hari tentang: kebaikan apa yang hari ini akan kuberikan untuk pasanganku? Lebih tepatnya, sama-sama antusias dan saling memikirkan.
—Taufik Aulia
555 notes
·
View notes
Text
Kenal Cinta
Beberapa hari terakhir ketika sesi 1on1, kurang lebih ada 5 orang. Pembahasan yang didiskusikan tidak jauh dari cinta. Normal, ketika seseorang telah menjalani fase mendekati umur 30 dan perkara harus membuat keputusan soal cinta ternyata tidak semudah itu. Bahkan terasa lebih rumit daripada memilih jurusan kuliah dulu waktu SMA atau memilih pekerjaan yang terjadi di fase yang sama, fase-fase Quarter Life Crisis.
Ada satu hal yang ingin kugaris bawahi dari beberapa tipe masalah yang sedang terjadi di diskusi kemarin. Salah satu opsi untuk bisa membuat proses perjalanan cintamu lebih terarah, lebih masuk akal, lebih lapang untuk dijalani, yaitu hadirkanlah orang ketiga di antara kalian.
Siapakah orang ketiga itu?
Orang-orang yang kalian sepakati akan menjadi penengah, penasihat, tempat cerita, tempat bertanya/konsultasi, bahkan menjadi penengah saat kalian buntu karena perselisihan. Orang-orang yang kalian kenal baik dan juga mengenal dengan baik kalian atau cukup salah satu. Orang yang telah menjalani pernikahan sekian lama dengan baik atau orang yang memiliki ilmu atas beberapa masalah yang mungkin kalian temui seperti masalah hukum-hukum agama, finansial, dsb.
Mereka yang menjadi orang ketiga adalah orang yang tidak memiliki kepentingan kecuali membantu kalian menjalani kehidupan rumah tangga kalian dengan baik.
Sebab, ditengah-tengah jalannya rumah tangga. Masalah akan pasti ada, itu keniscayaan. Sekalipun kamu menikah dengan orang yang kamu cintai dan mencintaimu. Masalah tidak akan hilang begitu saja karena alasan tersebut. Dan ujian yang akan dihadapi, biasanya akan terus naik level.
Sehingga, ketika kalian sedang tidak bertegur sapa, tidak bisa saling memahami, keras terhadap pendapat masing-masing. Datanglah kepada orang ketiga tersebut. Orang-orang yang telah kalian sepakati sebagai orang yang akan didengar pendapatnya, dipertimbangkan pandangannya.
Kalau kata anak zaman sekarang, mentor.
Yes, find your mentors dalam konteks menjalani kehidupan berumah tangga :)
90 notes
·
View notes
Text
Nasihat Hari Ini Ada satu nasihat yang benar-benar menjadi pengingat kita sebagai seorang muslim dalam menjalani kehidupan. Agar jangan sampai salah dan keliru dalam memiliki pandangan hidup. Allah telah menciptakan kebahagiaan hidup ada di dalam diri, bukan di luar diri. Sehingga ketika kita menyadarkan kebahagiaan, keberhargaan, ketenangan, keberdayaan hidup di sandarkan pada sesuatu yang ada di luar seperti uang, harta benda, jabatan, banyaknya jaringan, status sosial. Begitu hal-hal itu hilang atau kekurangan, maka hilang semua kebahagiaan, berkdayaan, ketenangan, dan keberdayaan tadi. Berantakan hidup kita. Betapa banyak narasi-narasi yang dibangun di atas trauma, di atas perspektif manusia bahwa agar kita tenang tentang masa depan, harus punya banyak uang. Agar berdaya, harus punya uang. Agar kita merasa bahagia, harus punya ini dan itu. Akhirnya kita menyandarkan semua itu kepada sesuatu selain Allah. Kita lupa bahwa Allah-lah Yang Maha Memberi Rezeki. Dan rezeki itu telah memiliki ketetapan dalam timbangan-Nya. Ketika ada hal-hal dalam hidup hanya dilihat dari mata rasionalitas manusia, logika-logika yang menjebak diri pada pemahaman yang terbatas. Hingga kita lupa bahwa cara hidup kita bukanlah tentang apa yang menurut kita benar dan baik, tapi apa yang menurut Allah benar dan baik. Memang sama sekali tidak mudah untuk bisa menerima semua sekejab mata, tapi mari kita berproses ke sana. Pelan-perlahan membuat hidup kita berjalan di atas landasan dan cara pandang yang tepat. Agar hidup ini lebih tenang, tenang di dunia sekaligus tenang di akhirat.
289 notes
·
View notes
Text
Memandang Hidup Lebih Dalam
Hidup ini bergulir dengan jalan ceritanya, namanya takdir atau kita kenal sebagai Qada dan Qadar. Salah satu rukun yang perlu kita imani. Secara harfiah, bisa kita artikan jika kita tidak meyakini takdir kita sendiri = kita tidak beriman.
Keadaan kita saat ini, adalah yang terbaik. Masa lalu kita, darimana kita berasal, dari siapa kita dilahirkan, dengan segala dinamikanya, itu adalah yang terbaik. Memang susah sekali untuk meyakininya bahwa itu adalah yang terbaik, sebab saat kita menjalaninya saat ini rasanya jungkir balik, bahkan berobat rutin dengan antidepresan, dan sebagainya.
Tapi coba lihat lagi kehidupan kita ini, lebih teliti. Bagaimana selama ini rezeki kita dicukupkan, bagaimana selama ini kita bisa bertahan, bagaimana selama ini semua rentetan kejadian membuat kita belajar banyak hal. Dan semua hal yang kita miliki itu menjadikan kita seperti sekarang.
Mengimani qada dan qadar ini juga mampu membuat hidup kita lebih tenang, tidak mudah hasad dengan apa yang dicapai orang lain, tidak mudah iri dengan hidup orang lain, dan juga tidak mudah bersedih atas apa yang kita miliki. Karena semua ditakar dengan sangat baik, oleh Yang Maha Adil dan Bijaksana.
Kalau kita merasa kurang beruntung? Apakah memang keadaannya yang kurang beruntung, atau perasaan kita yang menciptakan rasa kurang beruntung karena membandingkan hidup kita dengan yang harapan kita atau dengan yang lain?
Kalau semua orang bisa memiliki rasa cukup dalam dirinya. Bumi ini takkan pernah kekurangan untuk mencukupi kebutuhan milyaran manusia. Tapi sekalinya ada rasa ingin lebih, lebih, dan lebih. Bumi ini takkan cukup untuk keserakahan.
342 notes
·
View notes