Tumgik
diaryanaa · 9 months
Text
Aku cuma mau belajar lebih banyak hal lagi, salah satunya dengan berusaha ikhlas mengerjakan hal yang sebenarnya bukan keinginanku. Setelah sekian lama selalu diberi kebebasan untuk memilih apa saja yang kuinginkan.
Mungkin dulu siklusnya= aku senang - aku pilih - aku kerjakan.
Tapi sekarang= aku pilih - aku kerjakan - aku senang.
Poinnya adalah, supaya aku belajar menerima sepenuh hati hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan. Karena kadang, yang terbaik belum tentu terletak pada sesuatu yang kita inginkan.
2 notes · View notes
diaryanaa · 9 months
Text
Meski demikian, dia pernah kucintai begitu dalam.
2 notes · View notes
diaryanaa · 9 months
Text
Dia Baik, Amaat Baik.
Kerapkali aku termenung. Di setiap kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dalam lingkup kehidupanku, apakah ada campur tangan dari diriku yang mungkin sengaja atau tidak -- sadar atau tidak -- aku lakukan. Tapi ternyata itu semua di luar kendaliku. Aku disini bukan sebagai pelaku, aku hanya sebagai bagian dari tokoh yang kebetulan ada (menyaksikan) di kehidupan orang yang mengalami kejadian-kejadian tak diharapkan itu.
Sempat terlintas dalam pikiranku, kenapa aku harus ada di antara mereka yang mengalami kejadian demikian. Aku tidak pernah memilih untuk terlahir dan hidup di antara mereka. Aku berpikir aku juga telah menjalani kehidupanku dengan semestinya. Tapi realita itu seakan terus bermunculan dalam hidupku. Yang sudah lama terjadi, lantas terungkap secara tiba-tiba. Yang seakan tak mungkin terjadi, mendadak berwujud nyata tanpa aba-aba.
Lalu aku tersadar, rupanya Dia begitu menyayangiku. Dia ingin aku belajar dari kejadian-kejadian yang dialami orang lain di sekitarku. Dia ingin aku selalu mengingat-Nya, mengingat kebaikan-kebaikan-Nya kepadaku. Dia ingin aku bersyukur, bahwa bukan aku yang ditakdirkan untuk mengalami kejadian itu, dan Dia ingin jangan sampai aku mengalaminya. Aku hanya dipilih oleh-Nya, supaya dapat memetik hikmah atas kejadian itu. Jadi aku adalah orang yang terpilih, Terima Kasih Wahai Dzat Yang Maha Baik :) .
4 notes · View notes
diaryanaa · 10 months
Text
Berdamai sama masa lalu itu emang beneran damai loh ternyata
3 notes · View notes
diaryanaa · 11 months
Text
Seseorang bertanya padaku, "apa yang membuatmu bertahan sampai sejauh ini?"
Aku tersenyum. "Perihal cinta, aku tak pernah main-main. Bahkan walau berada di titik nadir, kata menyerah tak sedetikpun mampir dalam pikir."
Ia menimpali, "Pantas saja, yang aku lihat di matamu adalah api semangat yang senantiasa berkobar dan seolah tak kan pernah padam."
"Ya, bagiku, sesulit apapun kondisinya, selalu ada cara untuk membuktikan cinta," tandasku.
4 notes · View notes
diaryanaa · 1 year
Text
Terlalu rumit untuk dijelaskan. Cukup terima, jalani, nikmati, syukuri (bahwa yang terjadi adalah kehendak Allah, dan kehendak Allah pasti yang terbaik). Nanti pasti akan paham dengan sendirinya setelah berhasil melaluinya.
0 notes
diaryanaa · 1 year
Text
Habis ngalamin hal hebat, yang sempet juga bikin culture shock. Tapi ya udah, perlahan belajar menerima, walaupun agak kagok+canggung.
Rasanya tuh kaya orang yang ga pernah beruntung dapetin undian doorprize, tiba2 dapet, sekalinya dapet langsung yang hadiah utama.
Kaya ga percaya, tapi ya udah emang itu kenyataannya yang jelas2 terjadi. Jadi mencoba untuk menerima walaupun setengah percaya.
1 note · View note
diaryanaa · 1 year
Text
Kan, hubungan itu bener2 seni komunikasi pokoknya. Si komunikator harus pinter2 nyampein pesan biar bisa dipahami. Si komunikan juga harus pinter2 memahami pesan yang disampaikan.
3 notes · View notes
diaryanaa · 1 year
Text
Awal adalah bagian paling ujung dari akhir. Jika telah selesai suatu urusan, maka akan datang urusan yang lain. Jika telah selesai suatu amanah, maka akan Allah titipkan amanah yang lain. Maka selesaikan dengan baik apa yang sedang dihadapi. Itu yang akan menjadi bekal pada perjalananmu selanjutnya.
1 note · View note
diaryanaa · 1 year
Text
Meski tak lagi berpuisi, aku masih sanggup memahami makna diksi.
Ya, kau benar. Puisimu terindah, tapi sosoknya lebih indah daripada puisi manapun.
5 notes · View notes
diaryanaa · 1 year
Text
🥲😭
Tumblr media
Dear sisters,
Di antara kita, mungkin ada yang terlahir dari orang tua yang pola pengasuhannya tidak sesuai dengan harapan kita, yang berdampak pada membekasnya luka pengasuhan, menancapkan benci, dan membakar amarah. Tentang mulut yang mencaci, tentang tangan yang memukul, dan tentang kaki yang menendang.
Luka pengasuhan sejatinya adalah luka pada ‘rasa’ yang diterima seorang anak dari orang tuanya, bisa pula luka pada fisik sehingga membekas pada ‘rasa’. Maka, mengobatinya pun harus dengan menguraikan rasa dan berpedoman pada Al-Qur’an.
Perasaan disimpan dalam satu ruang bernama qolbu. Qolbu mampu menampung apa-apa yang disadari oleh pemiliknya. Sementara, untuk menampung apa-apa yang tidak disadari oleh manusia, wadah di dalam dirinya itu disebut dengan nafs. Nafs adalah hasil bertemunya unsur jasad dengan ruh (fisik dan jiwa). Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa dalam hidup ini, ada dua jalan: fujuur dan takwa.
“Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” QS. As-Syams: 7-10.
Jalan fujuur (kefasikan) itu amat disukai oleh jasad kita (berkaitan dengan kenikmatan dunia), sedangkan takwa (kesalehan) itu disukai oleh ruh kita. Keduanya saling tarik menarik.
Dalam konteks luka pengasuhan, tak heran jika akan sangat mudah bagi anak untuk menyalahkan orang tuanya atas yang diterimanya di masa pengasuhan. Sedangkan memaafkan orang tua atau proses membasuh luka sangat sulit dilakukan, karena ini merupakan jalan takwa.
Menyadari adanya luka pengasuhan dalam diri bukan berarti membuka luka lama, namun untuk menuntaskan hutang luka pengasuhan yang kita dapatkan agar tidak kita lampiaskan kepada pasangan dan anak-anak kita kelak. Luapan emosi atau perasaan negatif yang tertumpuk akan berakibat tidak murninya hati untuk berbakti kepada orang tua. Maka, terimalah diri mempunyai luka pengasuhan sebagai bagian proses panjang untuk menyempurnakan bakti dan cinta kepada orang tua secara tulus dan penuh kesadaran.
“Dari Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu dan bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” QS. Al-Isra: 23-24.
Tak ada satu pun takdir Allah yang buruk, kita hanya belum tahu hikmah dan rahmat yang akan Allah berikan di dalamnya. Terkadang, tanpa kita sadari, yang menghalangi kecintaan dan keutuhan penghambaan diri kepada Allah adalah karena kedengkian kita kepada orang tua, menganggap bahwa orang tua yang salah karena telah mengukir luka, daripada hati yang ber-azzam memaafkan kesalahan yang telah orang tua lakukan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seseorang memaafkan kecuali Allah akan menambah kemuliaannya.” HR. Muslim.
Orang tua kita sama. Jika mereka mengasuh kita seperti itu, maka bisa jadi mereka juga diasuh oleh orang tuanya seperti itu. Pengasuhan ini seperti mata rantai. Jika kita pernah terluka, mereka juga pasti pernah terluka. Maka, membalas orang tua dengan perbuatan buruk dan ketidaktulusan sebagai bentuk ‘dendam’ luka pengasuhan akan semakin melukai mereka.
Jika bukan kita yang memutus rantai luka pengasuhan ini, maka ia akan terus bergulir. Maka putuslah rantai luka pengasuhan ini dengan keluasan maaf dan bangunlah kecintaan kepada orang tua dengan kemurnian bakti. Uraikan rasa negatif yang kita rasakan: marah, kesal, iri, dengki, kecewa, dan murka. Lalu kembalikan perasaan itu kepada pemiliknya, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala, Sang Pemilik Rasa.
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” QS. Ibrahim: 41. 
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
29 notes · View notes
diaryanaa · 1 year
Text
2 tahun berjalan, tanpamu kini ternyata aku belum bisa sekuat saat masih bersamamu Mah. Karena sejatinya kita saling menguatkan satu sama lain. Sekarang sayapnya patah satu, aku kesulitan untuk terbang tinggi lagi...
Aku ingat betul pelajarannya, tapi untuk mempraktikkan ulang lagi aku kesulitan. Ku mohon, hadirlah walau dalam mimpiku. Mungkin itu bisa membantuku untuk kembali bangkit.
1 note · View note
diaryanaa · 1 year
Text
Ketika kamu berdoa agar dipertemukan dengan yang terbaik untuk dunia dan akhiratmu, bersiaplah kehilangan orang yang menurutmu baik. - anonim
Karna pada akhirnya, kita tau bahwa Allah maha mengetahui. Bahwa yang menurut kita baik belum tentu baik untuk kita dan menurut Allah.
247 notes · View notes
diaryanaa · 1 year
Text
Persetan dengan komitmen. Kau tau? Aku tak akan betul2 mempercayaimu, apalagi kata2mu. Lantas kau bertanya, "apakah kau meragukanku?". Maka jawabanku adalah, " wajar saja jika aku meragukanmu, sesungguhnya ini yang dirasakan setiap wanita ketika menghadapi kondisi demikian".
Cinta wanita itu tulus, tapi jika tidak segera ditebus, mungkin saja bisa pupus. Hati2 dengan kata "tebus" yang ku gunakan ini, maksudnya adalah dengan pembuktian.
Dan kurasa, yang kau butuhkan untuk melakukan pembuktian adalah kesiapan dan keberanian. Jika 2 hal ini sudah kau kuasai, maka wanita manapun tidak akan meragukanmu.
Wanita bisa merawat cinta sendirian, bahkan wanita bisa membunuh cinta sendirian. Juga dengan diam-diam. Maka jika memang kau serius menginginkanku, jangan biarkan keraguan terus menyinggahi hatiku.
0 notes
diaryanaa · 1 year
Text
Ada banyak jalan kita untuk diterima, seperti ada banyak jalan kita untuk dikecewakan.
5 notes · View notes
diaryanaa · 1 year
Text
Kadang ngerasa belum pantes kalo suatu saat bersanding denganmu Bang.
Tapi bukannya memang untuk kondisi sekarang ini harus terus merasa begitu supaya bertambah ikhtiarnya untuk memantaskan diri? Meskipun niat memperbaiki diri harus ditata lagi supaya tidak keliru.
3 notes · View notes
diaryanaa · 2 years
Text
About family
Nggak mudah untuk hidup dengan orang dan lingkungan yang baru. Kalo dulu saya pernah belajar, faktor pendorong perubahan itu salah satunya sikap inklusif/terbuka.
Sekarang kalo perubahan itu tetap terjadi di sekitar kita, tapi kita terus menolak/tertutup dengan perubahan itu, culture shock nya akan berkelanjutan entah sampai kapan.
Akhirnya saya pelan-pelan belajar menerima. Dan prosesnya tidak secepat mengedipkan mata. Butuh berkali-kali perdebatan baik di kepala sendiri atau dengan lingkungan sekitar.
Dan sebagai seorang perempuan, yang mana setiap perempuan itu pasti punya naluri keibuan (walaupun belum menjadi ibu), anak kecil itulah yang akhirnya menjadi celah terbukanya hati saya untuk mulai belajar menerima kenyataan. Mau dibantah seperti apapun, nyatanya itu yang sudah terjadi, jadi ya harus terima.
Mungkin sekarang PR besar dalam hidup saya yang sedang berusaha saya selesaikan adalah, sembuh total dari inner child yang terluka sehingga bisa betul-betul berdamai dengan segala yang pernah terjadi dalam hidup.
3 notes · View notes