Text
Ini hidup manusia, bukan ajang lomba pacuan kuda.
Tidak semua yang cepat sampai tujuan adalah yang paling kuat. Pun tidak semua yang terlambat datang adalah mereka yang lemah.
Semua punya jalurnya sendiri.
Semua punya ritmenya sendiri.
Jadi, di mana pun saat ini kamu berada...
Jangan khawatir, ya ?
1 note
·
View note
Quote
Perempuan yang sejak kecil samar dengan wujud cinta itu saban hari menerka-nerka, apakah benar rupa dari cinta berwujud sebagai teriakan dan penyesalan ? Atau cinta merupakan perwujudan dari dua entitas hidup yang berusaha menghidupkan api untuk menghangatkan diri hingga kemudian satu sama lain saling membakar dan berakhir menjadi debu dan tulang belulang ? Tak kekal.
- & -
1 note
·
View note
Quote
Karena aku percaya, semua memang akan baik-baik saja. Aku akan baik-baik saja. Semua ini akan berlalu. Aku telah melalui banyak hal dengan kalimat tadi. Dan aku masih hidup hingga kini.
- & -
1 note
·
View note
Quote
Rasa-rasanya waktu dan keretaku berjalan begitu cepat. Tidak ia beri kesempatan untuk jeda dan rehat. Tidak pula ia sekejap melambat untuk memberi pemakluman setelah melewati satu stasiun yang menghambat. Rasanya semua serba terbentur dari sana dan dari sini. Seolah tidak ada waktu yang baik untuk diri sendiri. Takut telah menjadi teman karib sehari-hari, tapi bahagia sekali dua kali juga ikut lari mengikuti. Sulit seringkali datang menakut-nakuti, tapi tak jarang semesta, keluarga dan sahabat mempermudah dan membersamai perjalanan ini. Tetapi, mulai hari ini keretaku semakin siap melaju kemanapun takdir membawaku. Entah melalui jalur yang dapat kuduga maupun tidak, aku akan bersiap dengan segera bersama seluruh kemampuan yang aku punya. Jadi aku harap, entah di pemberhentian atau perjalanan yang mana kita akan bertemu, semoga perjalanan itu membawa aku dan kamu di tujuan terbaik yang Tuhan telah tuliskan. Sedayu, 16 Juli 2020
ditulis saat usiaku genap 22 tahun, di suatu malam pada pertengahan bulan Juli saat angin lebih kencang dan dingin dari hari-hari biasanya. Ditulis sebagai pengingat bahwa sampai kapanpun, sekeras apapun keadaan, diri ini akan kembali pulih dan baik-baik saja.
2 notes
·
View notes
Text
hei Takut, terimakasih ya!
Senin, 13 April 2020 pukul 19:18 Waktu Indonesia bagian Barat tentunya. Pesan dari seorang teman muncul ke beranda handphone, “...takut aku setelah kuliah gak bisa menghidupi diri sendiri hahaha,” katanya. Kalimat yang cukup singkat tapi berhasil memunculkan ketakutanku melalui sistem kerja Amigdalaku juga. “Yap sama! aku juga takut,” gumamku dalam hati.
Seketika saja memori perjalanan kehidupan yang berkaitan dengan rasa takut menyeruak kembali. Jujur saja ada setitik kekhawatiran ketika aku harus menjawab pernyataan itu kepadanya, mengingat bahwa semua orang memiliki cara maupun pemikiran yang berbeda dalam menghadapi rasa takutnya masing-masing. Siapa tau balasanku malah tidak sesuai dengan apa yang ia mau. Meski demikian, aku tetap membalasnya. Aku balas dengan jawaban yang kutemui dalam setiap perenungan yang telah kulalui. Meskipun tidak semua pertanyaan tentang rasa takutku memiliki jawabannya, tapi setidaknya ada beberapa hal yang telah aku selesaikan dalam persoalan ini. Dan untuk kali ini, dengan berani, aku ingin sedikit bercerita sekaligus mencoba memeluk ia yang selalu hadir di sesaknya dada maupun di dalam kemelut pikiran manusia, ya! rasa takut.
Perihal rasa takut, rasa-rasanya otak kita selalu berhasil mengkonstruksi ketakutan menjadi urusan yang terlihat besar dan tak mudah terselesaikan. Otak kita seakan-akan selalu memaksa memberikan seluruh energi yang kita miliki hanya untuk terfokus pada rasa takut dan cemas tentang hal yang tak menentu, tentang hari esok, tentang bagaimana hidup setelah hari ini. Padahal kalau boleh bertanya, sudah berapa banyak ketakutanmu yang menjadi kenyataan ? seberapa buruk hal itu benar-benar menimpamu ? sudah berapa banyak waktu berharga yang telah kamu buang ? apa tidak capek ? apakah kamu benar-benar senang memberikan seluruh energimu hanya untuk rasa takut dan ketidakpastian ketimbang mengerahkan usaha terbaikmu di hari ini agar lebih siap menghadapi hari esok ? Padahal kalau dipikir-pikir lagi, hal yang sebenarnya merusak diri maupun membunuh mental ialah pikiran kita sendiri. Pikiran dan rasa takut kerap kali mengendalikan kita. Membuat kita merasa takut dan kecil. Sialnya pikiran buruk itu selalu hadir dengan beragam cara. Padahal kalau sudah dijalani, ada saja kita temui jalan yang tak terduga. Banyak jalan yang akhirnya membawa kita pada, “wah ternyata aku bisa!” Betul tidak ?
Alih-alih menemui dan memeluk rasa takut, kita cenderung meninggalkan ketakutan-ketakutan kita tanpa mencoba menyelesaikannya. Kita terlalu sering meninggalkan diri sendiri karena sedih, karena khawatir, karena marah, karena kecewa dan karena kita takut. Lebih memilih bertemu teman haha hihi biar lupa. Padahal seharusnya kita tidak kemana-mana, tidak meninggalkan, dan tidak mencari pengalihan atas diri sendiri. Harusnya kita memiliki keberanian untuk menghadapi, memeluk rasa takut dan khawatir yang datang. Situasi seperti ini seharusnya menghantarkan kita untuk berjalan ke dalam diri, menyelesaikan, menata, dan membenahi. Bukan malah meninggalkan sampai menjadi asing kepada diri sendiri.
Lewat tulisan ini aku ingin mengajak diriku sendiri maupun kamu untuk lebih berani memeluk rasa takut dan menghadapinya. Aku yakin bahwa kamu bisa menundukkan rasa takut dan kekhawatiran. Berterimakasihlah kepada rasa takut yang kamu rasakan, terimalah kedatangannya, ajak dia masuk ke dalam dirimu yang sebenar-benarnya. Ajaklah kamu, hatimu, dan otakmu duduk bersama untuk berbicara dan menghadapi ketakutan-ketakutan itu. Hiduplah dengan sebaik-baiknya hari ini. Entah baik menurutmu itu seperti apa, tapi yang jelas biarkan keberanian yang mengambil alih kendali. Bukankah kamu terlampau sering babak belur oleh keadaan yang mendewasakan? tapi nyatanya sampai hari ini kamu masih baik-baik saja. Jadi, jangan biarkan satu hari yang berisi ketakutan yang belum tentu terjadi memporak-porandakan kekuatanmu. Aku yakin kamu tau bagaimana kerja tubuhmu mengerahkan energinya untuk menghadapi ketakutan dan ketidakpastian esok hari. Aku yakin.
Jadi, mulai hari ini kita coba terima segala emosi dan rasa takut yang datang ya... Kita selesaikan dengan berani!
3 notes
·
View notes
Text
Seperti halnya rasa cinta, nampaknya rasa takut juga tak beralasan.
1 note
·
View note
Text
Di waktu-waktu yang sudah cukup menua dan ruang-ruang cerita yang mulai beranjak sunyi, rasanya mendengar atau memanggil kembali ingatan di waktu lampau terasa cukup untuk menghidupkan lagi kebisingan.
1 note
·
View note
Text
Sejujurnya aku bahkan tidak tau bahwa aku kedinginan. Hingga aku menyadarinya saat pulang ke rumah.
Ternyata,
aku sangat kedinginan.
2 notes
·
View notes
Text
“I am not actually tired, but numb and heavy, and can’t find the right words. All I can say is: Stay with me, don’t leave me.” - Franz Kafka, Letters To Felice
2K notes
·
View notes
Text
Janji, ya ?
Meski dunia semakin sesak berjejalan,
meski amigdala-mu semakin sibuk mengkhawatirkan banyak hal,
meski punggungmu semakin berat menopang segala tanggungan.
Semoga kita tidak benar-benar kehabisan cerita, atau menjadi asing,
bahkan untuk diri sendiri, ya ?
1 note
·
View note
Text
si Hari Buruk
Pernah di suatu hari aku temui ia yang dibenci oleh seisi alam raya, si “Hari Buruk” namanya. Ia mencengkeram segala bentuk kebahagiaan sembari berkelakar dan menertawai setiap tangisan sekaligus kekhawatiranku pada waktu itu. Karenanya ku tutup mataku sepejam-pejamnya, ku sumpal telingaku dengan erat hingga tak ada lagi celah untuk melihat dan mendengarnya tertawa.
Kemudian seketika saja ruanganku menjadi hening. Perlahan aku membuka indera milikku, menatap nanar kepada si Hari Buruk. Aku tertegun. Kali ini ia menatapku teduh, dengan lembut ia membelai rambutku, merapikan bajuku yang kusut dan menepuk-nepuk pundakku. Ku usap air mataku dan menatapnya dengan ragu.
“Apa lagi mau-mu hah ???” tanyaku dalam hati.
Dia mendekatiku dan perlahan berbisik,
“Tenang, setelah ini ku kembalikan kebahagiaan dan rasa syukurmu lebih dari apa yang telah ku ambil. Kamu hanya perlu kuat dan bersabar. Jika sulit, sesekalilah menengok langit.”
Dan aku hanya mampu menatapnya dengan hampa, menerima semua takdir-takdir dan keinginannya. Sekali lagi, aku memeluknya. Kali ini kupeluk ia dengan perasaan berbeda dari sebelumnya, lebih hangat, lebih erat, lebih ikhlas, dan lebih pasrah. Dengan begitu, kuharap dikemudian hari aku mampu menyambutnya dengan perasaan tabah.
1 note
·
View note
Text
/is.ti.ra.hat//
Kepada raga,
terimakasih karena telah berusaha semampu dan sekuatmu dari hari ke hari.
Rehat dulu ya, besok kita coba lagi...
1 note
·
View note
Quote
Pada akhirnya aku paham bahwa pertanyaan adalah doa yang tidak perlu dijawab, sebagaimana doa yang tidak melulu butuh dikabulkan.
1 note
·
View note
Text
Pesan Untuk Saya yang Tersayang
Berhentilah untuk menjadi baik-baik saja. Tidak apa sesekali kamu marah atau menangis. Tidak apa-apa sesekali kamu kecewa dan muak pada hal-hal terdekatmu. Tidak apa-apa menarik diri untuk menjauh dari mereka yang tidak sadar diri dengan maksud baikmu.
Tidak apa-apa.
Dari yang sangat menyayangimu, saya.
1 note
·
View note
Text
Ibu dan Sepotong Kue yang Datang Lebih Cepat
Hari ini, aku bangun ketika matahari nyaris tinggi. Sayup ku dengar suara-suara bising ibu dengan aktivitas paginya di dapur. Setengah sadar kucari kacamataku dengan meraba-raba ke sudut meja samping tempat tidurku. “Srekk!” suara benda asing yang tak sengaja ku pegang.
“Wah kue yang cantik!” gumamku.
Kubawa sepotong kue itu kepada ibu.
“Ibu... Kue siapa ini ?” sembari berjalan mendekati ibu.
Ibu menoleh kepadaku dan menjawab,
“Milikmu, dari ibu. Ibu bawa setelah jamaah solat subuh tadi di masjid. Maaf hanya dari tukang roti keliling. Maaf datang terlalu cepat ya, dua hari sebelum hari lahirmu kan? Ibu tidak lupa.” ibu menyeringai.
“Ibu kan sudah tidak bisa bersepeda untuk membelikanmu kue atau baju pesta yang kamu senangi semasa kecil di pasar. Atau membelikanmu buku majalah bergambar yang selalu kamu minta saat melewati kios pak Mubarok favoritmu. Hehe, ibu terlalu cepat menua dan kamu pun terlalu cepat dewasa ya? tapi terimakasih sudah jadi anak ibu yang baikk. Terimakasih telah melalui banyak hari berat dengan kuat. teruslah begitu nak!”
Aku terhentak, diam, mendengar segala hal yang terlalu sendu untuk percakapan pagi hari. Sekali lagi, akupun nyaris melupakan hari lahirku, lagi. Meski tercekat nyaris menangis, aku mencoba untuk berseru,
“Terimakasih ibu! seharusnya kita rayakan hari perjuangan ibu dua dekade silam. Karena telah berhasil dan selamat membawaku lahir ke dunia, menyatu dengan semesta. Kita akan menyambut hari milik ibu. Bukan hari milikku!’
Lalu kemudian kuhadiahi ibu pelukan.
Kami menangisi dan menertawai hidup bersama-sama, lagi.
Sedayu, 14 Juli 2019
1 note
·
View note
Text
Mau cari apa ?
Saban hari ragamu teramat sibuk mencari-cari jawaban atas dirimu di setiap wajah yang kau temui. Di sepanjang perjalanan, kau hanya sibuk bercermin pada wajah ling-lung dan usang milik yang lain. Padahal, jawaban atas segala pertanyaan dan duka cita itu ada dalam dirimu sendiri.
2 notes
·
View notes