Text
Karena aku tidak terlalu suka perubahan (pada hal yang sudah baik), maka aku selalu berusaha untuk tetap sama pada temanku yan gtelah lama tak kutemui. Mungkin memang akan ada sedikit canggung, terlebih apabila kita tak pernah bertukar kabar secara daring(pada temanku yang tinggal jauh), namun itu tetap bisa dimulai dengan tetap berkomunikasi seperti biasa.
2 notes
·
View notes
Text
Aku sedang tidak menginginkan siapapun saat ini. Mas Dona? Aku bahkan tidak memikirkannya akhir² ini. Hatiku merasa aku tak perlu menginginkan siapapun untuk bahagia. Cukup aku yang memelukku sendiri. Hatiku belum dihangatkan dan mau dihangatkan oleh seseorang.
0 notes
Text
Bahkan, aku tidak lolos saat mendaftar menjadi anggota OIA UM. Aku memang sangat kurang pengalaman, dan aku sadar itu. Tapi aku lagi lagi mengulang kesalahan, entah apa yang salah dari diri ini. Aku tidak tau aku maunya apa.
0 notes
Text
Sepertinya aku gagal bertumbuh dan berkembang, aku tetap seperti ini mau dimanapun aku berada. Seperti enggan bertumbuh, enggan mengambil risiko, terlalu lelah, terlalu apa entah aku tidak tau. Aku tidak ada gaurah untuk hidup, aku lelah. Aku lelah dengan semua ini. Bahkan aku tidak ingin jatuh cinta atau memulai suatu hubungan. Aku iri pada mereka yang sehat pikirannya, pada mereka yang mendapat banyak kesempatan mengembangkan diri, pada mereka yang berani mengambil risiki, pada mereka yang bisa berkembang dan bertumbuh sedikit demi sedikit, pada mereka yang selalu tertawa dan tak kawatir, pada mereka yang masih bisa tertawa meski kawatir. Aku iri. Aku tidak ingin hidup seperti ini. Tapi semua selalu berulang, pada semua kesempatan yang telah diberikan, aku selalu enggan mengambilnya, aku bodoh. Aku lelah seperti ini.
0 notes
Text
Sekarang malam jumat, entah malam jumat keberapa setelah ayah pergi.
Merindukan ayah menjadi kebiasaan yang bahkan tidak disadari setiap harinya.
Memang ada yang hilang, ada kehampaan dalam ruang gerak dan ruang berpikir, apalagi saat malam begini.
Tapi jika dipikir lagi, ayah apa kabar ya di sana? Tidakkah Ayah merindukanku? Sampai enggan bertemu dalam mimpi.
Atau aku kurang rindu padanya sampai tak kubawa dalam setwngah hidup dan matiku.
Sekarang malam jumat, sore tadi sudah aku nyekar ke makam ayah. Kebiasaan kamis sore memang begitu.
Aku pasti akan rindu nyekar ke makam ayah saat aktif kuliah di Malang nanti.
Sekarang malam jumat, tapi aku masih belum bisa menemukan judul untuk sempro tesisku di semester dua nanti.
Sebenarnya, beban dalam hidupku selalu tentang ketidakmampuan diri ini, alhasil diri ini selalu disalahkan.
Mengapa aku begitu tidak mampu? Aki sangat takit mengecewakan mereka yang banyak berharap, terlebih diriku yang sangat berharap pada diriku sendiri.
Terkadang hidup memang agak membosankan, ingin saja aku bebas hidup tanpa mendengarkan isi kepala.
Berjalan menghabiskan sisa usia dengan sangat sederhana, namun ego tak akan pernah mengizinkan.
Karena keadaanku yang seperti ini, aku merasa tak pantas berbahagia sampai aku bisa berdamai dengan diriku sendiri, menerima diri ini seutuhnya.
Paham kan?
Sekarang malam jumat, 1.09 malam, atau pagi? Entahlah, mode kelelawar ini masih aktif saja.
Aku baru saja menyesali perbuatanku saat di rumah lekku di lalangon, saat mengobrol, aku terbawa suasana dan tangan usilku melempar balon yang kupegang padanya. Itu tidak sopan, sangat tidak, pada yang lebih tua. Sampai sekarang ku masih menyesali dan menyalahkan diri habis-habisan. Dengan cara apa harusnya kuhukum diri ini agar jera?
0 notes
Text
I dream someone passionate in "positive way" because I am to passionless right now
Maybe I will dream it too in the future for my future.
0 notes
Text
Rasanya ditinggal orang terkasih tuh gini
Kamu pasti merasa hatimu hilang, harimu hilang, dirimu hilang, semangatmu hilang, motivasimu hilang, semuanya menghilang namun tak semua, hanya separuh, karena separuh lagi masih dikuatkan oleh senyum mama.
Ayah...
I really miss you
0 notes
Text
It is so shocking till I wanna cry. Ketika aku di titik terendah saat ini, tidak punya Ayah, tidak punya penghasilan, dan semakin banyak tanggungan. Sumbangan cabang, teman melahirkan, teman menikah, dan kebutuhan pribadi. Harus ku babat semua kebutuhan pribadi menjadi 0. Skinker pun rasanya ingin ku stop mengingat mama selalu kawatir akan keuangan kita. Selalu mengeluh, mengulang saat ada beban keuangan misal memberi kepada pernikahan. Aku tak sampai hati mendengar mama mengeluh. Saat mama bilang kita harus menekan nafsu konsumtif, saat itulah aku menangis di dada, ikut berpikir keadaan yang ada. Memikirkan ayah memang iya, tapi tak ada yg bisa kulakukan selain mengirim doa- doa.
Dan yg mengejutkan, saat ku curhat tentang kondisiku yang kurasa tak mampu membayar iuran bulanan PMII 25k, temanku menawarkan untuk ia tanggung biaya itu. Itu cukup melukaiku. Aku ingin menangis saat itu juga. Beginikah rezekiku? Sedih sekali jika mengingat itu.
0 notes
Text
Kau tau rasanya kehilangan? Aku baru merasakannya. Kau penasaran akan rasa itu?
Kau ada di dunia namun pikiranmu terkadang ingin terbebas dari rasa rindu.
Sepi hati namun kadang ingin bernyanyi agar hati tak menyendiri.
0 notes
Text
Aku tak ingin ini menjadi hal yang biasa atau aku terbiasa karenanya. I miss you Ayah
0 notes
Text
Awal masuk UGD, Ayah masih seger banget, bisa cerita ini itu. Tapi, entah kenapa, Ayah selalu ngeluarin air mata sambil tiduran. Aku ga mampu lihat Ayah sebenernya, kupegang tangannya, kuelus elus. Kebetulan aku bisa ke IGD karena aku ngantar bantal buat Ayah nanti di ruangan isolasi. Badan Ayah udah ga panas lagi, Ayah juga masih belum ada sesak, tapi batuk Ayah memang parah. Bangun dikit pas mau dipindah ke ruangan isolasi jam 1 batuk Ayah parah. Sebelum itu, si bungsu langsung ditelpon dan langsung pulang dari Malang. Sampe rumah jam 12, dia dijemput kawannya yang orang Kalianget. Bodohnya aku, aku ga bilang kalo Ayah dirawat di RSI Kalianget. Tau gitu Rio bisa ketemu Ayah sebelum masuk ruangan😭😭😭 Kasian banget dia.
Awalnya, Mama diminta tanda tangan pasien tidak boleh dijaga alias Mama ga bisa jaga Ayah, Mama ngga bisa gimana-gimana lagi, patuh aturan. Pas sudah sampe ruang isolasi, kok tanteku (adik Ayah) lihat ruangan lain boleh dijaga. Akhirnya bilang dan karena kondisi Ayah yang gerak sedikit batuk, jadi Mama diperbolehkan menjaga Ayah. Kata Mama rasanya kayak dikasih emas segunung. Kita pun di rumah ikut lega. Ga bisa bayangin Ayah sendirian di ruangan sempit saat sakit, sedangkan pas sakit di rumah yang seluas ini Ayah masih minta temenin kalo sakit.
Hari pertama, hari kedua, hari ketiga, Ayah masih seger, hari keempat, sesak datang. Betul saja, virus berperang dengan obat di hari kelima sampai kesepuluh. Akhirnya ayah nggak bisa lagi tayamum untuk sholat. Ayah berperang dengan virus di paru-parunya. Energinya habis hanya untuk mengusahakan nafasnya. Meski sudah dua macam oksigen yang dipakai, rasanya masih kurang juga menurut Ayah. Minta pijat memang sedari awal, namun dari saat sesak sampai hampir meninggal, frekuensi Mama memijat Ayah lebih lebih dari biasanya, bahkan seharian. Mama tak pernah mengeluh soal itu, karena ta'dim dan sayang Mama terhadap suami memang sangatlah patut diacungi jempol. Kamipun harus banyak belajar soal itu. Hanya saja, kadang Mama tak kuat menahan air mata, karena melihat Ayah harus berjuang hanya untuk bernafas, melihat gerak perut yang sangat tidak normal saat bernafas. Mama sekuat tenaga menyembunyikan tangisnya, namun kadang pecah juga. Ayah pastinya tau itu, namun Ayah sedang tak bisa menenangkan Mama saat itu, tak bisa mengatakan "aku ga papa, aku cuma sakit ini" seperti saat sakit biasa di rumah.
Karena bubur pun tak selera (bisa dimaklumi, hambarnya bukan main makanan RS), akhirnya Mama minta alternatif lain dan disarankan minum susu yang ada gizinya untuk pasien. Namun, susu pun Ayah tak banyak masuk, berhari-hari seperti itu, tak makan dan hanya minum. Ayah terlihat kurus, entah berapa kilo berat badannya turun. Selalu Ayah bertanya pada Mama, "aku kurus ya?" Mama menjawab, "nanti bisa gemuk lagi kalo sudah sembuh" Ayah ngga ada teriak-teriak atau mengeluh soal penyakitnya, ada beberapa orang di kamar- kamar sebelah yang selalu teriak menyebut. Tak salah memang, namun itu mengganggu pasien lain. Sungguh Ayah telah bersabar atas penyakit-penyakit yang dideritanya, mulai sebelum covid ini Ayah diuji sakit vertigo, lalu Bell's palsy, dan kemudian covid. Kemungkinan Ayah terkena virus covid saat fisioterapi Bell's palsy di RSUD. Wallahu a'lam.
Hari demi hari Ayah berjuang, kadang tak selera minum obat namun Mama dan kami selalu membujuk sampai akhirnya Ayah mau minum obat. Hari-hari terakhir Ayah nggak mau divideo call (kami memang jarang video call, karena takut mengganggu Mama memijat Ayah, hanya chat WA biasa saja, dan itu yang kami sesali). Entah kenapa Ayah ngga mau lihat wajah kita pas video call (mungkin ga mau lihat kita sedih lihat wajahnya), padahal rindu kami sudah sangat memuncak, ingin memeluk dan melihat senyum Ayah. Namun senyumnya tak terlihat, Ayah menghabiskan energinya untuk bernafas. Hingga akhirnya senyumnya takkan lagi pernah terlihat di hari ke-13 subuh setengah empat hari Sabtu.
Mama biasa menelpon untuk membangunkan subuh jam setengah lima, namun Sabtu 10 Juli telepon Mama masuk jam setengah empat (saat aku pertama kali selesai tahajud mau buka majmu' syarif mau mengaji yasin buat Ayah), sudah menduga saat mengangkat telepon langsung aku lari ke kamar mbak, Rio pun langsung bangun. Kami menangis sejadi-jadinya saat Mama bilang, "Ayahna tadek la" sambil menangis dan bertanya pada perawatnya "tadek pon ghi dek nadina?" Feels like I fell down to the bottom of world. Duanggg duangggg, oh aku udah ga punya Ayah. YaAllah.
Hari jumat sebelum Ayah meninggal, Ayah memang bilang ke Mama suruh anak-anak merelakan Ayah. Hari itu tangis kami pun menjadi, berpikiran kesana kesini. "Masa iya aku bakalan ngga punya Ayah?" Pikirku. Tapi kemudian Ayah semangat saat mbak menawarkan air degan yang didoakan anak-anak hafidz di pondok dekat rumah. MasyaAllah senangnya kami bukan main. Kabar dari Mama juga menggembirakan, Ayah menghabiskan 1½ gelas air degan.
Namun, takdir Allah memang lah tiada yang tau, Allah ambil Ayah di keesokan harinya saat subuh setelah minta ingin pipis pada Mama. Sebentar sekali, Mama mengambil pispot untuk Ayah pipis, kemudian Ayah sudah menutup mata. Nyelep mon cakna reng Madhure. Mama pun ga dikasi lihat akhir hidup Ayah, takut sedih mungkin. Setenang itu akhir hidup Ayah, ngga ada badan terguncang atau gimana, ranjang pun tak terasa apa-apa sampai akhirnya Mama menengadah lihat ke Ayah (Mama lagi buang pipis Ayah) dan tau Ayah sudah ngga ada. MasyaAllah.
Semoga Ayah bahagia di sana. Adek percaya Ayah meninggal dalam keadaan syahid karena wabah covid-19 ini. Semoga Allah ampuni segala dosan dan khilaf Ayah dan menerima amal ibadah Ayah. Adek masih kangen sama Ayah, belum kesampean mo peluk ciumin Ayah, mo pangku, mo manja-manja kayak biasanya. Luv you 😘
07 Agustus 1960-10 Juli 2021
1 note
·
View note
Text
Ayah...
Adek masih kangen dan selalu kangen sama Ayah.
10 Juli 2021, Ayah harus berpulang dipanggil Allah setelah harus melawan covid-19 13 hari di RSI Kalianget.
Ayah sehat, normal, hasil lab selalu bagus, asam urat, kolesterol, gula darah, dan lain-lain normal.
Awalnya Ayah demam dan batuk kering. Tiga hari nggak ada perubahan, masih demam dan batuk tambah parah, dengan sedikit sesak. Akhirnya Ayah ngga mau makan karena sakitnya. Awalnya ayah pengen ke RS mau diinfus biar ada asupan masuk dari infus. Trus pas ke poli paru, ayah suspek covid-19 karena thorax-nya ada bintik putih di paru dan disarankan untuk opname sama dokter Andri. Ayah masih minta diinfus ke RS, tapi RSUD penuh. Akhirnya Ayah minta tolong temannya untuk mencarikan kamar untuk Ayah opname. Akhirnya dapat tempat menunggu di IGD.
0 notes
Text
Allah baik banget buat aku, tapi aku selalu bikin orangtua kawatir. Yaa, beberapa hari yg lalu aku bilang hal yang jahat banget sampe bikin mama kepikiran. Aku bilang gini, "mam, andai Allah ngga ngelarang, aku pasti udah *geekk*" sambil peragain ngiris leher pake jari. Entah itu tolol banget, kata² setan keluar dari mulutku. Astaghfirullah. Mama langsung aja sedih sambil bilang, "kamu ngapain kok bilang gitu, banyakin istighfar. Ga boleh ngomong gitu" dan banyak lagi yang intinya mama kawatir dan kesal karena aku ngomong hal yang buruk. Mama selalu berespon gitu kalo aku bilang aku stres, aku ga pengen idup lagi atau putus asa dan menyerah. Pokoknya mama tuh sedih dan mikir kenapa yah anak ku kok gini. Sedih sih kadang, karena di satu titik aku bener² ga punya life hope karena aku setahun ngga ada manfaat banget di rumah arau sekitar. Sedangkan aku mikir buat apa hidup kalo ngga punya manfaat. Momen ditolak oleh UPI juga bener² bikin aku sedih dan pasrah. Sampai akhirnya aku ikut pendaftaran pascasarjana di UM. April tanggal 5 kemaren aku diterima Alhamdulillah. Kedua orangtua, ayah mama ke kamar pas aku bilang aku diterima. Mereka peluk cium aku dan ngga berhenti ucap hamdalah. Aku sneneg liat mereka seneng, bersyukur gitu. Ternyata mereka juga lebih seneng, lebih berbahagia dan bersyukur untuk aku. Kemaren lusa, samar² aku denger obrolan ayah mama sebelum solat (kebetulan ayah ngga ke masjid karena hujan deras), mama buka percakapan, "alhamdulillah ya mas, Devi diterima. Pabenyak asokkor ka Allah, ngkok lako adua aghi". Trus ayah jawab, "iye dek, ngkok kiya asokkor, masalana ngkok neser Devi lako galau wa, satiya la pendhek bisa tenang alhamdulillah". Aku yang ada di kamar niat ngga pengen tidur, jadi harus pura² tidur sampe ketiduran biar mereka nyangka aku ngga denger percakapan mereka. Trus mama lanjut, "beerik Devi ngocak ka ngkok mas, cakna mon Allah tak alarang ngkok la *geek*", mama memperagakan apa yang aku katakan ke mama tempo hari. Mama lanjut, "mangkana ngkok mon Devi minta² apa moso ngkok etorodhi, terro apa esoro melle. Mik olle seneng, tak stres²". Abis itu aku ngga denger mereka ngobrol gimana, yang pasti ayah kaget dan heran. Aku langsung kayak jedduaarr, yaAllah aku malu banget, kenapa aku harus ngomong dan bertindak konyol yang bisa bikin aku malu. Aku setidak dewasa itu sampe ga kuat dan rapuh. Aku sedih, aku sedih karena beliau pasti sedih karena aku sedih. Padahal aku gamau nularin sedihku. Padahal mereka nurutin aku banget, terutama mama. She is so warm. She's calming me so well. Ngga jarang aku nangis di pelukan ayah, tetiba nangis di pangkuan mama abis sholat. For sure, they can feel what I feel. Tapi mereka berusaha menguatkan dan bilang kalo semua ada waktunya.
Allahku, kedua orangtuaku sangatlah baik. Mereka aka memberi apapun agar anak² mereka bahagia. Terimakasih Allahku, untuk orangtua sebaik mereka. Ganjar mereka dengan surgaMu, surga orang² shalih. Aamiin 🥺🥺🥺
0 notes
Text
“I would like to forget everything, to forget myself and to forget the world.”
— Emil Cioran, On the Heights of Despair
256 notes
·
View notes
Text
You know the feeling "you just should run the day, not you need to run the day"
Feels like so hopeless and waiting the D-Death
0 notes
Text
What I want?
I want to be busy yet I can scrolling down all day
I want to be happy yet feeling sad for something I can solve
I want to feel loved yet feeling the freedom
0 notes
Text
Apa doaku kurang banyak?
Apa doaku ga diterima?
Apa aku akan dapat yang lebih baik?
Apa aku
Apa aku
Apa aku
Aku gatau, aku ngerasa usahaku memang ngga maksimal, aku banyak malasnya, aku banyak leyeh leyehnya, aku kurang tahajjudnya, kurang mohonnya, aku gatau aku gatau.
Aku ga diterima di UPI😊
0 notes