Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
SPILL OR DRINK (drink aja ak mah)
Pertanyaan
1. Masuk musang, keverif uncha 😭
2. Aku mau deket sama semuanya soalnya aku sayang kalian semua, cium? 🥺
3. Upchar by (di rp), mau hidup bahagia (di rl)
4. Yang kedua. Status itu tidak penting pak ustat, yang penting ngobrol 🥺
5. Jinnie soalnya lucu banget 😭
6. Anak musang semuanya random, tapi kalo disuruh pilih... Kun, yorung, orung, woat... sebenernya bukan random, tapi asbun banget
7. CAPEKK BJILL, AKU CAPEKKK PEGEL TANGANKU PEGEEEELLLL
8. Jujur ga ada
9. Personality dan first impression
10. @hyeyoaon
11.
12. Gaada please aku sayang kalian, stay gila
13. Diajakin temen? Kayanya? Lupa...
14. Banyak. Tapi aku lagi naksir Dongyoon oppa
15. Aku happy tapi aku sad... Tapi aku berusaha untuk happy!
16. Pernah. Ikutin aja alurnya kemana... Kalo emang ujungnya ga bareng ya berarti bukan jodoh 🥺
17. Ramah, humoris, care, ga jutek, friendly, penyayang (aku), jago main gaple
18. Satu frekuensi
19. DRINK KOCAK
20. Pernah ngisi sc orang lewat terus bilang naksir 😭
21. 2016?
22. Kayanya 6 bulan? Jeno NCT, toxic, manipulatif banget
23. Kadang
24. Plin plan, bucin keterlaluan padahal sering disakitin, pala batu
25. Pdkt singkat terus pacaran
HAHA DRINK 1
0 notes
Text
PART II: A day in my life as a broadcaster at The Headliner!
"EH EH MANA SIH KARYAWAN BARU YANG BULEE???" Semua mata yang tadinya berfokus ke arah Meggie dan Hayes, kini berpaling ke suara yang menginterupsi percakapan mereka.
"Oh... Kamu ya Kak? Sorry. Kirain orangnya gaada. Btw kenalin guys aku Belle. Anak baru juga. Maaf ya heboh nyariin bule. Habisnya kata Kak Sachio, ada bule canada." Belle menepuk bahu orang yang ia panggil Sachio pelan, membuat lelaki tersebut mendengus pelan.
"Tapi kamu kan bule juga, Belle... Anyway, kita sama-sama anak baru. Namaku Sachio. Salam kenal ya Kakak-kakak dan adek-adek semua. Sejujurnya aku udah kenal kalian semua soalnya tadi ngehapalin nama karyawan baru di papan penerimaan staff baru. Kalian udah dikasih arahan bakal ngeliput apa kah?" Sachio berujar dengan penuh antusias, membuat kerumunan pekerja yang baru saja diterima itu terasa tidak begitu kaku dan canggung.
Aiko berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Sachio. "Tadi katanya sih Producers bakal briefing setelah anak baru hadir semua. Siapa lagi ya yang belum dateng?"
"Kayanya yang anak baru kaya raya itu belum dateng deh? Sama masih ada 4 orang lagi!" Meggie menyahuti, membuat semua orang di sana menengok ke arahnya.
"Anak baru kaya raya?" Aiko tertawa dalam hati, namun tidak menghilangkan rasa keingintahuannya tentang anak baru yang dimaksud Meggie.
"EH ITU NOH. ANJAY. Knalpotnya ga kaya motor beat ye... Geber geber." Meggie menunjuk ke arah jendela, menunjuk seseorang yang baru saja masuk ke parkiran kantor dengan motor besar yang entah apa namanya.
"Ah itu mah si Iko... Lu belom tau kan yang... NAH ITU TUH. Namanya Suri. Lu liat mobilnya apa. LAMBORGHINI CUY."
Aiko hampir saja menjatuhkan tasnya ketika melihat mobil sport berwarna merah metalik itu masuk ke dalam pelataran kantor, lengkap dengan suara knalpotnya yang begitu... Wow.
"Kayanya gue harus satu divisi sama Suri." Ucap Achel mantab. Kepalanya manggut-manggut dengan ekspresi serius yang terhias di wajah cantiknya.
Mereka sontak terbahak, menertawakan entah realita yang ada atau saldo bank.
Aiko menyampirkan tote bagnya ke bahu sembari mengambil beberapa script wawancara yang baru saja diberikan oleh Letta— salah satu producers di The Headliner.
Baru saja akan beranjak dari tempatnya, suara dering ponsel membuat langkahnya terhenti. Dengan sedikit tergesa, ia merogoh benda tipis tersebut dari dalam tote bag, kemudian mengangkatnya tanpa melihat id caller.
"Halo? Iya benar saya sendiri. OH? Julianne? Kalian di depan? Oke tungguin bentar ya!"
Julianne. Salah satu rekan liputannya hari ini meminta Aiko yang kebetulan hanya menjadi satu-satunya karyawan baru di The Headliner yang masih tersisa di lantai 15 untuk segera turun ke lobby.
Mereka akan melakukan liputan di GBK.
Selama melangkahkan kaki menuju lobby, pikiranmya jatuh ke seseorang yang akan mereka wawancarai. Seseorang yang pernah menjadi kekasihnya untuk sesaat.
Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya berdenyut dan tidak sadar bahwa lift sudah sampai ke lantai tujuannya. Dengan terburu-buru, Aiko keluar dari dalam lift dan mencari mobil yang dimaksud oleh Julianne di pesannya tadi.
Matanya menyipit ketika melihat suatu kendaraan dengan warna yang cukup terlihat mencolok di hadapannya.
"HAH??? MOBIL BAK?"
"Kalian malu ga sih liat ni mobil terus bandingin ama mobilnya Suri?" Tanya Edrea, salah satu kenalan baru Aiko yang sedari tadi mendengus pelan karena kesal dengan mobil yang mereka gunakan untuk datang ke GBK.
Sambil menyeka keringat dari dahinya, Kak Airin berucap dengan nada kesal. "MALU BANGET??? Mending tadi naik busway kalo tau bakal naik mobil bak plus ketilang polisi."
"Naik anjing aja naik anjing. Naik anjing juga enak." Kali ini Ray menyahuti karena merasa kasihan dengan empat perempuan yang saat ini terlihat penuh dengan amarah.
Aiko menelan ludahnya, kebingungan dengan asal muasal ide naik bak mobil ke GBK ini.
"Tapi guys. Ini yang nyediain kantor apa gimana?" Aiko menyuarakan rasa penasarannya, membuat keempat orang yang berada di hadapannya mengalihkan pandangan ke arahnya.
"YA SI RAY RAY INI, KO. Kamu tau ngga? KATA DIA MOBIL BAKNYA BAKAL ENAK SOALNYA ADA PENUTUPNYA. Inovasi baru dari jepang. TAUNYA SAMA AJA KAYA MOBIL ANGKUT GAS." Julianne berbicara panjang lebar seraya memelototi Ray yang kini hanya cengar-cengir dan memasang wajah tanpa dosa.
Keeempatnya kini hanya saling tatap selama beberapa detik, sampai akhirnya mulai mengeluarkan tawa karir.
"Yaudah sih guys, kita kan mau ketemu nicsap nih. Masa pada ngomel-ngomel... Be happy guys be happy!" Ray menyemangati keempat temannya sembari menjulurkan tangan ke arah sopir mobil bak. "Pak dah mau sampe kan?"
Pak sopir hanya mengacungkan jempol ke arah Ray.
Menyadari lokasi wawancara semakin dekat—tempat diadakannya kompetisi Nicsap Look alike, Aiko mulai memberanikan diri untuk menyampaikan sesuatu yang sedari tadi ia tahan.
"Guys. Sebenernya gue mau ngomong sesuatu. Nicholas Saputra tuh... Mantan gue."
"HAH????"
To be continued tahun depan!
0 notes
Text
Aiko terbangun dari mimpi singkatnya ketika seseorang di sampingnya menyenggol tubuhnya cukup keras. Saat ini, gadis itu berada di tengah lautan orang yang saling berhimpit di dalam kereta. Untung saja, ia berhasil mendapatkan tempat duduk karena datang lebih awal.
Kedua netranya mengerjap dengan cepat, mengumpulkan kesadarannya yang sempat hilang beberapa menit. Gadis dengan lesung pipi di kedua sisi pipinya tersebut sontak mengalihkan pandangannya ke arah kanan— di mana seseorang menyenggol bahunya. Matanya menyipit ketika pandangannya tertuju pada tanda pengenal yang tergantung di leher orang tersebut.
"Oh, karyawan baru juga?" Pikirnya sembari memberanikan diri untuk menepuk bahu perempuan itu. Aroma parfumnya cukup membuat Aiko penasaran dengan nama brand parfum tersebut.
Perempuan itu membalikkan tubuhnya ke arah Aiko, matanya membulat karena tersadar bahwa ia baru saja dengan tidak sengaja menyenggol seseorang yang ada di sampingnya sejak tadi.
"Sorry! Kamu kebangun ya? Maaf banget, tadi aku heboh sendiri soalnya aku pikir lanyard-ku ketinggalan!" Ucap gadis berparas cantik tersebut sembari memunculkan senyuman tipis di bibirnya. Wajahnya cukup merasa bersalah karena telah membangunkan Aiko dari tidur ayamnya.
Aiko menggeleng pelan seraya menyunggingkan senyum manisnya. Tangannya meraba-raba ke dalam tote bag yang ada di pangkuannya, kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam sana—tanda pengenal yang sama dengan gadis yang menyenggolnya.
Mulut gadis di hadapan Aiko membulat disusul tangannya yang refleks menepuk bahu Aiko beberapa kali. "SUMPAH? Anak baru juga?! Ya ampun, pas banget! Kenalin namaku Rachel Agatha! Panggil Achel aja biar ga susah. Kalo kamu siapa?"
"Clarice Aiko. Panggil Aiko aja! Jadi seneng deh ketemu temen baru di kereta gini, salam kenal ya! Btw kamu udah ada info belum bakal ngeliput apa?" Sembari bertanya, Aiko menarik resleting pada tote bag-nya hingga tertutup saat mendengar bahwa kereta akan segera sampai di stasiun tujuannya.
"Belum deh... Tapi katanya sih bakal dikasih sesuai yang kita mau, Ai. Enak juga sih ya. Semoga lingkungan kerja kita ga toxic," Achel terkekeh pelan setelah menjawab pertanyaan Aiko, tak lama ikut mengemasi beberapa barang miliknya yang sempat ia keluarkan dari dalam tas.
"Amen... Kayanya sih engga, ya. Soalnya kemarin pas interview producernya keliatannya baik banget," Aiko memberikan validasi terhadap jawaban Achel, sebelum kembali berucap. "Udah sampe, btw. Yuk turun!"
Aiko terus berusaha untuk tetap berpikir positif walau saat ini perasaannya sudah campur aduk karena khawatir akan pekerjaan barunya. Please, kali ini jangan sampai resign lagi....
"Eh rame banget, kita ga telat kan ya?" Dengan terburu-buru Aiko menekan tombol yang tertanam di dekat pintu lift, mengecek jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya dengan sedikit panik.
Achel yang tengah merapihkan beberapa helai rambutnya menggeleng pelan sambil menunjuk ke arah pintu utama gedung perkantoran. "Ngga deh by. Liat aja tuh masih banyak yang baru dateng juga."
Aiko lantas menghela nafasnya lega, ia melirik ke kanan kiri, mengedarkan pandangannya untuk menemukan hal yang menarik. Lirikan kedua netranya terhenti ketika seorang anak kecil laki-laki berjalan melewati Achel dan Aiko, berdiri di depan keduanya dengan tas punggung berwarna cerah.
Gadis dengan kerutan di dahinya itu pun menyenggol lengan Achel perlahan, kemudian berbisik. "Chel, emang kantor kita memperkerjakan anak di bawah umur ya?"
"Yang depan ini ya? Kayanya bukan bocil ga sih, Ai? Emang mukanya aja baby face gitu..." Achel mengintip sedikit ke depan, ingin melihat wajah orang yang mereka anggap anak kecil itu.
Baru saja ingin menjawab ucapan Achel, keduanya dikejutkan dengan berbaliknya orang yang sedang dibicarakan oleh keduanya secara tiba-tiba. Aiko langsung melirik Achel dengan sedikit canggung. Sedangkan yang dilirik hanya berpura-pura menggaruk tengkuknya yang tentu saja tidak gatal.
"Kak, aku udah gede tau..." Anak laki-laki tersebut menunjuk tanda pengenal yang tergantung di lehernya dengan antusias, sebelum kembali menatap Aiko dan Achel bergantian. "Nih liat. Aku lahirnya tahun 2007! Aku juga anak baru di sini. Namaku Kar! Brum brumm."
Aiko dan Achel sama-sama terdiam sebelum akhirnya mengeluarkan suara tawa yang pelan untuk menanggapi candaan anak laki-lak— bukan, lebih tepatnya seorang laki-laki di hadapan keduanya.
"Tapi kamu tetep kecil sih... Ah anyway, aku Aiko. Salam kenal ya, Kar...?" Aiko menyenggol lengan Achel, mengisyaratkan gadis itu untuk melanjutkan perkenalan singkat mereka.
"E—eh... Iya. Aku Achel. Yuk masuk dulu tuh liftnya dah sampe!"
Mendengar pernyataan tersebut, ketiganya pun masuk bersama ke dalam lift, membiarkan beberapa orang setelah mereka ikut masuk juga ke dalam lift.
"Kalo gitu salken ya Kak Aiko, Kak Achel! Semoga tempat kita sebelahan!" Kar tersenyum manis ke arah kedua gadis tersebut sembari membenarkan posisi lanyard yang ia kenakan. Aiko dan Achel membalasnya dengan anggukan ramah.
Pintu lift akhirnya terbuka di tempat tujuan ketiganya, lantai 15.
Dengan antusias, Kar keluar dari lift terlebih dahulu, melambaikan tangannya ke arah Aiko dan Achel, meminta keduanya untuk segera menyusulnya.
"Energinya keren banget ini GenZ..."
"Keliatan banget tuanya gue..."
Tidak perlu ditanya itu suara hati siapa.
"Guys, kenalin gue Hayes. Ini si cantik namanya Meggie! Kayanya kita bakal duduk berderet deh di sini. Tempat gue di kubikel pertama btw. Salam kenal ya Aiko, Achel, Kar!" Laki-laki paruh baya bernama Hayes itu menyalami ketiga orang yang baru saja keluar dari ruangan producer dengan ramah.
Meggie ikut menyalami ketiganya sembari memberikan bungkusan kecil berisi cookies ke setiap orang di hadapannya. Matanya berbinar dengan begitu manis. "Guys, gue seneng banget punya temen baru... Bosen sama si Hayes doang kemarin-kemarin. Moga kita bisa ngeliput bareng ya. Eh dd, kok ga sekolah?"
Kar yang merasa tersindir dengan pertanyaan Meggie hanya mendengus pelan. "Kak, aku bilangin mamaku ya."
Meggie hanya tertawa seraya tangannya mengacak rambut Kar perlahan. "Ini tetangga gue Kak. Pas kecil pernah gue anter sekolah."
"WETS GA PERNAH YA..." Kar menginterupsi, menatap Meggie dengan tatapan mata yang dibuat-buat seperti sedang marah.
"Iya cil ga dehh."
Aiko menepuk bahu Meggie pelan, mengisyaratkan gadis itu untuk berhenti membercandai Kar sebelum ia benar-benar melapor ke mamanya. "Jangan, Gie. Tar anak orang nangis di sini bahaya. Btw makasih loh cookiesnya!"
To be continued (Part II)
0 notes