Tumgik
choijunhoda · 11 months
Text
Tsuki no Uragawa
(Sisi Lain Bulan)
Oleh: Nae Erii
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
#007
Tumblr media
Junho menghela napas panjang, memandangi bulan dari atap rumah sakit, yang nampak bulat sempurna.
"Ah... sudah pertengahan musim gugur, ya? Pantas, bulannya begini indah."
Ia lantas mengambil buku catatan di sampingnya, dan mulai menulis penggalan lirik lagu walau dalam penerangan yang seadanya.
밤하늘에 있는 달 깨끗하게 빛나고 있다
하지만 우리가 항상 보고 있는 것은 앞쪽 달만
Sebelum menyendiri di atap seperti ini, Junho berkutat
Hanya dua bait yang ia tulis, lantas menghembuskan napas panjang.
"Ternyata memang nggak ada harapan ya? Entah kenapa, aku mengharapkan hasil yang terburuk untuk operasi besok..."
Tidak biasanya seorang Choi Junho berpikir negatif. Ia sendiri pun tak mengerti. Apa karena lapar? Sejak kemarin, perutnya memang tak terisi apapun, karena ia harus berpuasa untuk operasi ususnya besok.
Junho menggeleng, sambil memukul kepalanya dengan buku catatan tersebut.
"Nggak... nggak gitu. Aku pasti bisa."
Perasaannya campur aduk saat ini, tak ada yang bisa dilakukannya selain merenung memandangi bulan.
Lagi-lagi, ia menulis sesuatu di buku catatannya. Sebagai pelampiasan perasaannya saat ini.
사실은 울고 싶지만
가끔 울어도 좋다 슬픈 때는
"Iya, benar, sesekali tak apa kalau ingin menangis, bukan?"
Junho kembali menghembuskan napas panjang, lantas beranjak dari tempatnya. Menenteng kembali buku catatannya, untuk kembali ke ruang rawat inapnya.
"Juno-ssi, kau darimana saja?" tegur seorang perawat, kala Junho keluar dari dalam lift.
"Aku sedang mencari angin. Besok siang jadwalku operasi, kan? Nah, kebetulan bulan juga sedang bagus, hehehe," ia beri alasan, sambil memasang cengiran di wajahnya.
"Kau itu sedang sakit. Tidak boleh kena angin malam dulu. Setidaknya, kenakan jaketmu!" omel si perawat. Kalau dilihat, usianya sepertinya masih muda. Sekitar 25 tahun.
"Maaf..."
"Kau harus sembuh, Juno-ssi. Banyak yang menunggumu."
Sebentar, panggilan itu——?
"Perawat-ssi, kau mengenaliku—?" tanyanya ragu-ragu. "Karena seingatku, aku dirawat menggunakan nama Choi Junho."
Sang perawat tersenyum, lantas berbisik di telinga Junho "aku ini W1NDS, diluar pekerjaanku sebagai perawat. Tenang saja, aku tak membocorkan dirimu tengah dirawat kok. Privasimu aman."
Junho membuka matanya, dan memandang perawat itu dengan tatapan senang. "Jinjja?!?! Wah, aku jadi merasa senang nih! Terina kasih ya!"
Sang perawat mengangguk, "benar. Makanya itu, kau harus cepat sembuh karena banyak yang merindukanmu di luar sana. Mari, kuantar kau ke kamarmu."
Junho mengangguk, lantas mengikuti sang perawat menuju kamarnya. Moodnya sedikit membaik, berkat ucapan perawat barusan.
'Benar, aku ada untuk W1NDS, dan aku harus kembali sehat demi W1NDS .'
"Juno-ssi tidak usah takut," ucap sang perawat sebelum meninggalkan ruangan. Sementara Juno, sudah kembali berbaring di atas ranjang.
"Operasi besok akan berjalan lancar. Dokternya sudah pengalaman kok."
Junho hanya mengangguk.
"Selamat beristirahat. Saya harap, Juno-ssi tidak kabur ke atap lagi."
Mendengar ucapan sang perawat, mau tak mau Junho pun tertawa, "nggak. Aku takut tiba-tiba berpapasan dengan hantu," guraunya.
"Memang benar, kalau malam, para hantu akan memenuhi seluruh gedung rumah sakit selain kamar rawat inap. Makanya, jangan berkeliaran!"
Setelah memastikan Junho beristirahat, sang perawat pun meninggalkan kamar rawat sang idola.
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
#006
Tumblr media
Senin pagi, Choi Junho memaksakan dirinya dengan berangkat ke sekolah, walau tubuhnya masih dalam kondisi lemah. Apalagi, nyeri di perutnya tak kunjung reda dan demamnya juga belum turun.
"Aku kan... udah minum obat dari Narae... harusnya besok sembuh, kan?" ia berkali-kali berkata begitu, lalu berangkat menuju sekolah.
Namun tetap saja, di sekolah, ia tak bisa fokus.
"Juju, kamu masih sakit? Wajahmu pucat banget..." tanya Narae yang kebetulan duduk di depannya, saat Junho memasuki kelasnya.
"Nggak, nggak papa. Udah mendingan setelah minum obat dari kamu," jawab Junho lirih, sambil duduk di kursinya sendiri.
Jam pelajaran pun berlangsung. Namun Junho tak bisa berkonsentrasi pada pelajarannyaml.
"최준호, 괜찮아?" tanya sang guru.
"Nde... gwaenchana..." Junho membalas lirih, walau wajahnya sudah semakin pucat dan peluh membanjiri tubuhnya. Nyeri di perutnya pun semakin menjadi.
"Jangan memaksakan diri. Kau bisa beristirahat di UKS kalau memang tidak kuat."
Junho terdiam, menimbang saran gurunya. Ia pun akhirnya memutuskan untuk pergi ke UKS sesuai saran sang guru.
"Kalau begitu, saya izin ke..."
Bruk!
Belum sempat Junho meninggalkan kelasnya, ia sudah ambruk di samping mejanya.
"Junho-ya!!"
"Choi Junho!!!"
"Siapapun, bantu aku membawanya ke UKS!!"
Samar-samar, Junho mendengar suara tersebut, sebelum kesadarannya benar-benar hilang.
<>
Hal pertama yang Junho lihat saat membuka mata adalah pemandangan langit-langit berwarna putih. Jelas, bukan langit-langit kamarnya di dorm. Langit-langit di UKS sekolahnya pun tidak seperti ini.
Aroma antiseptik pun menyapa indra penciumannya, dan saat ia mengangkat tangan kirinya, terdapat selang infus.
"Aku..." Junho bergumam, sambil mencoba menghimpun kesadaranya.
"Kau sudah sadar, Junho-ya?"
Sebuah suara, yang tak asing, membuatnya berpaling ke sisi kanan. Dan betapa terkejutnya ia, melihat sosok yang sangat dikenalnya duduk di tepi ranjangnya.
"APPA!!!"
"Kenapa kau takut begitu?" tanya Tuan Choi, sambil berusaha menahan tawanya melihat tingkah putra satu-satunya itu.
"Appa... kenapa ada disini? Ini... Seoul, kan?"
Sang ayah mengagguk, "benar, di rumah sakit Seoul. Appa ditelepon pihak sekolah, mereka mengabari kalau kau pingsan di kelas dan dilarikan ke rumah sakit."
"Jadi begitu... tapi kenapa Appa?"
"Kenapa? Kau berharap Hyunjoo yang datang kesini?"
Junho hanya terdiam.
"Appa tak ingin merepotkannya. Dia kan masih mahasiswi tingkat akhir. Biarlah dia mengurus tugas akhirnya dulu, dan menjaga Jihye. Biar Appa yang ke Seoul untuk mengurusmu sementara."
"Sementara?" tanya Junho sambil menelengkan kepalanya. "Appa nggak kerja? Lalu, apa aku harus dirawat lama?"
"Appa tidak yakin. Lebih baik membiarkan dokter yang memeriksamu."
Junho pun mengangguk, lalu memegang perutnya, "Appa... perutku sakit..."
Sang ayah buru-buru keluar ruangan, dan segera memanggil dokter.
Seorang dokter pun datang bersama beberapa perawat, dan mulai menanyai Junho macam-macam tentang apa yang sang idola rasakan. Junho menjawab dengan jujur, bahwa saat jumat ia terserang diare, lalu demam tinggi di hari sabtu dan minggu, disertai dengan nyeri perut luar biasa.
Dokter pun menyarankan Junho untuk tes darah dan biopsi, guna pemeriksaan lebih lanjut. Dan setelah beberapa saat, hasil tes pun keluar.
"Choi Junho-ssi, Anda terkena radang usus. Untuk sementara, Anda harus dirawat inap di rumah sakit," sang dokter membacakan hasil tes Junho.
"Ditambah Anda juga terkena anemia dan dehidrasi ringan...."
Junho tak mampu mendengar ucapan sang dokter. Ia terbaring lemas, sambil melamun menatap langit-langit rumah sakit.
"Bagaimana ini bisa terjadi padaku?"
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
Shonen to Robot
(Pemuda dan Robot)
Oleh: Nae Erii
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
#005
Tumblr media
Junho kembali ke Busan, setelah acara fansign-nya selesai dan memberi kejutan kecil di ulang tahun kekasihnya. Walau besok ia kembali masuk sekolah setelah libur musim panas, setidaknya Junho ingin menghabiskan liburannya sekali lagi di Busan, sebelum kembali disibukan dengan sekolah dan kegiatan lainnya di Seoul.
Setelah tidur selama satu jam di kamarnya sendiri, ia memandang langit-langit kamarnya yang kelak akan ia rindukan saat di Seoul nanti. Padahal belum genap setahun ia meninggalkan kamarnya dan Busan, namun rasanya seperti berabad-abad ia tak menempati kamarnya sendiri.
"Kalau aku sudah makin terkenal, apa aku bisa sering pulang kesini?" ia bergumam.
Ingin kembali tidur, namun tak bisa. Pun, ia sudah puas menonton mv AKB48 yang terbaru. Yang mengisahkan tentang seorang idola yang memiliki pacar. Semakin lama ia mendengar lagu itu, semakin merasa relate juga dengan kehidupan percintaannya.
Tak ingin berlama-lama menggalau, ia pun bangkit dari ranjangnya. Lagipula, ia sudah puas melihat wajah manis Chiba Erii di mv tersebut, sekarang saatnya bangun.
Junho duduk di meja belajarnya yang lama. Kondisinya masih sama. Buku-buku SMP-nya masih tersimpan rapi, dan beberapa merch AKB48 yang tak ia bawa ke Seoul pun masih ada. Kakaknya memang rajin membersihkan kamarnya walau ia jarang pulang, namun tak pernah mengacak-acak koleksi pribadi Junho. Puas memandangi koleksi merch-nya, kedua netranya fokus pada mainan robot yang dibelikan ibunya waktu ia masuk SD. Junho pun mengambil robot tersebut, sambil tersenyum kecil.
"Hei, rasanya sudah lama sekali ya?" sapa Junho pada mainannya itu.
"Kau merindukanku?"
Robot itu tentu tak menjawab, Junho tahu itu. Namun tetap saja, ia mengajak robot itu berbicara.
"Kau adalah saksi hidupku, bagaimana anak penyendiri sepertiku bisa menjadi anak yang penuh energi."
Junho ingat betul, bagaimana sebelum masuk SD, ia merupakan anak yang pemalu. Jangankan memiliki teman, mengobrol saja tak berani. Sampai akhirnya, sang ibu selalu mengajarinya untuk menjadi anak yang lebih berani dan percaya diri, memberi kekuatan melalui daun semanggi. Dan saat Junho masuk SD, ibunya membelikan robot itu sebagai perayaan.
"Nah, Junho, kau sudah punya satu teman yaitu robot ini. Namun, ia hanya bisa menemanimu saat di rumah. Kalau di sekolah, Junho harus berteman dengan banyak orang ya," pesan ibunya kala itu.
Namun, tetap saja. Bukan hal yang mudah bagi seorang Choi Junho cilik untuk membuat sebuah ikatan pertemanan. Ia pun berkali-kali diledek karena selalu salah paham dalam menyampaikan isi pikirannya. Dan setiap pulang sekolah, Junho selalu bercerita pada robot tersebut, mengenai hari-harinya di sekolah. Robot itu seolah berkata, 'jangan takut, kau sudah membuat langkah kecil. Kau tahu dimana salahmu, besok jangan diulangi lagi dan ajak mereka mengobrol ya?'
Hingga pada akhirnya, Junho pun berhasil memiliki teman saat kelas 2 SD. Mereka tertarik dengan suara Junho, yang sejak saat itu membuatnya tertarik untuk menjadi seorang penyanyi.
"Hei robot kecil! Akhirnya aku memiliki teman!" Junho kecil kembali melaporkan kegiatannya di sekolah pada sang robot kesayangan. "Terima kasih sudah memberikanku saran dan semangat agar tidak menyerah!!"
Junho tersadar dari lamunan masa kecilnya. Dipandanginya robot itu, dan ia pun berkata pada sang robot, "Seorang penyendiri seperti kita, sudah bukan seorang penyendiri lagi. Terima kasih sudah menjadi teman kecilku, robot kecil."
Ia kembali menyimpan robot itu, lalu mengambil alat tulisnya.
Bermaksud untuk membuat lagu, yang didedikasikan untuk si robot cilik.
"Junho-ya!!!" panggil sang kakak dari arah dapur. "Waktunya makan siang!!"
Junho pun menutup bukunya, dan segera beranjak dari tempatnya. "Ndee!"
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
Hanbunko
(Separuh Bagian)
Oleh: Nae Erii
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
#004
Tumblr media
"Eh lihat deh! Itu Choi Junho kan? Juno Flame5 yang baru debut?"
"Iya, gayanya songong banget ya, mentang-mentang baru debut."
"Baru kelas 1, udah debut. Dia pasti 'ngejilat' agensi!"
"Ngejilat dengan cerita sedih? Ibunya udah meninggal kan?"
"Paling cuma akal-akalan dia!"
Begitulah, ucapan yang selalu didengar oleh Junho kala ia menginjakan kakinya di sekolah.
Banyak orang yang iri atas debutnya, terutama mereka yang sudah kelas 2 atau 3 tetapi belum juga mendapat tawaran debut.
Junho menghela napasnya.
"Memang, apa salahku?" ia berujar pelan.
"Ibuku benar-benar sudah meninggal, tiga tahun yang lalu. Saat melahirkan adikku. Aku tak pernah menjual cerita sedih seperti itu agar bisa debut."
Ingin rasanya Junho berkata demikian, tapi diurungkan.
Mereka yang berkata jelek, tak pernah peduli dengan apa yang dikatakannya.
Juno pun memasang earphone-nya, dan menyetel lagu Good Parts milik Le Sserafim dengan volume agak kencang.
Semata agar ia tak mendengar ucapan jelek, dan liriknya sangat menghibur dirinya.
'I just wanna love myself.'
'I don't wanna blame my weakness.'
"JUNHO-YA MA FRIEND!!" sebuah suara memanggil namanya, lantas merangkulnya dengan akrab. Ia menoleh, tampak Hyun—teman sekelasnya—tengah tersenyum lebar padanya.
"Udah sarapan? Aku belum nih. Jadi, kamu harus temani aku makan di kantin!"
Junho pun tertawa lepas mendengarnya. Kuasanya melepas earphone-nya, dan tungkai melangkah bersama Hyun menuju kantin.
"Aku belum makan sih, tapi tadi beli bento di mini market. Ayo makan bareng!" ujarnya semangat. Seolah tak ada kesedihan lagi di dalam pikirannya.
Ia harus tetap tersenyum, di depan semua orang.
Karena kini, ialah sang idola. Panutan bagi orang-orang di sekitarnya.
"너— udah debut kok masih suka makan bento mini market!! Yang berkelas dikit dong!" ledek Hyun.
"Tapi, bento mini market tuh enak tahu!!!" balas Junho.
"Ya, ya, whatever." Hyun pun mengalah.
Keduanya tiba di kantin. Junho memutuskan untuk menunggu Hyun yang sedang memesan makanan, di sebuah kursi kosong.
Lagi-lagi, saat sendirian, ia mendengar bisikan tak enak.
"Lihat tuh yang baru debut. Di sekolah mungkin cuma makan bento mini market biar keliatan merakyat. Padahal kalo di luar sekolah, pasti makan di restoran mahal."
"Padahal aku makan bento ini karena aku suka. Tak ada kaitannya dengan harga..." ujarnya lirih.
Brak!
Sebuah baki diletakan dengan kasar diatas meja, membuat Junho menatap ke arah siapa yang meletakannya.
Rupanya itu Hyun.
"Junho-ya, nggak sarapan, nggak makan siang, nggak makan malam, lo selalu makan bento. Apa rasanya seenak itu?" tanya Hyun dengan suara keras. Kawannya itu sengaja, menegaskan kalau memang keseharian Junho hanya makan bento semata karena sang idola menyukainya.
"Enak!! Mau coba?" tawar Junho, menyembunyikan awan mendung di matanya dengan senyum cerahnya.
"Kita barter!!! Kamu makan ini, aku makan bentomu!!!"
Dan tanpa menunggu persetujuan Junho, Hyun pun menukar kimbap yang baru saja dibelinya dengan bento milik Junho. Lantas keduanya menyantap hidangan masing-masing, tanpa peduli sekitarnya yang masih berbisik-bisik.
"Junho-ya, it's okay if you want to cry, to angry, or something like that. Kamu juga manusia. Pasti nggak tahan kan dengar omongan begitu setiap hari?"
Mendengar ucapan Hyun, Junho pun menghentikan suapannya dan menatap Hyun dengan heran.
"Nggak bisa, Hyun. Aku ini public figure sekarang. Mau marah atau nangis, imej-ku akan rusak. Di dorm juga nggak mungkin bisa. Aku sekamar dengan Ren Hyung, dan aku nggak mau bikin Hyung khawatir."
"Ah, susah juga ya?" kata Hyun.
"Nggak apa Hyun, lama-lama aku pasti kebiasa. 고마워요, 현이!"
Hyun menghela napas frustrasi, "nggak bisa. Aku nggak bisa lihat kamu yang tiap hari nanggung ucapan jelek itu sendirian tanpa bisa melampiaskannya!"
"Hyun-ah?"
"Hatiku ikut sakit, Junho-ya. Sakit melihat teman baikku diperlakukan begitu! Mereka, si paling tahu soal kamu, enak banget ngomong jelek. Apalagi soal mendiang ibumu!!"
Hyun pun menghabiskan makannya dengan kesal. "Boleh kuhajar mereka?"
"Nggak boleh!" kata Junho cepat. Takut kalau teman dekatnya ini benar-benar menghajar siapapun yang bicara jelek tentang Junho.
"Emang ya, manusia itu cuma suka ngomongin apa yang mereka lihat, nggak mau nyari tahu. Merasa paling tahu dengan cuma lihat doang!"
Hyun pun memukul meja dengan kesal, membuat Junho tertawa kecil. Harusnya yang marah itu dia, Choi Junho. Kenapa malah Hyun?
Junho jadi penasaran.
"Hyun-ah, kenapa kamu segitu kesalnya dengan mereka yang berkata jelek? Yang dikatai kan aku, bukan kamu?" tanyanya sambil menelengkan kepala. Lengkap dengan wajah polosnya yang tak dibuat-buat.
"Karena aku tahu usahamu, Junho-ya. Aku tahu kamu payah dalam menari, tapi kamu berusaha keras sampai akhirnya kamu jago. Aku tahu, sejak awal suaramu itu punya ciri khas sendiri. Itu alasan kenapa kamu bisa debut, karena suara khasmu. Juga, kamu fasih banget bahasa Jepang. Itu udah jadi nilai plus!"
Junho tersenyum lebar karenanya. Bukan senyum yang dibuat-buat seperti sebelumnya.
"고마워 현아!! Aku bersyukur bisa berteman denganmu!!"
"Nggak perlu berterima kasih," kata Hyun berusaha merendah. Walau di pipi pemuda itu, terdapat rona merah yang membuat Junho semakin tertawa.
"Teman-teman sekelas juga tahu, gimana perjuanganmu. Mereka pun tahu kalo suaramu nggak bisa diremehin. Jadi ya— kita semua mendukungmu debut kok!" kata Hyun sambil mengacak-acak surai kecoklatan Juno.
"Jadi, cukup dengerin omongan positif dari kita aja ya? Semangat!!"
Bel masuk pun berdering. Junho buru-buru menghabiskan kimbapnya yang tersisa dua buah, lalu kembali ke kelas bersama Hyun.
Omongan jelek memang selalu ada, mau kau melakukan kesalahan atau tidak.
Tapi kau punya dua tangan, cukup untuk menutup telingamu sendiri agar kata-kata tersebut tidak masuk ke dalam.
Dan seorang Choi Junho, kini tengah berjuang melawan berbagai ucapan negatif yang menerpanya.
Ia bertahan karena Hyun, teman sekelasnya, anggota FLAME5, penggemar, dan yang paling utama, keluarganya.
Ia tak akan goyah, semua demi orang-orang yang menyayanginya.
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
Floria
Oleh: Nae Erii
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
#003
Tumblr media
Sekarang mumpung sedang senggang, Junho pun menghubungi kakak perempuannya di Busan. Sudah sebulan lebih ia tidak melihat wajah kakak serta adiknya, akibat persiapan debutnya.
"Nuna... Semoga dia tidak sibuk."
Lagipula, ada sesuatu yang harus ia bicarakan dengan sang kakak.
Setelah sambungan video call dianggkat oleh sang kakak, Junho langsung tersenyum cerah, melihat wajah kakaknya berada di layar ponselnya.
"NUNAAAA!!"
"Junho-ya, annyeong~ selamat atas debutnya tadi malam!"
Wajah kakaknya, lama tak dilihatnya terasa semakin cantik dan bercahaya. Ah, rasanya Junho ingin pulang ke Busan, dan mencium pipi sang kakak.
"Gomawo!! Apa Nuna menonton debutku semalam?"
"Tentu saja aku menontonnya. Oh, apa kau ingin melihat Jihye?"
"MAU!!"
Layar ponselnya pun langsung menampilkan adiknya, yang sepertinya sedang menggambar sesuatu.
"Jihye-ya, lihat, Oppa meneleponku!"
Choi Jihye, lantas mengalihkan pandangannya dari kertas menuju kamera. Pipi bulatnya membuat Junho ingin mencubitinya hingga bocah itu menangis.
"JIHYE-YAAAA!!!" Junho tak bisa menahan dirinya ketika melihat wajah sang adik. Andai, ia pulang ke Busan, pipi chubby itu sudah habis dicubiti oleh sang idola.
"Oppa? OPPA!!!" Jihye tak kalah antusias, ia pun berusaha merebut ponsel Hyunjoo—kakak perempuan Junho— untuk berbicara langsung dengan sang kakak.
"Oppa!!! Oppa semalam. Ada di. Tv!!!" beritahu Jihye dengan terbata, lantaran belum begitu lancar bicara.
"Benar!! Apa Jihye melihat Oppa? Oppa melihat Jihye lho!" gurau Junho.
"LIHAT!! LIHAT!! Jihye lihat. Belsama Eonni. Youngjae Oppa."
Sebentar, ada nama asing yang disebut oleh Jihye. Apa itu ada hubungannya dengan sesuatu yang ingin dipastikan Junho, ya?
"YOUNGJAE ITU SIAPA?!" tanya Junho. Sementara di layar, Hyunjoo hanya tertawa kecil.
"Dia... Pacarku..." jawab Hyunjoo malu-malu. Jihye pun kini berada di pangkuan kakak perempuannya.
"Aku bukan bermaksud untuk menyembunyikan darimu, Junho. Hanya saja, aku takut mengganggumu kalau aku menghubungi duluan..." tambah sang kakak. "Makanya, aku menunggu saat kau menghubungi kami duluan."
Junho pun membuka tabletnya, dan mencari postingan sang kakak yang menurutnya mencurigakan.
"Orang ini? Dia yang bernama Youngjae?" tanya Junho dengan nada seperti mengintrogasi. Entah kenapa, agak tidak rela kalau sang kakak punya pacar.
"Benar, dia," jawab Hyunjoo.
"Cih, jadi Nuna sukanya tipe jamet tho!"
"Dia nggak jamet, Junho-ya!! Appa sudah merestui hubunganku dengannya kok."
"HAH?! APPA?!" tanya Junho shock. Bisa-bisanya, keluarganya di Busan merestui kalau Hyunjoo punya pacar.
"Aku mengenalkannya pada Appa, dan Appa bilang dia anak yang baik. Jihye juga menyukainya. Dia membantuku menjaga Jihye, dan dia juga ikut mendukungmu sebagai idola."
"Tch, aku nggak butuh dukungannya," gerutu Junho, yang membuay Hyunjoo tertawa.
"Sejak kapan adik laki-laki ku jadi protektif begini ya," gurau Hyunjoo. "Saat Chuseok nanti, pulanglah ke Busan. Aku akan mempertemukanmu dengannya, dan kuyakin kau akan menyukainya."
Junho terdiam mendengar ucapan kakaknya. Apa ia bisa dapat libur hari raya saat sudah debut?
"Junho-ya? Ada apa?"
"Eh, nggak apa-apa Nuna. Nuna sejak kapan pacaran dengannya? Lalu, bagaimana Nuna mengenalnya?"
"Umm, dia senior dua— anni, satu tahun diatasku, kalau aku tidak cuti kuliah saat Eomma meninggal." Hyunjoo pun mulai bercerita.
"Dia bekerja paruh waktu di kafe tempatku biasa mengerjakan tugas. Awalnya kami hanya saling sapa, lama-lama saling mengobrol, lalu saling suka. Dan kami berpacaran, tepat satu bulan saat kau pergi ke Seoul."
"JADI NUNA SUDAH MENYUKAINYA SAAT AKU MASIH DI BUSAN?!"
Hyunjoo pun tertawa kecil. "Saat itu kami hanya dekat, Junho-ya. Sejak kau ke Seoul, aku agai kerepotan menjaga Jihye. Makanya ia sering datang ke rumah untuk membantuku, setelah kerja paruh waktunya selesai."
Junho pergi ke Seoul, tepat seminggu sebelum tahun ajaran baru dimulai. Artinya, minggu kedua di bulan maret. Dan... Sudah satu bulan lebih dong, kakaknya berpacaran.
"Padahal aku sekolah di Seoul agar Nuna tidak perlu repot menjagaku... Ternyata malah merepotkan ya menjaga Jihye seorang diri?"
"Bukan begitu, Junho-ya..." jemari Hyunjoo pun mengusap layar ponselnya, seolah sedang mengusap pipi sang adik.
"Aku mau kau mengejar impianmu menjadi penyanyi, Eomma juga pasti akan melakukan hal yang sama. Tapi Jihye, dia sedang aktif-aktifnya. Namun bukan berarti aku kerepotan menjaganya sendiri. Dan Youngjae pun membantu atas kemauannya sendiri, bukan aku yang memintanya," jelas Hyunjoo.
"Begitu ya?"
"Benar, seperti itu?"
"Appa masih sibuk bekerja?"
"Iya masih."
"Oh ya, akhir pekan lalu, Youngjae mengajakku dan Jihye jalan-jalan. Dan kau tahu? Orang-orang mengira kami adalah pasangan yang sudah menikah dan Jihye anak kami," cerita Hyunjoo.
Mendengar sang kakak bercerita seperti itu, tak ada alasan bagi Junho untuk overprotective lagi.
"Nuna... Nuna bahagia bersama Youngjae hyung?" tanya Junho.
"Tentu saja! Aku sangat bahagia, dan ingin sekali menikah dengannya."
"MENIKAH?!?!"
"Iya, aku ini wanita dewasa, Junho-ya. Tapi tidak dalam waktu dekat kok."
"Lalu kapan?"
"Mungkin saat umur Jihye 10 tahun? Sekitar 7 tahun lagi, saat ia sudah agak besar."
Junho terdiam. Lantas sesuatu pun terlintas di pikirannya.
"Nuna... Saat Nuna menikah nanti, aku ingin Nuna fokus pada keluarga baru Nuna. Mengurus suami dan anak. Lalu, aku akan mengambil alih untuk menjaga Jihye, dan tetap menjadi idola. 7 tahun nanti, uangku kan sudah banyak. Akan kugunakan untuk membiayai Jihye, jika Appa sudah pensiun. Aku janji."
"Hahaha, uri junho ternyata sudah besar, ya," komentar Hyunjoo. Bisa Junho lihat, sang kakak tengah menangis haru karena ucapannya barusan.
"Aku kan memang sudah 17 tahun."
"Benar. Junho-ya, semangat untuk dunia barumu ya! Kami di Busan, selalu mendukungmu!"
"Iya, aku selalu semangat!! Karena aku percaya, Eomma juga pasti mendukungku."
"Tentu saja. Kalau saat Chuseok bisa pulang, pulang ya?"
"Iyaa! Aku kabari nanti."
"Kutunggu lho. Oh, karena sudah hampir jam makan siang, aku akan menyiapkan makanan untuk Jihye dan Appa. Kau juga makan, Junho. Jangan makan makanan mini market terus! Minumlah vitamin!"
Junho hanya bisa tertawa kecil. Pasalnya, tadi ia membeli dua porsi makanan mini market. Satu sudah ia makan saat sarapan, satu akan ia makan saat makan siang.
"Sampai nanti, Nuna."
"Sampai nanti, Junho-ya."
Sambungan video call pun terputus.
"Huft— jadi begitu..."
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
#002
Tumblr media
Hari ini, Choi Junho sengaja bolos sekolah. Dirinya sedang dalam kereta menuju Busan, walau ia tetap memakai seragamnya dan ditutup oleh jaket.
Ada seseorang yang harus ia temui, sebelum debutnya nanti malam.
Tiba di stasiun Busan, ia menaiki bus, menuju 'kediaman' ibunya saat ini. Sudah hampir tiga tahun sang ibu tidak lagi bersamanya, dan Junho sangat merindukan saat-saat ia mengobrol dengan sang ibunda.
Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya ia tiba di kediaman sang ibunda.
Benar, tempat penyimpanan abu jenazah. Itulah tempat ibunya bersemayam saat ini.
Junho pun mengenakan maskernya lebih dulu, sebelum masuk ke dalam. Ia hanya tak ingin ketahuan sang kakak, jika memang kakak sulungnya juga berkunjung dan memberi salam pada sang ibu. Sebab ini adalah hari penting bagi seorang Choi Junho.
"Eomma... Lama tidak bertemu," sapa Junho sambil meletakan semanggi berdaun empat di dekat guci abu sang ibu, yang ia temukan kemarin saat pulang sekolah.
"Hari ini, aku bolos sekolah demi bisa menemui Eomma. Aku izin pada Flame5 hyung untuk sekolah, makanya aku pakai seragam, hehehe. Sementara, pihak sekolah pasti akan memaklumi kalau aku bolos, karena hari ini aku akan debut."
Junho pun bercerita, sambil memandang senyum ibunya melalui foto yang ada di sana.
"Eomma... Akhirnya hari ini... Aku bisa mencapai impianku. Apa Eomma akan merasa senang?"
Tatapan mata seorang Choi Junho pun kembali menampakan kesedihan.
"Eomma... Sejujurnya saja, aku ingin Eomma meneriakan namaku saat aku diatas panggung nanti. Aku ingin fanservice pertamaku, hanya untuk Eomma..."
Junho menghela napas panjang. Tidak, tidak boleh sedih. Ia harus kuat. Ia harus mempersembahkan debutnya hari ini, untuk mendiang sang ibu.
"Karena itu, aku kembali ke Seoul dulu ya? Aku harap, Eomma melihat debutku nanti malam."
Diusapnya foto sang ibu, lantas ia kembali meninggalkan area rumah duka.
Menaiki bus yang sama menuju stasiun Busan, lalu naik kereta menuju Seoul.
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
Bokutachi no Uta
(Lagu Kami)
Oleh: Nae Erii
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
#001
Tumblr media
Junho cilik tengah bermain sendirian di taman, menggambar sesuatu di tanah menggunakan ranting pohon yang ia temukan tak jauh dari sana. Pada dasarnya, ia adalah anak yang pemalu. Sehingga tak berani bicara duluan pada anak-anak lainnya yang tengah bermain di taman.
"Junho-ya!"
Sebuah suara memanggil namanya. Suara yang lembut, teduh, dan sangat dikenalnya. Maka tanpa aba-aba lagi, Junho langsung menoleh ke sumber suara, lantas tersenyum cerah mengetahui dugaannya benar.
"Eomma!!"
Benar, itu ibunya. Datang menyusulnya ke taman, karena pekerjaan rumah tangga sudah selesai beliau bereskan. Junho lantas berlari-lari kecil menghampiri ibunya, lalu memeluk erat tubuh wanita yang sudah melahirkannya.
"Junho-ya, kenapa main sendirian?" tanya sang ibu sambil mengusap pucuk kepala putranya.
"Tidak ada yang mau main denganku, eomma..."
"Memang Junho sudah mengajak mereka?"
Junho terdiam. Benar, ia belum mengajak anak-anak yang lain. Karena terlalu pemalu.
Sang ibu tersenyum lembut, lantas mengusap pipi Junho.
"Junho-ya, mau cari semanggi berdaun empat bersama eomma?"
Ajakan sang ibu, membuat Choi Junho cilik menatapnya dengan tatapan polos.
"Semanggi berdaun empat?"
"Geure. Kajja!"
Ibunya lantas menggandeng jemari kecil Junho, mengajak sang putra ke tempat yang banyak daun semangginya. Lantas, ibu dan anak itu pun berjongkok, dan mencari-cari semanggi yang memiliki empat daun.
"Eomma..." panggil Junho. "Kurasa yang berdaun empat tidak ada. Aku hanya menemukan yang daun tiga saja..." protesnya, sambil merajuk layaknya anak 7 tahun pada umumnya
"Apa benar begitu? Tapi eomma menemukannya lho," ujar sang ibu, lantas menunjukan semanggi berdaun empat yang ditemukannya pada putranya.
"Heol, daebak! Bagaimana Eomma menemukannya?"
Alih-alih menjawab pertanyaan sang putra, sang ibu tersenyum lembut sambil mengusap pipi Junho dengan penuh kasih sayang.
"Junho-ya, kau harus bersabar dan teliti. Perhatikan sekeliling, maka kau akan menemukannya."
Jawaban sang ibu, begitu sulit dicerna oleh Junho yang kala itu masih berusia 7 tahun. Ia baru bisa memahami ucapan sang ibu, saat ibunya telah tiada.
"Junho-ya, kau mau tahu sesuatu tidak kenapa semanggi yang memiliki daun empat ini begitu istimewa?" sang ibu membuka topik pertanyaan baru.
Junho kecil menggeleng sebagai jawaban, lantas sang ibu menjelaskan sambil mengusap pucuk kepala putranya dengan lembut.
"Semanggi berdaun empat, termasuk jenis yang sangat jarang. Karena ia kecil, begitu sulit dicari, bukan?"
Pertanyaan dari sang ibu, dibalasnya dengan anggukan.
"Tapi, itulah yang membuatnya spesial. Jika kau bisa menemukannya, kau termasuk orang yang beruntung. Itulah sebabnya, semanggi berdaun empat mendapat julukan sebagai pembawa keberuntungan."
"Ada yang seperti itu, ya?" tanya sang putra tak mengerti.
"Tentu saja ada. Selain itu, semanggi berdaun empat juga bisa menyebar energi positif lho?"
"Energi positif?"
"Benar. Energi yang dapat membuat seseorang tersenyum."
"Benarkah begitu?"
"Coba, nanti Junho berikan ini pada Hyunjoo nuna," kata ibunya sambil memberikan daun semanggi yang ditemukannya tadi. "Nunamu pasti akan senang menerimanya."
"Ooo..." Junho ber-oh ria, dan membayangkan senyum lembut dari paras kakak perempuannya yang cantik.
"Junho juga bisa memberikan semanggi berdaun empat jika ingin berkenalan dengan seseorang, jika Junho tidak bisa mengajak seseorang untuk menjadi temanmu."
"Eh? Apa benar begitu, Eomma?"
Sang ibu lantas mencubit pelan pipi Junho, gemas dengan tatapan polos sang putra.
"Bagaimana kalau besok, kau mencobanya? Maka kau tidak perlu bermain sendiri lagi."
Dan ucapan sang ibu, terbukti berhasil. Junho pun dengan mudah menjalin hubungan pertemanan, dan sosok Choi Junho yang pemalu, kini berganti menjadi sosok Choi Junho yang ceria.
"Junho-ya, jika Eomma tidak ada disini lagi, bukan berarti Eomma tidak bersamamu."
"Eomma selalu bersamamu, diantara daun semanggi..."
"Eomma mau kemana—?"
Bertepatan dengan pertanyaan itu, Junho pun terbangun dari mimpinya.
"Kenapa aku memimpikan masa kecilku— apalagi ada Eomma—"
Junho menghela napas panjang. Berusaha agar tidak menangis akibat mimpi barusan. Ia tak ingin membuat teman sekamarnya khawatir.
Junho lantas mengambil ponselnya, mencari kontak seseorang dan meneleponnya.
"엄마. . . 보고 싶어요. . ."
Nomor yang dihubunginya, nomor yang sudah tidak aktif sejak tiga tahun yang lalu karena sang pemilik sudah meninggal dunia. Tentu saja tak ada yang menjawab panggilan itu.
0 notes
choijunhoda · 11 months
Text
Tumblr media
Nama Lengkap: Choi Jun Ho (최준호)
Nama Panggung: Juno
Tempat Tanggal Lahir: Busan, 7 Juli 2006
Usia: 18 tahun (umur Korea) 17 tahun (umur internasional)
Tinggi Badan: 175cm
Berat Badan: 50kg
Golongan Darah: A
Hobi: Menyanyi, ngefanboy AKB48, ngemil, makan, jajan (terutama permen)
Pekerjaan: Siswa kelas 1 di School of Performing Arts Seoul (SOPA) departemen seni panggung
Klaim wajah: Woo Joo In dalam serial Aturan dalam Web Novel
Klaim Suara: Tomohisa Sako
Tentang Junho
Junho merupakan pemuda yang ceria, ramah, dan suka membantu sesama. Sejak kecil, ia terkenal sebagai sang pemimpi karena selalu berkata ingin menjadi seorang idola. Namun, walau banyak orang yang menertawakan mimpinya, ia tetap tak patah semangat dan bertekad untuk membuktikan kalau ia bisa menjadi seorang idola dan satu panggung dengan Chiba Erii.
Keahliannya adalah bernyanyi. Sejak SD, ia selalu mendapat nilai tinggi dalam mata pelajaran bernyanyi. Ia juga langganan ikut eskul paduan suara sejak SMP sampai SMA. Bahkan, channel youtube-nya yang berisi coveran lagu-lagunya pun memiliki banyak susbcriber dan isi komentarnya selalu menanti cover-an lagu dari Junho.
Junho selalu memiliki energi dan aura positif. Ia juga tak pernah memandang orang lain secara negatif, hal itu yang terkadang membuatnya dalam kesulitan. Ia seringkali dimanfaatkan oleh teman-teman sekelasnya, uang sakunya sering dirampas. Namun Junho tak pernah menganggap mereka jahat. Justru sebaliknya, hal itu membuatnya termotivasi untuk mendapatkan uang saku yang banyak agar teman-temannya tak perlu meminta uang padanya setiap hari.
Dibalik sifatnya yang ceria, kadang ia juga suka merajuk seperti anak kecil jika permintaannya tidak dituruti. Apabila ia tengah merajuk, berikan saja MV AKB48 (terutama saat Chiba Erii jadi centre) maka mood-nya akan langsung membaik.
Junho merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak perempuannya yang berjarak 6 tahun lebih tua darinya membuka sebuah toko bunga di Busan, sementara adik perempuannya masih berusia tiga tahun. Ibunya meninggal saat melahirkan adiknya, sejak saat itu peran ibu di rumahnya digantikan oleh sang Kakak. Sementara sang ayah, menyibukan diri dengan bekerja agar tak teringat terus dengan mendiang istrinya. Terkadang ia merasa kesepian, karena sejak kecil ia sangat dekat dengan ibunya. Saat kecil, ia pernah mencari semanggi berdaun empat dengan sang ibu. Sejak ibunya meninggal, sepulang sekolah, ia pasti akan mencari semanggi berdaun empat. Ia percaya, mendiang ibunya bereinkarnasi menjadi semanggi, dan ia bisa bangkit dan tersenyum karena hal itu.
Kecintaannya pada dunia tarik suara sudah dimulai sejak SD. Ia sering mengikuti kontes menyanyi, dan selalu keluar menjadi juara satu. Awalnya ia tak begitu tertarik untuk menjadi seorang idola. Namun pikirannya berubah saat ia menonton acara Produce 48, ia jatuh cinta pada Chiba Erii dan bermimpi ingin satu panggung dengan idolanya itu suatu hari nanti. Ditambah, ia juga tak ingin bergantung dengan sang kakak terus menerus, yang sibuk dengan kuliahnya sekaligus mengurus dirinya dan adiknya yang masih sangat kecil. Lulus SMP, ia mendaftarkan dirinya di SOPA High School dan mencoba ikut audisi saat ada audisi menjadi idola. Ia pun lolos keduanya, dan resmi pindah ke Seoul. Ia bertekad untuk pergi ke Seoul selain ingin mengejar mimpinya, ia juga tak ingin merepotkan sang kakak kalau masih harus mengurusnya.
Trivia
☆ Anak kedua dari tiga bersaudara, satu-satunya laki-laki.
☆ Junho sangat menyayangi kakak dan adiknya. Seminggu sekali, ia akan melakukan video call dengan sang kakak demi melihat wajah kakak dan adiknya
☆ Terkadang uang sakunya ia habiskan untuk belanja merch AKB48, terutama Chiba Erii
☆ Menguasai Bahasa Jepang, belajar otodidak efek menjadi wota
☆ Lebih sering mengcover lagu Jepang dibanding lagu Korea, yang ia upload di channel pribadinya
☆ Suka makan-makanan manis, dan juga pedas
☆ Tidak suka kopi dan makanan pahit lainnya
☆ Bola matanya yang cokelat selalu terlihat cerah karena sifatnya yang ceria
☆ Jarang menangis, marah, ataupun merasa kecewa
☆ Menyukai semanggi berdaun empat
☆ Walau panas, ia sangat menyukai musim panas
0 notes