Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Kembang Teuteupan
Iraha urang padasurti. Silih kedalkeun kakangen dibuntel ku saréwu girimis. Angger. Salawasna bakal jempling, ukur silih teuteup. Maruk, anjeun kangen ka kuring. Basa cumarita ka batur dalit. Hayang amprok. Mulasara deui waktu katukang nu geus teu dipibanda. Kuring. Ngantian, di parapatan toko biasa urang tepung. Saban isuk. Jam tujuh geus saged. Lawas, can jol kénéh waé. Jadi kabiasaan. Saban jalma ngaliwat, teu burung ditanya. Tapi, can aya hasilna. Isuk nu mangratusna, ngahaja nyubuh. Sugan rikat miangna batan tisasari. Pikir kuring, embung patepung deui sangeus maca salamar surat éta. Motor, angkot jeung délman patingsuliwer. Mawa jalma-jalma nu teu dipikaharep. Maranéhna muru kasab, ka kantor, pasar, suwalayan. Teu kaitung. Masih, anjeun can jol kénéh waé. Tiwas, teuteupan harita, pungkas kedaling atina. Teu bisa dipakumaha. Ieu jawaban suratna. Moal kitu, narima ieu kakangen. Teu kuat, kudu balik ka imah nu pinuh ku tamu jeung dulur. Ukur hayang kedal "Kuring surti teuteupan anjeun harita!"
2 notes
·
View notes
Text
Duriat ti Alam Gaib
“Duh geulis pujaan akang. Hidep nu geus mulas kahirupan ku rupa-rupa kaéndahan. Unggal kecapna, ketak jeung soméahna. Lain ukur dedegan anjeun hungkul nu nyugemakeun kana manah. Sakabéhna geulis. Najan Abah jeung Ambu teu nyaluyuan kana cinta urang. Takdir. Can tangtu misahkeun kana duriat jeung asih urang. Tapi naha, ti tadi anjeun ukur seuri imut geulis. Puasa nyarita? Nuju bendu ka akang? Duh. Teu kénging kitu Euis. Akang teu kiat nampi kana siksaan anjeun, najan ukur teu nyarita. Sok geulis, beulah mana nu kudu dibeneranana tina diri akang? Kedalkeun! Naha anjeun bakal ngabenduaan akang salawasna?” Jep. Angin milu simpé. “Tempo! Lalaki nu baheula dipikacinta. Dedegan hadé rupa, ayeuna keur ngarasakeun kasakit sukmana. Anjeunna ngajak cumarita kana éta bonéka. Nyangka kuring. Meureun. Ieu siksaan kuring saméméh pok waktuna.” Ngadeukeutan si lalaki. “Akang. Tiasa ngadangu suanten abdi? Ieu euis akang. Tong salempang. Cinta euis bakal salawasna keur akang. Euis teu bendu. Hampura.” Nangkeup.
1 note
·
View note
Photo
0 notes
Quote
Kata yang mustahil hilang untukmu; rindu
2 notes
·
View notes
Quote
Hantam kepalaku dengan balok kayu, kau buat identitas baru untukku, pasti lupa dengan hari sebelumnya.
2 notes
·
View notes
Text
Menikah adalah kata menakutkan, setelah kita sepakat tak saling jumpa.
2 notes
·
View notes
Quote
Terimakasih Tuhan. Kesibukan kami bertambah. Mencacimaki dan menggerutumu.
2 notes
·
View notes
Quote
Terpukul rindu dalam lubang semut. Dalam hitungan memejamkan mata, tersiksa. Seperti jumpa siksa kubur, menunggu titik ujur masa. “Tuhan ampuni dosaku, telah berkehendak merindukannya. Amin.”
2 notes
·
View notes
Photo
2 notes
·
View notes
Text
Kandidat Pejabat Pendidikan
Pukul enam pagi, keadaan rumah meracau. Kendaraan bermotor mulai menyaring. Gendang telinga sedikit mengeluh, mata-mata sipit membabibuta ingin dipejamkan lima atau tujuh menit lagi. Keluh-kesah dalam televisi mulai diperbincangkan penyiarnya; sembako mahal, harga daging melonjak, pelecehan seksual pada anak TK dan SD, serta kegaduhan politik berkepanjangan. Dering telepon genggam bermunculan, teriak seperti orang kesurupan. Waktunya menaiki pesawat ulang-alik menuju kamar mandi, sebentar lagi tancap gas. Suara di tiap ruangan lenyap dimakan rayap. Tersisa roti dan selai kacang, setia menungguku meninggalkan rumah. Sebagai penghuni terakhir, aku diberi tanggungjawab menguncikan pintu gerbang. Pekerjaan mulia sepertinya. Harta keluarga ada di pundakku. Ketika lupa mengunci, banyak maling-maling bertaburan membobol rumah. Setelah bekerja menutup gerbang, di dalam kelas aku disibukan pekerjaan rumah. Tak kalah akal, aku bebani teman dan pesuruhku saja. Mengamankan nilai tak kalah mulia dari mengunci pintu gerbang, karena malu oleh pacar dan orang tua jika nilaiku amburadul dan tak berwajah. Aku punya kelebihan; membeli dan menyuruh orang membenarkan tugas-tugasku. Selama 12 tahun aku tak mengerti pembicaraan guru di dalam kelas. Terdengar seperti berita kriminal dan kisah heroik dari luar angkasa. Lagi pula dalam pergaulan, aku tak perlu berlebihan menjadi orang pintar, biar orang yang kurang beruntung seperti mereka menjadi pintar, menjalani dengan serius dan teladan, cepat dapat kerja serta kaya akibat nipu orang. Kegiatan seperti ini membuatku betah, bukan beban bagiku, bahkan ini mengisi kekosongan dari kegiatan sosialita. Malah, Aku sangat benci bunyi bel dan teriakan siswa menyambut waktu pulang. Aku harus kembali pada aktivitas rumah menjenuhkan. Video game dan perlatan canggih tak nampak berguna lagi. Terlalu monoton dan kurang berfantasi. Sesekali aku juga berpergian sampe larut pagi, ketika orang rumah sedang pulas memeluk guling. Dengan sedikit trik kuno, aku siasati pengawas dan mata-mata agar tak kena perbincangan panas. Setelah tujuh tahun berlalu, kini aku siap menjadi penerima uang, serta murah hati pada orang yang membutuhkan bantuan. CH. KUNINGAN 2016
2 notes
·
View notes
Text
Rindu Senja
I Dalam kamar, terhalang bayang-bayang musim kemarau Aku rindu, pagi, siang, petang dan malam terlebih pada waktu senja mememberikan aroma tubuh yang lejat bukan hanya pada gunung, laut dan rawa, begitu juga pada Kau Setiap lampu yang berjajar di tepi jalan, sengaja aku padamkan bukan hanya untuk mereka, tapi untukku, begitu juga Kau Aku katakan ini kepadanya, pada senja yang tulus, dan anginya yang bijak; “Bolehkah meminta separuh senjamu? Aku ingin menyampaikan pesan rindu untuk kekasihku.” Yaitu Kau Tak adalagi si pencipta rindu kecuali senja di hadapan mataku tak adalagi si penyampai pesan rindu kecuali angin yang dirasakan oleh kulitku Oh, Kau. Tabiat rindu dalam keningku. II Aku mencintaimu sejak dalam imajinasiku, di Antariksa, samudra Hindia, di Pulau Dewata, bahkan di kota Yogyakarta Aku mencintaimu sejak huruf-hurufku menceritakanmu, berkisah seperti Diyah Pitaloka, Cut Nyakdien, Sarinah, bahkan mendalam tentang dirimu Mencintaimu tidak harus mempersulit diri membuat diri rikuh penuh beban misteri seperti orang lain katakan; butuh sogokan dan perhatian bias seperti cermin di pasaran Cinta kepadamu hanya butuh ketulusan, bukan keagungan cinta kepadamu hanya butuh keinsafan, bukan kemunafikan cinta kepadamu hanya butuh keikhlasan, bukan kepalsuan Aku mencintaimu sejak dalam imajinasi dan huruf-hurufku bercerita tentangmu. III Cinta sejati tak pernah memiliki syarat, seperti Tuhan mencintai makhluknya Apakah dengan memiliki syarat, kita merasa lebih tinggi dari pada Tuhan? Sekedar ingin dipuji sesama, lantas kita menengadahkan kepala setinggi mungkin. Maka, perbanyaklah syarat untuk setiap jengkal nafas hidup kita. “Mencintailah dengan ikhlas, tanpa pamrih, tak membawa “atas nama” untuk menyekat perbedaan.” Tuhan mencintai makhluknya tanpa melihat kelas, status dan jabatan sosial. Apakah kita merasa lebih tinggi dari pada Tuhan? Untuk mencintai sesama saja harus memiliki kesejajaran dengan kita? Sebagai manusia, pantaskah selalu mempermasalahkan perbedaan; paradigma, kultur, pendidikan dan cara memaknai hidup? Permasalahan apalagi yang mau dipertentangkan untuk sekedar mencintai sesama? Di mana letak Religius kita? Yang katanya masih mempunyai Tuhan! Sekedar mempercayainya saja pun enggan, “Hanya menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan.” CH. Bandung 2016
2 notes
·
View notes