Text
Aku mulai ngerti, kenapa Rasulullah nggak over-reacting saat orang-orang yang menyebabkan traumanya terus menerus melakukan hal-hal yang men-trigger "alarm" emosi itu. Jawabannya, kata Ust. Nouman Ali Khan, adalah tahajjud.
Ada banyak emosi yang terus menerus diarahkan kepada Rasulullah. Makian, kemarahan, perendahan harga diri, pembunuhan orang tersayang, tuduhan tidak benar, pemboikotan satu kaum, penganiayaan verbal dan fisik, serta perilaku biadab lainnya, nggak mungkin hal-hal kaya gitu nggak meninggalkan bekas trauma.
Aku, kalau jadi Rasulullah, kayanya nggak tahan untuk tetap diam. Kita sama-sama tahu, Rasulullah juga manusia, punya hati dan emosi untuk merasakan. Tapi kenapa, hal-hal traumatis itu nggak jadi penyakit hati? Nggak jadi bikin pengen balas dendam?
Rasulullah rutin me-release semua rasa sedih, rasa nggak terima, rasa pengen membalas, dan kemarahan itu dengan tahajjud. Beliau juga rutin membersihkan dirinya dari penyakit hati dengan istighfar. Beliau mampu menahan diri dari ledakan emosionalnya. "Alarmnya" nggak sesenggol bacok itu sebab ditahan oleh pemahaman yang baik tentang Allah dan manusia, dan hatinya tidak sempit karena ucapan-ucapan manusia.
"Tahajjud itu ibadahnya da'i dan orang-orang shalih."
Kenapa? Shalih artinya lurus, konsisten. Benar pikirannya, benar ucapannya, benar tindakannya. Ketiganya selaras dan sinkron, dan da'i memang seharusnya begitu. Mereka tidak akan mengucapkan apa yang tidak mereka perbuat.
Dan itu dimulai dengan tahajjud, yakni ibadah yang dilakukan di saat sendiri. Saat kita memang hanya ingin dilihat oleh Allah saja. Kalau udah jujur kepada Allah, artinya akan punya integritas untuk kemudian jujur dalam tindakan-tindakan yang akan dilihat manusia, sehingga meskipun tindakannya dilihat manusia, mereka tidak melakukannya untuk mengesankan manusia.
Maka diam itu benar-benar emas ketika hati ingin menjelaskan berlebihan hanya untuk membersihkan nama baik kita. Ketika kita mungkin ingin mengeluarkan muntahan emosional yang justru kadang malah merugikan martabat kita. Hanya orang-orang yang bertahajjud yang mampu tetap menahan diri dan memelihara kehormatannya saat satu dunia menyalahpahami dan mendzoliminya.
Diamlah, biarkan kekuasaan Allah yang bicara untuk meluruskan pemikiran dan ucapan orang lain yang bengkok. Diamlah, yang terpenting adalah kedudukanmu di hadapan Allah, bukan di hadapan manusia. Diamlah, manusia tidak menginginkan penjelasan darimu, tetapi Allah senantiasa menginginkan perbaikan darimu. Manusia mencemarkan nama baikmu sedangkan Allah selalu menjaga aib-aibmu.
— Giza, kali ini tolong lanjutkan perjalanan sambil hanya ingin dilihat Allah
664 notes
·
View notes
Text
Duhai Rabb....
Perempuan beranjak dewasa ini sedang mengupayakan apa-apa dalam hidupnya. Berjalan pelan-pelan sendirian tanpa kehadiran siapapun. Kepada dua permata hatinya pun tak pernah mampu untuk membagi keluhan sebab sumpahnya akan tanggung jawab sebagai anak perempuan pertama. Tampil penuh kekuatan dan enggan terlihat luruh.
Duhai Rabb.....
Perempuan beranjak dewasa ini, pula kian merapuh. Mengusahakan dunia milik orang lain tapi dunia milik sendiri hampir runtuh. Sekejap berdarah akibat banyak luka di dalamnya. Perempuan ini pula banyak mencari peduli, malangnya tak satupun mereka beri. Orang-orang yang tak ingin ia beri penjelasan, melemparkan banyak pertanyaan menuntut sempurna. Sedangkan orang-orang yang ingin ia berbagi penjelasan, menutup rapat pendengaran tanpa aba-aba.
Duhai Rabb....
Perempuan beranjak dewasa ini dengan sepenuh hatinya, berserah diri atas semua takdir-MU.
Apapun itu perempuan ini manut saja bagaimana baiknya.
Apapun itu kehilangan lagi pun sudah tidak apa-apa.
Apapun itu, silahkan ambil saja milik-Mu.
Tapi Rabb,.....
Boleh perempuan ini melangitkan permohonan sederhana?
Tolong sisakan karunia keimanan dalam diri perempuan ini, ya.
Tolong terima lima waktu sholat perempuan ini, ya.
Sungguh, Ia tidak takut walau menjalani hari-hari sepi, menangis tiap menjelang dan bangun tidur, menyepi kala tidak ada satupun yang berkenan mendengarkan, bahkan ditinggalkan terpuruk sendirian.
Asalkan Engkau ada, ya Rabb.
Duhai Rabb,....
Tolong, temani aku ya.
Palembang, 04 september 2024 II 5.40 am
Diketik saat menikmati matahari terbit lewat jendela kamar kost.
0 notes
Text
Apa pertanyaan yang kamu ajukan sebelum menerima/memilih seseorang menjadi pasanganmu?
47 notes
·
View notes
Text
🌻
Perempuan itu Bukan Aku
Perempuan yang selalu bersedia menanggapi obrolanmu itu bukan aku. Deretan topik pembicaraanmu sebenarnya asyik untuk dijadikan obrolan panjang. Sayangnya, aku bukan perempuan seperti itu.
Aku perempuan yang was-was memperhatikan gerak perasaan yang bisa hadir diam-diam. Perempuan yang mati-matian menjaga perasaan, untuk jatuh pada yang berhak.
Perempuan yang bersedia kamu ajak untuk berkomitmen sebelum pernikahan itu bukan aku. Bukan karena lemah dalam berjuang, tapi karena hal tersebut terlalu rentan untuk rapuh di tengah jalan atau bahkan di sentimeter mendekati tujuan. Bukanlah saat ini perjuangan dan janji sudah menjadi hal yang mudah untuk diingkari?
Perempuan yang bersedia untuk dibawa pergi olehmu kemana saja itu bukan aku. Tidak peduli ke kota atau ke kampung, pantai atau pulau, danau atau sungai.
Aku bukanlah perempuan yang selalu bersedia menemani perjalanan itu. Bukan karena ciut dalam usaha, bukan juga karena mudah mengingkari kesetiaan. Tapi karena aku adalah perempuan yang percaya dan berkomitmen untuk menjaga diri sebelum pernikahan.
Perempuan itu bukan aku. Pikirku tidak sama dengan pikirmu. Entah apa yang sedang kamu cari dari cara-cara yang sedang kamu usahakan. Aku akan seperti ini, meski yang kudapat bukan kamu.
137 notes
·
View notes
Text
Tumbler, tiba-tiba saja sesuatu terlintas dipikiranku. Mengapa banyak orang mampu terlihat menikmati hidup dan tertawa lepas?. Lalu aku, sulit sekali rasanya. Berkata aku tidak suka pun tidak mampu.
0 notes
Text
hidup yang tidak hidup tatkala sadar bahwa hidup yang dijalani adalah prahidup?
0 notes
Text
Pengen nangis banget. Tapi ga punya ruang yang tepat. Tumbler, temani aku ya!
0 notes