Text
Kehilangan sesuatu yang bahkan tak pernah ku miliki ternyata juga sakit. Sangat sakit
0 notes
Text
Ternyata fase ini aku alami sekali lagi. Fase kehilangan, duka, kecewa, merasa tidak pantas. Tidak pernah mengira bahwa harus seperti ini.
0 notes
Text
Aku hilang, dunia rasanya seperti berkabut tebal, berwarna abu-abu. Tak bisa ku lihat ada apa di depan sana. Saat kamu bilang aku bukan orangnya, duniaku runtuh. Aku tak tahu bisa mencintai lagi atau tidak. Aku tak tahu bagaimana memulai kehidupan tanpa dirimu. Tak pernah diajarkan, bagaimana menghadapi kehilangan.
0 notes
Text
Sudah berakhir, sudah kusampaikan padamu dengan cara yang baik. Meskipun jawabanmu ternyata tak sebaik yang ingin ku dengar atau tak seindah yang kubayangkan tentangmu. Tapi aku tidak pernah menyesali semua keputusanku ini.
Doa-doa terbaikku tetap terlayang untukmu. Baik baik disana ya...
1 note
·
View note
Text
Puncak kemewahan itu ketika kamu merasa bahwa membagikannya di sosial media adalah suatu kesia-siaan.
—Taufik Aulia
464 notes
·
View notes
Text
Aku lupa baca dari mana, tapi ada satu quote menarik yang entah mengapa lewat di pikiran. Bunyinya gini :
Rasa suka kadang beriringan dengan munculnya rasa tidak pantas memiliki.
Kalau dipikir-pikir keknya bener juga ya, tapi setelah ngobrol dengan banyak orang dan berpikir secara objektif, sebenarnya kita ini pantas kok.
Alih-alih berpikir harus mencapai suatu standar tertentu, kita itu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, wajar tapi juga jangan kepedean. Tetep semuanya serahkan pada Allah, tugas kita berikhtiar memantaskan diri dengan bare minimum qowwam hehe.
Lalu tersadarkan quote ini :
Tidak ada pasangan sempurna, Tidak ada suami sempurna, tidak ada istri sempurna, yang ada adalah pasangan yang sama - sama tidak sempurna yang mereka diberi amanah oleh Allah untuk menyempurnakan satu sama lain.
Pria wanita paling mawaddah tak merasa telah mengenal pasangannya, baginya sepanjang hidup ialah ta’aruf yang menyediakan kejutan indah.
(Ust. Salim A. Fillah)
Ya kalau tidak bertemu di pelaminan, semoga bertemu di jalan-jalan kebaikan. Hehe.
363 notes
·
View notes
Text
Aku menangisimu diatas sajadahku. Namamu ku sebut di hadapan Tuhan kuharap Dia Mendengar dan menyampaikan semua keluhku padamu. Mataku sembab, kantungnya gelap bak manusia yang tidurnya tak pernah lelap. Banyak semoga yang ku layangkan untukmu. Aku hanya berharap tak pernah kehilangan diriku sendiri karenamu.
1 note
·
View note
Text
Cerpen : Jika sudah 5 tambahkan 2
“Jika sudah lima yang kau tunaikan, tambahkan dua.”
Begitu nasihat ibuku jika aku hendak kembali merantau. Sejak kecil aku memang sudah terbiasa jauh dari orang tua. Ngekost di kota lain di luar tempat kelahiranku. Aku suka berpetualang mencari tempat baru, suasana dan segala macam pengalaman yang membuatku antusias. Karena itulah aku memilih sekolah jauh dari rumah sejak sekolah dasar. Dan sejauh ini orang tuaku tidak keberatan. Mereka percaya aku bisa jaga diri.
Aku mengangguk, menyelesaikan tali sepatu kemudian menghampiri ibuku untuk mengecup telapak tangannya. Kelopak matanya basah. Selalu begitu jika aku sudah harus berpamitan lagi.
Ibu tidak menasihatiku macam-macam, seperti jaga pergaulan, cari teman dan lingkungan yang baik dan sebagainya. Pesan ibu hanya kalimat sederhana, “Jika sudah lima yang kau tunaikan, tambahkan dua. Biasakan tujuh itu jadi kebutuhanmu sehari-hari.”
Ya, sederhana ibu hanya mengingatkanku untuk selalu menjaga shalat lima waktu di manapun aku berada. Dan berpesan agar aku selalu menyempatkan waktu untuk menambah dua hal lagi. Tahajud di sepertiga malam dan Dhuha ketika matahari mulai naik tujuh hasta sejak terbitnya. Itulah tujuh waktu yang awalnya seperti kewajiban rutin yang harus aku lakukan tiap harinya, dan lama-lama menjadi kebutuhanku sendiri. Seperti kata ibu.
Sewaktu umurku masih lima tahun aku pernah menanyakan alasannya. Kenapa kita harus shalat, kenapa harus bangun sebelum shubuh. Ibuku menjelaskan, sembari memakaikan seragam sekolahku. Ibuku paham, jika aku harus mengerjakan sesuatu, aku harus tahu lebih dulu alasannya. Katanya,
“Jika kamu sudah besar nanti, kelak kamu akan paham kalau shalat itu bukan sekedar rutinitas seorang muslim. Shalat adalah cara seorang hamba bersyukur dan meminta perlindungan Allah.” Ujar ibuku sembari mengancingkan bajuku.
“Misalnya shalat shubuh, kenapa kita harus buru-buru bangun pagi-pagi sekali yang bahkan matahari pun belum terbit untuk menunaikan shalat dua rakaat. Itu cara kita menyiapkan diri, jiwa dan raga untuk menghadapi kehidupan satu hari ke depan. Karena kita tidak tahu akan ada apa saja selama dua puluh empat jam ke depan. Bayangkan kalau orang bangun tidur langsung kerja, beraktivitas. Pasti rasanya malas sekali. Tapi dengan kita shalat pikiran kita akan lebih segar, raga kita akan lebih siap. Pagi-pagi sekali kita sudah terbasuh air, menghirup udara segar. Berkonsentrasi untuk sepenuh jiwa menghadapNya. Berdoa untuk meminta kemudahan. Insya Allah kalau kita melakukan shalat shubuh secara teratur –tidak kesiangan terus. Langkah kita akan lebih ringan, karena sudah sadar sepenuhnya. Sadar dari kematian sementara yang kita kenal dengan tidur, sadar bahwa kita sudah diberi kesempatan kembali hidup. Kamu ingat doa bangun tidur kan? Sering baca terjemahnya juga kan?”
Aku mengangguk, sambil kedua lenganku berpegangan pundak ibu karena harus mengangkat kaki kiri untuk memakai celana.
“Seperti itu juga empat shalat wajib lainnya, masing-masing memiliki manfaat bagi yang mengerjakannya. Pengetahuan kita saja yang masih terbatas. Kalau sudah besar kamu nanti jauh lebih paham dari ibu.”
Sampai usiaku sembilan tahun, aku hanya mengerjakan shalat lima waktu. Belum terlalu diperkenalkan dua shalat sunnah tambahan itu. Sama akupun menanyakan alasannya. Waktu itu aku sedikit jengkel karena sedang asyik bermain gundu, tiba-tiba aku disuruh pulang dulu karena harus mulai belajar membiasakan diri shalat Dhuha.
“Kebutuhan manusia itu banyak, tidak bisa seratus persen kita bisa berusaha memenuhinya. Untuk saat ini, itu cukup jadi alasan buatmu mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat. Catat di hatimu, Dhuha lah caramu meringankan kebutuhanmu yang tidak bisa kamu penuhi secara sempurna. Dhuha penyeimbang usaha-usaha yang sedang kamu lakukan. Berharaplah diberi kemudahan, selalu diberi jalan terang. Cukup itu dulu yang jadi alasannya, pelan-pelan ketika kau sudah rutin mengerjakannya, ibu yakin kamu akan menemukan alasan lain. Kamu akan pahami dengan sendirinya.
Sedangkan untuk Tahajud, baru belakangan ini aku tahu alasannya kenapa ibu menasehatiku untuk selalu bangun di sepertiga malam. Waktu masih sekolah aku jarang sekali bangun untuk shalat Tahajud, karena di sekolah aku pasti menguap karena mengantuk. Makanya untuk shalat malam ini, dalam sebulan bisa dihitung dengan jari. Hingga setelah kerja inilah pemahaman itu mulai datang membawa alasan-alasan yang jiwaku menerimanya. Ternyata aku memang membutuhkan shalat malam itu, membutuhkan tempat untuk berkeluh kesah setelah seharian disibukkan dengan rutinitas yang monoton. Membutuhkan waktu sendiri dalam sepi untuk perenungan, untuk menyejukkan jiwa-jiwa yang mulai lapar oleh basuhan rohani. Dengan Tahajud jiwa manusiaku kembali kepada fitrahnya, sebagai seorang hamba. Dialog diri sebagai seorang hamba itu yang membantuku kembali ke tujuan semula aku merantau di bumi ini. Setelah seharian penuh aku dibutakan jalan oleh dunia.
Dalam perjalanan kembali ke kosanku, aku mengingat kembali pesan sederhana ibu. “Jika sudah lima yang kau tunaikan, tambahkan dua.”
Lagi-lagi aku mengangguk meski jarak ibu sudah berkilo meter di belakang. Mengangguk seolah ibu sedang berada di depanku seperti ketika waktu kecil dulu. Akan selalu aku usahakan menunaikan yang tujuh ini, sesibuk apapun itu. Aku bertekad. @quotezie
389 notes
·
View notes
Text
Mengapa selalu harus perempuan yang bersyukur dipertemukan dengan sosok lelaki yang sholih? tidak bolehkah jua, lelaki itu yang bersyukur?
Ku tulis ini sebagai pengingat, bahwa rasa syukur itu harus hadir pada kedua insan, tidak boleh timpang hanya berat sebelah, seolah perempuanlah yang wajib bersyukur atas apa-apa yang terjadi
Bukankah kita lelaki juga harus bersyukur? dipertemukan dengan izin Allah, kepada sesosok perempuan yang mampu menjaga pandangannya, telingannya, mulutnya, dan kemaluannya; hingga ia mewujud pada rasa malu saat pertama kali bertemu
Bukankah kita lelaki juga harus bersyukur? dipertemukan dengan izin Allah, kepada sesosok perempuan yang sibuk sekali berkegiatan, tidak lelah mempelajari ilmu baru, mampu berkreasi dalam banyak karya, juga terampil mengelola banyak hal; hingga ia mewujud pada ketangguhan dan kecerdasan yang kelak akan ditiru dan dibanggakan oleh anak-anaknya
Bukankah kita lelaki juga harus bersyukur? dipertemukan dengan izin Allah, kepada sesosok perempuan yang terbiasa berbagi dengan sesama, disenangi oleh lingkungan terdekatnya, namun tetap menjaga adab-adabnya; hingga ia mewujud dalam keanggunan akhlak
Duhai, lelaki termasuk aku, mengapa ucapan terima kasih, berat sekali keluar dari mulut, seolah kita adalah pahlawan yang sempurna, yang menyelamatkan budak perempuan dari kekangan tuannya? Bukankah kita juga harus berterima kasih, dengan hadirnya ia, sosok perempuan yang Allah takdirkan, terjagalah diri dari hal-hal yang diharamkan, menjadi bewarna hidup kita yang tadinya hanya ada warna hitam dan gelap di lemari baju, dan semakin luas bumi Allah yang kita lalui, setelah sekian lama kita bingung hendak dengan siapa kita berpegian
Mari saling bersyukur dalam mencintai, karena dengan begitu akhirnya semoga kesadaran itu muncul, bahwa perjalanan sesungguhnya adalah untuk beriman, beramal sholih, dan saling menasihati dalam kebenaran
ditulis untuk kamu, kita, khususnya aku
236 notes
·
View notes
Text
Banyak hal yang tidak ku dapatkan dari keluargaku, semoga aku dapatkan dari kamu, suamiku.
1 note
·
View note
Text
Ibuku selalu berdoa semoga aku cepat lulus dan memiliki pendamping hidup.
Ibu ingin segera menimang anakku, katanya.
Bagaimana tak sedih, tiap aku pulang kampung untuk liburan semester, aku lihat kedua orangtuaku yang semakin renta dan lemah.Gigi mereka berguguran satu persatu.
Ibu, yang selalu memintaku bercerita tentang seseorang yang kusuka, yang entah menyukaiku kembali atau tidak. Tapi ibu sudah bahagia mendengar ceritaku. Sembari mendoakanku agar mendapatkan apa yang aku inginkan, dan juga yang terbaik bagiNya.
Ibu, hidup lebih lama ya...
1 note
·
View note
Text
Selamat, ya. Sudah merayakan dirimu dengan sebaik-baiknya.
Hidup se sehat mungkin, ya. Agar kamu hidup lebih lama.
Hati-hati di jalan, karena masih sangat panjang.
Aku akan melanjutkannya, mungkin akan banyak lampu-lampu kecil yang bisa aku nikmati indahnya.
1 note
·
View note
Text
Tentang Standar Kecantikan,
Yang tak pernah ku tahu bagaimana pastinya seseorang dikatakan cantik. Tapi yang aku tahu, cantik ya cantik. Kulit putih, mata bulat, hidung mancung, masalah menutup aurat dengan sempurna atau tidak-itu tidak penting, karena fisik yang dibicarakan dalam hal ini.
Aku selalu menganggap, hidup mereka yang "cantik" lebih mudah dan beruntung. Selalu diberikan pemakluman yang lebih dalam segala hal. Entah dalam bagian kehidupan manapun, mereka selalu selangkah lebih beruntung.
Meskipun salah, tetap saja ada pembelaan "Untung cantik". Kalau tidak mengerti sesuatu dibilang "polos" sekalipun aslinya memang bodoh.
Lain cerita jika orang pas pasan parasnya, "udah nggak cantik, bodoh lagi" hahahhaa waduh fakta ini terang sekali ya.
Memang mereka yang cantik lebih mudah diterima dan di perlakukan baik oleh semesta, namun aku yakin, kebaikan hati tidak akan bisa digantikan oleh paras seindah apapun. Karena hati yang baik akan memberikan ketenangan pada siapapun yang menemuinya.
Jadi, indahkan hatimu, juga indahkan parasmu dengan merawatnya sebaik mungkin karena itu juga bentuk syukur kita pada Penciptanya.
1 note
·
View note
Text
![Tumblr media](https://64.media.tumblr.com/bd5fb9a6049f01d40a626e8767d8c632/3aef63bc88f7cfce-2e/s540x810/225bf8a9bedf32b3895f658993a64d58689b3441.jpg)
If I entered a room with everyone I’ve met,
I’d immediately look for you.
Like the only star in a galaxy,
Like the only light in a dark room,
Like the only color in a gray universe.
And even though I know you wouldn’t do the same,
Even though I know I wouldn’t be the first one you’d look for,
I’d still look for you,
And, in a heartbeat, I’d find you.
37 notes
·
View notes