Text
Percuma, yang sepi itu hati mu. Bukan keadaan di sekeliling mu.
0 notes
Text
Semoga bukan kehilangan yang menyadarkan mu tentang berharganya memiliki sesuatu.
0 notes
Text
0 notes
Text
Nama nya Asep Furqon. Kami memanggil beliau dengan sebutan Apih. Apih ini adalah kakek dari Bapak. Bisa dibilang, beliau kakek yg paling dekat dengan saya. Pertama karna kakek dari ibu sudah meninggal sejak saya masih kelas 6 SD. Yang kedua, karena rumah Apih dan Amih ini tepat berada di samping rumah. Sehingga pertemuan dan komunikasi kami lebih intens.
Apih adalah warga asli pangalengan. Tapi belajar di Soreang dan kemudian mempersunting Amih yang asli sana dan berkeluarga di pangalengan sampai sekarang.
Keluarga kami adalah keluarga besar. Apih dan Amih mempunyai 10 anak. Dengan 9 menantu, 24 cucu, dan 1 cicit. Dan Bapak adalah anak kedua. Bayangkan betapa ramai nya rumah Amih saat lebaran.
Yang paling saya ingat dari Apih adalah saat rebutan nonton tv. Entah kenapa Apih ini suka sekali nonton acara tinju. Dan saya yang entah kenapa sudah sebegitu tua ini masih suka nonton Spongebob. Kadang saya yang mengalah, kadang Apih yang mengalah. Tapi kami akan akur saat nonton tvOne. Kami sama2 tidak suka dengan kepemimpinan Jokowi. Jadi saat sesi kritik-mengkritik, jadilah kami bagai sepasang suami istri. Satu suara!
Apih ini bukan sosok Ayah yang ambisius dengan dunia. Sehingga Apih tidak mendidik anak nya dengan ambisi dunia. Oleh karena itu kami menjadi keluarga yg sederhana. Apih tidak menuntut anak nya untuk ber gaji puluhan juta setiap bulan atau apapun itu. Apih sangat memberi ruang kepada anak-anaknya, termasuk dalam urusan pernikahan. Tapi beliau akan sangat marah dan keras bila anak atau cucu nya menunda-nunda sholat.
Beliau memang panutan kami dan beberapa orang yang pernah menjadi muridnya dulu. Saya baru sadar, mungkin jiwa guru mengalir di dalam diri saya itu karena gen dari Apih. Bahkan kata bibi saya, saya itu bukan mirip bapak atau ibu, tapi mirip apih. Yang paling patut diteladani lagi dari beliau adalah ibadahnya. Usia nya yang sepuh dan penyakit tua yang di derita beliau tidak menjadikan beliau surut untuk rajin beribadah. Jika tidak di ruang tengah untuk menonton tv atau berjemur di pagi hari, maka Apih akan membaca Kitab Tafsir Ibnu Katsir. Beliau selalu menyempatkan diri untuk membaca sampai kitab2 itu terlihat kusam. Halamannya sudah kriting2.
Semangat beribadah Apih juga masih terlihat pada Ramadhan kemarin. Bahkan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Pada bulan Rajab Apih sudah rajin menjalankan shaum. Jangan tanya bagaimana Apih saat bulan Ramadhan. Jika membandingkan diri saya dengan beliau, saya merasa sangat hina dina. Entah sudah berapa kali Apih khatam. Tarawih tak pernah beliau tinggalkan walau harus sholat dengan duduk. Pun saat 10 hari terakhir, Apih tak pernah melewatkan itikaf dan selalu terjaga sepanjang malam untuk tilawah. Melawan dingin nya kota kecil kami. Beda dengan saya, baru tilawah satu juz saja sudah lelah ingin tiduran kemudian tidur beneran.
Oh iya, Apih punya keinginan. Yang ternyata menjadi keinginannya yang terakhir. Apih ingin sekali untuk umroh. Kebetulan di keluarga kami hanya Amih yang baru bisa berangkat ke tanah suci. Tapi tanpa bicara kepada anak-anaknya, Apih dengan diam2 mengumpulkan uang sendiri. Menjual tanah yang beliau masih punya. Sedikit disesalkan, Apih tidak mengatakan langsung keinginanya tersebut kepada anak-anaknya. Andai saja mengatakan dari awal, mungkin kami anak2 nya bisa mengusahakan. Tapi Apih selalu hebat, Apih tak ingin membuat anak nya repot.
Kemarin, biro umroh baru saja mendatangi rumah kami, mengurus pendaftaran. Dan kebetulan karna Apih sudah sepuh maka harus ada yang mendampingi. Dan setelah di syuro kan maka diputuskan om saya ke 8 yang akan berangkat menemani Apih. Apih menyanggupi untuk ikut menanggung biaya keberangkatan. Namun uang yang terkumpul baru 47 juta dari biaya keseluruhan 60 juta untuk keberangkatan dua orang. Setelah dikabari hal tersebut, maka anak-anak Apih silih berganti ikut membantu kelunasan biaya tersebut.
Tapi hari ini kami kehilangan beliau. Masih dengan rasa kesal kepada diri kami. Rasa kesal yang luar biasa. Belum bisa membantu mewujudkan keinginan terakhir Apih. Tapi kami lega, sungguh meneduhkan, wajah Apih saat meninggal sangat sejuk dan tenang, seperti orang yang sedang tidur. Apih, selamat jalan. Kami semua ridha Apih pergi hari ini. Maafkan anak2 dan cucu2 mu yang terkadang membuat jengkel. Bebal. Saya menjadi saksi, bahwa Apih adalah orang yang shalih. Terimakasih sudah menjadi teladan.
*إِنَّا لِلَّــــهِ وَإِنَّا إِلَــــيْهِ رَاجِــــــعُوْنَ*
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَه وَارْحَمْه وَعَافِه وَاعْفُ عَنْه، وَأَكْرِمْ نُزُلَه، وَوَسِّعْ مَدْخَلَه واغْسِلْه بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّه مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْه دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِه، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِه، وَأَدْخِلْه الجنة، وَأَعِذْه مِنْ عَذَابِ الْقَبْر
0 notes
Text
0 notes
Text
Main sama anak?
Lagi ngawasin anak2 main layangan di lantai 2 lagi. Tetiba bocah itu atu ngasihin topi nya, biar gak panas katanya 🤣 btw kyk nya kalo selewat orang2 akan mandang gua sebagai orang yg ke kanak2an sekali😅 main layangan, main mobil atau boneka2an sama bocah. Atau satu lagi, ada sebagian orang yg bilang 'pantesan anak2 mah pada suka main sama teh dila, orang segala boleh'. Dan disitu gua suka langsung balik nanya dalem ati, 'saya nya yg terlalu membolehkan atau anda nya yg segala melarang'🙈🙈 mau sedikit berbagi aja sih, entah ya kalo orang lain. tapi prinsip gua, sebtulnya gak ada da permainan yg membahayakan tuh. Jadi anak itu bolehhh melakukan banyak hal asal tidak melanggar 3 peraturan. 1) tidak melanggar syariat Allah 2) tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain, dan 3) tidak melanggar hukum negara. So guys, kalau peraturan no 1 sama 3 udh jelas lah ya, tapi kalo no 2 kadang belum sepenuhnya dimaknai dengan benar. Kadang makna 'berbahaya' bagi orangtua itu bukan gara2 emang si anak beneran main sesuatu yg berbahaya, tapi si orangtua yg MALES jagain anak 😅 coba deh jagain, bener2 jagain lo ya gak sambil maen hp atau yg lain. Itu da santuy tau. Anak seneng main, kita juga tenang karena ngawasin anak secara langsung. Kaya gua beberapa hari ini, itu lantai 2 tempat produksi susu gak pake atap, jadi lngsung beton / cor. Tapi anak2 ngotot pengen main layangan di atas sana. Padahal besi tajem dimana2, atau kalo lengah bisa aja tu bocah2 terjun ke bawah karna mata nya liat ke atas terus. Tapi guys, bneran deh asal dijagain itu aman dah. Dan gua sendiri juga seneng bisa ngawasin kalo anak ngmng nya kasar atau berantem, gua bisa langsung jadi hakim maha agung disitu 🤣 inti nya, main lah sama anak guys, jangan ragu. Beri mereka kenangan terbaik.
0 notes
Text
Suka agak gimana gitu sih sama orangtua yang terlalu membandingkan anak-anaknya sama peserta Hafizh Indonesia. Tujuannya pasti baik, tapi caranya yg salah. Memotivasi itu sangat beda dengan membandingkan.
Dan ada satu hal lagi yg sering mereka lupakan,
Para peserta hafizh indonesia itu ya, sekecil itu, sudah bisa hafal 5, 10, bahkan 30 juz itu bukan instan. Bukan langsung cling jadi hafizh dalam waktu 1/2 minggu. Tapi hasil dari proses yang panjang, bertahun2. Bahkan mungkin sejak mereka dalam kandungan, orangtua2 hebat itu sudah menjalankan 'program mencetak generasi penghafal nya'. Jadi seolah-olah orangtua-orangtua yg hanya membandingkan anak nya dengan para hafizh cilik ini seperti 'memalak keshalihan anak'. Tak mau berusaha, tapi ingin anak nya juga shalih. Kira2 adil gak?
Btw siapa sih yg gak pengen punya anak2 yg shalih2 kek gitu. Ya walaupun kadang suka ngutuk kalo ngaca. 'lo siapa pen punya anak kek gitu?'. Tapi emm, kalo inget kisah nya dua tabarak, Hafizh kecil dari saudi, orangtua nya juga baru ngafal saat mereka baru nikah. So, apalagi kelean2 yg masih jomblo, banyakin minta dan doa dari sekrang.
"رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا"
Gak ada kata terlambat ko. Selama raga masih dibadan. Tau? Bahkan para sahabat masuk islam saat mereka sudah dewasa. Saat kesyirikan sudah mendarah daging, bertabiat buruk. Bahkan menjadikan maksiat jadi pola hidup. Tapi akhirnya mereka bisa ber Islam dengan sempurna.
Sehancur apapun kamu saat ini, percayalah kamu masih punya hari esok.
Karna Allah gak akan bosan menerima taubat dari hambaNya. Karna rahmat Allah, itu lebih besar dari yang kamu tau!
0 notes
Text
Jangan ada lagi rasa sombong walau setitik debu diantara kita wahai hati. Karna kemenangan, hanya akan diraih dengan kerendahan hati.
1 note
·
View note
Text
Kamu dan aku pernah berada di titik yang melelahkan. Mungkin kita pernah berpikir untuk menyerah. Melepaskan semua yang telah diperjuangkan. Berharap semua baik-baik kembali tanpa ada kita di dalamnya. Kita pernah mencoba untuk berdiri di jalan masing-masing lagi. Kita pernah bertahan untuk tidak saling sapa lagi. Tapi kamu dan aku sama-sama tahu kita gagal untuk sebuah kegagalan. Kita tidak pernah berhasil berpisah. Kita selalu saja kembali bersama. Kini, kita menyadari; untuk apa saling menjauhi jika banyak hal baik yang bisa kita ciptakan jika bersama hingga nanti.
—boycandra
634 notes
·
View notes
Text
Bisa karena biasa. Kalau sudah biasa, maka pertahankan. Jauhi hal-hal yang bisa merusak dan mengganggu konsistensinya.
0 notes
Text
Yang membuat kita lemah saat berproses adalah ekspetasi yang terlalu tinggi.
Jangan terburu-buru. Lakukan dengan semangat yang stabil dan kerendahan hati.
Melangkahlah satu demi satu. Jika kau sudah cukup kuat dan terbiasa, silahkan berlari.
1 note
·
View note
Text
Kenapa harus mengetahui fitrah bakat?
(oleh : Dzilla Mardiah)
Dalam buku DR. Raghib As-Sirjani yang berjudul asli 'رسالة الى شباب الامة' , diceritakan kisah seorang pemuda luar biasa bernama Zaid bin Tsabit. Kisah itu menunjukan kepada kita semua bahwa pemuda itu Allah bekali dengan kekuatan dan potensi yang luar biasa besar.
Tapi dalam kali ini penulis tidak akan membahas dari perspektif kepemudaannya, melainkan sikap mulia dan keteladanan pada ibunda Zaid bin Tsabit dan Rasulullah sebagai sebaik-baik murabbi semesta umat.
Dikisahkan pada suatu ketika bahwa Zaid bin Tsabit, seorang sahabat muda berusia 13 tahun (setara kelas 1 SMP) mendatangi markas militer Umat Islam untuk menemui Rasulullah setelah ia mendengar bahwa Umat Islam akan berangkat berperang.
Rupanya gema seruan itu telah sampai kepada hati Zaid. Jaminan pahala jihad dan kemuliaan syahid mampu menembus hati lembutnya. Zaid kecil datang kepada Rasulullah dengan membawa pedang yang bahkan lebih panjang dari tinggi badannya yang sangat kecil.
Tapi saat itu para sahabat melihat Zaid dengan heran. Lalu karena Rasulullah khawatir akan keselamatan Zaid kecil, maka Rasulullah menyuruh Zaid untuk kembali ke rumahnya.
Tentu penolakan Rasul terhadap dirinya begitu membuat hati Zaid terpukul. Zaid kecil begitu ingin turut berjihad bersama para Sahabat lain. Tapi akhirnya ia pulang lalu menghadap ibundanya dengan bercucuran air mata.
Zaid kemudian menceritakan semua pada sang ibunda. Kemudian sang Bunda berkata: "Jangan bersedih anakku, engkau bisa mengabdi kepada Islam dengan jalan lain. Jika tidak dengan mengusung pedangmu ke medan jihad, engkau masih bisa berjihad dengan lisan dan penamu!"
Lalu ibunda Zaid mengantar kembali Zaid menghadap Rasulullah. Hendak menawarkan kembali putranya untuk bisa ikut berjuang mensyiarkan dakwah Islam. Tapi bukan dengan menawarkan Zaid untuk ikut serta berperang, melainkan dengan kelebihan Zaid dalam hafalan dan urusan baca-tulis.
Setelah Rasulullah mendengarkan bacaan Al-Quran Zaid, dan mengetahui bahwa Zaid mempunyai kemampuan bahasa dan tulis-menulis, maka Rasul meminta Zaid untuk mengembangkan kemampuan baca-tulisnya.
Kemudian apa yg bisa kita petik dari kisah inspiratif di atas?
Andai saat itu Bunda Zaid mencela keinginan besarnya untuk ikut berjihad bersama kaum muslim, tentu Zaid tidak akan menjadi pemuda yg optimis dan pantang menyerah. Sang Ibunda tidak melakukan sama sekali hal yang bisa membuat hati anaknya jatuh terhempas. Tetapi sang ibunda melakukan hal mulia dengan membesarkan hati Zaid, kemudian menawarkan ide brilliant dengan menawarkan Zaid untuk kembali kepada Rasulullah. Menguatkannya bahwa kemampuan setiap manusia berbeda-beda. Dan mereka akan selalu bisa ikut berjihad dengan kemampuannya masing-masing. Yang tentu Allah sendiri yang telah menitipkan setiap potensi itu.
Hingga pada akhirnya, seperti yang telah kita tau, Zaid bin Tsabit telah menjadi penulis wahyu nomor wahid pada zaman Rasulullah. Seseorang yang diamanahi tugas besar, tugas yang tidak semua kaum muslim pada saat itu bisa lakukan. Bahkan Zaid menjadi diplomator ulung pada zaman itu. Dengan usia yang masih sangat muda!
Point pentingnya adalah, betapa Rasulullah dan ibunda Zaid begitu paham tentang konsep potensi fitrah bakat. Sehingga keduanya tidak mencela dan memaksa Zaid untuk ikut berperang. Melainkan mendorong Zaid untuk kembali mengembangkan kemampuan menulisnya. Bahkan sang ibunda, sudah sejak awal menjadi pendamping Zaid dalam belajar menulis.
Tapi apa fitrah itu? Fitrah adalah Islamic Concept of Human Nature (konsep Islam ttg Asal Mula Kejadian Manusia). Sejak lahir manusia telah membawa pokok kebaikan (innate goodness) yang sangat cukup untuk menjalani peran peradaban spesifiknya dalam rangka mencapai maksud penciptaan untuk Beribadah (Hamba Allah) dan untuk menjadi Khalifah Allah di muka bumi. Dan harus kita tahu, bahwa bakat merupakan bagian dari fitrah. (Ust Harry Santosa)
Banyak cara untuk mengetahui bakat. Diantara nya tes seperti tes sidik jari, berkonsultasi dengan konselor atau mengamati perilaku anak dalam jangka waktu yang lama.
Dan ternyata, hikmah mengetahui bakat ini bukan hanya untuk sekedar menemukan bakat dan mempermudah seseorang untuk memilih sekolah atau pekerjaan. Melainkan agar menjadikan diri kita bersyukur dan bersabar. Bersyukur atas kelebihan yang telah Allah berikan dan bersabar atas kelemahan yang telah Ia berikan pula pada kita. Sehingga masing-masing dari kita bisa lebih menghargai diri kita sendiri. Serta yang kedua adalah agar kita bisa fokus pada kelebihan. Bahkan pada intinya, peta bakat ini adalah peta amal. Peta dimana kita bisa mengetahui dimana potensi terbesar kita untuk mengoptimalkan amal.
Jika kita bisa lebih menghargai diri setelah tau 'siapa kita', maka begitu pula kepada orang lain. Kita akan lebih menghargai anak, tidak mudah mencela kekurangan, dan bisa fokus mendampingi anak ketika kita tau dimana potensi kekuatan dan kelebihannya. Dan begitu pula seharusnya pandangan kita terhadap pasangan. Mengenal bagaimana pasangan harus sampai kepada hal ini. Agar tidak terjadi menuntut berlebihan dan agar hadirnya pengertian. Bahkan menurut hemat penulis, penerapan konsep potensi fitrah bakat ini juga harus diterapkan pada organisasi.
Setiap manusia itu unik. Setiap manusia itu istimewa tentu dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Hanya fokus pada kekuatan dan siasati kelemahan.
2 notes
·
View notes
Text
Sexy Killers
Wajar kalau orang jadi pengen golput abis nonton Sexy Killers. Tapi pointnya menurut saya bukan golputnya, bukan gak percayanya. Melainkan gak ada orang yang bisa kita kultuskan bener-bener baik dan bersih. Gak ada orang kayak gitu.
Barangkali orang-orang yang akhirnya memilih golput karena sebelumnya mereka terlalu menganggap sosok yang mereka dukung ini sosok yang bersih dan baik 100%. Dan saat mereka tau boroknya, akhirnya bingung sendiri. Kalo gitu, kita yang naif namanya. Hampir ga ada orang kayak gitu.
Politik kita itu lingkaran setan. Kalau kamu masuk politik gak bawa uang yang cukup (cukup=tumpeh-tumpeh), mau gak mau kamu harus meniti karir dari jadi kroco sambil jilat sana-sini. Pada akhirnya yang pinter ngomong dan cari muka yang dapet panggung.
Ketika para pengusaha rame-rame ngebawa gerbongnya masuk politik, kamu percaya aja gitu mereka tulus? Ya gak senaif itu juga. Ada persaingan dunia usaha yang mau gak mau mereka harus bertahan dan setidaknya kebijakan pemerintah bisa menjamin kelancaran bisnis mereka.
Salah? Ya belum tentu sih. Selama gak nyelewengin duit negara, gak korupsi, gak ngerugiin rakyat, dan gak ngelanggar konstitusi belum bisa dibilang salah kan.
(Hahaha ini saya berasa jadi kayak ngebelain ya)
Bayangin, bergerbong-gerbong orang dengan kepentingan macem-macem masuk ke arena politik untuk dapet kekuasaan yang katanya dari, oleh, dan untuk rakyat. Kamu bakal kultus dan percaya aja gitu sama dia/mereka? Ya janganlah.
Itu kenapa di demokrasi ga ada kekuasaan absolut. Kekuasaan dan kewenangan dipisah-pisah. Seenggaknya jadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Karena kita ga boleh percaya dan ngasih kekuasaan absolut ke satu orang/kelompok. Ada yang kerja, ada yang bikin aturan, ada yang ngawasin, ada yang ngadilin.
Dengan sistem pembagian kekuasaan gitu aja masih bisa kong kali kong colong-colongan. Itu makanya butuh partisipasi orang kayak kita. Mulai dari ngenalin siapa dan gimana rekam jejak para politisi, milih mereka pas pemilu, sampe kita ikutan ngawasin, ngomenin kerjaan mereka, dan ‘neriakin’ saat mereka korup.
Well, kita gak bisa naif. Negara demokrasi kita ini emang didesain begitu. Ada celah yang kalo orangnya baik ya baik, kalo orangnya jahat ya jahat. Pokoknya makin amburadul aja kalo kita gak partisipasi.
Ee jangan salah. Partisipasi kita bahkan bisa sampe nurunin presiden lho. Itu dimungkinkan oleh konstitusi. Kan kekuasaan di tangan rakyat, janganlah kita merasa lemah dan tak berdaya.
Balik ke poin awal. Nyoblos atau golput itu pilihan. Yang penting jangan naif dan reaktif deh. Pikir dulu mateng-mateng mau nyoblos 01, 02, atau golput.
Masih ada beberapa hari lagi sampe tanggal 17. Coba flashback lagi ke kampanye dan debat-
debat kemaren. Amatin gagasan, performance, dan ekspresi-ekspresi mereka. Secara subjektif kamu akan bisa menilai mana yang paling punya visi, kompeten, ngerti masalah, punya niat paling lurus, dan gak fake-fake banget.
Yang paling penting kita nemuin perbedaannya. Keberpihakan dan kecondongannya kemana. Apa yang jadi perhatian utama mereka. Yang dengan itu akan ada kebijakan yang mungkin gak akan langsung bikin kamu kaya, tapi seenggaknya bisa ngasih jalan buat kamu hidup dengan baik, tanpa masalah, dan bisa meraih cita-cita kamu.
Jujur aja saya skeptis sama 'kesucian’ mereka. Tapi saya masih bisa ngeliat perbedaan dari jualan mereka selama debat dan kampanye. Seenggaknya itu ngasih harapan ke saya bakal ada kebijakan-kebijakan yang lebih baik lagi, yang tentunya akan nguntungin kubu yang menang, juga sekaligus kita sebagai rakyat.
Masih memungkinkan kok ada irisan antara kepentingan mereka itu dengan kepentingan kita sebagai rakyat. Ini yang kita perjuangkan.
Pada akhirnya, setiap pilihan ada konsekuensinya entah itu Kamu pilih 01, 02, atau golput. Yang jelas saat satu kubu yang menang, orang-orang yang mengisi pos-pos penting akan berbeda dengan kalau kubu lain yang menang.
Barangkali iya sama-sama brengsek. Tapi beda orang, artinya beda karakter, beda kompetensi, beda gaya, beda output, beda kepentingan yang diakomodir.
Menurut saya, ketika hampir semua orang gak bisa dipercaya, yang perlu kita lakukan adalah membatasi kekuasaan mereka supaya kekuasaan orang-orang brengsek ini gak makin absolut dan gak makin langgeng. Karena kekuasaan absolut cenderung korup.
Pemilu ini cuma 'game’ buat milih orang yang mimpin. Kamu boleh bereksperimen, kalo di pemilu lalu saya pilih si ini, kali ini saya pilih si ono buat ngeliat perbedaan keduanya. Kalo orang yang kayak gitu gak mampu, mungkin orang kayak gini yang mampu. This is just a 'game.’
Pikirin juga, pihak yang kalah pastinya bakal jadi oposisi. Ini menarik juga, karena somehow mereka inilah yang bakal menyeimbangkan kekuasaan pemenang pemilu.
Kuncinya adalah membatasi kekuasaan. Buat saya, pemilu bukan cuma soal milih pemimpin, tapi juga perihal membatasi kekuasaan. Lewat pemilu ini Kamu bisa bilang 'Cukup, Ferguso!’ untuk orang yang menurut Kamu paling berpotensi korup.
Balik ke film Sexy Killers. Nontonnya jangan sepotong-sepotong yah. Ntar Kamu jadi cuma nganggep satu atau dua orang doang yg brengsek, padahal maksud film ini adalah 'everyone is an enemy.’
Mampang Prapatan | Taufik Aulia
1K notes
·
View notes
Text
Sebaik-baik cara mengenang adalah dengan menghadirkan kembali kenangan tersebut.
0 notes