Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Senja telah karam, rembulan terbit membersamai malam. Menyambut bintang-bintang yang meredakan kelam.
Sekarang, hujan telah reda. Petrikor menyeruak. Menenangkan.
8 notes
·
View notes
Text
Kita menuangkan kata demi kata yang nampak selaras, sayangnya kita tidak berakhir di titik yang sama.
0 notes
Text
"Apakah lebih baik seperti ini?"
"Iya, sepertinya, baiknya begini dulu".
"Sampai bertemu di keadaan yang lebih baik. Semoga, kalau waktu itu datang, kehidupan kita telah sama-sama diliputi kebahagiaan dan tenangnya masing-masing".
0 notes
Text
Baru saja aku membuka laman-laman usang yang penuh aksara tentangnya. Setahun lewat dari selustra, sudah lama juga rupanya sejak pertama kali aku menyadari rasa itu ada.
Memang benar keberadaannya tak selalu yang membuncah. Masih saja kadang ia berdebar sangat kencang, kadang ia tenang nyaris hilang. Kadang hadirnya penuh bungah, kadang menyisakan gundah.
Hmm, kiranya kapan ya rasa-rasa yang searah ini akan betulan sudah?
0 notes
Text
Sepertinya, euforia menemukan rasa yang masih riuh jangka waktunya hanya semalam. Diantara kesempatan-kesempatan yang terbatas ini kita masih saja belum saling bercakap. Tapi, dibandingkan menyalahkan kesempatan yang terlewat, aku sedikit berprasangka. Bisa jadi ini batas yang kamu buat. Mungkin riuh-riuh perasaan hanya ada disatu sisi, yang pasti kemungkinan terbesarnya tidak di bagian sudut hatimu.
Aku perlu bangun dari harapan-harapan kecil yang mulai menyala terang kembali. Pantulan paras di cermin harus benar-benar buatku tersadar. Mungkin baginya bukan yang seperti aku, aku masih belum layak.
Yah terlepas dari itu, selamat berjarak kembali, nanti jika berkenan ada ruang maya tempat biasa kita bersua, tempat kita biasa berpura-pura.
Sembari berharap, semoga yang menyala bisa sedikit demi sedikit meredup dengan tenang tanpa membuat kepiluan yang panjang.
1 note
·
View note
Text
Riuh
Menjumpai perasaan-perasaan yang rupanya masih riuh. Menenangkan rasa dengan singkatnya rindu-rindu yang semalam berguguran.
Aku,
Mulai terperangkap dalam fantasi datangnya satu hari yang lebih meriah bersamamu.
Lagi, dan lagi..
0 notes
Text
Hebat sekali dia, datang kembali menawarkan hal-hal tak pasti. Cukupkan saja kalau hanya ingin berkelakar, lukanya belum benar-benar sembuh, jangan kau tabur garam dulu. Aku takut tidak bisa berpura-pura untuk pura-pura lagi
0 notes
Photo
all these late nights
instagram | twitter | shop | commission info
24K notes
·
View notes
Text
"Tenang Hingga Hilang"
Tenang, semua ini cuman perasaan-perasaan yang entah menetap sampai kapan. Seperti katamu dulu, “Kadang ia berdebar-debar, kadang ia sangat tenang nyaris hilang.” Nah sekarang kita fokus untuk menggaris bawahi kata “tenang hingga nyaris hilang.” Jika dulu sering kali kamu bisa , mengapa tidak dilakukan kembali pada perasaan yang denyut-denyutnya entah bagaimana malam ini sangat menyakitkan.
Ingat, ini cuman peraaan-perasaan yang akan melebur satu waktu nanti. Selesai dengan diri sendiri jauh lebih baik, sebab tidak ada yang baik dari terus memaksakan perasaan-perasaan yang tidak ditakdirkan untuk empunya.
2 notes
·
View notes
Text
Bukan suatu kesalahan merasakan apa-apa yang seharusnya dirasakan hati. Senang, sedih, bahagia, lara, bangga, kecewa. Semua itu perasaan-perasaan wajar, sangat wajar dan bagiku wajib dirayakan. Sebab menampilkan kuat jauh lebih melelahkan, jika memang belum saatnya kuat dirayakan. Melepaskan emosi adalah hal-hal yang cukup melegakan dan menyenangkan menurutku.
Kini aku sedang menikmati suatu proses. Menikmati masa-masa bangkit dari lelah juga kecewa yang menjangkit. Mengambil banyak pelajaran dan mengumpulkan haru-haru dari orang-orang tak disangka yang mampu menegakkan. Menumpuk satu persatu kuat hingga nanti saatnya kuat dapat dirayakan dengan semangat menggebu.
Kuncinya, jangan dikuasai sedih dan menyerah menguasai jiwa. Meredam amarah dari apa-apa yang tak sesuai arah. Setiap mulai pasti ada usainya. Kita rangkai usai yang membanggakan hati, setidaknya untuk hati kita sendiri
0 notes
Text
memangnya
"memangnya kamu bisa?"
"memangnya akan ada yang beli?"
"memangnya ada manfaatnya?"
"memangnya ada yang mau?"
"memangnya untuk apa? nggak penting."
sepertinya kita semua pernah menerima pertanyaan memangnya seperti di atas. bahkan, bisa jadi datangnya dari orang terdekat kita. dari orang tua kita, dari saudara kita, dari teman kita, dari tetangga kita.
saya beruntung punya lingkaran yang selalu mendukung, tapi saya juga mengerti bagaimana rasanya menerima memangnya itu: seketika ingin menggulung diri di sudut kamar, menumpahkan kecewa yang berlinang dari mata.
teman, kalau waktu-waktu itu pernah datang kepadamu, saya ikut bersedih untukmu. tapi saya mohon, jangan. jangan biarkan memangnya yang itu mematikan impian-impianmu, cita-cita muliamu, apalagi kebaikan-kebaikanmu, perbuatanmu.
selalu begini. banyak orang akan mengucapkan selamat untuk sebuah keberhasilan tapi hanya sedikit yang akan memberi semangat pada sebuah keraguan.
selalu begini. orang-orang lupa dengan apa yang diucapkannya sementara kata-kata itu membekas bagi kita yang mendengarkannya.
teman, tetaplah menjadi pembela mimpi-mimpimu. kamu tidak pernah sendirian selama kamu percaya bahwa mereka akan terwujud satu per satu--merekalah kawan perjalananmu.
lagipula, memangnya kamu akan ke mana jika tidak melangkah ke mana-mana?
mimpi-mimpimu berharga. kamu berharga.
395 notes
·
View notes
Text
Terlanjur Berharap
Sesungguhnya, aku merasa takut akan semua harapku. Yang mungkin saja tak berakhir sebagaimana semestinya.
Namun, salahkah aku bila mengahrapkanmu tersenyum di sampingku kelak?
Bila kita tak pernah ditakdirkan bersama, mengapa bayangmu terus saja menghantui setiap mimpiku di malam hari. Bila kita tak pernah ditakdirkan untuk bertemu, mengapa seakan kita selalu berada di momen yang sama.
Semuanya seakan terasa berat karena rupanya aku tak bisa menghindar.
Aku takut. Bila harapku ini hanya akan menjadi sebuah kenangan. Yang tak akan pernah sanggup kubuka kembali.
Kini ku hanya bisa berharap setidaknya senyum ini tak akan berakhir luka, bahwa do’aku selama ini akan sampai kepada alamatnya.
Rasa dalam benakku sudah tercampur aduk penuh dengan berbagai perasaan. Aku tak sanggup lagi menggambarkannya.
Bilakah memang cinta ini Engkau takdirkan untukku, maka izinkanlah aku dapat bertemu dan memeluknya, melepas semua rindu yang telah lama ku pendam sendirian.
Dari, Aku yang khawatir dalam diam. _____
Malang, 28 Juni 2020 @shafiranoorlatifah
203 notes
·
View notes
Text
Ya Tuhan, apakah saya mulai berharap kepada yang selain Engkau? Sehingga lagi-lagi pedihnya pengharapan hadir kembali
0 notes
Text
Setelah sekian lama menyembunyikan, meredam, dan sekian banyak upaya-upaya menghilangkan, bagaimana bisa keresahan-keresahan itu muncul kembali? Terakhir kali aku sungguh sudah berdamai dengan apa-apa yang pernah hadir. Mengikhlaskan takdir berjalan begitu saja tanpa ada lagi pengharapan-pengharapan. Tapi akhir-akhir ini, ia datang kembali, harapan itu meminta kembali ruangnya.
Ruangnya masih kututup rapat-rapat, sebab aku tak mau lagi ada ratap-ratap. Semoga tak ada lagi celah-celah yang merekahkan. Aku takut, kembali berkhir patah
0 notes
Text
0 notes
Text
Semalam rembulan telah utuh, mengingatkanku kepada rindu yang pernah penuh.
0 notes