Bila hidupmu punah, apakah akan di kenang. maka, abadikan dirimu pada selembar kertas yang bertahta.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Menjejak Kenang
"Kenangan adalah satu-satunya anugrah Tuhan yang tak bisa di rengut meskipun oleh maut".
( Kahlil Gibran )
Suatu pagi,
Gulita masih menyelimuti hari dalam selimut dingin, malam telah terabadikan oleh bintang yang hanya bersisa beberapa saja, menjauh dan memudar dalam renda pagi.
Sementara para pejuang hari telah mencium hitam dan putih lengan bapak dan emak, dan melangkah saja dalam gegap, menuju hari pertama MAPERSIBA (Masa Perkenalan Siswa Baru). Gerbang berpagar hijau itu terbuka lebar, seperti menganga siap menerkam para calon siswa baru yang baru saja melewatinya, aku tertegun berdiri saja pada bibir gerbang, sesaat kuhirup nafasku dalam dan kuhembus perlahan pada semesta, lalu tersenyum dan melangkah menuju ruang kelas.
Tepat pukul 05.45 sebuah bel berbunyi, teeeeettttt.... teeeeeetttttt.... teeeeeeeeeetttttttttt.... berhamburan para calon siswa keluar kelas untuk apel pagi, dengan bantuan kakak kelas 450 calon siswa baru telah berbaris rapi sesuai dengan kelas masing-masing, lalu berjalan dan mengalir begitu saja.
Mentari sudah menandai pagi dengan wewangian tanah basah sisa embun pagi, apel pagi telah selesai tapi kami tetap masih di lapangan, dalam diam aku mencoba menengok ke kanan dan kiriku, tepat di sebelah kiri satu jajar depan dalam jarak empat meter, ada seraut wajah yang begitu menggetarkan detak.
Aku menatapnya lama, setiap gerak dan pesona senyumnya yang berginsu itu tetap saja manis, tetiba saja ia menatapku dengan sebuah senyuman, aku kikuk yang terciduk oleh matanya mencuri pandang, lalu keringat dingin membulir saja, kutarik nafas dalam lalu kuhembus perlahan pada semesta, aku jatuh cinta pada pandangan pertama. .
.
"Maaf, bolehkah aku meminta kakak menulis dibuku perkenalan siswa ini?" pintaku, sembari menjegat bersama kedua temannya, lalu engkau mengangguk perlahan dan menuliskan;
Rhea.... Kelas 1-8.... Tanda tangan.... Cukup namamu saja yang mengisi buku perkenalan ini, yang akan ku bangun sebuah kisan cinta hebat dan syahdu.
Tok... tok... tok..
Pasti emak yang mengetuk pintu kamarku, aku bangkit dari lamunanku dalam menjejak kenang pertama kali dalam mengenal Rhea.
5 notes
·
View notes
Text
Bermimpi Dan Berjuanglah
Kembali duduk di kursi favorit ku, masih memegang pena dan lembaran-lembaran kertas di meja yang mulai usang, sembari tersenyum, tertawa dan kadang sedikit mengernyit, mencoba mengumpulkan dan memilah banyak coretan tentang mimpi yang masih tertinggal, yang ku coba rangkai perlahan dengan kekuatan tersisa menjadi setumpuk harapan semoga menggenang dalam keabadian.
Bangun dan membuka jendela ruang sebelah kanan, mencoba menghirup agak dekat udara segar, terasa pengap dalam batas ini, menatap dan meratap beberapa pohon yang daunnya berjatuhan sudah setinggi ini, terbawa dan terseret angin dan aku belum beranjak dari satu titik yang mulai kunikmati dalam sepi.
Mencoba berdiskusi dengan Tuhan diatas sajadah teringat terjamah, tentang hidup dalam gelap dan takut, tentang banyak mimpi yang tersemai dalam fikiran, tentang bagaimana cara berpindah dari zona sepi yang terselimuti takut, tentang apapun dalam bimbang dan gundah agar ia tenang, dalam mewangi asma Mu meresapi ubun, hingga dalam pejam mata ini bercahaya dalam gelap.
Kadang aku berfikir untuk berhenti saja, dan menjalani hidup seperti yang ada, tapi kenapa aku tetap diam ditempat bahkan jauh tertinggal di belakang, meninggalkan waktu di usia yang menua, aku seperti mati tak bergerak, terkungkung oleh ambisi sendiri dan ia membakar dalam diam dan sepi.
Satu titik Tuhan berbisik disela tangis dan do'aku, "kumpulkan lembaran itu dan jadikan sebuah buku hidupmu lalu berjuanglah, bergerak bahkan berlari, berhenti sejenak dan ingat kembali mimpimu dan teruslah bergerak, berlari dan berjuanglah, hingga Aku katakan cukup, berhenti dan selesai".
Aku bangkit, dan kembali menuju jendela, ku tarik nafasku dalam yang ku buang perlahan secara berulang, hingga jiwa tenang, aku harus membuat kisah hidupku sendiri menjadi sebuah buku abadi, yang menjadi inspirasi orang-orang yang telah sama pada titik yang pernah mendampingiku.
Sekali lagi hamba ingin berdiskusi denganmu Tuhan, titipkan lewat kedua malaikat Mu, untuk mengingatkan dan menjagaku saat aku keluar dari jalur Ridho Mu Tuhan, mohon ingatkan hamba lewat keluarga, sahabat dan orang-orang yang kau pilih setara denganku, mohon jangan tegur dengan teguran berat yang tak mampu hamba lalui,
Tuhan, sebelum hamba lelah berjuang mewujudkan mimpi ini, sebelum hamba menyerah, jangan dulu Engkau tandatangani buku perjalanan hidupku.
Aamiin..
Sampun.
#30DWCJILID10
#Day29
#Squad5
#Ade Zaenal Muttaqin
Tulisan bertema "Buku".
1 note
·
View note
Text
Meredup, Bukan Berarti Memudar
Aku sedang jatuh cinta lagi, kali ini berbeda, bukan lagi seperti bunga-bunga yang bermekaran di padang ilalang, lalu turun hujan dan langit menjadi biru lantas hadir pelangi semakin menakjubkan.
Aku sedang jatuh cinta lagi, cinta yang berbeda denganmu, cintamu seperti martabak yang bisa dinilai dengan rupiah, namun cintaku lebih bermartabat, lebih menjaga tenang, lebih menjaga manipulasi perasaan.
Aku sedang jatuh cinta lagi, katanya cinta tak boleh di paksakan, nanti akan sakit, tapi kadang cinta memang harus di paksakan biar sakitnya terasa nikmat, karena tidak ada yang tak akan memudar di dunia ini, sama seperti persaan, dan ini semua tentang menjaga jatuh cinta.
Jatuh cinta itu cuma berapi-api di awal, berkobar dan membara dalam waktu yang sama, namun bila semua sudah terlahap, lama-lama ia akan memudar dan mati, pilihan kita tinggal dua, mau yang berkobar besar tapi cepat redup atau yang menyala kecil tapi konstan.
Jatuh cintaku tak harus lantas mati bersamamu cinta, mari kita saling menjaga dalam filosopi cintanya api lalu saling melengkapi tentang oksigen, pemantik dan bahan bakar, agar terus berkobar dan menyala tak meredup dan tak juga membakar.
Bila cinta sedang meredup, mari beri ia oksigen tentang sebuah visi jatuh cinta yang sesungguhnya, membangungkan kembali tentang mimpi-mimpi yang akan menjaga keterikatan dan tanggung jawab, tentang kepercayan nafas hari pada hidup yang tanpa keabadian, ia tetap akan punah.
Bila cinta hampir memudar, beri juga ia pemantiknya, kadang kejutan-kejutan ringan yang akan memercikkan rangkaian keindahan yang membuat luluh perasaan, pantik menuju hatinya dengan rasa takut dan percaya atas cinta Sang Maha pemberi cinta, hingga ia bisa kuat tak memudar.
Bila cinta sudah baik, jaga ia dengan bahan bakar yang cukup agar tetap menyala, tak perlu berkobar dsn besar takut menghancurkan, jaga konstan saja kecil dan stabil.
Aku sedang jatuh cinta lagi secara sederhana dan bermartabat yang mampu memanipulasi perasaan menjadi kenyataan, cinta yang penuh dengan cinta Nya, cinta yang baik menurut Nya, cinta dengan jiwa menuju ketenangan bathin.
Tak perlu takut jatuh cinta, banyak cinta disekelilingmu, yang tak akan pernah memudar walau sedang meredup sekalipun.
Sampun
#30DWCJILID10
#Day28
#Squad5
Berdiskusi dengan orang yang sedang jatuh cinta
@agengaditya @tonydumalang @nandangchui
0 notes
Text
Nyaman sekali duduk diatas kursi hijau, bersandar hitam yang sejak beberapa tahun lalu setia menemani pengharapan, mimpi-mimpi, do'a-do'a, dalam perjalanan selangkah demi selangkah, mengukir kesempatan yang diberikan Tuhan, dalam lembaran kertas yang berserakan, yang beberapa lembar penuh dengan coretan, mencoba menggantinya dengan kata-kata baru tak ada niat menghapus apalagi merobeknya, aku hanya ingin mencoba memperbaikinya.
Seperti beberapa langkahku yang tak terarah membelok dari alur yang di tetapkan Tuhan, dalam titahnya di semesta, hingga mewangi di banyak pintu yang di rindukan petaqwa, sejenak aku diam terbata, namun ada jeda dengar yang entah bisikan siapa, aku di tarik kembali dalam lembaran kertas baru dalam sebuah coretan pena lagi, menunjukan salah satu titik bernama cahaya cinta Nya.
Aku merasakan energiku berapi, mencatat dalam benak tentang rasa dan kata, memompa jiwa di masa tua, ini jalan takdir dalam semua ikhtiar.
Dalam satu masa gelap yang kadang jauh dalam situasi yang tak pernah terfikir dan terasa jiwa sebelumnya, atau kadang aku berada pada dimensi waktu silam, yang tiba-tiba saja mengalir deras menerawang jauh, berkecamuk tentang sebuah coretan dinding yang sederhana tapi menggugah dimasanya, begitu mampu membakar semangat jiwa pembacanya dalam masa perjuangan pada masa itu, entah karya siapa tapi masuk ke dalam aliran darah setiap orang dimasanya, "Merdeka Ataoe Mati", padat dan jelas, bagaimana sebuah kata bisa bermakna dalam, mampu menggugah, mampu mempengaruhi jiwa setiap orangnya.
Aku butuh kata itu biar merasa baik, dalam pusara katanya abadi menembus benteng jiwa, aku, kamu atau mereka yang mencatatnya dalam sebuah coretan dinding oleh pena yang menari dalam fikiran manusia, akan terus mengalir selama ia hidup.
semua coretan sekecil apapun akan membuat efek yang luar biasa, maka aku ingin menulis dengan penuh kemanfaatan, berhati-hatilah, karena pena bisa jadi penentu takdir manusia.
Aku kembali menatap pada lembar kertas yang coretannya menggenang tinta, bukan karena titiknya yang menggumpal, tapi air mata yang memecah tinta. Aku mengetuk-ngetuk kembali pena di sela jari pada meja yang berserakan carik, ada satu lembaran dimana saat ku tulis tentang keterpurukan jiwaku, di bawah tanpa motivasi, melangkah punah, menggeletak dalam panggung kehidupan terhalang oleh kegagalan yang bertubi menghantam. Aku hanya menulis, "kembalilah pada Allah, Tuhan semesta alam, menyatulah bersama bumi di atas sajadah, merapat kening lama dalam sujud, tumpahkan saja semua, biar Tuhan memeluk pintamu lewat malaikat yang menghapus salahmu dalam taubat yang tergenang air mata".
Sesaat diatas kursi itu aku kembali mengetuk-ngetuk meja dengan pena yang dipenuhi tinta cinta, Menatap tentang kertas itu dalam pandangan tajam, mencoba sedikit menguatkan, agar semua penaku di penuhi kasih, hingga berpadulah dalam cinta dan kasih yang kubuat dalam coretan pada dinding kusam ruang semangatku.
Sampun
#30DWCJILID10
#Day27
#Squad5
Tulisan bertema "Pena"
0 notes
Text
Malaikat Tanpa Sayap
(Satu)
Sepagi ini langit sudah menangis sejadi-jadinya, membawa kabar yang belum sempat aku dengar dari udara yang bergerak kemudian bersinergi menghadirkan dingin di setiang ruang yang kuraba, menembus selimut tebal yang kusembunyikan wajahku dalam bantal, aku menggigil tak ada iba yang mengisi hampa kamarku yang mungil, kalau bukan karena suara adzan subuh memanggil, aku akan meneruskan pelukan hangat walau bernilai kecil.
Sepagi ini, kalau bukan karena rumahku terletak 70 meter sebelah kanan mesjid mungkin aku sudah berjama'ah di rumah beserta istri dan puteriku tak perlu menembus hujan dalam dingin, tapi aku lelaki berusaha kuat dan menguatkan sebagai imam dalam keluarga, bagaimana bisa membangun sebuah keluarga, kalau bangun subuh saja tidak bisa.
Sepagi ini sepulang dari mesjid, seisi rumahku sudah penuh dengan kehidupan, seolah semuanya runut teratur dalam tangan bunda isteriku, penuh dengan nada-nada yang mengulang sama setiap harinya, anehnya aku menikmatinya. Suara mesin air beserta aliran pancuran, suara mesin cuci, suara karat besi pel, suara penggorengan berisi nasi goreng spesial buatan bunda, suara air mendidih dan suara kocekan kopi aming yang ku bawa dari pontianak.
Sepagi ini rumahku terasa hangat, walau langit masih menguji dengan dinginnya titipan hujan, dalam ruangan biasa aku menulis apapun yang ada dalam fikiranku, menunggu waktu berangkat kerja, saat kembali aku sudah menemukan puteriku rapi memakai seragam khasnya, cantik sambil sarapan nasi goreng, sembari mengingat tali sepatu, diantara panas setrikaan untuk menyiapkan bajunya ngajar TK hari ini.
Sepagi ini, wanita emang hebat, ini bukan tugasnya sebagai seorang ibu, ini bukti cintanya, ini bukti pengabdiannya, ini bukti ikhtiarnya dalam perjalanan hidup menuju takdirnya. Apa yang telah engkau lakukan dengan menjagaku dan puteri kita, semoga Allah memberi syurga dalam cinta-Nya.
Satu bagian kecil tentangmu, selamat hari ibu bunda, ayo kita refreshing, kita jalan-jalan dan shoping.
Sampun
#30DWCJILID10
#Day26
#Squad5
Untuk mamah, Bunda dan para ibu dimanapun berada.
2 notes
·
View notes
Text
Rindu Di Atas Secarik Kertas
Aku menatap kelangit kamar dalam sandaranku pada kursi, mengetuk-ngetuk meja dengan pena, aku ingin bercerita tentang apa saja padamu yang sebagian membasah lembab keringat, tentang kegundahanku pada hari, tentang tanyaku pada waktu, tentang kerinduanku dalam marah dan tangis menggebu, atau tentang bagaimana mempersiapkan kematian dalam cahaya cinta-Nya, dan engkau hanya tersenyum saja membuka hati, atas warna atau warni dalam fikiranku yang selalu engkau abadikan.
Aku ingin menulis padamu tentang dedaunan kering yang genit mengerdip manja dalam sakitnya, lunglai menjauh terseret angin, ingin mengatakan pintanya padamu tentang sebuah pohon rindang, hanya hiasan tapi akar yang memeluk bumilah yang menguatkan, hingga ia berdiri kokoh, tegak dalam badai menengadah pada langit yang menyelimutinya, dedaunan kering itu semakin jauh menjejak dalam air matanya saja di penghujung pandangku.
Aku ingin menulis padamu tentang debu yang menari di sekitarku di tanah lapang bermatahari menyala, mendaki di sebagian tubuh di antara musik dan teriakan-teriakan canda bahagia dalam sebuah lingkaran yang terekam kamera para pencari muka, saat gerimis menyapa para debu di kulitku, maka begitu mempesona para pejuang tanah lapang.
Aku ingin menulis padamu tentang waktu yang bergerak teratur setiap detaknya, membisik pada pagi yang akan berjalan menurut harinya, menawarkan kisah membaru lanjutan cerita kemarin yang belum usai terjalani. Berjalanlah rindu lalu berlarilah dalam dekapan pena pada secarik kertas, tumpahkan saja dalam ada hingga ia lenyap tiada, dalam kematian yang di rindu makhluk bumi.
Aku ingin menulis padamu tentang engkau yang tak pernah mengeluh kesah, atau tentang coretanku yang membuat mengernyitkan mata binarmu dalam kata-kata yang tak pantas di rindukan dalam bait cinta, yang setiap ayatnya penuh kebencian dan cinta.
Lantas engkau selalu saja terbuka atas goresan pena yang kadang tak terbaca oleh dunia dan semestanya walau langit dan bumi di persatukan hujan, engkau selalu dirindukan tumpahan kata-kata, kemudian menyatu dalam keabadian.
Sampun
#30DWCJILID10
#Squad5
#Day25
2 notes
·
View notes
Text
Menulislah
Malas menulis menjadikan ladang kita tak hijau lagi..
0 notes