Text
MIRIP
Chan melangkah di lorong sambil meregangkan badannya. Lelah berlatih semalaman dilanjutkan dengan kelas paginya. Harusnya manajer sudah menjemputnya di depan kampus karena ia masih ada jadwal photoshoot.
Lorong itu masih agak sepi. Memang belum waktunya kelas pagi usai, namun kelasnya sudah selesai lebih dulu. Hanya beberapa mahasiwa yang berjalan di situ. Termasuk dirinya dan mahasiswi di depannya. Chan tau siapa dia. Teman sekelasnya namun ia tak pernah ngobrol dengannya. Gadis yang cukup aktif di kelas dan sering menjawab pertanyaan dosen. Namun bukan tipikal ambisius yang harus selalu duduk di depan dan mendapat nilai sempurna. Ia merespon dengan baik jika teman-temannya bertanya mengenai materi kuliah.
Chan terus memperhatikannya hingga tanpa sadar gadis itu berhenti dan Chan menabraknya.
“Maaf…maaf.” Chan membantunya membereskan buku yang berjatuhan.
“Chan?” sapa gadis itu.
“Iya, hehe. Maaf ya. Aku ngelamun jalannya.”
“Nggak papa. Lain kali hati-hati. Untung bukan dosen killer yang kamu tabrak.”
Chan meringis. Saat memberikan buku terakhir yang ia ambil di lantai, Chan sekilas mencium aroma parfum gadis itu. Wangi yang sangat tidak asing bagi Chan.
Parfum Hyeri. Chan tertegun sesaat.
“Chan? Kamu nggak papa?” gadis itu melambaikan tangannya di depan wajah Chan.
“Ha? Oh, i-iya nggak papa.” Chan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Oiya, Chan turut berduka cita ya buat adekmu.” Ujar gadis itu dengan suara yang agak pelan dari sebelumnya.
“Iya, makasih.” Chan tersenyum. Ia sudah cukup kuat setiap mendengar seseorang berbela sungkawa untuknya.
Ini adalah hari pertamanya masuk kuliah lagi setelah penculikannya. Sidangnya juga baru selesai kemarin. Dugaan Seungcheol benar. Orang-orang yang menculiknya adalah suruhan dari penyanyi yang dulu menuduhnya melakukan sajaegi. Motifnya tentu saja dendam karena karirnya runtuh ketika agensi berhasil membuktikan bahwa ia tak melakukan sajaegi. Seluruh tersangka dihukum atas tuduhan pembunuhan berencana.
“Kamu gimana? Udah sehat?” tanyanya lagi. Kali ini mereka berjalan beriringan.
Chan mengangguk. “Udah kok. Udah bisa ikut latihan juga.”
Keduanya terdiam. Suasana canggung. Sama-sama bingung mau bicara apalagi. Gadis di sebelahnya tidak berani bertanya banyak karena takut mengganggu perasaan Chan.
“Aku ketinggalan banyak ya di kelas?” Akhirnya Chan menemukan topik.
“Mmm, lumayan. Sebentar lagi ujian, kalo mau, aku bisa pinjemin catetanku.” Tawarnya namun dengan suara hati-hati.
“Boleh?” Gadis itu mengangguk.
Absen selama empat bulan jelas membuat Chan tertinggal banyak. Dua bulan lagi ia ujian semester akhir. Dan Chan harus mengejar ketertinggalannya agar ia bisa mengambil kelas semester depan. Pihak kampus menyarankan Chan untuk cuti sampai ia benar-benar pulih baik secara fisik dan mental karena paham insiden yang dialaminya, namun Chan menolak. Ia ingin kesibukan. Ia ingin lelah. Lelah sampai otaknya tak bisa diajak berpikir lagi. Lelah sampai ia tak bisa mengingat apa yang sudah terjadi.
“Makasih Yoo Ra. Bener kan?” Chan ragu apakah benar itu namanya.
Gadis itu tertawa pelan. “Bener kok.”
“Mungkin besok aja atau nanti malem aku chat kamu apa aja yang kurang. Ntar aku liat dulu deh aku ketinggalan apa aja.”
Yoo Ra mengangguk. “Nanti kalo ada yang dibingungin bilang aja. Aku bantu sebisaku.”
“Makasih banyak, ya.” Chan tersenyum.
“Kamu naik bis?” Tanya Chan.
“Enggak. Jalan kaki. Apartemenku deket sini kok. Tapi mau mampir ke toko buku dulu.”
Chan mengangguk. Matanya mengantarkan Yoo Ra menyebrang jalan. Selama ngobrol tadi, bau parfum yang digunakan Yoo Ra semakin kuat. Ada rasa nyeri di dada Chan. Parfum itu adalah hadiah ulang tahun Hyeri yang ke lima belas dari Chan. Dan ternyata adiknya suka hingga menjadi parfum tetapnya.
Chan masih terus mengamati gadis itu dari balik kaca toko buku. Tanpa sadar ia jadi membandingkan Yoo Ra dengan Hyeri. Cara berpakaiannya jelas berbeda jauh dengan adiknya yang tomboi. Yoo Ra lebih feminim. Begitupun dengan caranya menata rambut. Hyeri lebih suka mengikat rambutnya ke belakang. Sedangkan Yoo Ra lebih sering tergerai dengan jepit kecil atau bando.
Warna favorit Hyeri adalah biru langit. Sedangkan Yoo Ra lebih sering memakai warna earth tone. Jika dibandingkan secara sifat, Yoo Ra lebih kalem. Kontras dengan adiknya yang periang dan selalu bersemangat.
Namun, lagi-lagi Chan menangkap kesamaan mereka. Keduanya sama-sama suka membaca buku dan…. jika sedang memilih buku, Hyeri akan menggigit jari telunjuknya. Sama persis seperti yang dilakukan Yoo Ra saat ini. Chan tertegun. Selama sekelas dengan Yoo Ra, baru hari ini Chan menyadari jika Yoo Ra memiliki kemiripan dengan adiknya. Walaupun hanya sebatas parfum dan kebiasaan memilih buku.
Cuma kebetulan. Batin Chan. Lagipula hanya dua hal yang mirip. Tentu bukan hal yang aneh bukan?
Pandangannya buyar ketika ponselnya bergertar. “Iya hyung kelasku udah selesai. Oh, oke aku udah di depan ya.” Chan mengakhiri telponnya dengan manajer.
Chan
Kelasmu udah selesai? –Seungcheol
Udah hyung
Lagi nunggu manajer
Udah otw katanya –Chan
Ah, oke
Jangan tunggu di tempat sepi ya –Seungcheol
Oke hyung
Aku tunggu di gerbang depan kayak biasanya kok –Chan
How’s ur day?
Is everything alright? –Seungcheol
Such a mess haha
Bc I hadn’t attending class for 4 months
Banyak ketinggalan jadi bingung :(
Dua bulan lagi ujian :( -Chan
It’s okay애기
Pelan-pelan aja
Don’t push ur self too hard
Soonyoung juga satu jurusan sama kamu kan
Bisa tanya-tanya dia nanti -Seungcheol
O iya, jurusanku kan juga sama kayak Soonyoung hyung
Oke hyung sampai ketemu nanti –Chan
Manajer udah sampe? –Seungcheol
Udah ini baru jalan –Chan
See you then -Seungcheol
0 notes
Text
Hyeri Tidak Mau Datang
“Chan Hyung…” Chan menoleh terkejut. Lee Hyun, adiknya yang paling kecil masih berusia enam tahun, berdiri di pintu kamar Chan dengan baju tidur bare bears dan boneka otter yang menjuntai ke lantai di tangan kanannya.
“Hyun? Kenapa belum tidur?”
“Hyung sendiri kenapa belum tidur?” adiknya ikut duduk di sebelah Chan.
“Hyung mimpi lagi ya?”
Chan hanya tersenyum
Tangannya mengusap kepala adiknya
“Ayo tidur. Besok kamu sekolah. Mau hyung temenin?”
Adiknya mengangguk lalu merangkak naik ke tempat tidur Chan.
“Hyun kenapa bangun?” Tanya Chan sambil menarik selimut lalu berbaring di sebelah adiknya.
“Tadi Hyun mimpi noona.” Matanya mengerjap. Dada Chan mendadak sesak. Kenapa Hyeri tidak pernah datang ke mimpinya? Kenapa setiap malam ia hanya diputarkan mimpi buruk yang sama?
“Noona bilang Hyun harus temenin hyung biar hyung nggak sedih lagi.”
Mungkin itu hanya sekedar mimpi, namun serasa nyata bagi Chan bahwa ia memang memberitahu Hyun jika kakaknya sedang sedih.
Chan menepuk punggung adiknya pelan seperti saat ia menggendongnya ketika bayi.
“Nanti bilangin makasih ya ke noona. Bilang hyung sayang noona.” Ujar Chan yang berusaha menahan air matanya, namun gagal.
Hyun mengangguk. Tangan kecilnya menuju pipi Chan. Menghapus air matanya yang jatuh.
“Hyun udah di sini. Hyung jangan sedih. Nanti Hyun dimarahin noona. Dikira Hyun bikin Hyung nangis.”
Chan tertawa pelan.
“Iya hyung nggak nangis. Udah yuk tidur. Besok Hyun sekolah. Ntar telat bangunnya.”
Hyun memejamkan matanya.
Hyeri-ya
Kamu marah ya sampe nggak mau dateng ke mimpiku?
Nggak papa
Hyung emang salah
Hyung janji bakal ngewujudin permintaan terakhirmu
Hyung nggak akan sia-siain hidup hyung
Kamu bahagia ya di sana
Hyung kangen
Mata Chan perlahan terpejam
Bersama dengan bulir terakhir air matanya malam itu.
0 notes
Text
Decision
Jisoo terkejut ketika membuka pintu dorm. Matanya membelalak dan bibirnya terbuka sedikit demi sedikit.
“Chan?!?!”
Mingyu melongok dari ruang tengah mendengar suara Jisoo menyebut nama yang sudah lama tak berkunjung ke dorm.
“Hyung! Chan dateng!” ujar Mingyu dengan pandangan tak percaya ia berdiri di belakang Jisoo. Seungcheol melompat dari tempat tidur dan berlari ke pintu depan.
Chan masih dalam masa hiatus karena pengobatan traumanya masih berjalan. Luka-luka fisiknya sudah sembuh total. Chan juga sudah tampak lebih segar. Namun, matanya tetap tidak bisa membohongi hyung-hyungnya bahwa ia masih meringkuk dalam selimut gelapnya.
“Boleh masuk?” Tanya Chan dengan cengiran. Ia ingin tertawa karena ekspresi Mingyu dan Jisoo seakan mereka baru saja membukakan pintu untuk alien.
“O-oh, iya.” Jisoo langsung minggir. Keterkejutan membuatnya lupa bahwa ia menghalangi jalan.
Selama ini selalu mereka yang menjenguk Chan di Iksan. Dan ini adalah pertama kali Chan kembali ke dorm setelah insiden penculikannya.
“Udah panggil yang lantai 8?” Tanya Seokmin.
“Udah, aku chat di grup barusan” sahut Wonwoo.
“Udah makan Chan? Aku baru masak ramyeon.” Tanya Mingyu. Belum sempat dijawab, rombongan member dari lantai 8 masuk ke dorm.
“Lee Jung Chaaaan!!” Seungkwan langsung menghambur memeluk maknae yang sudah lama tidak ada di kamarnya. Seungkwan kangen keributan dengan Chan dan Jun sebelum tidur. Namun di kamar hanya ada dirinya dan Jun. Bahkan Jun selalu memeluk boneka jerapah dari tempat tidur Chan. Tidak ada lagi omelan Chan ketika boneka jerapah menghilang dari tempat tidurnya. Member lain pun turut bergantian memeluk Chan.
“Kok nggak ngabarin kalo mau ke sini?” Tanya Jeonghan yang langsung menempel pada maknaenya.
“Surprise~” ia menirukan gaya Jisoo saat berperan sebagai cameo di web drama A-Teen 2. Jisoo tertawa.
“How about your therapy? Feeling better?” Tanya Seungcheol yang juga duduk di sebelah Chan. Hari ini ia duduk dengan diapit dua member tertua di grup mereka. Member lain ikut mengelilingi kecuali Mingyu yang sedang memasakkan ramyeon untuk Chan.
“Lumayan. Tapi masih tetep mimpi tiap malem.” Jeonghan langsung merangkulnya.
“It’s okay. You’ll be better soon. Pelan-pelan aja Chan.” Ujar Wonwoo sambil mengusap kucingnya di pangkuan.
“Mon, come here. Don’t u miss me?” Kucing itu memperhatikan Chan sesaat. Memindai untuk menggali memorinya kembali. Ia punya tiga belas dan tuan dan berusaha mengingat Chan tuannya yang keberapa.
“Seems like u wanna talk about something, Chan?” Tanya Minghao yang sedari tadi masih bingung kenapa Chan tiba-tiba ke dorm tanpa mengabari apapun. Bahkan ia tak mengabari leader unitnya, Soonyoung.
Chan mengangguk.
“Aku udah diskusi sama papa mama.” Ia diam sejenak.
Bertepatan dengan Mingyu kembali dari dapur dan langsung duduk di sebelah Wonwoo.
“Soal kelanjutanku di Seventeen.”
Beberapa member tampak tegang setelah Chan berbicara seperti itu. Seungcheol dan Jeonghan masih tetap tenang. Mereka ingin mendengarkan lebih dulu mengenai keputusan maknaenya.
“Sejak keluar dari rumah sakit aku udah mutusin untuk berhenti dan keluar dari grup. How can I still stand on the stage with all of this fucking memory in my head? Semua ingatan itu selalu jalan tiap hari di kepalaku kayak film yang nggak ada abisnya. Nggak ada tombol pause bahkan stop. Apalagi tombol volume. Suara-suara itu kedengeran 100% setiap hari dan nggak pernah berkurang. Tidur pun yang aku inget juga itu. Dengan kondisi kayak gini aku nggak yakin aku bisa tetep lanjut di Seventeen. Bikin choreo atau bikin lagu. Jujur aku nyesel debut solo karena taruhannya nyawa Hyeri.”
Tidak ada lagi ekspresi ketakutan di wajah Chan. Ia sudah mulai tegar dan kuat dibandingkan saat member menjenguknya bulan lalu. Seungcheol mengusap kepalanya sesekali.
“Papa bilang, sebelum Hyeri meninggal, dia minta papa mama janji kalo aku harus hidup bahagia. Kalo aku harus jadi lebih kuat. Kalo aku harus bisa lebih ikhlas. Kalo aku harus tetep bersinar. How can she said all of those things when his brother can’t safe her and just looking at her sister being raped in front of his eyes.”
Seokmin, Seungkwan, Jisoo dan Minghao menunduk ketika matanya mulai basah.
Jihoon melihat ke arah lain karena tak ingin terlihat menangis.
Vernon dan Wonwoo sesekali menghapus air matanya yang sudah turun ke pipi.
Mingyu mengubur kepalanya di lengan.
Soonyoung dan Junhui melakukan hal yang sama seperti Seungcheol dan Jeonghan, tetap mendengarkan dengan tenang.
“And she told mom and dad, if I shouldn’t stop singing and dancing on the stage. I should stay with you all my hyung and fans. Because she knows I become very happy when singing and dancing. Itu permintaan terakhirnya.”
Suasana sunyi kembali. Chan tidak berkata apapun lagi. Tanpa saling bicara, semua member kecuali Chan berpikir mengenai kemungkinan terburuk perihal keputusan Chan.
Chan hengkang.
Tidak ada lagi maknae yang bisa mereka jahili saat di backstage menunggu giliran tampil.
Tidak ada lagi maknae yang selalu mengajarkan mereka choreo dengan telaten.
Tidak ada lagi maknae di dorm lantai delapan yang selalu tidur dengan boneka jerapahnya.
Tidak ada lagi aeginya Jeonghan yang selalu ia perlakukan seperti bocah lima tahun.
Tapi mungkin juga ada.
"And I choose to do what Hyeri want. Terakhir kali aku nggak bisa nolong Hyeri. Seenggaknya sekarang aku penuhi permintaan terakhirnya. I'll do my best to keep dancing and singing, to stand with you all and fans, to be happy for the rest of my life. Aku yang bakal ngelanjutin kehidupan Hyeri di dunia. I’ll live my life for her."
Seungcheol langsung menariknya ke pelukan. Senyum mulai terbit di wajah semua yang ada di sana. Jeonghan mengusap kepala Chan.
“All you need is hold your hand with us. And we will walk together. We will protect you as much as we can.”
0 notes
Text
Kata Lee Chan “I’m Totally Failed”
*Throwback*
Saat Chan membuka mata, hal pertama yang ia lihat adalah atap putih bersih. Berbeda dengan ketika ia bangun pertama kali sebelum saat ini. Chan mengerjapkan matanya.
“Panggil orang tua Chan. Dia udah sadar.”
Chan tau suara itu. Suara Jisoo Hyung. Samar-samar Chan melihat beberapa orang mengelilinginya. Namun matanya masih buram.
“Chan? Sayang?”
Suara ini, Chan juga tahu suara ini. Suara mamanya. Ia mencium kening putranya yang baru saja sadar dari koma selama tiga minggu.
“Ma” suara Chan serak.
“Iya ini mama nak. Ada papamu juga. Ada Hyun. Sama hyungmu semua di sini”
“Hyeri ma.” Suara Chan bergetar.
Ia ingat.
Ia ingat semuanya.
Dan selanjutnya yang ia dengar hanyalah tangisan sang mama. Papanya berada di samping kanannya menggenggam tangan Chan
“Salah Chan ma. Chan….nggak bisa nolongin Hyeri. Chan nggak…bisa ngelindungin Hyeri.” Chan terisak.
Papanya menggeleng
“Bukan salah Chan. Salah mereka, nak. Bukan kamu.” suara papanya ikut bergetar juga menahan tangis. Ia berusaha kuat untuk putranya. Seungcheol di sebelahnya menahan air mata.
“Hyeri mana ma?” Tanya Chan.
Inilah yang paling ditakutkan dari mereka semua yang ada di ruangan. Chan pasti menanyakan Hyeri.
“Chan” mamanya mengusap pipi Chan.
“Diikhlasin ya sayang. Hyeri udah bahagia di atas sana.” Jeonghan yang berada di sebelahnya mengusap bahu mama Chan.
Detik itu juga Chan hancur. Darahnya mendidih lagi. Matanya ditutup dengan lengan kanannya yang tersambung infus. Dadanya naik turun karena emosi. Dan mendadak ia bangun. Menarik infusnya hingga lepas dan melempar apapun yang ada di dekatnya. Sontak Jeonghan menarik mama Chan untuk menjauh. Hyun kecil ketakutan melihat kakaknya mengamuk dan langsung dipeluk Seungkwan. Matanya ditutup. Papa Chan dan Seungcheol serta Wonwoo dan Jihoon berusaha menahan Chan.
“Lee Chan, calm down! You can hurt yourself!” Wonwoo menahan sembari memeluk maknaenya.
“My fault. It’s my fault Hyeri-ya.” Chan sesenggukan sambil terus menyebut nama Hyeri.
“Chan, don’t blame yourself. Hyeri won’t like to seeing you become like this. She will sad.” Ujar Seungcheol menggenggam tangan Chan.
“Chan, listen to me. Your sister is very proud of you. Before she dead, she told us if you tried so hard to help her. She’s very happy to have a brother like you. And she make me promised her if I will make sure you will live this life happily after all of this accident.” Hyeri masih sempat sadar setelah polisi menemukan mereka dan dibawa ke rumah sakit. Ia masih sempat memberikan sedikit kesaksian walaupun tak sampai selesai karena Tuhan mengambilnya lebih dulu. Bahkan ia sempat menjenguk kakaknya terbaring dengan berbagai macam alat menempel di tubuhnya. Namun setidaknya, Hyeri sudah menyampaikan bahwa ia ingin kakaknya tidak menyesali dan menghukum dirinya setelah ini.
Lee Jung Chan adalah pengecut!
Itulah yang tertanam di kepala Chan setelah semua yang papanya katakan.
0 notes
Text
Before Nightmare Comes II - Chan Jatuh ke Jurang Tak Berdasar
*Throwback*
Chan mengerjapkan matanya. Buram. Lehernya sakit. Tangan dan kakinya terikat. Ia paksakan matanya untuk kembali melihat dengan normal. Berhasil walaupun butuh waktu agak lama. Hal pertama yang ia sadari di sana adalah ruangan berwarna abu-abu gelap.
Ia menoleh ke kanan dan kiri. Kosong. Bahkan ia tak tahu dimana dirinya. Kanan, kiri, depan, dan belakang hanyalah dinding semen yang tidak dicat. Banyak coretan pilox di sana. Ada satu jendela kecil di depannya. Namun cukup tinggi. Pintu berada di pojok sebelah kiri. Ruangan itu cukup luas. Mungkin ukurannya sekitar 7x7 meter. Tidak ada apa-apa di dalam sana selain dirinya dan kursi yang ia duduki dengan tangan terikat ke belakang. Suasana juga sangat sunyi. Tidak ada suara appaun kecuali bingkai jendela yang sesekali berderak karena angin malam.
Chan masih ingat semuanya. Saat ia pamit pada hyung-hyungnya untuk menemui Hyeri. Saat ia menonton bersama adiknya. Saat ia berjalan pulang sambil bercerita pada Hyeri bagaimana Mon diadopsi, dan adiknya mentertawakan kekonyolan Mingyu dan Seokmin yang tidak mau kucing betina. Bahkan ia ingat ekspresi bahagia adiknya saat Chan memberikan sebuah snowglobe dengan tiga beruang kecil di dalamnya sedang bermain salju. Chan bilang itu adalah dirinya, Hyeri dan Hyun.
Dan ia ingat, saat dirinya masih setengah sadar melepaskan cincin grupnya ketika terkapar. Berharap seseorang tahu dan menemukannya. Lalu pandangannya menggelap tepat saat orang yang mungkin juga memukulnya tadi menggendongnya dan membawanya pergi.
Hyeri… Hyeri…
Chan terus memanggilnya walau berupa bisikan. Suaranya habis karena haus.
KLEK!
Pintu dibuka. Beberapa orang masuk. Chan mengira usia mereka bahkan lebih tua dari Seungcheol.
“Lee Chan” salah satu dari mereka memanggil namanya.
“Haus ya?” yang lain menjejalkan gelas berisi air ke mulutnya hingga ia tersedak.
Tidak ada satupun yang Chan kenal dari ketujuh orang yang masuk ke sana.
“Mana Hyeri?” Tanya Chan dengan suara yang masih parau.
“Your sister?”
Lelaki berkaus biru memberi kode pada temannya yang berada di pojok kiri. Ia membukakan pintu. Seseorang masuk sambil mendorong adiknya.
“Oppa” bisik adiknya dengan nada ketakutan. Air matanya turun melihat kakaknya lemas terikat.
“Hyeri-ya, you fine?”
Hyeri mengangguk. Tangannya terikat di depan.
“Who the hell are you?!” Chan membentak dengan memaksakan sisa tenaganya.
“You don’t need to know who are we. We just doing our job.” Sahut salah satu dari mereka.
“What job? Who told you to did this to us?”
“I told you, you don’t need to know!” laki-laki berkaus hitam meraih dagu Chan dan Chan membuang muka
“Lepasin Hyeri. Siapapun yang suruh kalian, urusan kalian sama aku. Bukan dia.”
“Wow, such a good brother ya” ujar si kaus merah
Laki-laki berbaju hitam tadi mendekati Hyeri lalu mengangkat dagunya. Ia. membelakangi Chan dan memposisikan dirinya seakan ia mencium adiknya. Chan naik pitam.
“DON’T DARE YOU TO TOUCH HER!!!”
“Wanna be a hero for your sister? Try it. C’mon. Hit me.” yang lain tertawa melihat Chan tak mampu melakukan apapun
“Close it.” Lelaki di pojok menutup pintu dan menguncinya.
“Okay, let we see, how far you can safe your sister.”
Mereka melepaskan tali pengikat Chan dan memindahkannya ke tengah. Orang-orang di ruangan itu terlalu besar untuk di lawan Chan sendiri. Terlebih kepalanya masih sangat pusing akibat pukulan tadi. Mereka kembali mengikat Chan di tengah. Hyeri juga di geser ke tengah berhadapan dengannya. Ada cukup banyak jarak yang memisahkan mereka. Chan tidak lepas menatap tepat di kedua mata Hyeri yang ketakutan. Ia berusaha menenangkan adiknya walau hanya dengan mata.
We will be fine
I’ll safe u no matter what
We will go out from this hell
Salah satu dari mereka menyuruh Hyeri duduk di bawah. Chan terus memperhatikan dengan waspada setiap gerakan adiknya. Dan dengan satu sentakan lelaki berkaus hitam mendorong Hyeri hingga terbaring di lantai.
“AW!” Kepalanya terbentur.
Tangan Chan mengepal kuat. Empat laki-laki mulai mengelilingi adiknya. Hyeri semakin ketakutan. Chan mulai memberontak.
“I TOLD YOU TO NOT TOUCH HER!!!”
Lelaki di sebelah Chan memberi satu pukulan di wajahnya. Bibir Chan sobek.
Laki-laki berkaus hitam itu menggamit dagu Hyeri. Senyumnya mengerikan. Gadis itu memalingkan muka. Jarinya yang di dagu perlahan turun ke lehernya. Sweater yang digunakan Hyeri sudah tidak ada entah sejak kapan apalagi jaket Chan yang tadi digunakan adiknya. Hanya menyisakan kemeja birunya dan celana denim. Jari telunjuknya berhenti di kancing pertama kemeja Hyeri lalu membukanya. Hyeri memberontak.
Darah Chan mendidih. Ia memberontak sekuat yang ia bisa namun tali yang mengikatnya cukup kuat.
“STAY AWAY FROM HER OR I WILL KILL YOU ALL!!!”
Tiga pukulan berturut-turut kembali mendarat di wajah Chan. Sebisa mungkin ia tetap memberontak walaupun dipukul berkali-kali. Nafas Chan tersengal. Di menit pertama ia mendengar suara pakaian dirobek. Menit selanjutnya teriakannya dan teriakan Hyeri memenuhi ruangan bercampur tangis bersahutan.
“OPPA PLEASE HELP ME!!!”
Hanya itu yang Chan dengar berkali-kali dari adiknya. Pandangan Chan kembali buram akibat pukulan yang terus menghujaninya. Tenaganya terkuras karena terus memberontak. Kepalanya yang tertunduk mendadak dipaksa melihat ke arah adiknya yang masih tertutup lelaki berkaus hitam. Ketika matanya mulai normal, ia melihat ke sekeliling. Semua pakaian Hyeri berserakan.
“FUCK YOU!!! STAY AWAY FROM HER YOU MOTHERFUCKER!!!”
Chan berteriak lagi. Tidak peduli suaranya hampir habis.
“Bos, minggir lah. Kakaknya nggak keliatan nih mau liat eksekusi adeknya”
Tangisan Hyeri semakin kuat. Satu tamparan melayang di pipi adiknya. Chan terpejam. Ia bersumpah ia akan membunuh semua yang ada di sini. Matanya memerah. Air matanya ikut turun.
“Yaudah mulai. Tunggu apalagi kalian.” Ujar lelaki berkaus hitam lalu menyingkir dari hadapan Chan.
Saat itu juga Chan dipaksa melihat adiknya diperkosa empat orang yang tadi mengelilinginya. Tepat di depan matanya. Chan terus memberontak. Memaksakan tenaganya yang sudah limit bahkan tangannya sudah terluka akibat gesekan dengan tali. Belum lebam-lebam di wajahnya akibat pukulan berkali-kali.
Tangisan dan teriakan Hyeri serta rentetan makian sekaligus permohonan dari Chan untuk melepaskan adiknya memenuhi ruangan. Hingga entah berapa lama seperti itu dan pandangan Chan mendadak kembali menggelap. Samar-samar ia masih mendengar tangisan dan rintihan Hyeri. Bukan, bukan meminta Chan untuk menolongnya.
“Don’t hit him! U can rape me but please let my brother stay alive!”
Hyeri…Hyeri-ya…
Kesadaran Chan berakhir ketika ia mendapat pukulan terakhir di wajah dan perutnya.
And he fall to the lowest ground
Tanpa akhir
Tanpa ia tahu di mana dasarnya
Dengan sisa kesadaran yang sedikit kembali bahkan tak dapat dihitung 1% jika dikonversi dalam bentuk nilai, Chan memohon.
Memohon dengan seluruh nyawanya
Dengan seluruh ingatan senyum dan tawa Hyeri sebelum hari ini
Please, safe her
I’m sorry Hyeri-ya
0 notes
Text
Before Nigthmare Comes
*Throwback*
“Oppa nggak dingin? Sweaterku tebel kok.” Ujar Hyeri yang sedang memakai jaket kakaknya. Chan menggeleng, tangannya justru merangkul adiknya agar mendekat.. Mereka baru saja pulang nonton. Kebetulan Chan sedang kosong hari itu jadi ia memutuskan untuk mampir ke apartemen adiknya.
“Besok sibuk ya oppa?” Tanya adiknya. Chan mengangguk.
“Latihan di agensi. Kelasmu jam berapa besok? Ada yang dibatalin kan?”
“Iya, ada dosen yang ijin sakit. Jadi cuma kelas sore.”
Chan tidak pernah memberitahu Hyeri jadwal detailnya. Terlalu berbahaya bagi Hyeri untuk tahu walaupun ia adiknya. Dan Hyeri paham. Ia pun merasa lebih baik jika benar-benar tidak tahu karena tidak sedikit teman-temannya yang juga fans grup kakaknya bertanya padanya mengenai jadwal mereka. Tentu saja Hyeri selalu menjawab tidak tahu karena ia memang tidak tahu
“Jangan kasih tahu aku jadwal officialmu. Nanti aku diserbu mereka terus. Siapa tahu ntar aku keceplosan.” Selalu begitu kata Hyeri jika kakaknya hampir memberitahunya mengenai jadwal grupnya.
Mengisi kesunyian sepanjang jalan ke apartemen, sesekali dua saudara itu tertawa karena candaan Chan. Kadang ia menceritakan hal-hal lucu yang terjadi dalam grupnya. Atau Hyeri yang curhat mengenai dosen-dosennya yang kadang menyebalkan, killer, atau sangat perhatian padanya. Dan Chan akan jadi sensitif ketika adiknya bercerita tentang laki-laki yang ia sukai atau yang mendekatinya. Ia akan selalu meminta adiknya berhati-hati pada siapapun yang mendekatinya.
Beberapa saat, mereka sadar ada sosok lain di belakang mereka. Namun mereka tetap ngobrol dengan berjalan santai. Mungkin orang yang sedang jalan dan searah dengan mereka. Mungkin juga tidak.
BRUK!!!
Baik Chan maupun Hyeri tak sadarkan diri setelah menerima pukulan dari belakang.
.
.
Seungcheol mondar-mandir di ruang tengah dorm. Ia baru dapat kabar dari Jun kalau Chan belum pulang, baik ke dorm ataupun Iksan. Kalau ke Iksan, sudah pasti Chan mengabarinya terlebih dahulu. Padahal sudah hampir jam satu dinihari. Semua member sudah mencoba menghubungi Chan namun tidak ada yang dijawab oleh maknae mereka. Terakhir Jeonghan menghubunginya lagi namun ponselnya tidak aktif. Mereka jadi semakin khawatir
“Cheol, telpon manajer udah. Ini pasti ada apa-apa. Chan selalu ngabarin kita kok. Nggak pernah ngilang kayak gini. Apalagi kita udah telpon orang tuanya dia nggak di sana. Mereka telpon Hyeri juga nggak dijawab.” Jeonghan memintanya agar segera menelpon manajer mereka. Seungcheol menghela nafas. Ia masih menunggu teman-temannya yang lain.
Wonwoo, Jisoo, Soonyoung, Vernon, dan Junhui baru kembali.
“Gimana?” Tanya Jeonghan sesaat setelah mereka tiba
Junhui menggeleng. Soonyoung tampak frustasi. Wonwoo, Vernon, dan Jisoo langsung ke dapur mengambil air minum setelah berkeliling mencari Chan dan Hyeri. Beberapa menit kemudian disusul Minghao, Mingyu, Seokmin, Jihoon, dan Seungkwan. Mereka tampak tergesa.
“Kita udah cek ke apartemen Hyeri. Kosong. I’m sure something happened with them.” Mingyu ngos-ngosan. Yang tadinya di dapur ikut berkumpul di ruang tengah.
“We found this. Nggak jauh dari gedung apartemen Hyeri.” Jihoon menunjukkan cincin grup milik Chan.
Seungcheol merasa dirinya baru saja dipukul palu tepat di dadanya. Something happened with his maknae
“Cheol, we should call the managers. Now.”
Kali ini Seungcheol langsung mengambil ponselnya.
.
.
Pagi itu jadi sangat hectic di agensi. Berita mengenai hilangnya Chan dan adiknya sudah tersebar karena beberapa orang melihat mobil polisi di depan gedung agensi dan mau tak mau mereka memberi pengumuman mengenai hilangnya Chan dan adiknya. Seluruh staff sudah dibriefing untuk tidak melakukan atau membicarakan hal yang gegabah mengenai Chan dan Hyeri.
Member lain berkumpul di ruang latihan agensi. Harusnya hari ini mereka melanjutkan membuat lagu untuk comeback selanjutnya. Namun fokus mereka sudah pecah walau dipaksa bagaimanapun. Ketiga manajer sedang mencari Chan dan Hyeri bersama polisi. Ruangan itu hening walaupun ada dua belas orang di dalamnya. Sebelumnya mereka sudah diinterogasi polisi mengenai apa saja yang dilakukan Chan sebelum pergi.
“Menurutmu sasaeng?” Tanya Jisoo pada Seungcheol.
Yang ditanya menggeleng lemah. Wajahnya sudah tak karuan hasil tak tidur semalam. Kantong matanya menghitam seiring berjalannya waktu.
“Kayaknya ini masih ada sangkut pautnya sama debut solo Chan dua bulan lalu.” ujar Seungcheol.
“Oh, sajaegi? Maksud hyung yang nyulik Chan sama Hyeri ini orang-orang ‘mereka’?” Tanya Seungkwan.
Dua bulan lalu Chan sempat tersandung kasus sajaegi saat debut solonya. Ia dituduh melakukan hal tersebut oleh salah satu penyanyi solo yang juga melakukan comeback saat itu agar lagunya bisa masuk all kill. Chan sempat stress karena tuduhan tersebut, namun agensi mengusutnya karena mereka benar-benar tidak melakukan sajaegi. Hingga agensi mampu membuktikan bahwa tuduhan itu tidaklah benar. Penyanyi solo yang menuduh Chan dihujat habis-habisan oleh netizen. Bahkan tidak sedikit yang meminta album solo artis tersebut ditake down karena menyebabkan kerugian pada Chan.
“Hmm, such a revenge,” gumam Seungcheol.
Dalam hati mereka terus berdoa agar Chan dan Hyeri kembali dalam keadaan selamat. Bahkan Soonyoung sampai tidak mau makan karena Chan belum ada kabar.
“Nyong, nggak makan nggak bikin Chan balik. Butuh tenaga juga buat doain dia.” Wonwoo mendorong makanannya ke arah Soonyoung. Soonyoung mengaduk-aduk makanannya. Ya, hanya diaduk dengan tatapan kosong. Junhui yang kebetulan melihat mengambil alih sumpit Soonyoung lalu menyuapinya.
Seungcheol terus menatap ponselnya. Ia teringat saat tour di Amerika, Chan memintanya untuk membantu memilih hadiah ulang tahun adiknya, Hyeri. Kemarin Chan memberikan hadiah itu untuk adiknya karena ia tidak bisa datang saat ulang tahunnya dua hari lagi. Ia tidak bosan membaca roomchat terakhirnya dengan Chan. Matanya merebak oleh selaput bening tipis yang menetes ke pipi.
Pilihan hyung bener
Hyeri suka
Thanks hyung :) -Chan
0 notes
Text
Chan’s Daily Nightmare
Chan basah kuyup. Peluhnya membasahi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tangannya mencengkeram erat sprei tempat tidurnya.
Bangun! Bangun! Bangun!
Chan terengah ketika ia sadar. Tubuhnya gemetar hebat. Ia sendirian di kamarnya. Semalam Chan pamit pulang lebih dulu ke Iksan pada hyung-hyungnya karena besok mereka tidak ada jadwal ke agensi. Diambilnya segelas air di meja sebelah tempat tidurnya. Tapi tangannya terlalu lemah. Kalah dengan rasa takut yang membuatnya tremor. Ditekannya dada kiri dengan kuat. Menekan detak jantungnya agar lebih tenang.
Itu mimpi
Mimpi Chan, mimpi
Mimpi yang pernah menjadi nyata di masa lalu
Mimpi yang tidak pernah absen setiap malam
Mimpi dan kenyataan paling tragis dalam hidupnya
Kenyataan yang membuatnya harus rutin datang ke psikiater hingga saat ini. Namun tidak cukup mempan untuk menghapuskan mimpinya setiap malam. Hingga akhirnya ia menyerah dan hanya mengambil obat penenang yang disarankan dokternya. Hipnoterapi juga sudah dijalani namun tetap tidak mempan.
Hyung-hyungnya selalu siaga ketika Chan sudah tidur. Terutama Junhui dan Seungkwan yang satu kamar dengannya di dorm. Atau saat tour, Chan tidak akan dibiarkan sendirian. Ia selalu punya roommate.
Chan mengambil ponselnya. Roomchat grupnya masih ramai. Beberapa member belum tidur. Ia mencoba mengirim chat pada leadernya, Seungcheol hyung.
Hyung, belum tidur? -Chan
Chan?
Belum
Kamu baru bangun? -Seungcheol
Iya
Biasa, mimpi -Chan
Udah minum air putih?
Kamu tidur sama adekmu? -Seungcheol
Nggak
Aku tidur sendiri hyung
Hyun di kamarnya -Chan
Are u alright?
Kenapa nggak tidur sama Hyun? -Seungcheol
I'm fine hyung
No need to worry
Nanti Hyun ikut panik kalo aku tidur sama dia
Besok dia masih harus sekolah -Chan
If something happen cepet panggil orang tua atau adekmu
Atau telpon kita -Seungcheol
Chan tersenyum. Ia selalu bersyukur pada Tuhan karena menghadirkan hyung yang sangat menyayanginya. Walaupun ia anak tertua di keluarganya, namun Chan adalah maknae dalam grupnya. Dan ia selalu diperlakukan seperti adik kecil walaupun usianya sudah 21 tahun.
Don’t worry hyung
Hyung tidur
Inget kata dokter -Chan
I know
I’ll go to sleep now
Night 애기 -Seungcheol
See? Bagaimana sang leader pun tetap memanggilnya bayi. Chan kembali menyimak ke dalam roomchat namun tak berniat nimbrung sama sekali.
Chan?
Are u still awake? -Wonwoo
Wonwoo mengiriminya chat, pasti Seungcheol hyung memberitahunya.
Iya hyung
Barusan bangun -Chan
Aah, mimpi?
Udah minum air putih? -Wonwoo
Semua hyungnya sudah hafal. Jika Chan mimpi buruk maka ia harus segera minum air putih. Untuk menyeimbangkan oksigen dalam tubuhnya juga. Apalagi ia selalu berkeringat cukup banyak ketika mimpi buruk itu datang.
Udah hyung
Hyung kenapa belum tidur? -Chan
Mon was waking me up
He’s hungry
And I forgot to put his meal before I sleep -Wonwoo
Mon adalah kucing Wonwoo. Chan jadi teringat bagaimana sejarah awal Mon di dorm mereka. Sempat terjadi perdebatan saat Wonwoo ingin mengadopsi kucing. Bukan masalah member yang tak nyaman sedorm dengan kucing. Namun memperdebatkan kucing jenis kelamin apa yang harus Wonwoo adopsi. Beberapa tak masalah mau kucing jantan atau betina. Namun beberapa lagi minta kucing jantan saja karena semua yang ada di dorm laki-laki.
“Emang kalian horny kalo kucingnya cewek?” Tanya Jeonghan saat perdebatan berlangsung.
“Ya enggak,” jawab Seokmin dan Mingyu berbarengan.
“Tapi malu hyung. Kucingnya juga pasti ntar malu kalo tau isinya cowok semua,” ujar Seokmin.
“Aku juga sering nggak pake atasan kalo di dorm,” tambah Mingyu.
Wonwoo hanya geleng-geleng di pojokan mendengarkan perdebatan mereka. Seungcheol pun tetap fokus pada gamenya. Kebiasaannya sebagai leader adalah menjadi penengah. Namun perdebatan kali ini bukanlah hal penting bahkan bukan hal yang perlu diperdebatkan.
“Kucingnya juga nggak doyan Gyu sama kamu” sahut Seungcheol dari kamarnya. Wonwoo tergelak lalu beranjak dari kasurnya.
“Jemput sekarang, Won?” Tanya Jeonghan.
Wonwoo memakai jaket dan maskernya.
“Iya. Baru siap jam sembilan katanya.”
“Kucing udah kayak tuan putri pake dijemput,” celetuk Chan
“Wonwoo mah sayangan sama kucing daripada doi” ujar Jisoo sambil mengaduk tehnya.
“Jun dimana? Nggak ke sini?” Tanya Wonwoo pada Jeonghan. Mengabaikan cibiran member lain karena kebucinannya dengan kucing.
“Masih di atas. Terakhir ku tinggal ke sini masih mandi.”
Wonwoo menunggunya tak sampai lima menit, Junhui muncul di pintu.
“Won?”
“Oh, udah? Ayo.” Mereka berangkat ke penangkaran kucing liar dengan jalan kaki karena lokasinya lumayan dekat.
Chan selalu senyum-senyum sendiri mengingat hal itu. Perasaannya selalu jadi lebih baik ketika mengingat hal-hal lucu yang pernah terjadi dalam grupnya.
Salam buat Mon, hyung
And u should go to sleep again -Chan
Yep, I will
How abt u? Feeling better now? -Wonwoo
Yes, I’m fine now
Try to sleep again -Chan
Ok, night Chan -Wonwoo
Night hyung -Chan
Chan meletakkan ponselnya lalu turun dari tempat tidur. Lantainya dingin. Namun ia memilih duduk di bawah, di sisi jendelanya yang besar. Mengabaikan keramik putih gading yang sama sekali tak menghangatkan. Chan disambut bulan yang bersinar cerah. Kontras dengan perasaannya saat ini. Kadang Chan marah pada malam yang tampak bahagia sedangkan ia masih diselimuti penyesalan dan tumpukan rasa bersalah serta takut ketika langit mulai mengurungnya dalam gelap. Matanya menerawang. Sedikitpun ia tak lupa akan kejadian malam itu
1 note
·
View note