Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
"Rumah"
Mama.. beliau adalah sosok yang selalu bersuka cita 'menghabiskan waktunya' didalam rumah, menunaikan kewajibannya sebagai seorang hamba dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anaknya.
Sosok yang selalu membukakan pintu rumah bagi kami ketika pulang dengan sapaan hangat yang meneduhkan.
Sosok yang ketika ada yang bertanya arti rumah baginya.. beliau menjawab:
"Tidak sulit bagi seorang perempuan untuk mencintai tempat dimana banyak lahan ibadah dan terjaga didalamnya."
Sesederhana itu pandangannya, dan tidak ada beban sedikitpun terucap dari lisannya. Akupun tidak sulit untuk 'jatuh hati' pada sosok ini setiap harinya.
Ketika ada yang bertanya lebih jauh tentang makna dari jawabannya, beliau kembali menjawab:
"Dalam hadits riwayat Imam Ahmad, Ummu Humaid (istri dari Abu Humaid as-Sa'idi) pernah mendatangi Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Beliau ingin sekali shalat berjamaah bersama nabi, tetapi apa jawaban nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam? "Aku telah mengetahui hal itu bahwa engkau sangat ingin shalat berjamaah bersamaku. Namun shalatmu (wanita) di dalam kamar khusus untukmu lebih utama dari shalat di ruang tengah rumahmu. Shalatmu di ruang tengah rumahmu lebih utama dari shalatmu di ruang terdepan rumahmu. Shalatmu di ruang luar rumahmu lebih utama dari shalat di masjid kaummu. Shalat di masjid kaummu lebih utama dari shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi).”
Ummu Humaid lantas meminta dibangunkan tempat shalat di kamar khusus (dalam rumah) miliknya, beliau melakukan shalat di situ hingga 'berjumpa' dengan Allah Ta'ala.
Sedemikian besar keutamaan berdiam dalam rumah bagi seorang wanita. Ada pahala melimpah bagi wanita yang 'berdiam' dalam rumah menjaga kehormatannya dalam ketaatan, yang dengannya membersihkan dari dosa-dosa, seperti yang Allah Ta'ala kabarkan dalam surat Al-Ahzab ayat 33.
Seperti juga yang nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam amanatkan kepada para lelaki, agar mereka memperlakukan wanita seperti layaknya gelas-gelas kaca. Tidak memperkenankan wanita bepergian jauh tanpa mahram, agar terjaga dan terlindungi.
Demi Allah, tidak ada agama yang memberikan perlindungan dan penjagaan sedemikian kepada wanita akan haknya dan memuliakan wanita di dunia dan di akhirat seperti agama Islam. Jadi bukan semata-mata 'rumah' saja, tapi tentang cara mencintai Allah dengan menjalankan syariat-Nya. Keikhlasan itu akan tumbuh di hati setiap wanita yang tahu akan fitrahnya.
Selain itu, saya dan suami tidak ingin memberikan hak kepada siapapun sebagai pendidik utama, dan membesarkan anak-anakku didalamnya. Mereka adalah amanah dari Allah, dan bagian dari 'bekal' akhirat' kami. Mereka terlalu berharga untuk kami sia-siakan.
Jika ada wanita yang bekerja diluar rumah, semisal karena keadaan yang membuatnya tidak ada pilihan lain untuk demikian, dan selama ia mampu menjaga batasan-batasan syariat yang melekat padanya, dengan tidak melepaskan kewajiban utamanya, jangan pernah ada yang menganggapnya keliru.
Demikian pula dengan menuntut ilmu syar'i, kewajiban ini tidak hanya untuk kaum lelaki saja.. kaum wanitapun memiliki kewajiban yang sama. Sehingga jika tiada pilihan lain harus menuntutnya di luar rumah, maka batasan syariatnya pun harus dijaga."
.
.
.
Sambil menuliskan ini, saya mengambil banyak catatan penting sebagai pengingat bagi seorang lelaki calon imam keluarga, agar mampu menjadikan rumah sebagai 'baiti jannati' bagi penghuninya. Ini adalah tugas utama bagi seorang lelaki, menjadikan rumah sebagai 'surga' sebelum 'Surga' dengan pondasi ilmu syar'i, sehingga memahami kewajibannya kepada Allah Ta'ala sebagai seorang hamba, dan kewajibannya sebagai imam keluarga yang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.
.
Dan sebagai seorang anak, tanda mencintai orang tua yang benar adalah dengan berusaha agar menjadi anak yang shaleh, sehingga dapat mengangkat derajat orang tua disisi-Nya. Aamiin Ya Rabb.
305 notes
·
View notes
Text
"Jadilah sosok laki-laki yang berakhlak baik. Agar kelak ketika putrimu mendapatkan pertanyaan tipe suami idaman kamu seperti apa? Dia tanpa ragu menjawab seperti Ayahku."
- KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha')
51 notes
·
View notes
Text
Pesan untuk diri sendiri
- Jalani peran semaksimal mungkin
- Fokus pada apa yang menjadi tujuan dan mensyukuri apa yang dipunya.
- Ketika memutuskan menikah, berarti memutuskan bahwa saatnya berhenti memberi makan ego :)
- Jika dalam perjalanan ada kesulitan/kesedihan, yang pertama harus tahu adalah Allah, biarkan pembicaraan itu ada PERTAMA KALI hanya denganNya.
- Jangan terobsesi menjadi produktif jika kita tidak pernah tahu tujuan dari produktivitas kita apa
- Takar kapasitas diri dan keluarga, supaya seimbang dan maksimal dalam menjalani peran
- Ketenangan hati adalah hal yang mahal, jangan merusak ketenangan itu dengan membandingkan diri dengan orang lain
- Keluarga adalah prioritas, kita termasuk di dalamnya. Jadi jangan sampai melupakan kenyamanan dan kesehatan diri sendiri.
- Lebih baik ambil sedikit pekerjaan tapi maksimal dari pada banyak tetapi setengah-setengah
- Berumah tangga adalah berbagi peran, jika sudah mulai merasa berjuang sendiri maka ada yang perlu didiskusikan kembali
- Fokus ke solusi, berhenti menyalahkan, meminta/menerima maaf = saving energy.
- Perhatikan batas-batas diri, mana yang dalam kontrol, mana yang tidak. Kita tidak bisa menyelamatkan dan menyenangkan semua orang, termasuk diri sendiri--kadang tidak bisa senang jika ada hal di luar kontrol yang terjadi, setidaknya dengan aware batas kontrol, kita menjadi lebih legowo.
-Membantu orang lain = membantu jiwa kita. Tidak akan habis harta dibagi.
- Muliakan orang tua, nggak akan bisa kita membalas segala kebaikan mereka
- Rida suami penting, karena bagaimanapun beliau nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya termasuk kita di dalamnya.
- Jangan sombong, minta selalu untuk dijauhkan dari sifat sombong
- Ada yang tidak perlu diungkit : kesalahan orang lain dan kebaikan diri sendiri
- Anak-anak belajar paling banyak dari melihat orang tuanya, jadi versi terbaikmu, biar mereka bisa meneladaninya.
- 3 kata ajaib : maaf, tolong, dan terima kasih. Biasakan ke siapapun, tanpa pandang status sosial.
- Keberkahan harta itu penting, hidup secukupnya dengan sumber harta jelas halal lebih baik daripada hidup mewah tapi sumber harta abu-abu.
- Nuruti dunia engga ada habisnya, sesuaikan gaya hidup, orang yang kaya itu sesungguhnya yang tahu di batas mana dia merasa cukup.
1K notes
·
View notes
Text
Bisa-bisanya dibilang mental yupi, aku kan udah latihan mental sejak dini. :)
0 notes
Text
Pesan matahari kepada bulan;
“Jaga selalu sinarmu, bukan untuk menjadi yang paling terang. Namun menjadi pengingat, setidaknya gelap tak terasa hampa karenamu.”
Cukup menjadi yang tak pernah padam, meskipun sinarmu tetap saja terkalahkan. Namun penjagaanmu menjadi kekuatan. Teruslah hadir pada setiap nafas-nafas perjalanan. Setidaknya riuh akan reda karena sebuah kehadiran sang bulan di tengah kegelapan.
Jadilah yang hadir dan menghadirkan, pada kesempatan yang mungkin takkan terulang. Jadilah sebaik-baiknya teman, bersama punggung yang siap direbahkan. Teruslah membersamai barisan, meski kita tahu jalannya akan terjal, sedikit rekannya, dan banyak ujiannya.
Sinarmu milikmu, milik mereka yang ada disekitarmu. Temani dan lepaskanlah dirimu untuk mereka. Karena sejatinya ujung dari dakwah adalah pemberdayaan. Semoga cerahmu menular, hangatmu menenangkan, dan sosokmu yang selalu dinantikan –sebab karya-karyamu dalam kebaikan.
#notetomyself #selfreminder
30 notes
·
View notes
Text
Ustadzah, maaf ngrepotin
12 menit berlalu. Gadis berkerudung coklat itu duduk menunduk di depanku. Dia tidak sedang menangis. Dia hanya sedang berhenti. Berhenti mengucapkan ayat² yang sedang ia setorkan padaku. Ia tertunduk. Berfikir, ayat apa lagi setelah ini. Aku pun diam. Sambil memegangi pensil dan quran gadis berkerudung coklat di depanku. Lembar quran di halaman itu mulai lusuh. Berkali kali aku melingkari kesalahan lafadz, maupun kesalahan panjang pendek di lembar ini. Dan berkali kali aku menghapus lingkaran itu, Lalu kulingkari lagi, dan sebelum gadis itu setor lagi hari ini untuk kesekian kalinya, aku menghapus lingkaran itu lagi. Dan di detik ini, aku melingkarinya lagi.
Lingkaran itu semakin hari semakin sedikit. Dari awal setor surat ini, setiap ayat selalu ada lingkaran, kali ini sudah berkurang antara 6 ayat sekali.
Hari ini untuk kesekian kalinya dia setor, ya. surat terakhir di juz 29. Kelulusan 1 surat bisa dicapai apabila menyetorkan dengan kesalahan maksimal 3 kali. Dan pastinya tidak berhenti².
Dia mulai mengucap ta'awudz, aku mulai menyimak. Beberapa detik berselang, sudah sampai ayat 10 dan tanpa kesalahan. Lalu berlanjut hingga ayat 25, dia berhenti. Melihat mataku, aku membalas tatapan gadisku, aku berbicara padanya lewat mata,
“hei,kamu pasti ingat”, “hei, kamu bisa”, “ayo,”
Lalu,
“ahyaaa aw wa,amwaata. Waja'alna fiiha rowasyisyasyamiqoting..”
Aku menyela, sambil kuketuk pensil di meja “hemmm”
Dia tahu. Pertanda ada yang salah. Diam. Tertunduk. Daaan.
“ahyaaa aw wa,amwaata. Waja'alna fiiha rowasyi..miqoting..”
Aku menggeleng. Dia berhuhh, tanda mengeluh. Matanya mulai sayu. Dia mulai mengambil nafas, dan tertunduk lagi.
Aku tidak tau kenapa aku masih saja mau menyimak dia. Aku tidak tau kenapa aku menunggu nya, menunggunya mengucapkan ayat² itu.
“ahyaaa aw wa,amwaata. Waja'alna fiiha rowasyiya, syaamikhoting wa,as qoinaakummaa,ang furoota”
“sehuruf nduk”
Tertunduk lagi. Dan suaranya bergetar.
“ahyaaa aw wa,amwaata. Waja'alna fiiha rowasyiya syamikhootiw wa,asqoinaakum maa'ang furoota”
Aku diam. Pertanda benar. Dan dia melanjutkan ayat berikutnya, hingga akhir ayat, tanpa lingkaran. Dia tersenyum, sambil menangis.
“ustadzah, maaf ngerepotin. Makasih us udah sabar”
Dia mencium tanganku, dan memelukku. Aku balas dengan pelukan erat. Dan tangisnya makin menjadi. Semua anak² di halaqoh quranku berebut memeluk kami. Dan bersorak bahagia.
“ Kita wisudaa barenggg”
Aku tidak tahu, ada apa dengan ku, darimana datangnya kesabaran ini ? Apakah ini bentuk terkabulnya doa gadisku ? Apakah dia berdoa pada Allah untuk membuatku sabar menyimaknya ?
Aku tidak mungkin sesabar ini jika tidak karena doa seseorang. Atau memang Allah sengaja membuat begini, agar dapat mengambil banyak pelajaran. Jika tadi aku tak sabar. Rusaklah mood gadisku. Dia pasti akan menangis dan menyalahkan dirinya sendiri. Benarlah nasihat itu,
Ujian terbesar dari seorang guru adalah terburu-buru. Tidak sabar. Ingin anak didiknya cepat menguasai, cepat pintar, cepat paham, dan cepat cepat lainya. Ingin anak didiknya seketika sempurna. Padahal dia juga manusia, seperti kita. Membutuhkan proses untuk menuju kesempurnaan.
Ternyata rezeki itu tidak hanya berupa gaji yang diwujudkan uang. Namun diberikan hati yang sabar, ikhlas, dan perasaan penuh syukur adalah rezeki, dan seharusnya terus kita minta kepada Allah.
Bersabarlah ustadzah, mintalah rezeki istiqomah :) .
44 notes
·
View notes
Text
Plegmatis: orang-orang lambat
Rasanya baru kemarin saya lulus SMA. Rasanya baru kemarin saya mendaftar kuliah. Rasanya baru kemarin saya menjadi mahasiswa baru. Bahkan saya masih merasa ada jam kuliah nanti siang.
Saya masih bisa merasakan suasana lorong kelas, kaki-kaki mahasiswi menaiki tangga dan saling bercanda.
Saya masih ingat sepasang sahabat perempuan yang sering duduk di lantai luar kelas dengan netbook kecil dekat stopkontak saat pergantian jam kuliah.
Mereka punya banyak perbedaan. Dunia mereka berbeda. Tempat tinggal juga berjauhan. Bukan karena memiliki banyak kesamaan. Ruang dan waktu hanya tak sengaja mempertemukan mereka. Ada ruang kosong yang perlu ditempati. Ada waktu yang perlu diisi. Ada momen yang perlu dirasakan. Ada kenangan yang perlu dipintal.
Beberapa bulan lagi mungkin ruang dan waktu tidak lagi bersahabat dengan mereka. Beberapa bulan lagi mereka akan memiliki tempat mereka masing-masing.
Beberapa bulan lagi itu adalah beberapa bulan yang lalu.
Beberapa bulan yang lalu mereka mendapati masa perpisahan itu. Ruang dan waktu habis. Beberapa bulan yang lalu sebagian besar kawan-kawan akhirnya diwisuda.
Rasanya baru minggu lalu mereka sibuk mengajukan judul dan revisi berulang-ulang. Hari ini undangan demi undangan pernikahan berdatangan. Foto perihal lowongan pekerjaan, pengurusan SKCK dan inovasi-inovasi usaha mengisi lini masa.
Kawan saya ada yang terduduk di pojok kursi kampus. Hikmat merasakan lorong yang kosong. Sesekali melintas mahasiwa baru yang tak dia kenal.
Rasanya baru kemarin kawan-kawannya bergantian masuk ruang dosbing. Saling bercanda untuk menutupi cemas.
Dia ragu mengirim chat ke kawan-kawannya yang sudah lepas dari kampus. Mereka sudah pulang kampung. Menuju asing seperti awal perkuliahan.
Semua orang menjadi tokoh utama di hidup mereka masing-masing. Berjalan di lintasan masing-masing. Di keluarga masing-masing. Tidak ada lagi ikatan dengan kampus. Tidak ada lagi alasan untuk mengirim chat, seperti; "nanti ada kelas? PPT nya sudah jadi? Nanti makan di mana? Ikut seminar yuk."
Dunia yang sangat cepat membuat orang-orang lambat seperti dia dan sebagian kecil orang di luar sana seperti orang asing. Duduk di sudut peron, memperhatikan gerbong demi gerbong menurunkan dan menaikan penumpang. Orang-orang bergantian datang dan pergi. Sementara dia masih sibuk menghayati. Menikmati detik demi detik.
Rasanya semua seperti mimpi dan terlalu berharga karena ada tapi hanya sekedar melintas saja.
Semua orang berlari seperti dikejar usia. Semua orang mencentang list demi list mereka sebagai tanda keberhasilan demi keberhasilan. Mereka tahu hidup mereka hanya singkat, mereka harus buru-buru.
Sementara beberapa orang yang lain berjalan ringan seperti orang liburan di tengah padang rumput hijau. Menyesap dalam-dalam aroma bebukitan. Menikmati senti demi senti langkah kaki. Berjalam sesuka hati, kadang berjalan mundur sembari melihat jalan di belakang.
Tapak kaki yang tertinggal. Tapak kaki kawannya yang bernama A. Tapak kaki kawannya yang bernama B. Yang sekarang sudah jauh di depan. Bebatuan yang sudah terlewati seperti melambaikan tangan, "selamat jalan."
Orang-orang lambat seperti dia ini dan mungkin sebagian kecil orang-orang di luar sana yang saya yakin juga sama seperti dia memang sering tertinggal. Sebab sebagian besar orang-orang berlari seperti kuda yang memakai kacamata. Tak bisa menoleh ke kanan-kiri-belakang. Mereka fokus ke depan. Hanya ke depan. Seperti dikejar usia. Puncak bukit di depan harus segera didapat selagi sempat.
Ya. Tentu saja kadang orang-orang 'lambat' ini cemas dan ketakutan. Takut tertinggal dan tak ada pertolongan. Takut terlalu lama menikmati jalan. Takut terlalu lama menghayati tapak kaki yang tertinggal. Kadang mereka kerap menghibur diri sendiri, "tak apa. Hidup ini bukan perlombaan."
Beberapa yang usianya hampir menyentuh kepala tiga namun belum menghasilkan apa-apa mulai depresi. Kawan-kawan seangkatannya sudah memiliki anak. Sudah memiliki rumah. Sudah mapan. Sudah menempati suatu jabatan. Sementara dirinya sendiri masih belum beranjak dari tempatnya 5 tahun lalu. Masih duduk di peron yang sama.
Dunia berjalan terlau cepat untuknya. Orang-orang hanya butuh rata-rata 25 tahun untuk mengumpulkan mental dan mantap menikah, tapi dia merasa 25 tahun belum cukup. Bahkan dia merasa dia masih muda, masih anak yang baru saja lulus SMA.
Dia mulai bingung, apa yang salah dengan dirinya. Kenapa orang-orang bisa mengikuti irama dan kecepatan laju dunia sementara dia tidak.
Kadang dia tak punya waktu berfikir sebab lingkungan (red.keluarga) lebih dulu mendesak. Siap tak siap dia harus bisa mengikuti kecepatan orang lain. Beberapa orang mulai depresi di posisi tersebut. Dia tak bisa menyalahkan orang lain. Dia hanya bisa menyalahkan hidup dan dirinya sendiri. Akhirnya dia membenci dirinya. Memaki kelambanannnya sendiri.
Jalan di depan sangat kosong. Gerbong sudah habis. Dunia tak punya waktu menunggu orang yang lebih suka duduk-duduk di bawah pohon apel dan hanya melamuni apa yang orang-orang tinggalkan di belakang.
Jargon demi jargon motivator memenuhi telinganya, "kesuksesan hanya bisa diraih oleh mereka yang bekerja keras, cepat dan lincah mengambil celah"
Dia mengutuk dirinya sendiri yang lebih suka beristirahat dan menikmati kedamaian di tempatnya duduk. Kesuksesan seperti ditaruh di depan muka lokomotif yang tak mungkin bisa dikejar.
Apakah orang-orang lambat punya tempat di dunia ini?
Jawaban saya: ADA!
Dari awal penciptaan manusia hingga hari ini, waktu tidak berubah (kecuali beberapa detik saja sesuai perhitungan sains). 24 jam sehari. Semua orang tinggal dalam dunia yang isinya 24 jam sehari. Ada yang sadar waktu berjalan cepat sehingga ia ikut berjalan cepat. Ada yang sadar tapi ia enggan berjalan cepat.
Apakah ia akan tertinggal? Tentu saja. Dia akan tertinggal oleh kawannya yang berjalan cepat. Tapi apakah dia punya tempat? Tentu saja. Dia tetap memiliki tempat.
Yang perlu diingat adalah, tidak ada yang di belakang tidak ada yang di depan. Meskipun dia tertinggal, tapi dia tidak tertinggal di belakang, dia tertinggal di tempat yang lain. Di tempat yang sesuai dengan dirinya. Dia dan kawannya masih ada dalam satu waktu. 24 jam. Tapi berbeda tempat. Tidak di belakang juga tidak di depan. Hanya jalan yang berbeda.
Tak perlu takut dan cemas dunia akan meninggalkan kita, sebab dunia tidak akan kemana-mana. Kita masih akan hidup dengan berjalan cepat atau pun lambat. Usia bukan seperti serigala yang akan memangsa orang-orang yang lambat dan tertinggal. Usia bisa memangsa siapa saja. Yang berjalan lambat atau pun cepat.
Tak perlu takut dan khawatir kesuksesan akan menjauhi kita. Kesuksesan bisa didapat oleh siapa pun. Orang-orang lambat bisa meraih kesuksesannya dengan caranya sendiri. Orang-orang cepat bisa meraih kesuksesannya dengan caranya sendiri dan mungkin lebih cepat. Tapi tak masalah. Yang terpenting bukan kecepatan dalam meraihnya tapi bagaimana cara kita menikmati dan memanfaatkannya.
Tak masalah menjadi orang lambat karena kita tak dilahirkan hanya untuk berlari. Kita bisa duduk. Berbaring. Jalan santai. Tak masalah juga menjadi orang cepat. Mereka memilih berlari semampu mungkin, secepat mungkin lalu baru menikmati istirahat.
Tidak salah menjadi orang lambat. Mereka hanya terkadang kaget saja dengan kecepatan dunia. Kecepatan momen demi momen yang terus berganti. Mereka sangat menyayangi waktu. Mereka enggan membuang waktu seperti sampah yang sekali pakai.
Bedanya dengan orang cepat, orang cepat sangat menghargai waktu dengan cara mengisinya dengan penuh. Seperti gelas kaca kosong yang harus dihargai dengan cara mengisinya dengan susu hingga penuh. Setelah susunya habis, 'orang lambat' yang menyimpan gelasnya. Sementara 'orang cepat' pergi keluar, mengisi gelas lain.
Masing-masing memiliki tempatnya. Tidak ada yang di depan tidak ada yang di belakang.
Ada yang butuh 25 tahun untuk matang. Ada yang butuh 35 tahun dan itu tidak masalah.
Orang-orang lambat, kamu masih berhak hidup dengan baik. Kamu hanya berbeda. Kamu hanya menyayangi waktu sampai-sampai tak tega meninggalkannya.
Tak masalah orang-orang seangkatanmu sudah memenuhi CV mereka sementara kamu masih bingung bagaimana mengisinya.
Tak masalah orang-orang sudah menempati tempat yang umumnya di usia mereka sudah tempati. Tak masalah belum siap. Tak masalah belum berani. Setiap orang punya waktu yang berbeda dalam mengolah hati.
Yang terpenting, kamu menjadi dirimu sendiri. Daripada pura-pura cepat lalu kelelahan dan tersungkur di tengah jalan.
Image from: Jamesaltucher.com
#nulisajadulu
295 notes
·
View notes
Text
Pada akhirnya, biar Allah yg menuntun kemana semua ini akan bermuara. Berharap pada manusia, bukankah melelahkan? Ah, kau tahu, manusia memang tidak didesain sekuat itu hingga mampu menjadi tumpuan harapan manusia lainnya. Lalu kenapa masih berharap?
Terserah Allah saja. 😊
~ Dec 20
33 notes
·
View notes
Text
Mawar di Langit Romansa
Faris mencari patnernya yang sudah menghilang beberapa waktu setelah kabar pengumuman pemenang dibacakan.
"Sudah gak usah nangis. Nih!" sodor Faris sapu tangan yang ada di sakunya. Namun Fatimah tidak menghiraukan Faris yang berdiri di sampingnya.
"Kamu denger gak sih?" tanya Faris.
"Aku paling gak bisa lihat perempuan nangis. Kita gak harus jadi pemenang kok, tadi sudah bagus, hanya saja Allah memberi yang lain kesempatan buat menang,"
9 notes
·
View notes
Text
"yang terberat adalah menyampaikan pesan ini kepada Anjani. Aku mencintainya sepenuh hati. Kalau saja usiaku lebih panjang, dialah perempuan yang kuinginkan untuk bersama-sama membangun serangkaian huruf membentuk kata; kata menjadi kalimat dan kalimat menjadi sebuah cerita kehidupan"
Biru laut dalam buku 'Laut Bercerita'
Di beberapa part akhir aku meneteskan airmata bukan karena kisah cinta Laut kepada Anjani tetapi karena kedalaman cinta ibu dan ayah terhadap anaknya; kehangatan keluarga serta rasa kehilangan yg begitu mendalam yg dirasakan oleh masing-masing keluarga yg secara tiba-tiba dihilangkan nya salah satu anggota keluarganya.
41 notes
·
View notes
Text
Lekas pulih
Seseorang yang jauh di sana membutuhkan bantuan. Teman macam apa aku ini, meremehkannya. Aku anggap ia baik baik saja. Padahal terselip kata 'tolong' dalam typing itu. Aku bahkan tak menyadarinya.
Hari ini kudapati kabar buruk darinya. Tentang kondisi mentalnya. Tentang beribu-ribu pikirannya yang tak mampu ia ungkapkan. Seperti bom waktu yang ingin meledak. Agustus harusnya menjadi bulan yang istimewa. Bulan ia dilahirkan 26tahun yang lalu.
Batinku menangis, tubuhku lemas. Tak sanggup menyaksikan rasa sakit yang ia rasa. Aku harap ia baik-baik saja. Aku ingin mendekapnya dengan erat.
8 notes
·
View notes
Text
kebaikan.
saya menulis bukan untuk diterima, bukan untuk mencari perhatian, tahta apalagi nama besar. sejak dulu saya menulis hanya untuk mengingat. saya menulis untuk merawat ingatan. maka kebiasaan itu terus akan saya rawat sampai saya kelak mempunyai anak, akan saya rawat meski sudah mulai menua. dan akan saya rawat untuk nantinya saya membaca setiap kebaikan yang suami lakukan kepada saya.
Ya, semenjak menikah. saya melatih diri untuk menulis satu kebaikan suami yang telah beliau lakukan kepada saya sejak ijab qabul beliau ucapkan. saya ingin merawat kebaikan - kebaikan itu agar bilamana ketika ada ujian menerpa dalam pernikahan kami, saya tetap bisa merawat cinta itu dalam sebuah tulisan. bahwa suami pernah begitu baik dan tetap baik meski ada kebengkokan dalam sifat istrinya ini.
satu hari, satu tulisan kebaikan suami. setiap hari. jika tak mampu tuliskan satu kebaikan itu dalam sepekan. bukan untuk pengakuan atau untuk mendapat pujian. tapi lebih kepada surga seorang wanita ada dalam ketaatan dan baktinya ia pada suami. tapi lebih kepada untuk merawat ingatan, merawat cinta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita. Mereka bertanya, ‘Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Disebabkan kekufuran mereka.’ Ada yang bertanya kepada beliau, ‘Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?’ Beliau menjawab, ‘(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907).
maaf ya mas, bila nantinya dalam media sosialku tak kau temukan tulisan-tulisan tentang mu. sebab aku menyimpannya dalam sebuah buku, agar aku tak salah dalam merawat sebuah cinta dalam ingatan. maaf ya mas, bila istrimu ini egois, namun beginilah caraku untuk mencintaimu. semoga Allaah membalas setiap peluh dan kebaikanmu dengan banyak kebaikan. sehidup sesurga ya mas..
200 notes
·
View notes
Photo
All happiness or unhappiness solely depends upon the quality of the object to which we are attached by love. -Baruch Spinoza-
Pagi yang teduh ini sahabat, mari kita merenungi sejenak :) sudahkah kita merasakan sebenar benarnya bahagia :)
—
untuk gizi bagi pikiran dan jiwamu ikuti media media yang kami punya ya :)
https://linktr.ee/mindsoul.id
96 notes
·
View notes
Text
Bukan soal siapa yang bisa, tapi soal siapa yang mau memulai.
Rasa-rasanya mengubah pasangan sesuai inginnya kita adalah pelajaran tersulit. Dan bisa jadi ini mustahil, kecil kemungkinannya.
Ada sih yang bisa, tapi seringkali seseorang berubah karena terpaksa atau karena rasa takut.
"Kalau kamu engga nurut sama aku, nanti aku tinggalin. Pake bajunya ini aja, aku ga suka liat kamu pake itu"
Dan masih banyak lagi tuntutan ini itu, supaya pasangan bisa sesuai ekspektasi kita. Bisa sih bisa, tapi dalam hati kesal.
Alih-alih menuntut banyak dari pasangan, sebenarnya kita adalah cermin buat masing-masing.
Kalau kita bisa redam emosi kita, kita biasa ngomong baik-baik. Kita mau nyoba menyampaikan sesuatu pelan-pelan. Masa sih pasangan juga mau marah-marah kalau ngomong.
Kalau kita mau berusaha lebih capek, berusaha sedikit lebih keras. Masa iya sih pasangan engga mau bantu ringanin beban kita?
Kalau kita mau lebih sayang keluarganya, mau lebih dekat, dan keliatan usahanya buat berbakti. Masa iya pasangan juga mau cuek-cuek aja sama keluarga kita.
Engga mungkin kan?
Siapa yang bakal diam aja, ketika hatinya sudah tersentuh?
Jodoh itu mirip, tapi bukan berati mirip mukanya. Bukan berati sikap bawaannya juga sama. Tapi mereka menjadi cermin yang saling memantul.
Akan menjadi mirip ketika mereka sama-sama belajar memperbaiki sikapnya sendiri. Menjadi contoh yang baik, bagi pasangannya sendiri.
Pohon rindang memang menyejukan, tetapi dibalik sejuknya pohon itu, ada yang sudah sejak lama merawatnya.
—ibnufir
333 notes
·
View notes
Text
Sedikit cerita perihal hidupku.
Jujur, takut banget tumbuh dewasa.
Padahal rasanya baru semalam haha hihi sama temen di mall atau di tongkrongan. Sekarang udah harus nyusun skripsi aja.
Habis ini ada apa lagi? Selain kehilangan temen-temen ku satu persatu.
Mungkin nanti ada yang langsung menikah, atau gak pergi jauh dari kota tersayang ini untuk mencari kerja di kota lain, atau mungkin ada yang harus keluar negri untuk melanjutkan pendidikan.
Dahi ku sampai basah karena pikiran menusuk ini.
Benarkah se-menyeram-kan itu tumbuh dewasa?
Jika iya, lantas apa yang dulu aku banggakan saat kecil? "Aku kan udah gedek". ,-kataku yang saat itu masih berumur 7 tahun.
Lucu rasanya mengingat waktu-waktu dulu, saat pikiran masih belum bercabang kearah percintaan, pekerjaan, ataupun hal hal dewasa bodoh lainnya.
Tapi mau gimanapun ya pasti bakalan terjadu kan? Harapannya ya semoga nanti bisa baik-baik aja. Juga doa ku agar komunikasi ku dengan kerabat masi terjaga.
8 notes
·
View notes
Text
Sebelumnya Tidak Pernah
Sebelumnya aku si pencari perhatian. Senang bila semua mata tertuju padaku. Kau tau kenapa? Karena perhatian itu jarang kudapatkan. Kini perhatian itu menjadi tumpah ruah. Tak pernah aku mendapatkan jenis perhatian yang seperti ini. Kata-kata tulus yang dikirimkan melalui pesan-pesan WhatsApp, doa-doa baik, sampai hadiah-hadiah manis. Ternyata ini rasanya dicintai. Terima kasih orang-orang baik. Semoga tangki-tangki cinta kalian selalu terisi penuh. Sehingga selalu dimudahkan dalam berbagi cinta kepada tangki-tangki cinta yang kosong atau setengah isi.
45 notes
·
View notes
Text
Jadilah orang-orang yang bisa mengendalikan hati. Jika belum bisa belajarlah, agar esok saat kamu kecewa kamu tidak mudah menyalahkan apapun di sekitarmu termasuk dirimu sendiri. Ujian seperti ini seringkali terjadi dalam dunia kerja, bahkan dalam rumah tangga. Esok lusa saat kamu menjadi pemimpin atau yang dipimpin belajarlah untuk tidak mencari siapa yang salah dan ini gara-gara siapa. Menyalahkan tidak akan menyelesaikan masalah juga tidak membuatmu semakin lebih baik.
62 notes
·
View notes