askaineta
askaineta
Beyond Expectation
3K posts
28 | Special, just (not) an angel.
Don't wanna be here? Send us removal request.
askaineta · 19 hours ago
Text
Segala Sesuatu yang Berharga Memiliki Penjaga
Penjaga hatimu adalah pendengaran dan penglihatan. Dan kekuatan penjagaan keduanya atas hatimu, sesuai dengan sejauh mana pemeliharaan imanmu dan penghindaran keduanya dari tempat-tempat yang penuh ujian.
Allah berfirman, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (17:36)
Pendengaran dan penglihatan disebut pertama karena keduanya adalah gerbang menuju hati. Bila keduanya terjaga, hati menjadi baik. Bila keduanya rusak, hati pun akan ikut rusak.
Kalau hatimu cukup berharga, maka pilihlah untuk "penjaga hatimu" sesuatu yang dapat meningkatkan kekuatannya. Ciptakan ekosistem yang baik bagi pertumbuhannya agar semakin tinggi harganya untuk dipersembahkan pada Dia, yang berhak mendapat versi terbaik hatimu.
— Giza, sehari-hari adalah penjagaan diri. Sampai mati.
71 notes · View notes
askaineta · 7 days ago
Text
Chronic stress doesn’t just wear you out—it actually changes your body at the cellular level. When you’re constantly stressed, your brain pumps out stress hormones like cortisol. Over time, this can flip genetic switches, activating genes tied to illnesses like diabetes, cancer, autoimmune disorders & chronic inflammation. Stress also messes with your immune system, slows down your body’s ability to heal, and creates the ideal setup for sickness. Healing starts when you make peace a priority, calm your nervous system & surround yourself with environments that support your health instead of harming it. Remember that it’s your life, you don’t have to keep people around who hurt you!
2K notes · View notes
askaineta · 11 days ago
Text
Becoming a writer is great because now you have a hobby that haunts you whenever you don’t have time to do it
41K notes · View notes
askaineta · 12 days ago
Text
Living in silence
Jika hal ini membuatmu berprasangka, maafkan aku.
Di usia ini, keinginan untuk posting-posting itu sudah semakin berkurang. Hanya sesekali saja, itupun jarang dan seringkali dihapus setelah beberapa jam.
Dan juga semakin jarang buka-buka post orang lain di sosmed manapun. Entahlah sudah tidak lagi penasaran. Walaupun sesekali membuka untuk tahu kabar keluarga atau teman lama. Tetapi ini jarang sekali.
Dan dua hal itu membuatku sangat tenang.
Tidak merasa berkewajiban membuka post atau like dan agar aku juga tidak berharap mereka akan melakukan hal yang sama.
Just living in silence, hidup dalam hening.
220 notes · View notes
askaineta · 12 days ago
Text
Tumblr media
17K notes · View notes
askaineta · 13 days ago
Text
Kita Selalu Punya Pilihan :)
Tumblr media
Jika mungkin Allah tidak takdirkan kita lahir dari keluarga, sosok orang tua yang mampu memberikan segala kebaikan di masa kecil, hal itu bukan berarti kita kehilangan peluang menjadi orang yang kuat dan berarti.
Wajar kok jika kita tumbuh dengan hati yang dipenuhi pertanyaan: 'Mengapa perhatian itu terasa begitu jauh? Mengapa kasih sayang itu terasa begitu sulit digapai? Kenapa hidup seolah tidak adil bagiku?'
Seringkali mungkin hati ini tergoda untuk terus meratap dan mencari alasan atas kekurangan yang kita alami saat ini, tetapi yang harus kita ingat, bahwa di dalam setiap tantangan itu, selalu ada pilihan untuk bangkit dan menjadikan luka sebagai pijakan.
Ibarat sebuah pohon yang tumbuh di lahan tandus, bukankah mereka memiliki akar yang kuat? Mungkin kita seperti itu. Tumbuh dalam keadaan 'kurang' kasih sayang di masa kecil, tetapi kita diberi kekuatan untuk bertahan, diberi keberanian untuk melangkah, dan diberi kebijaksanaan untuk memahami hidup dengan cara yang lebih dalam.
Mungkin perlahan kita harus mulai betul-betul memahami bahwa, kehidupan adalah tentang bagaimana kita bersikap atas apa yang telah terjadi. Masa lalu sampai kapanpun tidak akan pernah berubah, tetapi masa depan ada dalam genggaman tangan dan keteguhan pada hati kita.
Jadi, meskipun kasih orang tua mungkin terasa kurang, kasih Allah tak pernah berkurang. Dalam setiap doa, dalam setiap usaha, Allah selalu dekat. Dia mendengar rintihan hati kita, Dia melihat setiap langkah kecil kita menuju perbaikan, dan Dia bangga ketika kita memilih untuk bangkit, meski dengan luka di hati.
Tetap semangat yaa, jangan lupa minta pertolongan jika memang berat :)
160 notes · View notes
askaineta · 18 days ago
Text
Merasa Menjadi Korban
Mungkin kamu akan ketemu sama orang yang seumur hidupnya terus menerus menganggap dirinya adalah sebagai korban. Korban broken home, korban pengasuhan, korban dikhianati dsb. Dan semua pengalaman itu membantu pemahamannya sehingga ia memiliki pandangan hidupnya sendiri. Pandangan hidup yang mungkin akan sangat berbeda denganmu. Dan saat kamu berinteraksi dengan mereka, semakin dalam, mungkin kamu akan merasa bahwa ia justru menjadi pelakunya. Ia yang dikhianati, tapi kemudian ia yang pernah percaya kepadamu. Ia yang terluka, tapi kamu yang harus selalu memahami. Dan kamu dilanda kebingungan untuk menyikapi karena ia tak pernah merasa dirinya bersalah. Karena ialah korbannya. Menurutnya. Meski hidup ini memiliki banyak sekali kemungkinan, memiliki banyak sekali alternatif pilihan dan berbagai macam latar belakang hidup orang lain. Pandangan hidupnya yang telah terbentuk, membentuk sikapnya yang demikian. Kamu bingung. Karena ia mengeluhkan kenapa orang meninggalkannya padahal ia sendiri yang tidak pernah percaya kepada orang lain. Saat ia meminta orang lain untuk memenuhi ucapannya, ia sendiri yang berubah-ubah pendiriannya. Semuanya karena sakitnya sendiri. Untuk itu, saat kamu bertemu dengan orang yang terus menerus merasa dirinya adalah korban. Mungkin suatu hari, kamu juga akan dianggapnya sebagai pelaku. Jika kamu tak pandai menjaga diri, menjaga jarak, dan ia pun tak segera menyadari sikap-sikapnya.
74 notes · View notes
askaineta · 21 days ago
Text
Romantisasi Luka
Bacaan ini menggunakan perspektif muslim dan value dalam agama. Luka yang pernah kita miliki di masa lalu, karena keluarga, karena kejadian-kejadian tertentu, karena pengalaman buruk, biarlah ia berlalu. Kita hanya perlu menerimanya dengan hati yang lapang bahwa itu memang bagian dari diri kita. Tidak perlu kita bawa terus menerus ke hari ini. Kita bawa agar orang merasa kasihan dengan diri kita, kita bawa untuk membenarkan semua pandangan-pandangan hidup kita, kita bawa untuk menjadi pembenaran dari hal-hal yang sebenarnya tidak patut kita lakukan saat ini.
"Kayak kamu tahu aja jadi aku!" "Kamu kan gak menjalani apa yang aku jalani, jangan sok tahu!" Melupakan bahwa kita bertumbuh, bahwa kita berada dalam sebuah koridor-koridor keimanan sebagai seorang muslim. Sehingga, tidak semua pemikiran yang menurut kita benar itu juga benar dan boleh dalam perspektif kita sebagai seorang muslim.
Semua luka dan trauma menjadi pembenaran untuk semua pandangan yang kemudian kita ajukan kepada orang lain untuk juga sepakat bahwa tidak apa-apa demikian, padahal kata islam tidak demikian. Dan itu sering sekali kutemukan, bertebaran di media sosial.
Toleransi kita terhadap pemikiran yang keluar dari islam jadi semakin besar, karena menganggap itu adalah buah dari pengalaman. Lupa bahwa dalam menjadi seorang muslim, mau seluruh manusia di dunia ini mengatakan bahwa daging babi adalah halal tapi jika menurut Allah haram, maka semua pendapat manusia itu tidak penting. Pun demikian dengan pemikiran kita sendiri, saat kita menganggap itu tidak apa-apa dan boleh saja, pemikiran kita tidak berarti sama sekali kalau Allah mengatakan itu tidak boleh dan tidak sesuai.
Luka-luka yang kita miliki, jangan sampai membuat kita mengagungkan cara berpikir kita sendiri, mengagungkan pemikiran kita yang seolah-olah sangat modern dan terbuka. Sampai berpikir bahwa semua orang harus memiliki pemikiran itu agar hidup mereka bahagia.
Lupa bahwa kita berjalan di atas pijakan seorang muslim, yang menyatakan bahwa kita harus berpikir sekaligus bertakwa. Tidak hanya menjalani kehidupan beragama hanya dengan perasaan saja. Luka-luka yang telah menjadi trauma yang mendalam, jangan sampai membuat kita kehilangan iman dan islam. Anugrah yang sebesar itu, kini kita merasakan seperti menggenggam bara api. Meski demikian, jangan dilepaskan. (c)kurniawangunadi
216 notes · View notes
askaineta · 1 month ago
Text
Yang namanya bismillah dan bismirabbika itu bukan lagi sekadar melibatkan, tapi bergeraknya sudah atas nama.
Kita tidak membawa kehendak diri lalu kemudian meminta Allah turun tangan untuk memudahkan, tetapi kita (dengan bangga dan bertanggung jawab) memposisikan diri sebagai petugas, perpanjangan kehendak-Nya untuk melakukan hal-hal yang Dia ridhai.
Artinya kita menggunakan resource dan tools di dalam dan luar diri sebagai fasilitas dalam ketugasan tersebut.
"Ya Allah, hari ini aku pinjam ya mata dan telinganya untuk mengambil input yang dibutuhkan. Ya Allah, hatinya izin kupakai untuk memproses inputan itu ya. Ya Allah, tubuh, lisan, dan tangan ini, izin kupakai untuk bergerak dan berbicara menyebarkan cahaya-Mu ya!"
Betapa tenangnya bergerak "atas nama" sebab Dia akan menanggungjawabi hasil akhirnya. Kita hanya perlu menjalankan tugas sebaik mungkin (ahsanu amala), dengan sepenuh hati (wholeheartedly) dan segenap kemampuan (istitho'ah), tanpa terbebani oleh kegagalan atau kesempurnaan menurut ukuran dunia.
Ketika bergerak atas nama-Nya, kita tidak lagi terjebak pada ketakutan akan kekurangan diri, sebab yang bertindak bukan hanya kita, melainkan Dia melalui kita. Kita hanyalah sarana, alat dalam orkestrasi besar yang sudah diatur-Nya dengan presisi.
Diterima atau tidaknya usaha kita, itu urusan Dia. Apakah hasilnya sesuai harapan atau tidak, itu kehendak-Nya. Yang terpenting adalah willingness dan effort kita, sejauh mana kita menyerahkan diri pada misi yang Dia titipkan.
Bukankah di situ letak indahnya tawakal? Menjadi hamba yang yakin bahwa ketika kita berjalan menempuh ikhtiar dengan membawa gagasan-gagasan langit, Dia pula yang akan membuka jalur-jalur langit sebagai pertolongan berlapis-lapis. Karena itu, kita tidak perlu ragu, tidak perlu takut salah, sebab tugas kita hanya satu: menjadi sebaik-baiknya pelaksana, seikhlas-ikhlasnya hamba, dengan sepenuh-penuhnya keyakinan.
— Giza, pada akhirnya, semua kembali kepada-Nya, sebab kita memang hanyalah milik-Nya.
373 notes · View notes
askaineta · 2 months ago
Text
Bagian paling melelahkan dan menyakitkan saat sedang jatuh cinta dengan seseorang adalah saat kita tahu bahwa kita tidak punya masa depan dengannya.
Hari-hari memiliki perasaan padanya, selalu saja diisi dengan pemikiran bahwa kita teralu berbeda. Kita berupaya untuk mencari 'celah' untuk bisa bersamanya. Namun lagi-lagi kehidupan orang dewasa mau gak mau membuat kita harus selalu bersikap 'realistis'. Bahwa apa yang kita sukai, belum tentu menjadi apa yang kita butuhkan.
Kadang ada keadaan di mana kita ingin kembali ke masa-masa kita remaja dulu. Di mana saat kita menyukai seseorang, kita tak perlu menjadi serumit ini. Perasaan kita menjadi sangat sederhana dan apa adanya. Kita hanya fokus menikmati momen-momen 'merah jambu' di saat itu: perasaan excited sekaligus gugup saat bertemu dengannya, pipi yang merona, debaran di dada, dan juga perasaan hangat saat berada di dekatnya.
Kehidupan orang dewasa memang semenyebalkan itu. Kita tak pernah menginginkan hal sederhana di masa kecil kita menjadi serumit ini. Namun keadaanlah yang membuatnya menjadi rumit. Menyukai seseorang di usia dewasa berarti harus siap memikirkan:
Apakah dia seseorang yang tepat dan juga baik untuk kita?
Apakah orang tua kita akan setuju bila kita dengannya?
Apakah dia seseorang yang benar-benar kita butuhkan?
Rasanya, kita tidak boleh bersama seseorang hanya karena sesederhana kita menyukai bersama dengannya. Perasaan kita harus selalu punya alasan. Bahkan pada saat kita pun juga tidak tahu apa yang membuat kita menyukainya. Kita jatuh hati padanya begitu saja.
Menjadi orang dewasa berarti harus siap menjadi manusia yang mati rasa. Perasaan kita harus ditaruh di paling belakang. Kita harus selalu rasional di semua keadaan. Namun bukankah itu semua melelahkan?
Sebab lagi-lagi, kita ingin kembali pada masa-masa di mana menyukai seseorang tak harus selalu sesulit dan semenyebalkan ini...
@milaalkhansah
379 notes · View notes
askaineta · 2 months ago
Text
Belajar Mengakhiri
Tumbuh dewasa mempertemukan kita dengan banyak hal yang rasanya harus kita pelajari. Mempatkan diri kita pada kondisi awal untuk banyak hal, belajar ini dan itu, memulai ini dan itu. Banyak hal yang ingin kita kuasai, ingin kita segera lakukan.
Sampai-sampai di saat dewasa, seiring berjalannya peran-peran baru yang mungkin kita ambil, prioritas yang mulai berubah, dan segala hal yang terjadi membuat kita harus mengakhiri sesuatu. Tapi, kita tidak tahu cara mengakhirinya dengan baik.
Beberapa pertemanan juga mungkin telah melewati masanya, orang-orang yang dulu dekat, suka pergi bareng, tiba-tiba menjauh dengan sendirinya. Tidak ada masalah apapun, tapi tiba-tiba saja rasanya semakin jauh dan semakin jauh hingga benar-benar menghilang tanpa sempat kita ucapkan salam perpisahan.
Mungkin kita juga belum pernah belajar mengakhiri pekerjaan. Saat kita bekerja di tempat orang lain atau bersama dengan orang lain. Saat kita menemukan kesempatan yang lebih baik, menemukan hal yang kita cari. Kita harus mengakhiri satu hal untuk kemudian memulai hal baru lainnya.
Dalam perjalanan, bahkan saat kita mungkin sedang kebingungan bagaimana caranya bisa memulai fase baru menjalani kehidupan berumah tangga. Ada teman kita yang kesulitan untuk mengakhiri rumah tangganya yang sudah sulit diselamatkan karena perselingkuhan, kekerasan, dsb. Ia tidak pernah diajarkan keberanian untuk mengakhiri sesuatu. Dan kita pun demikian, belum cukup belajar keberanian untuk mengakhiri hal-hal buruk yang menyelinap dalam kehidupan kita.
Ada banyak hal yang butuh kita akhiri untuk keluar dari masalah atau untuk memulai hal baru. Tapi, apakah kita telah belajar banyak tentang cara mengakhiri agar sesedikit mungkin menyakiti diri sendiri? Agar apa yang kita akhiri itu benar-benar berakhir tanpa meninggalkan masalah-masalah baru?
Apa hal yang sedang ingin kamu akhiri tapi kamu sendiri kesulitan hingga saat ini?
(c)kurniawangunadi
300 notes · View notes
askaineta · 3 months ago
Text
Tumblr media
It's necessary to have hope in hopeless times. Things will get better if we keep moving towards the source of the light, even when it's dark.
Chibird store | Positive pin club | Instagram
2K notes · View notes
askaineta · 3 months ago
Text
Jalanmu takkan tersesat, selama dirimu masih tahu arah kiblat.
Gagal menjadi yang terbaik dimata manusia tak mengapa, asalkan jangan gagal menjadi hamba yang baik dimata sang maha pencipta.
352 notes · View notes
askaineta · 3 months ago
Text
Akhirnya kita tahu, bahwa ujian yang kita lewati itu ternyata mendewasakan kita, entah kita berhasil atau gagal melewatinya. Rumit dan unik ya, dipaksa dewasa oleh ujian.
Karena Tuhan yang Maha Baik hanya mendatangkan kebaikan. Unik ya ujian itu, tiap kita berbeda-beda jenis dan takarannya, ada yang diuji keuangan, keluarga, jodoh, teman atau yang lainnya.
— jndmmsyhd
359 notes · View notes
askaineta · 4 months ago
Text
Jika kamu mulai menyukai makan, maka berpuasalah.
Jika kamu mulai menggilai uang, maka bersedekahlah.
Jika kamu lebih banyak tidur, maka mulailah tahajud.
Jika mulai lebih sering mendengar musik, maka mulailah mendengar Alquran.
Karena kecintaan kita kepada dunia tidak boleh melebihi kecintaan kepada Allah. Jalan menuju Allah itu adalah jalan di mana; Nabi Adam kelelahan, Nabi Nuh mengeluh, Nabi Ibrahim di lempar ke dalam api, Nabi Ismail dibentang untuk disembelih, Nabi Yusuf dijual dengan harga murah–bahkan dipenjara, dan Nabi Zakariya di gergaji.
Juga dideritanya penyakit oleh Nabi Ayub, menangis luar bisanya Nabi Ya'qub, berjalan sendiriannya Nabi Isa, bahkan kefakiran dan kemalangan Nabi Muhammad SAW.
Maka Yaa Rabb, ingatkanlah kami bahwa tidak boleh ada yang kami cintai sebegitunya kecuali kecintaan kepada-Mu dan Rasul-Mu.
415 notes · View notes
askaineta · 4 months ago
Text
kita usahakan punya pasangan yang mau belajar dan tumbuh bersama itu.
bukan yang; "aku emang begini orangnya".
kita usahakan juga bangun hubungan yang setara itu.
bukan hanya mengikuti kemauan masing-masing.
309 notes · View notes
askaineta · 5 months ago
Text
Kesopanan intelektual adalah kerendahan hati terhadap apa yang aku ketahui; kerendahan hati intelektual adalah kesopanan terhadap apa yang tidak aku ketahui.
— Tariq Ramadan
157 notes · View notes