Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Hai, 2024!
Ini sudah hari kesepuluh dan belum ada catatan yang kubuat untuk mengawali tahun ini. Padahal sudah berjanji pada diri sendiri untuk membuat perubahan lebih baik dari tahun sebelumnya. Semacam membuat resolusi yang membuat diri dan masa depan lebih baik lagi. Masalah tercapai atau tidak itu masalah nanti. Tentang niat, itu harus diajegkan dulu sebelum melangkah lebih jauh lagi.
Mengawali tahun ini dengan niat sungguh-sungguh untuk lebih sehat lagi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menurunkan berat badan. Apa bisa? Mari mulai saja. Alhamdulillah, sudah mulai optimis melakukan defisit kalori dan puasa daud. Ini menjadi salah satu langkah untuk menuju lebih baik lagi. Memang tidak akan mudah, tapi percaya pada diri sendiri. Semua akan berlalu begitu saja.
Kabar baiknya, dalam seminggu mulai konsisten, sudah turun berat badan sebanyak 2 kilo. Apa tidak menyenangkan? Itu membuat motivasi yang sempat turun naik menjadi lebih menyala lagi. Tapi tak selalu aku menimbang berat badan, khawatir melihat angka stagnan hingga tak bisa lagi memotivasi diri sendiri.
Sebenarnya, awal tahun ini dimulai dengan officialy turning 36. Alhamdulillah. Allah sudah ngasih kesempatan yang tak terhingga sampai di usia ini. Harapan yang kukumandangkan sederhana tapi mengangkasa: semoga tetap sehat, tetap produktif, tetap menjadi orang yang bermanfaat, lebih baik lagi ke depannya.
Ada satu lagi yang mencengangkan, kehilangan orang yang selama ini menjadi tempat diskusi. Aku bisa apa?
0 notes
Text
Sudah berada pada titik jenuh. pada kulminasi hari dimana yang terjadi A ke A lagi, tanpa perubahan berarti.
Sejujurnya aku ingin berlari. Kembali. Kencang menampar diri. Tapi ego dan ketakutan merajai. Akan seperti apa? Mau berbenah bagaimana?
Aku seperti seorang yang tak punya tujuan. Diam dalam hening. Hening dalam diam. Tak punya wujud dan suara, yang ada hanya kicauan dan rintihan batin yang kian lama kian meringkik perih. Aku seperti gembala yang tak punya tuju dan arah. Hanya memandangi rerumputan lalu membiarkan jambing-kambing merumput hingga senja.
Tuhanku. Aku percaya Engkau pasti memberikan yang terbaik bagiku. Hamba mohon dengan penuh sangat, tempatkan hamba di tempat terbaik menurut-Mu.
Tak akan ada lagi pemberontakan seperti kemarin, Tak akan ada suudzon seperti sebelumnya.
Tuhanku. Maafkan aku.
0 notes
Text
Jangan pernah mendahului takdir. Apa yang Allah tetapkan, meskipun tak kita sukai, bisa jadi itu yang terbaik bagi kita. Namun bagaimana, jika kita sudah dalam posisi itu? Sudah berada pada posisi mendahului gakdir, berhilusnudzon pada Allah, dan mengambil langkah sendiri. Apa yang harus dilakukan?
0 notes
Text
Kejujuran. Dalam ucapan. Dalam menepati janji. Dalam berniat/berazzam. Juga dalam bekerja.
Sejauh ini, sudah berapa jauh?
0 notes
Text
Jika kamu angin
Akulah samudera
Jika kamu mentari
Akulah semesta
Jika kamu dia
Akulah kita
0 notes
Text
Menonton My Liberation Notes episode 14 sungguh menyentil sisi kemanusiaanku. Ada perkataan sederhana dari anak kedua, cang hee, setelah ibunya meninggal, yang mendadak terasa nyata dan benar di hadapanku.
“Kurasa, kalau keluarga kita ingin harmonis, maka keluarga kita harus punya mobil.”
begitu ujarnya.
Dia mengatakan bahwa terkahir kali mereka berlibur bersama adalah sebelum anak ketiga lahir. Karena setelah anak ketiga lahir, mereka kerepotan untuk pergi kemana-mana. Apalagi jika mereka harus memakai angkutan umum dan lain2nya.
Kondisi tersebut cukup relate dengan kondisi saat ini. Saat anak ketiga lahir, jarang sekali kami bisa pergi keluar dengan kondisi bareng2. Ribetlah, panaslah, anak masih kecillah, dan seabrek kondisi dan alasan lain. Akhirnya berbulan-bulan setelah si bungsu lahir, situasi kebersamaan hanya terjadi di rumah saja. Kesitu-situ lagi, dan tak pernah mencoba tempat baru. Sedih.
Sepertinya, memang sudah saatnya sekarang punya mobil. Wajib. Bismillah yaaaa
1 note
·
View note
Text
“Aku... bosan”
Masih ada kepulan hangat teh di gelas itu yang menandakan ritual belum berjalan begita lama. Masih sangat sebentar, tapi pernyataan singkat itu seolah menjelaskan semuanya. Bosan. Lima huruf yang tiba-tiba menjelaskan gamblang seluruh kejadian belakangan. Rutinitas, ritme, lazy days, cheat chat, dan seabreg aktivitas lain yang sebenarnya tidak ada gunanya.
Sudah beberapa bulan dan perubahan perilaku ini makin kentara. Tak ada semangat, tak ada dorongan, tak ada self reward. Hidup seperti diam. Dan... menyesal. Penyesalan yang seperti tak terukur.
0 notes
Text
entitas
kamu benar. seseorang kadang butuh arah lain untuk tetap berada di garis sadarnya. pada sebuah benang merah yang membuat aku, kamu, dan semua seolah samar dan mengabut, tapi sebenarnya ada.
terperangkap dalam rutinitas ternyata menjemukan. seperti berada di ruang kosong berdinding putih, jiwamu hanya bisa diam, merenung, dan lupa bahwa ada dunia lain di luar sana. sebuah entitas yang menegaskan hadirmu bukan hanya sekadar simbol, tapi juga sebagai sebuah keutuhan.
0 notes
Text
Big Fish at Big Cave
Pernahkah kau merasa menjadi ikan besar di kolam yang besar? Menyenangkan rasanya. Menjadi sorotan, penting, semua lampu tertuju padamu. Tapi pernahkah kau harus memilih, jika pada suatu ketika, kau tiba di perhentian, hendak menjadi ikan kecil di kolam kecil, ikan kecil di kolam besar, ikan besar di kolam kecil, atau ikan besar di kolam besar?
menjadi ikan kecil di kolam kecil sungguh menyesakkan. Ada masa dan rasanya kau begitu ringkih, tak tahu apa-apa, tak bisa apa-apa, sampai untuk teriak pun susah rasanya.
Kau pun bisa menjadi ikan besar di kolam kecil. Menjadi pembeda, menjadi orang yang bisa diandalkan, dan itu sungguh memabukan. Kau lupa bahwa masih ada langit di atas langit. Begitulah adanya.
\
0 notes
Text
Kalut
Bagimana rasanya jika ternyata yang kau tinggalkan diam-diam dibelakang ternyata merongrongmu terus menerus?
Bagaimana rasanya jika ternyata apa yang selama ini kau abaikan ternyata datang dan mengetuk inginmu?
Entah butuh jutaan kata apa lagi untuk mendeskripsikan, tapi ini sudah di titik nadir. Aku hampir menyerah. Menyerah kalah, menyerah pada keadaan, menyerah pada segala hal yang tak ingin kulakukan tapi kuinginkan. Astagfirullah.
Aku harus bagaimana?
Kalut.
0 notes
Text
Bersabar
Ini sebuah catatan kecil. Di pertengahan bulan Februari yang cukup menguras pikiran. Udara panas meskipun di bawah guyuran mesin pendingin. Hati gamang meskipun kondisi sekitar baik-baik saja.
Begini ternyata rasanya. Saat dirimu sudah tidak berada pasa posisi seharusnya, kemudian kembali pada keadaan sebelumnya. Ada yang tidak sama. Kenangan hanya bisa dinikmati sesaat. Sisanya adalah keterasingan. Barangkali memang begitu. Itulah sebabnya reunian tidak selamanya mengingatkan pada kisah masa lalu. Ada sebab. Ada akibat. dan kita hanya seperti penonton. Merasakan tapi tak sanggup untuk kembali pada kenyataan.
Jangan mudah putus asa. Bersabarlah wahai hatiku. Semua ada hikmahnya. Tuhan pasti akan melihat. Hal baik pasti akan selalu ada selama hidup di dunia.
Begitu lirik yang didendangkan Cakra. Siang ini. Pada saat ini. Di tengah jemari yang menari dan aku yang mulai kehabisan bahan dan kata-kata. Seperti pelangi, ia akan datang sementara, seusai hujan, lantas hilang dan dilupakan. Jangan terlalu di bawa perasaan. Setiap kehilangan adalah kesempatan untuk mendapatkan hal yang baru. Setiap keresahan adalah kepingan yang akan membuatmu menjadi lebih maju.
Tidak usah menghakimi diri sendiri. Tidak perlu begitu. Setiap putusan akan membawamu pada sesuatu yang berarti. Bersabarlah. Kuatkan pundak dan hatimu. Kuatkan dirimu.
0 notes
Text
Berhentilah Khawatir
Berhentilah khawatir. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tugas kita hanya berusaha dan berjuang. Sisanya biar Tuhan yang menentukan.
Sedih pasti. Gamang iya. Tapi setiap proses dalam hidup adalah pembelajaran yang tak pernah kita tahu akan bagaimana dan kemana. Itu sangat duniawi. berhentilah khwatir. Mari kita tetap tenang saja.
0 notes
Text
Bimbang
Mau kemana langkah ini menuju?
Aku sungguh tak tahu. Tapi aku terus melangkah, menuruti isi hati yang kutahu itu benar. Entahlah. Aku hanya berjalan saja. Mundur sedikit tak apa. Untuk kemudahan di hari depan.
0 notes
Text
Terima kasih orang-orang baik...
Sore ini bisa jdi sore yang tak akan pernah terlupakan dalam hidup. Di depan mata sendiri, harus menyaksikan bagaimana isteri berjuang mempertahankan kesadaran setelah melahirkan, dengan darah yang terus mengalir, detak nadi yang terus meningkat, badan yang semakin mendingin, saturasi yang menurun, rasanya... tak terbahasakan.
Dengan gemetar mengetik permohonan bantuan donor darah di grup kantor dan di status WA istri. Air mata mengapung seperti bendungan yang siap terjun. Berulangkali, menepuk pipi isteri agar tak kehilangan kesadaran, mengajak dzikir, membantunya tetap membuka mata di tengah rasa pusing yang mendera, sementara tangan dokter dan timnya bersigera melakukan tindakan dan opsi untuk menyelamatkan.
Alhamdulillah. Dokter dan timnya bergerak cepat. Memikirkan pilihan, mendeteksi kemungkinan, dan berupaya seoptimal mungkin menghentikan pendarahan. Sementara itu bantuan berdatangan. Dering telepon terus berbunyi dan chat di WA memberikan update terbaru pemenuhan kesediaan darah. Saat akhirnya tim dokter berhasil melakukan opsi penyelamatan, darah pun bisa tiba dengan selamat.
Terima kasih orang-orang baik. Yang sudi datang dan mendonorkan darahnya untuk kelangsungan hidup. Yang rela lari-lari membawa form dan mengisinya. Yang rela bolak-balik bawa persediaan dan amunisi selama masa kritis. Terima kasih tak akan cukup tersampaikan. Barangkali hanya Allah yang bisa membalasnya.
Izinkan saya bagikan cerita ini, di masa2 saat hal itu sudah menjadi hari kemarin. Semoga kawan-kawan semua sehat selalu, terus berbuat baik, dan menjadi orang baik. Terima kasih orang baik, jasamu ada di jejak langkah kami. Tabik.
1 note
·
View note
Text
Berhenti bertanya pada mesin, sebab mesin memuntahkan jawaban seribu kali lipat dari yang kamu harapkan. Kau berharap a, mesin memaparkan a ke z, lalu ke j, balik ke q, dan memutarkan jawaban serba tak pasti. Di dunia yang banyak orang pandai di dalamnya, setiap pertanyaan memungkinkan mendapat alternatif jawaban yang multidimensi. Inginnya terjawab sederhana, jadinya malah pusing satu semesta. Saat tanyamu tak lagi menemukan makna, kau harus bertanya pada diri sendiri, inikah yang kau cari?
Berhentilah bertanya apa-apa yang tak mesti kau ketahui. Semakin sedikit tahumu, semakin tenang jiwamu. Camkan itu.
0 notes
Text
Menerka cuaca kadang tak semudah mengitung bilangan matematika. Yang satu nisbi, yang satu pasti. Yang satu seringkali cepat berubah, yang lain mengikuti rumus yang serba berarah. Pada pagi yang cerah tanpa awan menaungi, gerimis mengintai di ujung siang bersama kesiur angin dan rintihan badai. Tak ada yang menyangka. Kita hanya memprediksi kemungkinan, urusan pasti hanya Tuhan yang tahu. Seolah menggetarkan pada hati bahwa setiap perjalanan adalah kepasrahan pada garis yang telah ditetapkan. Mungkin akan sedikit berkelok, atau tak mengorbit pada alurnya, atau bisa jadi melenceng jauh. Tapi garis selalu punya akhir: ia dinamai titik. Tinggal bagaimana mengalir, tinggal bagaimana mencair, tinggal bagaimana menyulam hari demi hari dengan keyakinan.
Setiap dari kita adalah pengelana. Merangkai hentian demi hentian, menyublimkan kenangan, juga jejak pada pepasir yang siap dibelai ombak. Entah pada terminal mana kita bertanya pada diri sendiri, apakah sudah cukup? Atau ah ya, kita memang tak pernah puas. Selalu mencari dn mencari, senantiasa memburu sesuatu yang baru. Kita butuh jeda. Sementara. Sesaat yang sederhana untuk menentukan visi kembali. Menentukan arah kembali.
0 notes
Text
Rasanya... tak bisa dijelaskan.
Badan terasa tak nyaman. Perut sakit. Duh...
Mau mengadu ke istri, takut membuatnya khawatir. Juga mengeluarkan kalimat2 sugesti postif tanpa mau bertanya lrbih lanjut apa yang dirasa.
Benar, memang butuh sugesti positif. Saat sakit seperti ini, kecenderungan untuk 'merasai' dan mendaramatisir memang besar. Tapi waktunya harus tepat juga untuk sekadar menasihati agar berpikiran positif. Toh yang sakit tidak bisa sembuh seketika dengan disugesti. Minimal meringankan. Ingin curhat rasanya sama istri. Tapi membayangkan bahwa dia bakal ngambek dengan kondisi sakit ini, ingin rasanya ditelan kembali bulat2 semua keluhan ini. Biar aku yang merasakannya saja. Tak perlu ditambahi dengan tanggapannya yang belum tahu juga akan bagaimana.
Duh, sementara mau konsultasi le dokter g punya duit. Satu2nya pegangan yang kupunya udh kuserahkan sm istri. Dompetku 0 rupiah. Rekeningku pun sama.
Allahu akbar.
Sembuhkan hamba ya rabb.
0 notes