Tumgik
annisayayy-blog · 1 year
Text
Iman Mutiara
Iman tak dapat diwarisi
Dari seorang ayah yang bertaqwa
Ia tak dapat dijual-beli
Ia tiada di tepian pantai
Walau apapun caranya jua
Engkau mendaki gunung yang tinggi
Engkau berentas lautan api
Namun tak dapat jua dimiliki
Jika tidak kembali pada Allah
(Iman Mutiara, by Raihan)
Nasyid yg jadul banget, tapi kalau selintas terngiang, masyaAllah, booster~
Dua baris pertama udah cukup bikin tertampar, udah seberapa lalainya diri ini? Ingatkah bahwa manisnya keimanan itu bukan ujug-ujug hadir padamu? Dia adalah jalan Panjang yg ditempuh seseorang dalam perjalanan mencari Rabb nya. Bagaimana ceritanya hingga iman bisa sampai padamu? Masihkah kamu merasakan manisnya?
Iman bukan uang, bukan harta warisan yang sepeninggal si empunya bisa dibagi dan habis tak bersisa. Iman bukan rumah bertingkat tingkat yang sepeninggal si empunya bisa ditinggali dan dipindah hak miliknya. Iman itu harta yg paling berharga, baru keluarga *colek BCL wkwk
Intinya, dari dua baris pertama itu selalu cukup menenggelamkan pikiran ini ke dalam perenungan,
“udah ngapain aja selama ini?”
“udah ngerasa seberapa baik sih kok skrg santai banget?”
“udah seyakin apa sama keimanan yg kamu punya? Apa jaminannya? Siapa yg ngejamin?”
“sadar ga sih, ada tanggung jawab besar yg akan kamu tanggung kelak, keimananmu dan keimanan anak-anakmu.”
Anak-anakmu, mereka sangat berhak lahir dari Rahim ibu yg istiqomah menjaga keimanannya, tidak, tidak supaya serta merta si anak langsung jadi beriman juga, ingat kan? Iman tidak diwarisi. Tapi ibu yg istiqomah menjaga dan meningkatkan keimanannya pasti Allah beri Ruh yg kuat juga untuk menghidupkan Ruh kebaikan dalam rumahnya. Allah beri kekuatan pada si ibu untuk menjadi madrasatul ula’ yg mampu menanamkan bibit2 keimanan pada anak2nya. Bermodalkan keistiqomahan menjaga keimanannya itu, Allah lapangkan hati si ibu untuk senantiasa bersabar membimbing dan penuh keikhlasan mendoakan anak-anaknya agar mereka menemukan manisnya keimanan dalam hidup mereka. Ibu yg mantap dgn keimanannya, pasti akan mampu menjadi qudwah hasanah bagi anak-anaknya, sehingga memudahkan anak2nya menyerap dan meniru perilaku baik yg sudah menjadi tradisi di rumahnya.
Wahai para ibu dan calon orang tua. Sesekali yuk bercermin, sudah sejauh mana kita pupuk keimanan itu dalam diri kita? Sudahkah ia siap dipetik untuk dinikmati oleh anak-anaknya kelak? Apa yg akan kita berikan untuk anak-anak kita, kalau bukan iman, yg merupakan kunci kebahagiaan hidup mereka di dunia dan akhirat?
Perjalanan Panjang akhirnya Allah pertemukan pada manisnya iman. Walau kini masih terasa naik turun, tapi kesadaran untuk tetap mencari hidayah adalah nikmat besar yg tak boleh luput untuk disyukuri.
Ingat banget waktu masih kecil Allah karuniai saya ibu dan nenek yg shalihah. Ibu yg senantiasa menjaga diri dan keluarganya dari sesuatu yg haram, nenek yg sangat teguh pendiriannya untuk menanamkan semangat mengaji dan menuntut ilmu pada anak dan cucunya. Pernah suatu hari, sebagaimana anak2 pada usianya yg gemar bermain, saya malas sekali berangkat mengaji, tapi emak bilang, “kalau gak mau ngaji mau jadi apa?” seolah gak berguna banget kalau hidup di dunia tapi kamu ngga mengaji. Suatu kali juga saya malas sekali berangkat sekolah, saat itu jadwalnya masuk siang, rasanya berat sekali meninggalkan acara dahsyat pada waktu itu, apalagi harus menggoes sepeda pukul 10 an ke sekolah, ugh. Tapi emak dgn kerasnya menyuruh saya berangkat, akhirnya dgn hati yg berat saya berangkat sambil ngedumel, dan lgsg kena tegur dari Allah, qodarullah di jalan saya keserempet motor yg pengendaranya ceroboh ngobrol dgn salah satu pejalan kaki, saya pun jatuh dan tangis yg ditahan dari rumah karena geram dilarang bolos akhirnya tumpah juga,  tangan saya terkilir sedikit dan diberi uang 10 ribu, senang juga wkwk alhamdulillah. Terimakasih emak, Allahummaghfirlaha warhamha wa’afihi wa’fu’anha, insyaAllah semua ilmu dan amal kebaikan anak cucumu menjadi amal jariah untuk emak, aamiin Allahumma aamiin..
Teringat juga teguhnya pendirian ibu yg meyakini bahwa Allah akan memberi rezeki untuk anak-anaknya sekolah di tempat terbaik. Benar, bermodal keyakinan itu ibu pilihkan pesantren yg saat itu direkomendasikan oleh uwa ku. Bertempat di cigombong, Namanya pesantren terpadu al kahfi. Ibu merasa tidak cukup ilmu untuk memberi pemahaman agama untuk anak-anaknya, maka dari itu ibu memilih jalan ninjanya, ikhtiar yg terbaik, biar Allah yg urus rezeki dan mencukupi hidup anak-anaknya. Hidup di pesantren bukan biaya yg murah. Apalagi ibu pejuang tunggal. Tentu butuh iman dan tekad yg bulat untuk melangkah demi dirinya sendiri, apalagi untuk menghidupi ketiga anaknya. Biaya selama di pesantren, jgn tanya sudah habis berapa. Transport setiap kali penjengukan, belum lagi list bekal jajanan yg anaknya request-kan, uang jajan, SPP, dll. masyaAllah semua Allah cukupkan.  Darimana sumber kekuatan dan keimanan itu ibu dapatkan kalau bukan dari Rabb nya, Allah subhanahu wata’ala. Buah dari keimanan ibu adalah, ketiga anaknya yg skrg masih selalu mencoba istiqomah, insyaAllah, mohon doakan :”)
Dari ibu saya belajar banyak. Terhitung banyak sekali hikmah yg dapat dipetik, teladan yg dapat ditiru, sangat dekat rasanya kalau sumber kebaikan itu sudah tercipta di rumah bukan? Untuk diriku kelak, sudahkah ada iman yg kuat itu tertanam dalam dirimu juga? Sudahkan sujudmu itu khusyuk meminta manisnya iman dari Rabb mu? Tidak melulu meminta urusan dunia, tapi mintalah agar keimananmu dikuatkan. Mintalah kebaikan untuk keturunanmu kelak. Tentu siapapun ingin selalu Bersama orang2 yg dicintainya selama di dunia, begitu juga di akhirat. Jika ada satu hal yg dapat mempersatukan kembali dirimu dengan org2 tersayangmu di akhirat kelak, mungkin itu hanyalah segenggam iman.
Wallahua’lam bisshawwab~
5 notes · View notes