Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Mengobrol denganmu, Anakku.
Nak, gerakanmu hari ini sangat aktif sekali. Bunda bahagia sekali, saat kamu bergerak dan berinteraksi seperti ini. Bunda menjadi seseorang yg tidak pernah kesepian, selalu ada kamu di dalam perut bunda.
Saat Bunda lelah, kamu selalu bergerak semakin aktif, seperti mengajak bunda duduk dan mengobrol sejenak denganmu. Saat-saat ini adalah saat yg paling berharga untuk Bunda. Meskipun kamu masih kecil, tapi tautan batin kita bisa terhubung seperti ini Nak.
Jika suatu saat kamu terlahir ke dunia, tumbuhlah dengan baik ya anak ku. Suatu saat nanti kamu yg akan gantikan Bunda dan Ayah.
Tolong maafkan ya Nak, bila kelak ada perlakuan Bunda yg membuatmu merasa tidak baik-baik saja. Peluk saja Bunda, bunda akan tau perasaanmu, sayang.
Mengobrol denganmu seperti sekarang ini, seperti mimpi rasanya. Bunda tidak menyangka bisa se bahagia ini dititipi Tuhan sebuah tubuh yg sangat berharga hingga berisikan kamu.
Maka, berbahagialah ya Nak dalam hidupmu. Karena sungguh, hadirmu saja sudah sangat membuat bahagia Bunda, dan banyak orang di dalam hidup kita. Sehat dan tumbuh besar menjadi orang yg sholeh/ha ya anakku sayang, Bunda akan mendukungmu dengan cara apapun, dengan usaha terbaik Bunda ya Nak.
Cukup obrolan kita malam ini ya? Kita istirahat, tidur dan bermanja. Esok kita bermain dan mengobrol lagi ya Nak.
Love you sayang 💕
1 note
·
View note
Text
The Night without my Husband
Sejak awal kehamilan, suamiku sering menghilang di tengah aku tertidur.
Selalu ketika aku terbangun, suamiku tidak lagi di samping tempat kami tidur bersama. Kutunggu, tapi tak kunjung datang, kemudian ku panggil ia datang dengan sebelumnya ia bergegas ke kamar mandi dulu atau mengambil air minum.
Hal di atas terjadi berulang, setiap kali keesokan harinya suamiku mendapat kesempatan libur dari pekerjaannya.
Aku tidak tahu apa yg ia lakukan, atau sibuk karena hal apa, hanya aku abaikan karena bukan merasa itu masalah.
Sampai suatu saat aku curiga karena ia pergi ke temannya tapi tanpa izin dariku. Malamnya kami cekcok, dengan kondisi keesokan harinya suamiku libur dan memang terjadi lagi, ia begadang dan tidak ada di kamar.
Aku curiga, aku bertanya tidak dijawab, seolah menghindar dan tidak suka dengan pertanyaan ku. Semakin aku menekan dan mendesak, ia balik marah dan hampir mencekik aku, ia bilang akan membunuhku kalau sampai kelepasan.
Bayangkan sedang mengandung awal kehamilan, mual, sensitif, jauh dari siapapun orang yg aku kenal selama ini, di kondisi saat itu, jujur aku hampir menyerah. Tapi anakku, menguatkan aku.
Aku mencoba mencari tau semuanya sendiri, sampai akhirnya ketemu, suamiku kembali konsumsi TM. Hal yg dulu sering kami ributkan ketika pacaran. Tapi aku tidak bertanya, aku diam.
Hingga saat perjalanan menuju ke rumahku untuk perayaan 4 bulan kehamilan ku, ia bicara bahwa perginya ia saat itu untuk membeli obat tsb. Aku jawab, "Aku tau.. Kenapa ga bilang saat itu?" Dia hanya menjawab "Takut kamu marah.."
Jujur aku kecewa karena kebohongannya. Akan lebih baik jika ia jujur, aku akan mencoba membujuknya berhenti konsumsi obat tsb. Akan aku lakukan apapun supaya ia bisa istirahat dan tidur nyenyak, akan aku siapkan makanan hangat, pakaian bersih, air mandi hangat, apapun itu keinginannya akan aku penuhi selama ia nyaman, tenang dan bahagia.
Kemudian terjadi lagi, suamiku kembali menghilang di tengah malam, kubiarkan. Aku berpura-pura tidur, selalu setiap keesokannya ia libur. Aku tau ini buruk untuk janinku, tapi bagaimana bisa aku terus terbangun dengan sendirinya dan mendapati ia tidak ada?
Sampai ada di titik menyerah di usia kandunganku yg ke 5.
Aku katakan di waktu subuh kepada suamiku, bahwa aku sebenarnya menunggunya di kamar semalaman, aku tau dia berbohong dengan alasan baru saja bangun tidur.
Kemudian aku menangis, terus menangis, hingga akhirnya ia mengatakan yg sebenarnya, ia memiliki keinginan biologis, tapi sepertinya aku tidak bisa memenuhinya, karena ia khawatir dengan janin kami, maka itu ia menonton video yg menurutnya cukup untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.
Baik, aku bisa terima alasannya, karena memang selama awal kehamilan aku merasa sangat takut dan rentan dengan hubungan intim diantara kami berdua. Masalah pun terselesaikan.
Kini aku masuk kehamilan bulan ke 6, kami sudah aktif kembali melakukan hubungan suami istri, bahkan aku yg meminta. Hubungan kami baik-baik saja, ekonomi kami cukup, perhatian yg aku berikan pun rasa-rasanya melebihi dari masa awal pernikahan kami. Aku mencoba berbenah jadi lebih rapi dan bersih di hadapannya, pun mengurus semua nya, juga rumah. Aku merasa sudah maksimal, karena aku ingin ia kembali di pelukan ku tanpa harus menghilang setiap malam ia libur.
Karena sungguh, bagiku itu menyedihkan. Serasa menjadi bukan sebagian dari yg ia rindukan. Karena setiap di hari ia bekerja, komunikasi terbilang kurang, jarang ada pillow talk, dan aktivitas berpelukan pun cukup berkurang sejak aku masuk trimester 2 kehamilan ini.
Malam tadi, terjadi kembali. Ia pergi meninggalkan aku di kamar, sendiri.
Sebelumnya aku memang tidur gelisah, karena kakiku yg membengkak dan sangat pegal. Aku sampai menangis karena pinggang yg sakit, dan anakku yg mulai aktif di dalam rahim ini hingga membuat ngilu setiap dinding perutku. Ia memijit kakiku, memberikan aku minum, dan membuat aku tertidur. Aku sangat bahagia dan bersyukur, dengan perhatiannya, perlakuannya. Sampai bayanganku, paginya akan ku buatkan sarapan, tidak usah merepotkan nya lagi membeli bubur.
Bayangan itu hanya harapan ku saja sepertinya. Karena aku mendapatinya lagi kurang dari satu jam aku tertidur. Ia keluar dari kamar, bahkan pindah ke kamar sebelah. Saat ku panggil ia kembali memberikan alasan sama, main hp, dan minum.
Aku ajak bicara, ia menghindar. Aku lelah dan takut terjadi kembali ia marah dan mengancam ku. Aku keluar kamar, membuat sarapan, menangis diam-diam.
Rasanya sangat kesepian, tiba-tiba aku rindu kedua adikku, rindu orang tua ku. Aku rindu diantara banyak orang yg membuat aku merasa dibutuhkan. Aku rindu diperhatikan. Pikiranku kemana-mana. Tapi sungguh cintaku, sayangku, untuknya.. mendorong aku untuk tetap diam dan mencoba baik-baik saja di hadapannya.
Sebelumnya, aku bicara pada ibuku, bahwa aku ingin pulang. Karena nenek ku sakit. Aku rindu juga, dan memang sudah 2 bulan aku tidak pulang. Ibuku jawab, akan menjemput ku. Hanya mendapat jawaban itu saja, aku merasa berarti, dicintai dan berharga.
Aku tidak berhenti menangis setelah kami sarapan, sambil mencuci piring, pikiranku melayang, bagaimana jika suamiku meninggalkanku? Bagaimana jika ia tidak menyayangi anak kami? Kenapa ia menjadi tertutup dan berbohong? Kenapa ia jarang mengajak anak kami berbicara? Kenapa ia jadi jarang mengelus perut ku? Kenapa ia menolak berhubungan badan denganku?
Lalu terlintas dalam benak, "Apa aku harus pergi sebentar untuk melihat bagaimana isi hatinya? Apakah ia akan menjadi hangat lagi? Apa aku akan bisa menerimanya tanpa ada yg mengganjal di hati? Mungkin kah ia akan mengatakan yg sebenarnya apa yg ia lakukan setiap malam ia meninggal kan aku saat tertidur? "
Setelah kemarin banyak berpikir, pagi ini ibuku kembali mengabari bahwa akan menjemput ku untuk pulang. Seminggu aku akan di rumah orangtuaku, dan akan diantarkan kembali ke rumah aku dan suami selasa mendatang.
Padahal, aku sangat ingin tahu bagaimana reaksi suamiku ketika aku nanti pulang dan lama meninggal kan ia. Tapi hatiku, hati yg lemah dan sangat mencintainya ini menolak untuk pergi, bahkan menolak ajakan orangtuaku yg sangat aku rindukan, menolak ajakan pulang dimana aku bisa mereka manjakan. Karena aku rasa, bersama suamiku itu yg terbaik, ternyaman.
Namun, saat aku iseng mengabari suamiku, untuk izin dijemput pulang, jawabannya begitu menyakitkan. Hingga aku lemas menangis dari berdiri hingga terkulai jatuh.
Aku tidak pernah menyangka jawaban ia "Kalo sekiranya kamu capek ngurus rumah sama mas, silahkan aja"
Ya Allah.. Kalau di bilang capek, di awal pernikahan aku sudah sangat lelah dengan keadaan baru yg menerpa kami. Kami harus menghadapi kesulitan yg sungguh sulit bagiku. Pernah ada kondisi sangat sulit yg pernah membuatku sangat rapuh pun aku tetap bertahan tidak pernah sama sekali mengeluh, aku hanya menyampaikan semua perasaanku pada suamiku. Aku tidak pernah mengadu pada orangtuaku, tidak pernah curhat kepada temanku, aku telan semua dan aku merasa baik-baik saja.
Kemudian, ia sekarang mempersilahkan aku pulang seolah-olah karena aku lelah mengurus keperluan nya?
Suamiku, sungguh yg harus istirahat ini batinku, hatiku..
Aku merasa gugup, kesepian, dan gamang di rumah ini sendirian. Setiap hari berharap engkau segera pulang dengan pelukan hangat di tiap penghujung harinya.
Jawaban dari semua ini adalah.. Bagaimana kamu bisa membuat aku nyaman tanpa ganjalan di hati seperti dulu, sayang?
Sungguh sangat kesepian jika memang kamu membiarkan ku pergi dengan sangkaan seperti itu. Sungguh malang anakku dibiarkan pergi ayahnya hanya karena ibunya yg terluka dan merengek meminta perhatian.
Di hari ini, di rumah yg sudah bersih, nyaman dan menenangkan. Ku putuskan untuk menunggu suamiku pulang, aku akan bertanya sekali lagi padanya.
Jika memang, jawabannya membiarkan aku pulang tanpa merasa ada yg salah pada hubungan kami berdua. Sepertinya, ada sedikit cinta yg memudar bagiku di hatinya.
Tuhan, semoga.. Perkiraan ku ini salah.
3 notes
·
View notes